Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya
Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: 2527-6182
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE DISKURSUS MULTI
REPRESENTASI DAN RECIPROCAL LEARNING
(Studi Penelitian di MTs. Mathlaul Ulum Garut)
Tiagita Tristiyanti1, Ekasatya Aldila Afriansyah2
STKIP Garut
[email protected] Abstract
This research aims to determine whether there are differences in the increase in mathematical problem
solving ability of students who get a cooperative learning model Diskursus Multi Representasi (DMR)
and Reciprocal Learning types. This study was conducted in one of the Junior High School in Garut on
pyramid and prism material. The population in the study were students of class VIII, and as many as two
classes selected sample. The instrument used is test description of mathematical problem solving ability.
This test instrument tests on another class who have studied the material pyramid and prism, the
instrument is deemed to have qualified validity, reliability, distinguishing features, and level of difficulty.
Data analysis was performed with data normality test, homogeneity test, t test, and test to determine the
normalized gain increased ability students' mathematical understanding. From the results of the data
analysis performed in this study can be concluded that there are no differences in the ability of solving
mathematical students between experimental class one that uses a learning model Diskursus Multi
Representasi (DMR) and experimental class two were using model Reciprocal Learning, which increase
the ability of mathematical understanding of students from each class experimental group was included
in the criteria.
Keywords: Mathematical Problem Solving, Discourse Multy Representation, Reciprocal Learning
PENDAHULUAN
Pada zaman sekarang ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang secara pesat, begitu pula
dengan berkembangnya matematika dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan zaman. Siswa
aktif dan mampu mandiri dalam melaksanakan proses belajar sehingga dapat menunjang
terhadap keberhasilan belajar siswa itu sendiri. Dalam pembelajaran di sekolah, matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang masih dianggap sulit dipahami oleh siswa yang tidak
memiliki keterampilan yang cukup. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat
dilihat dari berbagai aspek, tidak terkecuali peran guru yang harus mengkondisikan proses
pembelajaran. Pendidikan dan pembelajaran merupakan suatu proses yang diarahkan untuk
mengembangkan potensi manusia agar memiliki kemampuan dalam perilaku kognitif, afektif,
dan psikomotor.
Matematika dikenal sebagai ilmu dasar, pembelajaran matematika melatih kemampuan kritis,
logis, analitis dan sistematis. Matematika merupakan ilmu yang universal dan mempunyai peran
penting dalam mengembangkan daya pikir manusia. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika
untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran
matematika di sekolah adalah agar siswa mampu memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efesien dan tepat dalam pemecahan masalah; menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh; mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan baik bila setiap unsur yang
Page 4
Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya
Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: 2527-6182
berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran matematika di sekolah memahami makna dari
Standai Isi dan Standar Kompetensi Lulusan mata pembelajaran matematika.
Pemahaman matematika merupakan suatu kemampuan penting yang harus dimiliki siswa dalam
pembelajaran matematika. Jika pemahaman ini bisa diterima oleh siswa dengan baik maka
minat siswa pun akan besar dalam mengikuti mata pelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan
Pratama (2013:4) “Kurangnya pemahaman konsep atau rendahnya pemahaman konsep
matematika menyebabkan minat belajar siswa sangat rendah”. Untuk itu mata pelajaran
matematika ini perlu diperluas lagi dengan cara meningkatkan pemahaman dalam pembelajaran
matematika. Pembelajaran matematika cenderung abstrak, sementara itu kebanyakan guru
dalam mengajar masih kurang memperhatikan kemampuan berpikir siswa.
Untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam belajar matematika, yaitu dengan memilih cara
belajar yang berbeda dari yang sebelumnya, sehingga cara belajar tersebut menciptakan kondisi
belajar yang menarik siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan siswa tidak bosan dalam
pelajaran tersebut. Hal ini sesuai dengan Ruseffendi (2006:13) mengatakan bahwa “Kesenangan
terhadap suatu cara belajar haruslah berbeda-beda, maka keberhasilan anak dalam belajar
tergantung pula dari model penyajian materi pelajarannya”.
Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk mencipatakan proses pembelajaran yang
menyenangkan, untuk memotivasi siswa agar ikut aktif dalam proses memperoleh pengetahuan.
