0% found this document useful (0 votes)
137 views14 pages

(Health Risk Assessment of Crude Palm Oil (Cpo) Processing

This document summarizes a study on the health risk assessment of workers in the crude palm oil processing industry at PT. X in South Sumatra, Indonesia. The study identified potential health hazards from physical, chemical, biological, ergonomic, and psychosocial factors during the palm oil extraction and processing work. Noise, vibration, and dust were found to pose the highest physical hazard risks. Noise, lighting, biological factors, and ergonomic hazards showed the highest exposure levels. Therefore, noise was determined to be the most significant environmental health risk factor. The study analyzed the risk levels and recommended priorities for controlling the identified health hazards, with noise control as the top priority.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
137 views14 pages

(Health Risk Assessment of Crude Palm Oil (Cpo) Processing

This document summarizes a study on the health risk assessment of workers in the crude palm oil processing industry at PT. X in South Sumatra, Indonesia. The study identified potential health hazards from physical, chemical, biological, ergonomic, and psychosocial factors during the palm oil extraction and processing work. Noise, vibration, and dust were found to pose the highest physical hazard risks. Noise, lighting, biological factors, and ergonomic hazards showed the highest exposure levels. Therefore, noise was determined to be the most significant environmental health risk factor. The study analyzed the risk levels and recommended priorities for controlling the identified health hazards, with noise control as the top priority.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 14

PENILAIAN RISIKO KESEHATAN INDUSTRI PENGOLAHAN

CRUDE PALM OIL (CPO) DI PT. X SUMATERA SELATAN


(HEALTH RISK ASSESSMENT OF CRUDE PALM OIL (CPO) PROCESSING
INDUSTRY AT PT. X SUMATERA SELATAN)

Evelyne Amastiza1), Tan Malaka2), Hilda Zulkifli3)


1) Public Health Faculty, Sriwijaya University
2)Departement of Public Health Faculty of Medicine, Sriwijaya University
3) Departement of Environmental Management Faculty of Mathematics and Sains, Sriwijaya University
Jln. Raya Palembang-Prabumulih KM. 32 Ogan Ilir, Sumatera Selatan 30862
E-mail: [email protected]

Abstract

The processing of fresh fruit bunch into crude palm oil (CPO) may caused health hazards in the form of physical,
chemical, biological, ergonomic and psychosocial. The purpose of this study was to access the health risks of hazard exposure
of those factors. Work processes in this industry are divided into two main work units namely Production Unit and Supporting
Unit. The duration of work is 24 hours daily and divided into 3 (three) work shifts. The study begins with the Identification of
the health hazards and then giving score (hazard rating) on each identified hazards. All of hazard found were measured to
determine the exposure score (exposure rating). From the score that given to the identified health hazard (hazard rating)
combined with exposure score (exposure rating) then the heath risk factors of a hazard will be known. The health risk will be
analyzed using Risk Manageability Matrix to obtain controlling priority. This study shows that the most potential health hazard
which having highest score in hazard rating are noise, vibration and dust. The highest exposure level (exposure rating) of the
identified health hazard are noise, illumination, biological factors and ergonomic factor. Therefore the most significant
environmental health risk factors (risk rating) is noise. The analysis shows the risk level of identified health hazard: noise in
high risk rating; vibration, illumination, dust, biological factors, ergonomic hazard and psychosocial hazard in medium risk
rating; heat and indoor air quality in low risk rating. It recommended to the company should to control the following hazard as
the priority.

Keywords: crude palm oil industry, hazard, risk, exposure, health risk assessment, control

Abstrak

Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO) merupakan proses ekstraksi minyak dari
kelapa sawit segar menjadi produk yang siap dipasarkan. Dalam proses ini, mungkin terdapat hazard kesehatan berupa fisik,
kimiawi, biologik, ergonomik dan psikososial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai risiko kesehatan paparan
hazard (fisik, kimiawi, biologik, ergonomik dan psikososial) yang terdapat pada proses kerja terhadap kesehatan. Proses
kerja pada industri ini terdapat pada dua unit kerja utama yaitu Unit Produksi dan Unit Pendukung dengan kegiatan kerja 24
jam perhari. Penelitian diawali dengan identifikasi hazard kesehatan kemudian dilanjutkan dengan pemberian skor (rating).
Hazard yang ditemukan kemudian diukur dan diberikan skor keterpaparan (exposure rating). Dari skor yang diberikan
terhadap hazard (hazard rating) digabungkan dengan skor paparan hazard (exposure rating) maka dapat diketahui faktor
risiko kesehatan dari suatu hazard. Risiko kesehatan tersebut kemudian dianalisis menggunakan Matriks Pengendalian Risiko
(Risk Manageability Matrix) sehingga akan didapatkan prioritas pengendalian. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa yang
memiliki skor hazard (hazard rating) tertinggi dari potensial hazard kesehatan hazard fisik berupa getaran dan kebisingan,
dan hazard kimiawi berupa debu.Tingkat pemaparan (exposure rating) tertinggi yang didapatkan pada faktor-faktor tersebut
adalah Hazard fisik berupa kebisingan dan pencahayaan, hazard biologik dan hazard ergonomik. Dengan demikian, faktor
lingkungan yang memiliki tingkat risiko (risk rating) yang signifikan adalah hazard fisik kebisingan. Analisis kemudian
menunjukkan bahwa prioritas pengendalian dari faktor-faktor tersebut adalah hazard fisik berupa kebisingan dengan tingkat
risiko tinggi; hazard fisik berupa getaran dan pencahayaan, hazard kimiawi berupa debu, hazard biologik, hazard ergonomik
dan hazard psikosial dengan tingkat risiko sedang; hazard fisik berupa suhu dan hazard kimiawi berupa indoor air quality
dengan tingkat risiko rendah. Dengan diketahui tingkat risiko hazard yang ditemukan, maka tindakan pengendalian terhadap
hazard tersebut dapat dilakukan dengan tepat.