Dalam pengembangan model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk lebih aktif,
diperlukan strategi belajar mengajar yang tepat. Model Learning Cycle merupakan proses
pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif sehingga proses
asimilasi, akomodasi dan organisasi dalam struktur kognitif siswa tercapai. Bila terjadi proses
konstruksi pengetahuan dengan baik maka siswa dapat meningkatkan pemahamannya terhadap
materi yang dipelajari. Implementasi Learning Cycle dalam pembelajaran menempatkan guru
sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan
(terutama perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-pertanyaan
arahan dan proses pembimbingan), evaluasi. Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran
yang berpusat pada siswa.
Metode lainnya yang bisa digunakan adalah STAD adalah salah satu tipe kooperatif yang sangat
sederhana. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa ditempatkan dalam kelompok belajar yang
terdiri dari empat orang yang heterogen. Anggota kelompok terdiri dari siswa yang tingkat
kinerja, jenis kelamin dan suku yang berbeda-beda. Pada awal pembelajaran, guru menyajikan
materi pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Biasanya dalam setiap kelompok ditunjuk
seorang siswa yang mempunyai pemahaman lebih untuk dapat menjalankan kegiatan kelompok.
Keberhasilan kolektif kelompok yang menjadi tujuan diskusi kelompok.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima
komponen utama, yaitu penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor pengembangan dan
penghargaan kelompok. Selain itu STAD juga terdiri dari siklus kegiatan pengajar yang teratur.
Berikut ini adalah lima komponen utama pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu: 1)
penyajian kelas; 2) belajar kelompok; 3)kuis; 4) skor perkembangan; 5) penghargaan kelompok.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
menerapkan Model Learning Cycle dan Student Teams Achievement Divisions (STAD), untuk
mengetahui perbedaan kemampuan pemahaman matematis pada siswa. Adapun judul yang
diambil pada penelitian ini adalah: Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemahaman
Matematis Antara Siswa Yang Mendapatkan Model Pembelajaran Learning Cycle dan Model
Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD).
Page 5
Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya
Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: 2527-6182
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, rumusan masalah
penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara yang
mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe DMR dan yang mendapatkan
pembelajaran kooperatif tipe Reciprocal Learning?
2. Bagaimana interpretasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
yang mendapatkan model pembelajaran koopereatif tipe DMR, ditinjau dari a) secara
keseluruhan, b) secara individu?
3. Bagaimana interpretasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
yang mendapatkan model pembelajaran koopereatif tipe Reciprocal Learning, ditinjau dari
a) secara keseluruhan, b) secara individu?
TINJAUAN PUSTAKA
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan yang harus dimiliki siswa
untuk menyelesaikan soal matematik pada setiap aspek pemecahan masalah matematis. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Soedjadi (1999):
Menilai ranah pemecahan masalah berarti menilai kompetensi dalam memahami, memilih
pendekatan dan strategi pemecahan, serta menyelesaikan masalah. Indikatornya:
menunjukkan pemahaman masalah; mengorganisasi data dan memilih informasi yang
relevan dalam pemecahan masalah; menyajikan masalah secara matematis dalam berbagai
bentuk; memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat;
mengembangkan strategi pemecahan masalah; membuat dan menafsirkan model
matematika dari suatu masalah; menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
Siswa yang sudah terlatih dengan pemecahan masalah akan terampil menyeleksi informasi yang
relevan, lalu menganalisis informasi tersebut dan akhirnya meneliti hasil dari informasi.
Keterampilan tersebut akan menimbulkan kepuasan intelektual dalam diri siswa, meningkatkan
potensi intelektual, dan melatih siswa bagaimana melakukan penelusuran melalui penemuan.
Kemampuan pemecahan masalah matematis kemudian dapat diterapkan dalam bidang studi lain
dan dalam kehidupan sehari-hari.
Branca (Herdiana dan Sumarmo, 2014:23) mengemukakan bahwa “Pemecahan masalah
matematik mempunyai dua makna yaitu sebagai suatu pendekatan pembelajaran dan sebagai
kegiatan atau proses dalam melakukan doing math.” Pemecahan masalah yang menjadi fokus
penelitian ini adalah pemecahan masalah matematis sebagai suatu proses dalam doing math.dari
itu dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri.
Pemahaman matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan
oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang diharapkan.