Kata kunci: industri crude palm oil, hazard, risiko, paparan, penilaian risiko kesehatan, pengendalian
1. Pendahuluan Bungkil Inti Sawit. Produk-produksi ini
Setiap pekerja berhak untuk nantinya akan dijual dan distribusikan ke
mendapatkan perlindungan atas bahaya dan seluruh Indonesia (lokal) dan export. Proses
risiko yang berkaitan dengan tempat kerjanya12. pengolahan kelapa sawit di industri Crude Palm
Sistem kesehatan dan keselamatan kerja yang Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) akan
diterapkan di Indonesia adalah Sistem diolah pada Unit Produksi yang merupakan
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Unit Utama untuk mengolah sawit segar
(SMK3) yang diatur menurut Peraturan menjadi Crude Palm Oil (CPO), yang didukung
Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang oleh beberapa lokasi penunjang sebagai unit
Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan pendukung. Pengolahan sawit segar hingga
Keselamatan Kerja1. Adanya penyakit akibat menjadi produk siap jual memiliki tingkat
kerja yang diderita pekerja merupakan salah satu kompleksitas tinggi dan proses yang panjang.
faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Kompleksitas kegiatan dan panjangnya
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun proses yang dilakukan pada kegiatan produksi
2012. Menurut ILO (2013), angka kejadian Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil
kecelakaan kerja mencapai 250 Juta pertahun (PKO) ini akan menimbulkan berbagai hazard
dan lebih dari 160 juta orang menjadi sakit (Fisik, Kimiawi, Biologik, Ergonomi dan
karena hazard di tempat kerja2. Psikososial) yang dapat mempengaruhi
Setiap pekerja tentu saja berisiko untuk kesehatan pekerja yang pada akhirnya dapat
mengalami kecelakaan kerja. Risiko sendiri menimbulkan Penyakit Akibat Kerja (PAK).
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Malaka (2008) menyebutkan bahwa unsur-unsur
adalah peristiwa yang dapat merugikan hazard kesehatan (fisika, kimiawi, biologis,
perusaan. Sedangkan menurut PP No. 50 Tahun ergonomik dan psikososial) dalam lingkungan
2012, risiko adalah kemungkinan seseorang kerja sebenarnya dapat diamati pada flow-sheet
untuk mengalami luka atau cedera karena atau flow-prcocess dari kegiatan industri
bahaya tertentu. Besar tidaknya risiko untuk tersebut mulai dari bahan baku hingga produk
terjadinya kecelakaan kerja harus diukur dengan yang dihasilkan dalam industri tersebut. Hazard
metode yang tepat1. Penilaian risiko ini harus yang ditimbulkan ini pula bergantung pada
dilakukan secara tepat, efisien dan sistematis. bahan dan proses yang dilakukan pada industri
Menurut Kementerian Perindustrian tersebut4. Oleh sebab itu, manajemen Kesehatan
Indonesia, industri dengan luas wilayah terbesar dan Keselamatan Kerja ini dianggap berkaitan
di Indonesia saat ini adalah Industri Perkebunan erat dengan kegiatan ekonomi dan merupakan
dengan jumlah terbanyak adalah Perkebunan risiko dari kegiatan-kegiatan tersebut sehingga
kelapa sawit. Sektor perkebunan merupakan pada dasarnya kegiatan dalam manajemen
sub sektor pertanian yang menjadi salah satu Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah
faktor yang dapat mendukung kegiatan kegiatan Manajemen Risiko (Risk
perekonomian di Indonesia. Menurut Direktur Management).
Jendral Perkebunan Departemen Pertanian
Akmad Mangga Barani, Indonesia merupakan
negara terbesar produsen kelapa sawit di dunia. 2. Metode
Total luas wilayah produksi perkebunan sawit di Penelitian ini menggunakan metode
Indonesia hingga tahun 2015 mencapai penelitian cross sectional dengan design semi
10.465.020 Ha dengan total produksi tahunan kuantitatif5. Penelitian di lakukan pada Unit
27.782.004 Ton. Kementerian Pertanian Produksi dan Unit Pendukung (Lokasi
Republik Indonesia memprediksi  jumlah ini Penunjang) pada industri pengolahan Crude
diperkirakan akan meningkat menjadi 13 juta Palm Oil (CPO) di PT. X di Sumatera Selatan.
hektar pada tahun 20203. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Februari
Produk sawit yang dikelola oleh PT.X sampai Juni 2017. Instrumen dalam penelitian
merupakan produk sawit mentah menjadi ini adalah tata kerja pelaksanaan Health Risk
berbagai produk setengah jadi berupa Minyak Assessment (HRA)6,7,8.
Sawit, Minyak Inti Sawit, Inti Sawit dan

2
Instrumen HRA dimulai dari identifikasi atau ditulis menjadi R = H x E9. Untuk
hazard kesehatan kemudian dilanjutkan dengan menentukan variabel penelitian, dilakukan studi
pemberian skor (rating). Hazard yang pendahuluan melalui observasi langsung
ditemukan kemudian diukur dan diberikan skor terhadap lokasi kerja. Dari rumus dan didukung
keterpaparan (exposure rating). Dari skor yang dengan observasi yang telah dilakukan, maka
diberikan terhadap hazard (hazard rating) ditetapkan variabel dalam penelitian ini
digabungkan dengan skor paparan hazard meliputi: Hazard Fisik (Kebisingan,
(exposure rating) maka dapat diketahui faktor Pencahayaan, Suhu Kerja dan Getaran), Hazard
risiko kesehatan dari suatu hazard. Risiko Kimiawi (Debu dan Indoor Air Quality),
kesehatan tersebut kemudian dianalisis Hazard Biologi (Water Supply, Vektor dan
menggunakan Matriks Pengendalian Risiko Indoor Air Quality), Hazard Ergonomi dan
(Risk Manageability Matrix) sehingga akan Hazard Psikososial. Faktor-faktor ini kemudian
didapatkan prioritas pengendalian6,7,8. akan diukur untuk memperoleh data yang
dibutuhkan. Data sekunder didapatkan dari data
dan arsip pada bagian SDM PT. X.