Pemecahan masalah matematis sebagai suatu proses meliputi beberapa langkah kegiatan yaitu:
mengidentifikasi kecukupan unsur untuk penyelesaian masalah, memilih dan melaksanakan
strategi untuk menyelesaikan masalah, melaksanakan strategi untuk menyelesaikan masalah,
melaksanakan perhitungan dan menginterpretasikan solusi terhadap masalah semula, dan
memeriksa kebenaran solusi. Sebuah kerangka kerja untuk memecahkan masalah telah
dijelaskan G. Polya (Rusgianto, dkk., 2009:365) dengan tahapan berikut:
Menurut Polya langkah dalam pemecahan masalah yaitu:
1) Pemahaman pada masalah (identifikasi dari tujuan)
Kegiatan ini dapat diidentifikasi memlalui beberapa pertanyaan:
a) Data apa yang tersedia?
b) Apa yang tidak diketahui dan atau apa yang ditanyakan?
Page 6
Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya
Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: 2527-6182
c) Bagaimana kondisi soal? dan lain-lain
Beberapa masalah akan sangat berguna untuk membuat diagram dan mengidentifikasi
kuantitas-kuantitas yang diketahui dan dibutuhkan pada diagram tersebut, bahkan biasanya
dibutuhkan membuat beberapa notasi.
2) Kegiatan membuat rencana pemecahan masalah.
Mencari hubungan antara informasi yang diberikan dengan yang tidak diketahui yang
memungkinkan untuk menghitung yang tidak diketahui. Akan sangat berguna untuk
membuat pertanyaan : “Bagaimana cara menghubungkan hal yang diketahui untuk mencari
hal yang tidak diketahui?“. Jika tidak melihat hubungan secara langsung, dapat membagi
masalah ke sub masalah. Dalam membuat submasalah, akan sangat berguna untuk
membantu jika masalah yang komplek dibagi kedalam beberapa sub masalah, sehingga
dapat membangunnya untuk menyelesaikan masalah. Menghubungkan masalah tersebut
dengan hal yang sebelumnya sudah dikenali juga dapat memudahkan yaitu dengan melihat
pada hal yang tidak diketahui dan mengingat masalah yang mirip atau memiliki prinsip
yang sama.
3) Kegiatan melaksanakan rencana
Dalam hal ini melaksanakan perhitungan. Kegiatan ini meliputi:
a) Memeriksa kebenaran setiap langkahnya.
b) Bagaimana menunjukkan atau memeriksa bahwa langkah yang dipilih sudah benar.
c) Melaksanakan rencana strategi pemecahan masalah pada butir soal.
4) Kegiatan memeriksa kembali kebenaran hasil atau solusi
Kegiatan ini diidentifikasi melalui pertanyaan:
a) Bagaimana cara memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh?
b) Dapatkah diajukan sanggahnnya?
c) Dapatkah solusi itu dicari dengan cara lain?
d) Dapatkah hasil atau cara itu digunakan untuk masalah lain?
Dalam pembelajaran, Polya (Herdiana dan Sumarmo, 2014:24) mengemukakan beberapa
saran untuk membantu siswa mengatasi kesulitannya dalam menyelesaikan masalah, antara lain:
a) Ajukan pertanyaan untuk mengarahkan siswa bekerja, b) sajikan isyarat (clue ataau hint)
untuk menyelesaikan masalah bukan memberikan prosedur penyelesaian, c) bantu siswa
menggali pengetahuannya dan menyusun pertanyaan sendiri sesuai dengan kebutuhan
masalah, d) bantu siswa mengatasi kesulitannya sendiri.
Olkin dan Schoenfeld (Herdiana dan Sumarmo, 2014:25) mengemukakan bahwa bentuk
soal pemecahan masalah yang baik hendaknya memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Dapat diakses tanpa bantuan alat hitung. Ini berarti masalah yang terlibat bukan karena
perhitungan yang sulit, b) Dapat diselesaikan dengan beberapa cara, c) Melukiskan ide
matematik yang penting (matematika yang esensial), d) Tidak memuat solusi dengan trik,
e) Dapat diperluas dan digeneralisasi (untuk memperkaya eksplorasi).
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe DMR
Model pembelajaran kooperatif tipe Diskursus Multi Representasi yang selanjutnya disingkat
DMR merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif telah
dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya adalah untuk kerja sama
antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta
meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam model kooperatif
siswa tidak hanya mempelajari materi saja tetapi, siswa juga mempelajari keterampilan khusus
yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan
hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membagi tugas
kelompok selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Berdasarkan penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa untuk saling bekerja
sama dan bertukar pendapat serta pengetahuan yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah.
Page 7
Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya
Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: 2527-6182
Menurut Suyatno (2009:69) ”Metode Diskursus Multi Representasi (DMR) adalah
pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan dan pemanfaatan berbagai
representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok.” Model pembelajaran kooperatif tipe
DMR adalah metode yang menekankan belajar dalam kelompok heterogen saling membantu
satu sama lain, bekerja sama menyelesaikan masalah, menyatukan pendapat untuk memperoleh
keberhasilan yang optimal baik kelompok dan individual. Metode ini berorientasi pada
pembentukan, penggunaan, dan pemanfaatan berbagai representasi seperti buku-buku, artikel
dari surat kabar, berita, poster, hasil wawancara terhadap informan (seperti guru, kepala
sekolah, teman, para ahli), bahan internet dan sebagainya dengan setting kelas dan kerja
kelompok. Langkah-langkahnya adalah:
1) Persiapkan LKS dan media pembelajaran.
2) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang heterogen.
3) Pendahuluan membangkitkan minat siswa melalui eksplorasi menggunakan media.
4) Pengembangan permasalahan.
5) Penerapan pemecahan masalah dalam diskusi kelompok.
6) Laporan akhir tiap kelompok.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Reciprocal Learning
Reciprocal Learning adalah metode pembelajaran kooperatif dengan model diskusi dan
memberikan kesempatan proses berfikir siswa dengan saling bertukar pengalaman belajar
(Foster dan Rotolongi, 2015). Menurut Arends (Khabibah, 2000) ”Reciprocal Learning adalah
suatu prosedur pengajaran atau pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan kepada siswa
tentang strategi pemahaman mandiri serta untuk membantu siswa memahami bacaan dengan
baik”.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Reciprocal Learning adalah
suatu prosedur pengajaran yang dirancang untuk mengajarkan kepada siswa tentang strategi
pemahaman mandiri yang berbentuk diskusi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan
siswa yang memberikan kesempatan berfikir dan saling bertukar pengalaman belajar yang
berdasarkan prinsip-prinsip pengajuan pertanyaan melalui pengajaran langsung dan pemodelan
oleh guru untuk memperbaiki kinerja membaca siswa dan memahami bacaan. Model
pembelajaran kooperatif tipe Reciprocal Learning menempatkan siswa (peserta didik) sebagai
subjek belajar yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang berbeda-beda
(Fosi, 2006).
Model pembelajaran kooperatif tipe Reciprocal Learning ini diperkenalkan oleh Annemarrie
Palincsar pada tahun 1982. Palincsar (1986) mendeskripsikan konsep dasar Reciprocal Learning
sebagai berikut:
Reciprocal Learning refers to an instructional activity that takes place in the front of a
dialogue between teachers and students regarding segments of text. The dialogue is
structured by the use of four strategies: summarizing, question generating, clarifying, and
predicting. The teacher and students take turns assuming the role of teacher in leading this
dialogue.
Palinscar mendeskripsikan Reciprocal Learning sebagai sebuah aktifitas pembelajaran dalam
bentuk dialog antara guru dan siswa yang berkenaan dengan bagian dari suatu teks. Dialog
tersebut tersusun atas empat strategi yaitu merangkum atau meringkas, membuat pertanyaan,
menjelaskan dan memprediksi. Guru dan siswa bergiliran dalam memimpin sebuah dialog
dengan menerapkan empat strategi dalam Reciprocal Learning tersebut.
Annemarie menerapkan pembelajaran Reciprocal Learning dalam berbagai bentuk, diantaranya
adalah:
Page 8
Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya
Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: 2527-6182
1) Pengajaran tatap muka satu per satu artinya pengajaran dilakukan oleh guru terhadap
masing-masing individu didalam kelas.
2) Kegiatan diawali dengan membaca materi oleh kelompok kecil.
3) Kelompok kecil siswa yang dipimpin oleh guru kelas tanpa adanya pembagian tugas
tertentu kepada siswa.
4) Pembelajaran dalam kelompok besar siswa yang dipimpin oleh guru kelas tanpa adanya
pembagian tugas tertentu kepada siswa.