3. Hasil dan Pembahasan


Sesuai dengan langkah-langkah
pelaksanaan Health Risk Assessment (HRA),
PT. X memiliki 2 (dua) unit kegiatan utama
perusahaan yaitu Unit Produksi dan Unit
Penunjang (Lokasi Pendukung). Unit Produksi
melakukan kegiatan untuk mengolah sawit segar
menjadi barang yang siap di jual berupa Crude
Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO).
Kegiatan pada unit produksi meliputi
penimbangan, penyortiran, perebusan
(Sterilizer), penebah (Theressing), pengempakan
(Pressing), pemurnian minyak (Clarification
Station), pengolah Biji (Kernel Silo) dan tangki
Penimbunan (Storage). Sedangkan Unit
Langkah Pelaksanaan Health Risk Assessment Pendukung (lokasi penunjang) adalah sarana
(HRA) dan prasarana yang disediakan perusahaan untuk
membantu proses kerja unit produksi, meliputi
Populasi dalam penelitian ini adalah perkantoran, bengkel, pengolahan air (water
seluruh industri pengolahan Crude Palm Oil treatment), klinik kesehatan dan laboratorium 10.
(CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) di Provinsi Pengamatan dilakukan dengan menggunakan
Sumatera Selatan. Individu yang menjadi metode observasi secara langsung pada area
populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kerja kemudian diberikan nilai. Pemberian Nilai
pekerja di Indusri Pengolahan Crude Palm Oil Hazard dilakukan dengan mengacu kepada
(CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) yang penilaian hazard oleh Shell HSSE Committee
berjumlah total 71 orang. Pengambilan sampel (1995)6. Observasi ini membutuhkan ketelitian
individu dalam penelitian ini menggunakan dan kepekaan indera dari peneliti.
teknik proportionate stratified random sampling
sehingga didapatkan jumlah sampel individu
adalah 32 orang5.
Menurut pendekatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja, penghitungan Risiko
Hazard (R) adalah hazard (H) yang ditemukan
dikalikan dengan banyaknya paparan hazard (E)

3
Hazard Matrix di Unit Produksi
Hazard Rating

Hazard yang teridentifikasi ini kemudian


dimasukkan kedalam sebuah matriks penilaian
hazard (hazard matrix) berikut dengan
penilaiannya. Matriks yang dibuat harus dibuat
per unit kerja kemudian akan disatukan menjadi
satu matriks keseluruhan. Skor (Rating) pada
hazard matrix dilihat dari keparahan atau
kecatatan yang dinilai dari end point penyakit
yang ditimbulkan hazard9. Dari penelitian yang
dilakukan, didapatkan hazard pada Unit
Produksi (Utama) berupa:
Hazard Matrix di Unit Pendukung

4
Setelah dibuat Matriks Hazard (Hazard didasarkan pada Hazard Exposure Rating Shell
Matrix) untuk mengetahui Potensi Hazard HSSE Committee (1995)5.
(Hazard Rating) pada kedua lokasi Unit kerja
Industri Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) Exposure Rating
PT. X, yaitu:
Hazard Matrix di Keseluruhan Industri Pengolahan
Crude Palm Oil (CPO) PT. X

Pengukuran hazard dilakukan dengan


menggunakan metode pengukuran dan
instrument tertentu. Pengukuran yang dilakukan
ini harus dilakukan oleh tenaga yang telah
tersertifikasi dan peralatan yang terkalibrasi
dengan baik13. Penilaian paparan (exposure
rating) ini dilakukan dengan membandingkan
hasil pengukuran dengan Nilai Ambang Bats
(NAB) atau Baku Mutu Lingkungan (BML)
yang telah ditetapkan.
Pengukuran dilakukan pada unit
Produksi dan Unit Pendukung (Lokasi
Penunjang. Dari pengukuran yang telah
dilakukan maka didapatkan hasil pengukuran
sebagai berikut:
Setelah keseluruhan hazard di Unit a. Pengukuran Getaran (Vibrasi)
Produksi dan Unit Pendukung (Lokasi
Hasil Pengukuran Getaran di Unit Produksi
Penunjang) dibuat dalam satu matriks atau
Hazard Matrix, kemudian dilakukan
pengukuran terhadap besarnya pemaparan
(exposure) dengan melihat kadar atau nilai
pemaparan yang disesuaikan dengan melihat
kadar atau nilai Occupational Exposure Limit
(OEL) ditempat kerja11. Pengukuran ini Durasi kerja di lokasi Unit Pendukung
dilakukan pada tempat dengan intensitas hazard (Lokasi Penunjang) Industri Pengolahan Crude
paling besar yang dilakukan dengan proses Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) di
identifikasi yang telah dilakukan di awal. PT. X adalah 8 Jam. Dari NAB yang telah
Pemilihan lokasi pengukuran dengan memilih ditentukan, diketahui Nilai Ambang Batas
sampel ini dilakukan dengan prinsi Simmilar (NAB) untuk durasi kerja 8 jam adalah 85
Exposure Group sehingga pengukuran hazard dBA11. Dari hasil pengukuran getaran Whole
dianggap memiliki kemiripan (homogeny) Body Vibration (WBV) pada bebarapa titik di
sehingga pengukuran hanya dilakukan pada lokasi Unit Produksi Industri Pengolahan Crude
lokasi dengan tingkat paparan hazard yang Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO),
paling besar. Pemberian penilaian paparan didapat nilai pengukuran WBV selama 1 menit
terhadap Operator Mesin Press dan Operator

5
Hasil Pengukuran Pencahayaan di Unit Pendukung

Mesin Penebah diketahui bahwa getaran yang Hasil Pengukuran Kebisingan di Unit Pendukung
dirasakan pekerja pada kedua lokasi ini masih
dibawah Nilai Ambang Batas (NAB) sehingga
diberikan nilai paparan 2.
Untuk Unit Pendukung, tidak dilakukan
pengukuran getaran karena tidak teridentifikasi \

sebagai hazard. Intensitas kebisingan pada kedua titik


b. Pengukuran Suhu (Iklim Kerja) pengukuran adalah Normal yaitu berada
dibawah Nilai Ambang Batas (NAB) yang
Hasil Pengukuran Suhu di Unit Produksi diizinkan shingga diberikan nilai 2.

\ d. Pengukuran Pencahayaan (Iluminasi)


Hasil Pengukuran Pencahayaan di Unit Produksi

Hasil pengukuran terhadap iklim kerja


dengan Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) pada
lokasi Unit Produksi PT. X berdasarkan Nilai
Ambang Batas (NAB), kedua lokasi tersebut
diketahui memiliki suhu iklim kerja diatas NAB
yang telah ditetapkan sehingga diberikan nilai 3.
Untuk Unit Pendukung, tidak dilakukan
pengukuran karena hazard suhu kerja tidak
teridentifikasi sebagai hazard.

c. Pengukuran Kebisingan
Hasil Pengukuran Kebisingan di Unit Produksi Hasil pengukuran yang dilakukan di 10 titik
lokasi pengukuran di Unit Produksi PT. X,
hanya lokasi Ruang Krani Produksi yang berada
di dalam NAB pencahayaan sedangkan titik
lokasi lainnya (Area stasiun press, Pabrik Inti
Sawit, Gudang Inti, Bengkel, Gudang Material,
Kamar mesin, stasiun klarifikasi dan Area
penebah) berada dibawah NAB pencahayaan
yang telah ditetapkan sehingga diberi nilai 3.
Hasil Pengukuran Pencahayaan di Unit Pendukung
Durasi kerja di lokasi Unit Produksi
Industri Pengolahan Crude Palm Oil (CPO)
adalah 12 Jam. Dari NAB yang telah ditentukan,
diketahui Nilai Ambang Batas (NAB) untuk
durasi kerja 12 jam adalah 83,5 dBA 11. Dari
hasil pengukuran kebisingan, hasil pengukuran
yang berada dalam NAB kebisingan hanya Area
Pabrik Inti Sawit. Untuk lokasi pengukuran
lainnya (Area Pemisah Biji, Area Boiler, Area
Stasiun Press, Area Stasiun Klarifikasi, Area
Kamar Mesin dan Area Penebah) berada di atas
NAB kebisingan sehingga diberikan nilai 4.

6
Hasil pengukuran yang telah dilakukan,
Hasil pengukuran yang dilakukan di 14 titik diketahui bahwa O3 dan PM10 yang merupakan
lokasi pengukuran di Unit Pendukung hanya indikator Indoor Air Quality tempat kerja berada
lokasi Ruang Krani Produksi yang berada di di bawah nilai ambang batas yang telah
dalam NAB pencahayaan sedangkan titik lokasi ditetapkan sehingga diberikan nilai 1.
berada dibawah NAB pencahayaan yang telah
3. Pengukuran Faktor Biologi
ditetapkan sehingga diberikan nilai 4.
a. Water Supply
2. Pengukuran Faktor Kimia Untuk water supply, sumber air dan
a. Pengukuran Debu pengolahannya adalah sumber yang sama untuk
Dari pengukuran debu total dengan metode ekseluruhan lokasi pabrik. Berdasarkan
Hasil Pengukuran Kadar Debu di Unit Produksi pengamatan selama dilapangan dan wawancara
pada Kepala Laboratorium PT. X diketahui
bahwa untuk keperluan air minum, semua
pekerja diberikan air gallon yang dikirim setiap
harinya. Sedangkan untuk keperluan domestik
pabrik, PT. X memiliki Unit Pengolahan Air
tersendiri yang airnya berasal dari sungai
disekitar pabrik. Dari pemeriksaan lengkap yang
Hasil dengan metode Personal Dust dilakukan pada sampel air (Fisik, Kimia dan
Sampler (PDS ) terhadap 4 orang pekerja di Unit Coliform), didapatkan bahwa air yang
Produksi Industri PT. X, pengukuran yang digunakan masih belum memenuhi standar
dilakukan pada pekerja di 4 lokasi ini kesehatan menurut Baku Mutu Air Bersih
mendapatkan bahwa kadar debu di ke 4 lokasi Permenkes Nomor 416 Tahun 1990 yaitu MPN
ini masih dibawah Nilai Ambang Batas (NAB) Coliform 240 per 100 ml padahal Baku Mutu
sehingga diberikan nilai 2. Pengukuran debu standarnya adalah MPN 10 per 100 ml sampel
tidak dilakukan pada Unit Pendukung karena sehingga diberikan nilai 415.
hazard debu tidak teridentifikasi.
b. Vektor
b. Indoor Air Quality Vektor yang sama ditemukan di kedua
Hasil Pengukuran Indoor Air Quality di Unit lokasi baik Unit Produksi maupun Unit
Produksi Pendukung (Lokasi Penunjang). Pengukuran
vektor dilakukan dengan metode pengamatan
langsung dengan cara observasi langsung pada
lokasi pengukuran. Berdasarkan hasil
pengamatan selama di lapangan, pada Unit
Produksi PT. X dengan kegiatan utama adalah
proses yang dilakukan oleh mesin dengan
Nilai Ambang Batas PM10 adalah 0,15
keadaan ruangan yang sangat padat
mg/m3 yang jika dikonversikan kedalam μg/Nm3 memungkinkan terjadinya penyakit akibat
adalah 150 μg/Nm314. Hasil pengukuran diketahui hewan pengerat yaitu tikus. Selain itu,
bahwa O3 dan PM10 yang merupakan indikator keberadaan bahan utama produksi (kelapa sawit)
Indoor Air Quality tempat kerja di kedua lokasi di lokasi tersebut juga cenderung disukai tikus.
ini berada di bawah nilai ambang batas yang Genangan air yang ada disekitar lokasi Pabrik
telah ditetapkan sehingga diberikan nilai 2. juga memungkinkan perkembangan nyamuk.
Hasil Pengukuran Indoor Air Quality Hal ini sangat berpotensi menyebabkan
di Unit Pendukung terjadinya penyakit akibat gigitan nyamuk
misalnya malaria, demam berdarah maupun
chikungunya.
Pada Unit Pendukung (Lokasi Penunjang) ,
untuk lokasi perkantoran yang didalamnya