5) Kelompok kecil siswa yang setiap kelompoknya bergiliran dalam memimpin diskusi atau
mengajarakan kepada temannya sendiri dalam kelompok dengan adanya pembagian tugas
tertentu.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi ialah keseluruhan data mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas yang
mempunyai karakteristik tertentu. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII MTs.
Mathlaul Ulum yang terdiri dari 3 kelas. Dari populasi tersebut diambil sampel sebanyak 2 kelas
yaitu kelas VIII A yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe DMR dan kelas VIII
B yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe Reciprocal Learning.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 April 2016 sampai dengan tanggal 25 Mei 2016,
bertempat di MTs. Mathlaul Ulum Garut.
Desain Penelitian
E1 O X1 O
R
E2 O X2 O
Keterangan:
E1 : kelompok eksperimen 1
E2 : kelompok eksperimen 2
R : pemilihan kedua kelompok secara Random
O : pretest dan posttest kedua kelas eksperimen
X1 : perlakuan pemberian model pembelajaran kooperatif tipe DMR
X2 : perlakuan pemberian model pembelajaran kooperatif tipe Reciprocal Learning
Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Teknik analisis data ini dilakukan untuk memberikan gambaran terhadap data yang telah
diperoleh dari penelitian yang sudah dilakukan. Data tersebut diperoleh dari hasil kemampuan
awal dan kemampuan akhir siswa, data yang sudah diperoleh tersebut akan diolah dengan
menggunakan uji statistik. Teknik analisi data yang diperlukan untuk mengetahui ada atau tidak
adanya perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa diantara dua kelas.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini meliputi tes awal (pretest), dan tes akhir (posttest) kemampuan pemahaman
matematis. Hasil tes tersebut kemudian dianalisis, dimaksudkan untuk menjawab rumusan
masalah penelitian.
Analisis Data Tes Awal (Pre-test)
Berdasarkan hasil perhitungan masing-masing kelas mempunyai rata-rata 13,94 dan 14,12.
Sedangkan untuk simpangan bakunya 5,52 dan 5,10. Setelah dihitung normalitas datanya dapat
disimpulkan bahwa kedua kelas eksperimen berdistribusi normal. Langkah selanjutnya yaitu uji
homogenitas varians data tes awal, hasilnya kedua kelas eksperimen homogen. Karena kedua
kelas eksperimen berdistribusi normal dan homogen maka langkah selanjutnya yaitu uji t
dengan hasil sebagai berikut
Page 9
Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya
Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: 2527-6182
Tabel 1
Rekapitulasi Hasil Uji t Data Pre-test
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh thitung = 0,1376 dan dengan menggunakan uji dua pihak, db = 64
dan taraf siginifikan sebesar 5% didapat ttabel = 1,9989 dengan kriteria pengujiannya yaitu Ho
diterima jika -ttabel < thitung < ttabel. Karena thitung = -0,1376 < ttabel = 1,9989 maka Ho diterima,
artinya tidak terdapat perbedaan kemampuan awal yang signifikan antara siswa kedua kelas
eksperimen.
Analisis Data Tes Akhir (Post-test)
Berdasarkan hasil perhitungan masing-masing kelas mempunyai rata-rata 29,91 dan 30,64.
Sedangkan untuk simpangan bakunya 7,39 dan 8,57. Setelah dihitung normalitas datanya dapat
disimpulkan bahwa kedua kelas eksperimen berdistribusi normal. Langkah selanjutnya yaitu uji
homogenitas varians data tes akhir, hasilnya kedua kelas eksperimen homogen. Karena kedua
kelas eksperimen berdistribusi normal dan homogen maka langkah selanjutnya yaitu uji t
dengan hasil sebagai berikut
Tabel 2
Rekapitulasi Hasil Uji t Data Post-test
Berdasarkan Tabel 2 diperoleh thitung = -0,3706 dan dengan menggunakan uji dua pihak, db = 64
dan taraf siginifikan sebesar 5% ttabel = 1,9989 dengan kriteria pengujiannya yaitu Ho diterima
jika -ttabel < thitung < ttabel. Karena thitung = -0,1376 < ttabel= 1,9989 maka Ho diterima, artinya tidak
terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara yang mendapatkan
model pembelajaran kooperatif tipe DMR dan yang mendapatkan model pembelajaran
kooperatif tipe Reciprocal Learning.