7
termasuk Laboratorium, Ruang Kepala Unit, mengangkat (lifting), menarik (pulling) dan
Ruang Manajer, Ruang Keuangan dan Ruang mendorong (pushing). Pada kegiatan ini, rata-
SDM dan Umum memiliki keadaan ruangan rata pekerja mengangkan secara manual tanda
yang padat dengan peralatan kerja seperti sawit yang beratnya rata-rata 20kg dalam durasi
komputer, meja dan kursi yang letaknya saling kerja 8 jam. Penilaian Posisi kerja ini
berdekatan. Di ruangan-ruangan tersebut menggunakan instrument WAC16. Masih sering
memungkinkan bersarangnya hewan pengerat didapati posisi kerja yang salah pada pekerja
seperti tikus dan serangga penyebab penyakit yang memungkinkan pekerja mendapat
seperti kecoa. Penyakit yang timbul dapat gangguan kesehatan akibat terpapar dengan
berupa Pes dan typhus yang dibawa oleh tikus Awkward Posture (posisi kerja yang salah)
atau diare yang dibawa oleh kecoa. sehingga diberikan nilai 4.
Selain itu, keadaan ruangan dan Berdasarkan hasil pengamatan di
pencahayaan lokasi tersebut juga cenderung lapangan pada pekerja di Unit Pendukung
disukai nyamuk. Hal ini sangat berpotensi menggunakan instrument New Brussels (NB)17,
menyebabkan terjadinya penyakit akibat gigitan masih didapati posisi kerja karyawan dengan
nyamuk misalnya malaria, demam berdarah Awkward Posture (Posisi kerja yang salah). Hal
maupun chikungunya sehingga diberikan nilai 4. ini dikarenakan peralatan kerja berupa kursi,
meja dan posisi komputer tidak sesuai dengan
c. Mikrobilogi Udara standar ergonomi kerja (tidak ergonomis)
Hasil Pengukuran Mikrobiologi Udara sehingga diberikan nilai 3.
di Unit Produksi
5. Pengukuran Faktor Psikososial
Untuk psikososial, pengukuran
dilakukan dengan bantuan kuesioner Risiko
Kerja dengan hasil pengukuran yang
digabungkan antara kedua unit kerja yaitu Unit
Hasil pengukuran pada Unit Produksi diketahui
Produksi dan Unit Pndukung. Dari kuesioner
bahwa jumlah mikrobiologi udara di kedua titik
yang telah diisi oleh 32 orang responden,
lokasi sampel dibawah nilai ambang batas yang
didapatkan bahwa Responden terdiri dari 32
telah ditetapkan sehingga diberi nilai 3.
orang; 23 orang pekerja Unit produksi dan 9
Hasil Pengukuran Mikrobiologi Udara orang pekerja Unit Penunjang. Dari tabel
di Unit Pendukung scoring kuesioner tersebut dapat diketahui
bahwa setelah dilakukan scoring pada kuesioner
mengenai tuntutan kerja, keadaan organisasi,
lingkungan kerja dan dukungan sosial di Unit
Produksi, kemuadian semua skor tersebut
Pengukuran yang telah dilakukan di Unit diakumulasi. Dari penelitian risiko stress yang
Pendukung diketahui bahwa jumlah telah dilakukan diketahui bahwa sebanyak 25%
mikrobiologi udara di titik lokasi sampel (8 orang) responden memiliki skore 36-70
dibawah nilai ambang batas yang telah artinya memiliki risiko stress rendah, 47% (15
ditetapkan sehingga diberikan nilai 3. orang) responden memiliki skor 71-105 artinya
Dari pengukuran biologi yang dilakukan, memiliki risiko stress sedang dan 28% (9 orang)
maka didapat kesimpulan bahwa hazard biologi responden memiliki skor 106-140 artinya
pada PT. X diberikan nilai 4. memiliki risiko stress tinggi9.
Menurut Malaka (2016), apabila dalam
4. Pengukuran Faktor Ergonomik suatu penelitian ditemukan lebih dari 25%
Berdasarkan hasil pengamatan di responden yang berisiko mengalami stress kerja,
lapangan pada pekerja di lokasi loading dan maka dapat disimpulkan bahwa risiko stress
unloading –tandan buah sawit, diketahui bahwa ditempat tersebut adalah tinggi. Faktor terbesar
jenis pekerjaan yang sering dilakukan adalah penyebab stress pada pekerja adalah kondisi
pekerjaan yang berulang (repetitive), lingkungan kerja18. Semua indvidu responden