Interpretasi Peningkatan
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat ditentukan dengan
menghitung gain data tes awal dan tes akhir dari kedua kelas eksperimen dengan menggunakan
gain ternormalisasi (normalized gain).
Berikut ini disajikan deskripsi data hasil uji gain ternormalisasi kelas DMR dan Reciprocal
Learning.
Tabel 3 Interpretasi Secara Umum Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Kedua Kelas Eksperimen
Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa data gain ternormalisasi yang diperoleh kelas DMR yaitu
jumlah peserta tes sebanyak 33 siswa dengan rata-rata skor gain ternormalisasi 0,40 maka
interpretasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah kelas DMR adalah sedang. Sedangkan
untuk kelas Reciprocal Learning jumlah peserta tes sebanyak 33 siswa dengan rata-rata skor
gain ternormalisasi 0,42 maka interpretasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah kelas
Reciprocal Learning adalah sedang. Untuk interpretasi secara individual kedua kelas
eksperimen sebagai berikut:
Page 10
Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya
Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: 2527-6182
Tabel 4 Interpretasi Secara Individual
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas DMR
Berdasarkan Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas yang mendapatkan model
pembelajaran kooperatif tipe DMR rata-rata mengalami peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis dengan kategori sedang yaitu 24 siswa dengan presentase sebesar 72,73
persen dari jumlah siswa, sedangkan sebagian yang lain megalami peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis dengan kategori tinggi yaitu 2 siswa dengan presentase 6,06
persen dan dengan kategori rendah yaitu 7 orang dengan presentase sebesar 21,21 persen.
Tabel 5 Interpretasi Secara Individual
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Reciprocal Learning
Berdasarkan Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa siswa kelas yang mendapatkan model
pembelajaran kooperatif tipe Reciprocal Learning rata-rata mengalami peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis dengan kategori sedang yaitu sebanyak 22 siswa dengan
presentase sebesar 66,67 persen dari jumlah siswa, sedangkan sebagian yang lain megalami
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis dengan kategori tinggi yaitu 4 orang
dengan presentase sebesar 12,12 persen dan dengan kategori rendah yaitu 7 orang dengan
presentase sebesar 21,21 persen.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe DMR sama
dengan siswa yang mendapatkan model kooperatif tipe Reciprocal Learning. Dalam prosedur
pelaksanaannya pembelajaran DMR dan Reciprocal Learning sama-sama menerapkan
pembelajaran dalam kelompok, siswa dituntut lebih aktif untuk memahami materi secara
mandiri dan berdiskusi satu sama lain, akan tetapi terdapat perbedan dalam prosedur
pembelajaran dimana dalam model pembelajaran kooperatif tipe DMR pengajar memakai
berbagai media sebagai alat bantu pembelajaran seperti bahan dari internet, buku referensi
berbagai sumber ataupun presentasi mengenai materi yang disampaikan yang digunakan sebagai
penunjang dalam menjelaskan materi kepada siswa. Guru menyampaikan materi dengan
berbagai media sedangkan siswa memperhatikan serta bertanya apabila ada hal-hal yang tidak
dipahami sehingga dapat terjadi diskusi. (Lihat gambar 1)
Page 11
Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya
Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: 2527-6182
Gambar 1 Situasi Kelas DMR
Sedangkan pada model pembelajaran kooperatif tipe Reciprocal Learning siswa dengan
kelompoknya dituntut agar dapat mempelajari secara mandiri materi pembelajaran serta LKS
yang disediakan lalu mendiskusikannya dengan melakukan empat tahapan diskusi
menggunakan seperangkat kartu Reciprocal Learning dan menandai hal-hal yang belum
dipahaminya. Selanjutnya kelompok siswa dipilih untuk melakukan presentasi di depan kelas
untuk menyampaikan materi yang dipelajari. Siswa juga dapat menuliskan pertanyaan-
pertanyaan mengenai materi yang mereka pelajari sebelumnya namun belum begitu
dipahaminya kemudian sampaikan pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada guru, dan guru akan
menyampaikan jawaban pada saat evaluasi. (lihat gambar 2)
Gambar 2 Situasi Kelas Reciprocal Learning
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe DMR bagi siswa kelas VIII-A dan penerapan
metode pembelajaran Reciprocal Learning bagi siswa kelas VIII-B di MTs. Mathlaul Ulum
Page 12
Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya
Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: 2527-6182
Garut merupakan metode pembelajaran yang baru. Hal tersebut terlihat dari aktifitas mereka
saat pembelajaran berlangsung sehingga membuat suasana yang lain dari sebelumnya, karena
pada umumnya siswa belajar dengan model pembelajaran ceramah. Pertemuan pertama pada
pembelajaran sebagian besar siswa terlihat kaku karena siswa masih perlu membiasakan cara
belajar, tetapi pada pertemuan kedua dan selanjutnya aktifitas siswa mengalami peningkatan,
siswa mulai terbiasa dan semangatdalam berdiskusi dalam kelompok dan lebih aktif dalam
menyampaikan pendapat dan pertanyaan sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
Siswa juga terlihat lebih antusias dalam mengerjakan atau memecahkan suatu permasalahan
matematika. Namun ketika menyelesaikan soal-soal yang diberikan beberapa siswa masih
belum maksimal dalam pengerjaannya, hal tersebut diakibatkan tidak semua siswa dapat belajar
secara mandiri atau melalui diskusi kelompok. Selain itu, terlihat beberapa siswa memilih untuk
diam daripada harus bertanya pada guru mengenai hal yang belum dipahaminya atau tidak
memperhatikan ketika guru menjelaskan materi yang mereka tanyakan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang diperoleh pada
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa selama menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Diskursus Multi Representasi (DMR) dan Reciprocal Learning pada materi
limas dan prisma terhadap siswa kelas VIII-A dan VIII-B di MTs. Mathlaul Ulum Garut
kesimpulannya yaitu:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan model
pembelajaran kooperatif tipe DMR sama dengan siswa yang mendapatkan model
pembelajaran kooperatif tipe Reciprocal Learning karena dengan menggunakan uji dua
pihak diperoleh thitung = -0,1376 < ttabel = 1,9989 sehingga Ho diterima, artinya tidak
terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang
mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe DMR dan yang mendapatkan model
pembelajaran kooperatif tipe Reciprocal Learning.
2. Interpretasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe DMR berdasarkan hasil analisis data
gain ternormalisasi rata-rata interpretasi peningkatannya sedang sebesar 72,73%,
sisanya termasuk dalam kategori tinggi sebesar 6,06% dan rendah sebesar 21,21%.
3. Interpretasi peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe Reciprocal Learning berdasarkan
hasil analisis data gain ternormalisasi rata-rata interpretasi peningkatannya sedang
sebesar 66,67%, sisanya termasuk dalam kategori tinggi sebesar 12,12% dan rendah
sebesar 21,21%.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Setelah pemberian perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
DMR dan Reciprocal Learning diharapkan mampu membantu siswa dalam kemampuan
pemahaman matematisnya. Hal tersebut tidak akan tercapai jika siswa tidak berkontribusi
langsung dan saling membantu supaya pembelajaran terlaksana sesuai dengan langkah-
langkah dan tahapan model pembelajaran yang diterapkan.
2. Karena model pembelajaran kooperatif tipe DMR dan Reciprocal Learning membutuhkan
waktu yang cukup lama, maka diharapkan guru mampu membagi waktu agar proses
pembelajaran berjalan secara optimal.
3. Bagi guru disarankan untuk lebih selektif dalam menentukan model pembelajaran yang
akan digunakan agar sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan disarankan untuk
mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan.
Page 13
Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan Pembelajarannya
Desember 2016, Vol. 1, No.2. ISSN: 2527-6182
4. Bagi siswa disarankan agar lebih banyak berlatih dengan mengerjakan soal-soal yang
bervariasi dan berperan aktif dalam proses pembelajaran yaitu bertanya apabila tidak
dimengerti dan memberikan reaksi apabila guru bertanya.
5. Hasil penelitian ini hanya berlaku untuk siswa kelas VIII MTs. Mathlaul Ulum Garut tahun
ajaran 2015-2016. Untuk hasil penelitian yang lebih umum diperlukan penelitian lebih
lanjut. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan bagi para peneliti lain untuk melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai pembelajaran matematika dengan model pembelajaran
kooperatif tipe DMR dan Reciprocal Learning dengan populasi dan jenjang yang lebih luas
serta pokok bahasan dan kemampuan matematis yang berbeda..