8
yang memiliki risiko stress tinggi adalah pekerja Setelah pembuatan Matriks Paparan
di Unit Produksi yang rata-rata masa kerjanya (Exposure Matrix) berdasarkan unit kerja,
sudah lebih dari 10 tahun. kemudian dibuat lagi matrix yang berupa
rangkuman kedua matrix tersebut berupa
Setelah diketahui hasil pengukuran Matriks Paparan (Matrix Exposure) keseluruhan
hazard di tiap Unit kerja PT. X, kemudian Industri Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) PT.
dibuat Matrix Penilaian Paparan (Exposure X. Tingkatan Paparan (Exposure Rating) pada
Rating Matrix). Pada matrix paparan ini di buat matrix ini diambil dari Penilaian Paparan
penilaian (rating) tiap-tiap elemen hazard (Exposure Rating) dari kedua matrix yang
berdasarkan besarnya paparan yang diketahui dibuat sebelumnya dengan mengambil rating
dari hasil pengukuran. Matriks paparan harus terbesar dari kedua unit pabrik (Worst Case
dibuat per unit kerja kemudian dibuat matriks Scenario).
gabungan kedua matriks tersebut.
Matriks Penilaian Paparan (Exposure Matrix)
Matriks Penilaian Paparan (Exposure Matrix)
di Unit Produksi

Matriks Penilaian Paparan (Exposure Matrix)


Dari matriks tersebut dapat diketahui
bahwaHazard Fisik berupa Kebisingan dan
Pencahayaan, Hazard Bilogik, Ergonomik dan
Psikososial memiliki tingkatan paparan Tinggi
dengan nilai paparan 4. Untuk Faktor Fisik
berupa suhu memilki tingkat paparan sedang
dengan nilai 3. Sedangkan untuk faktor fisik
berupa Getaran dan Faktor kimia berupa Debu
dan Indoor Air Quality memiliki tingkat paparan
rendah dengan nilai 2.
Pemberian nilai dalam Matriks Risiko (Risk
Matrix) berpedoman pada Risk Score oleh
Malaka (2006)9. Setelah dibuat Matriks
Penilaian Paparan (Exposure Rating Matrix)
untuk masing-masing lokasi kerja yaitu Unit
Produksi dan Unit Pendukung (Lokasi
Penunjang) kemudian dilakukan penilaian

9
hazard dan keterpajanan yang dievaluasi dan pencahayaan, hazard kimia debu, hazard
kedalam matriks risiko (Risk Matrix). Untuk biologi, hazard ergonomi dan hazard
tingkat risiko, diisi berdasarkan Risk Rating psikososial. Sedangkan untuk hazard dengan
Matrix (Malaka, 2006), yaitu: tingkat risiko rendah adalah hazard fisik suhu
dan hazard kimia indoor air quality. Kemudian
Risk Rating Matrix
dibuat pula Matriks Risiko (Risk Matrix) untuk
Unit Pendukung (Lokasi Penunjang) sebagai
berikut:
Matriks Risiko (Risk Matrix) di Unit Pendukung

Dari hazard rating matrix diatas, dapat


diketahui bahwa nilai (rating) yang diberikan
dapat memprediksi dampak suatu hazard
terhadap kesehatan pekerja. Risk Score
didapatkan dari rumus R = H x E sehingga
didapatkan matriks berikut:

Matriks Risiko (Risk Matrix) di Unit Produksi

Dari Matriks Risiko (Risk Matrix) Unit


Pendukung diatas diketahui bahwa tidak ada
hazard di unit pendukung yang memiliki tingkat
risiko tinggi. Hazard dengan tingkat risiko
sedang di Unit Pendukung adalah hazard fisik
kebisingan dan pencahayaan, hazard biologi dan
hazard ergonomi. Untuk hazard dengan tingkat
risiko rendah meliputi hazard fisik getaran dan
suhu, hazard kimia debu dan indoor air quality
serta hazard psikososial.
Setelah dibuat Matriks Risiko (Risk
Matrix) pada tiap unit kerja, kemudian buat satu
matriks gabungan. Matriks gabungan
merupakan Matriks Risiko (Risk Matrix) yang
menggabungkan Matriks Exposure (Exposure
Matrix) dan Matriks Hazard (Hazard Matrix).
Nilai yang ditulis pada Matriks Risiko (Risk
Dari Matriks Risiko (Risk Matrix) pada Matrix) merupakan nilai tertinggi dari penilaian
Unit Produksi diatas, diketahui bahwa hazard hazard dan nilai tertinggi dari nilai paparan
yang mempunyai tingkat risiko tinggi adalah (exposure). Sehingga Matriks Risiko (Risk
hazard fisik kebisingan. Untuk hazard dengan Matrix) gabungan tersebut sebagai berikut:
tingkat risiko sedang adalah hazard fisik getaran