DAFTAR RUJUKAN
Cahyaning J. S. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Terhadap Kemampuan Berfikir Kreatif
Matematis Siswa. STKIP Garut: Tidak diterbitkan
Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas
Fajrin, M. U. (2010). Kontribusi Model Pembelajaran Survey, Question, Read, Recite, Review (SQ3R) Terhadap
Prestasi Belajar Siswa Pada Pelajaran Matematika. STKIP Garut: Tidak diterbitkan.
Fosi. (2006). Mengurangi Feodalisme Dan Kekerasan Pendidikan. Surabaya. [online] http://www.fosi.or.id/artikel
2006326D.htm. [28 Desember 2015].
Foster, Elizabeth dan Rotolongi, B. (2009). Reciprocal_Teaching [online]. Tersedia:
http://projects.coe.uga.edu/epltt/index.php?title=Reciprocal_Teaching [2 Januari 2016].
Garderen, D. V. (2004). “Reciprocal Teaching As A Comprehension Strategi Or Understanding Mathematical Word
Problem” Reading And Writing Quarterly. New York: Taylor & Prancis Group.
Gumilar, A. C. (2010). Penerapan Pembelajran Matematika Dengan Pendekatan Realistik Melalui Pemodelan Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMA. [online] Tersedia:
http://Repository.Upi.Edu/Operator/Upload/S_Mat_0605454_Chapter.Pdf. [20 Agustus 2016].
Hakiim, L. (2009). Perencaan Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Herdiana, H., & Soemarmo, U. (2014). Penilaian Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Refika Aditama.
Khabibah, S. (2000). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Soal Terbuka untuk
Meningkatkan Kreatifitas Siswa Sekolah Dasar Disertasi Program Pasca Sarjana. Surabaya. Perpustakaan
UNESA.
Noviani, D. (2014). Pengaruh Pembelajaran Metematika dengan Menggunakan Model Reciprocal Teaching
Terhadap Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa SMA.STKIP Garut: Tidak Diterbitkan.
Palincsar. (1986). Reciprocal Teaching. Dalam North Central Regional Educational Laboratory [online]. Tersedia:
http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/students/atrisk/at6lk38.html. [28 Juni 2012].
Puskur. (2004). Model Pengembangan Silabus. Dalam Pusat Kurikulum Departemen
Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Nasional[online]. Tersedia:
www.depdiknas.co.id/puskur/SMP/IPS/html. [2 Januari 2016].
Rahadi, M. (2014). Evaluasi Proses Hasil Pembelajaran Matematika (PHPM). STKIP Garut : Tidak diterbitkan.
Rodianti, R. (2016). Perbandingan Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa antara yang Mendapatkan Model
Pembelajaran Learning Start with a Question (LSQ) Dengan Konvensional.STKIP Garut: Tidak Diterbitkan.
Rusgianto, dkk., (2009). Banyak Siswa Benci Matematika. [online]. Tersedia: www.indonesia.go.id.index.php. [2
Januari 2016].
Sanjaya, W. (2010). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media.
Sinaga, L. A. (2011). Efektifitas Metode Diskursus Multy Reprecentacy (DMR) Terhadap Kemampuan Menulis
Karangan Argumentasi Siswa Kelas X SMA Swasta R.A. Kartini Tebing Tinggi Tahun Pembelajaran
2010/2011. [online]. Tersedia:
www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=1&ved=0ahUKEwiK246clqLPAhVMLY8KHTyD8UQFggZ
MAA&url=https%3A%2F%2Fsiteproxy.ruqli.workers.dev%3A443%2Fhttp%2Fjurnal.unimed.ac.id%2F2012%2Findex.php [3 Januari 2016]
Soedjadi (1999). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti.
Sundayana, R. ( 2014). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut: STKIP Garut Press.
Sundayana, R. (2015). Komputasi Data Statistika. Garut: STKIP Garut Press.
Suyatno. (2009). Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Tamim, F. (2015).Penerapan Model Pembelajaran DMR (Diskursus Multi Representasi) dengan Puzzle Kubus dan
Balok Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Materi Pokok Kubus dan Balok Siswa Kelas VIII D
SMP Muhammadiyah 8
Semarang Tahun Pelajaran 2014/2015. Semarang: Tidak Diterbitkan.
Trianto. (2009). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta. Bumi Aksara.
Widaningsih, D. (2011). Perencanaan Pengajaran Matematika. Bandung: Rizki Press.Arikunto, S. (2012). Dasar-
Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Page 14