10
Matriks Risiko (Risk Matrix) dan Tingkat
Matriks Risiko (Risk Matrix) Keseluruhan PT. X
Pengendalian PT. X

Matrix Risiko (Risk Matrix)


menggambarkan bahwa hazard yang Skala pengendalian yang dimaksudkan
mempunyai tingkat risiko tinggi adalah hazard pada matriks diatas adalah skala pengendalian
fisik kebisingan. Untuk hazard dengan tingkat yang dapat diberikan kepada hazard yang telah
risiko sedang adalah hazard fisik getaran dan dinilai. Semakin tinggi skala pengendalian maka
pencahayaan, hazard kimia debu, hazard semakin mudah hazard tersebut dapat
biologi, hazard ergonomi dan hazard dikendalikan. Dari matriks diatas dapat
psikososial. Sedangkan untuk hazard dengan diketahui bahwa Hazard yang teridentifikasi
tingkat risiko rendah adalah hazard fisik suhu memiliki tingkatan risiko (risk level) yang
dan hazard kimia indoor air quality. beragam sesuai dengan tingkat keparahan
Setelah pembuatan matriks gabungan, penyakit yang ditimbulkannya. Selain itu, dari
kemudian dibuat Matrix Risiko (Risk Matrix) matriks tersebut dapat diketahui pula skala
dan Tingkatan Pengendalian. Tingkatan pengendalian tiap hazard tersebut. Penentuan
pengendalian ini diisi berdasarkan kesulitan skala pengendalian diketahui dari tingkatan
dalam pengendalian hazard tersebut. Klasifikasi mudah atau tidaknya pengendalian yang dapat
tingkat pengendalian berdasarkan HRA report dilakukan terhadap hazard tersebut. Semakin
oleh Malaka (2006)9 yaitu: mudah pengendalian yang dapat dilakukan maka
a. Tingkat Pengendalian Rendah (R) apabila skala pengendalian hazard tersebut masuk
masalah tersebut belum dikelola dan paparan dalam kategori tinggi. Sebaliknya semakin sulit
belum terkendali pengendalian yang dilakukan terhadap suatu
b. Sedang (S) apabila masalah tersebut sudah hazard maka skala pengendalian hazard tersebut
dikelola tapi paparan masih belum terkendali akan semakin rendah pula. Untuk skala
c. Tinggi (T) apabila masalah tersebut sudah pengendalian Sedang artinya hazard yang
dikelola dan paparan sudah terkendali terdeteksi dapat dikendalikan tanpa mengubah
. Matriks pengendalian tersebut sebagai proses produksi namun tetap sulit dilakukan.
berikut: Setelah menganalisa risiko dan tingkat
pengendalian, maka daftar risiko yang ada
dimasukkan kedalam Matriks Pengendalian
Risiko (Risk Manageability Matrix) guna
mengetahui berapa besaran risiko yang terdapat
di tempat kerja akibat hazard yang ada serta
mengetahui tingkat pengendalian yang
dilakukan.

11
4. Kesimpulan
Potensi hazard tertinggi yang ditimbulkan
oleh aktivitas kerja Industri Pengolahan Crude
Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) di
PT. Perkebunan Nusantara VII Unit Betung
meliputi Hazard Fisik berupa Getaran dan
Kebisingan serta Hazard Kimiawi berupa Debu
dengan nilai hazard (hazard rating) 4 yang
artinya dapat menimbulkan kecacatan permanen
atau kematian.
Tingkat pemaparan (exposure) yang tinggi
untuk hazard yang ada di Industri Pengolahan
Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil
(PKO) di PT. Perkebunan Nusantara VII Unit
Betung adalah Faktor Fisik berupa Kebisingan
dan Pencahayaan, Faktor Biologik berupa Water
Supply, Vektor dan Mikrobiologi Udara serta
Faktor Ergonomi dengan nilai 4. Hasil
pengukuran Hazard Fisik berupa Kebisingan
mencapai 92,8 dB dari NAB yang dizinkan
sebesar 83,5 dB. Untuk hazard biologik, hasil
MANAGEABILITY pengukurannya coliform pada air adalah 240 per
100 ml dimana BML yang diizinkan adalah 10
Risk Manageability Matrix di Industri per 100 ml, untuk vektor ditemukan hewat
Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) PT. X pengerat dan nyamuk di lokasi kerjanya
sedangkan untuk pengukuran mikrobiologi
Berdasarkan Risk Manageability Matrix, adalah 80 CFU/m3 dimana BML yang diizinkan
dapat dilihat besaran risiko yang terdapat di 500 CFU/m3. Untuk ergonomik, ditemukan
tempat kerja dan tingkatan pengendalian yang banyak kesalahan posisi kerja terutama pada
dapat dilakukan. Risk Manageability Matrix bagian loading dan unloading pada unit
memiliki 9 (Sembilan) kolom yang diisi dengan produksi.
jenis hazard dan pengen daliannya. Kolom yang Penilaian Risiko yang dilihat berdasarkan
berada pada barisan vertical (Dari bawah ke nilai potensi hazard dan nilai tingkat
atas) merupakan tingkatan risiko hazard (risk). pemaparan, didapatkan bahwa hazard dengan
Semakin ke atas kolom tersebut maka semakin tingkat risiko kesehatan tertinggi di Industri
tinggi tingkatan risiko dari hazard tersebut. Pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm
Kolom yang berada pada baris horizontal Kernel Oil (PKO) di PT. Perkebunan Nusantara
(bagian bawah menyamping) merupakan VII Unit Betung adalah Faktor Kebisingan.
tingkatan pengendalian yang dapat dilakukan
terhadap suatu hazard. Untuk penilaian pada 5. Daftar Pustaka
kolom pengendalian (manageability) semakin ke 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
kanan kolom tersebut maka tingkatan Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan
pengendalian hazard tersebut semakin tinggi. Sistem Manajemen Keselamatan Dan
Semakin tinggi manageability suatu hazard Kesehatan Kerja.
tinggi hazard tersebut makin mudah untuk 2. ILO. 2013. Kesehatan dan Keselamatan
dikendalikan dan sebaliknya, semakin rendah Kerja di Tempat Kerja, Modul Lima
manageability suatu hazard maka hazard Pelatihan Untuk Manajer dan Pekerja.
tersebut makin sulit untuk dikendalikan. Jakarta: ILO Jakarta.
3. Direktorat Jendral Perkebunan. 2015.
Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas

12
Kelapa Sawit 2013-2015. Jakarta: Direktorat Universites Islan Negeri Alaudin Makassar
Jendral Perkebunan. 2014; 4 (2): 350-62.
4. Malaka, T. 2008. Kesehatan Kerja dan 14. McGee, Harold. (2004). On Food and
Industrialiasasi di Negara Berkembang : Cooking : The Science and Lore of The
Pengalaman Indonesia dalam Proteksi dan Kitchen. Scribner. United States of America.
Promosi Kesehatan Kerja. Disampaikan pada 15. Ng, YG. Bahri, MTS. Irwansyah, MY.
Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Mori, I. Hashim, Z, Ergonomics
Tetap Dalam Bidang Ilmu Kesehatan Observation: Tasks at Oil Palm Plantation. J
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Occup Health University Putra Malaysia
Sriwijaya, Palembang 2013; 55: 405–414
5. Sukania, I Wayan. 2014. Analisa Ergonomi 16. NSF International Strategic
Kegiatan Mengangkat Beban Studi Kasus Registrations. 2016. ISO 45001 Occupational
Mengangkat Gallon Air Ke Atas Dispenser. Health and Safety Management Systems.
Jurnal. Universitas Tarumanegara USA: NSF Publications.
6. Bary, A. Syuaib, MF. Rachmat, M. Analisis 17. Worksafe Travail Securitaire NB, 2010.
Beban Kerja Pada Proses Produksi Crude Office Ergonomics: Guidelines For
Palm Oil (CPO) di Pabrik Minyak Kelapa Preventing Musculoskeletal Injuries. Bew
Sawit dengan Kapasitas 50 Ton Sawit Per- Brunswick Government Agency Publication:
Jam. Jurnal Teknik Industri Pertanian 2013; New Brunswick.
23 (4); 220-31. 18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
7. International Council on Mining and Metals. Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
2009. Good Practice Guidance on PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 Tentang
Occupational Health Risk Assessment. United Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Kingdom: ICMM Publication. Faktor Kimia di Tempat Kerja.
8. Kodrat, FK. Pengaruh Shift Kerja Terhadap 19. Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip –
Kelelahan Pekerja Pabrik Kelapa Sawit di Prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta:
PT. X Labuhan Batu. Jurnal Teknik Industri Erlangga.
Universitas Al-Azhar Medan Tahun 2011; 20. Setyono, Soetarto. 2008. Biomonitoring
11;110-7. Degradasi Ekosistem Akibat Limbah CPO di
9. Kolberg, Thor-Atle. 2011. Evaluation of Muara Sungai Mentaya Kalimantan Tengah
Subsea7 HIRA (Hazard Identification and dengan Metode Elektromorf Isozim Esterase
Risk Assessment) Procedure. Thesis. Jurnal. Universitas Gadjah Mada.
University of Stavanger Norway. 21. Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya
10. Lestari, Fatma. 2007. Bahaya Kimia, Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung :
Sampling dan Pengukuran Kontaminan Mandar Maju.
Kimia di Udara. Jakarta: EGC Penerbit Buku 22. Sintorini, MM. Silalahi, DS. Pratiwijaya,
Kedokteran. A. Kajian Sistem Manajemen Kesehatan dan
11. Lubis, Rustam Effendi. Widanarko, Keselamatan Kerja di Pabrik Kelapa Sawit
Agus. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. PT. Stelindo Wahana Perkasa, Belitung
Jakarta: AgroMedia Pustaka. Timur. Jurnal Teknik Lingkungan Universitas
12. Malaka, T. Health Risk Assessment of Trisakti 2016;. 6: 95-100.
Geothermal Operation, Case Study of 23. Shell HSSE Department. 2009. Shell
Geothermal Power Plants in West Java. HSSE and SP Freame Work, Environment
Jurnal Pengelolaan Lingkungan dan Sumber Manual. Modul. Shell Oil Company.
Daya Alam 2006; 5: 72-8. 24. Shell HSSE Department. 2011. Shell
13. Mallapiang, F. Samosir, IA. Analisis Health Risk Assessment Yellow Guide. AS:
Potensi Bahaya dan Pengendaliannya Shell Oil Company.
dengan Metode HIRAC (Studi Kasus Industri 25. Sukmadinata, Syaodih Nana. 2006.
Kelapa Sawit PT. Manakarra Unggul Lestari Metode Penelitian Pendidikan. Bandung :
Pada Stasiun Digester dan Presser, Clarifier, Remaja Rosdakarya..
Nutdan Kernel). Jurnal Fakultas Kedokteran

13
26. Undang - Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja.
27. ___________________________
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
28. Vesta, E. Lubis, SH. Sinaga, M. 2012.
Gambaran Persepsi Pekerja Tentang Risiko
Kecelakaan Kerja di Departemen Produksi
dan Utility PT. Wilmar Nabati Indonesia
Dumai Tahun 2012. Tesis Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara,
29. Hoten, VH. Mainil, AK. Permadi, AI.
Kesehatan Keselamatan Kerja (K3)
Mekanika Pada Stasiun Boiler PT.X. Jurnal
Mekanikal Universitas Bengkulu; 6: 545-9.
30. Zevallos, Carmen Green. 2007. Risk
Mangement Guidelines Companion to
AS/NZS 4360:2004. New Zealand: Standards
New Zealand

14

You might also like