P-ISSN: 2598-974X
E-ISSN: 2598-6252
VOL. 2 NO. 2 (2018)
Election Practices Based on Money Politics
In The Dimensions of State Political Thought
Muhammad Sholeh, Nur Rohim Yunus, Ida Susilowati
Historical Dynamics of Islamic Law Methodologhy (Ushul Fiqh)
Arip Purkon
Pertimbangan Hukum Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Mengenai Nikah Hamil
Muhammad Nabawi, Suyud Arif, Ahmad Sobari
Logika Kemukjizatan Alquran Dalam Dimensi Filsafat Ilmu
Abu Tamrin
Dispensasi Pernikahan Anak Di Bawah Umur Dalam Penetapan Perkara Nomor 0049/
Pdt.P/2017/Pa.Jp Di Pengadilan Agama Jakarta Pusat
Hikmah Miraj Muttaqina, Sutisna
Operasi Plastik Dalam Perspektif Hukum Islam
Havis Aravik, Hoirul Amri, Choiriyah
Menelaah Hadis Tentang Sanksi Pidana Mati Bagi Murtad
Yono
VOL. 2 NO. 2 (2018)
Mizan: Journal of Islamic Law is continuation of Mizan Ahwal Al-Syakhsiyah Journal since 2013, published by the
faculty of Islamic Studies, Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor West Java, Indonesia. Mizan of Islamic Law
published twice a year since 2017 (June and Desember), is a multilingual (Bahasa Indonesia, Arabic, English, and
Russian), Peer-Reviewed journal, and specialized in Islamic Law, Islamic Studies, and Sharia. This journal is
published by the faculty of Islamic Studies, Universitas Ibn Khaldun Bogor, in partnership with APSI (Indonesian
Sharia Advocates Association). Editors welcome scholars researchers and pratitioner of Islamic Law around the
world to submit scholarly articles to be published throught this journal. All articles will be reviewed by experts before
accepted for publication, each author is solely responsible for the content of published articles.
MIZAN; Journal of Islamic Law has been indexed at Google Scholar, Moraref, Sinta, and
become a CrossRef Member since year 2017. Therefore, all articles published by MIZAN;
Journal of Islamic Law will have unique DOI number.
[ISSN: 2598-974X, E-ISSN: 2598-6252]
ADVISORY EDITORIAL BOARD
Didin Hafidhuddin (Universitas Ibn Khaldun Bogor)
Muhammad Munir (International Islamic University Islamabad, Pakistan)
Andi Salman Maggalatung (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Ending Bahruddin (Universitas Ibn Khaldun Bogor)
Ahmad Mukri Aji (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Muhammad Kholil Nawawi (Universitas Ibn Khaldun Bogor)
Hendri Tanjung (Universitas Ibn Khaldun Bogor)
Irfan Syauqi Beik (Institut Pertanian Bogor)
Nur Rohim Y (Kazan Federal University, KFU Russia)
EDITOR IN CHIEF
Syarifah Gustiawati Mukri
EDITORS
Suyud Arif
Sutisna
Yono
ASSISTANT TO THE EDITORS
Siti Anisaul Kamilah
Redaktur Office
Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor Jawa Barat
Jl. KH. Sholeh Iskandar KM. 2 Kedung Badang Tanah Sareal Bogor 16162
Telp. (62-251) 8356884, Faks. (62-251) 8356884
Website: http://www.jurnalfai-uikabogor.org/index.php/mizan,
E-mail:
[email protected] Permalink: https://uika-bogor.academia.edu/JurnalMizanUIKABogor
Menyambut baik kontribusi dari para ilmuwan, sarjana, profesional, dan peneliti dalam
disiplin ilmu hukum untuk dipublikasi dan disebarluaskan setelah melalui mekanisme seleksi
naskah, telaah mitra bebestari, dan proses penyuntingan yang ketat.
DAFTAR ISI
101 Election Practices Based on Money Politics in the Dimensions of State
Political Thought
Muhammad Sholeh, Nur Rohim Yunus, Ida Susilowati
117 Historical Dynamics of Islamic Law Methodologhy (Ushul Fiqh)
Arip Purkon
127 Pertimbangan Hukum Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Parung
Kabupaten Bogor Mengenai Nikah Hamil
(Legal Considerations for Pregnant Marriage According to the Head of the Office of
Religious Affairs in Parung District, Bogor Regency)
Muhammad Nabawi, Suyud Arif, Ahmad Sobari
145 Logika Kemukjizatan Alquran Dalam Dimensi Filsafat Ilmu
(Logic of the Miracle of the Qur'an in the Philosophy of Science Dimension)
Abu Tamrin
165 Dispensasi Pernikahan Anak Di Bawah Umur Dalam Penetapan Perkara
Nomor 0049/Pdt.P/2017/Pa.Jp Di Pengadilan Agama Jakarta Pusat
(Dispensation of Underage Child Marriage in Determination of Case Number
0049/Pdt.P/2017/Pa.Jp in Central Jakarta Religious Court)
Hikmah Miraj Muttaqina, Sutisna
183 Operasi Plastik Dalam Perspektif Hukum Islam
(Plastic Surgery in the Perspective of Islamic Law)
Havis Aravik, Hoirul Amri, Choiriyah
195 Menelaah Hadis Tentang Sanksi Pidana Mati Bagi Murtad
(Reviewing the Hadith about Death Penalty for Apostates)
Yono
MIZAN: Journal of Islamic Law, FAI Universitas Ibn khaldun (UIKA) Bogor.
Vol. 2 No. 2 (2018), pp: 183-194. ISSN: 2598-974X, E-ISSN: 2598-6252.
DOI: https://doi.org/10.32507/mizan.v2i2.296
Operasi Plastik
Dalam Perspektif Hukum Islam
(Plastic Surgery in the Perspective of Islamic Law)
Havis Aravik,1 Hoirul Amri,2 Choiriyah3
1.3Prodi Perbankan Syariah STEBIS IGM Palembang, Indonesia
2 Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Palembang
https://doi.org/10.32507/mizan.v2i2.296
Abstract.
This study discusses how the legal position of plastic surgery is in the perspective of
Islamic law. The results of this study state that plastic surgery is one of the problems
faced by Muslims in the contemporary era. Plastic surgery is generally divided into
two parts, namely plastic surgery which is permitted because for the purpose of
plastic surgery and surgery that is forbidden because to beautify themselves. The
necessity of plastic surgery to beautify oneself because it brings a lot of harm not only
to the perpetrator, but also acts that include actions to change Allah's creation.
Keywords: Surgery, Plastics, Islamic Law, Mudharat, Benefits
Abstrak.
Studi ini membahas tentang bagaimana operasi plastik dalam perspektif hukum
Islam. Hasil studi ini menyatakan bahwa operasi plastik merupakan salah satu
permasalahan yang dihadapi umat Islam di era kontemporer. Operasi plastik secara
umum terbagi menjadi dua bagian, yakni operasi plastik yang diperbolehkan karena
untuk tujuan pengobatan dan operasi plastik yang diharamkan karena untuk
mempercantik diri. Keharaman operasi plastik untuk mempercantik diri karena
mendatangkan banyak mudharat tidak hanya bagi si pelaku, juga perbuatan itu
termasuk dari perbuatan merubah ciptaan Allah SWT.
Kata Kunci: Operasi, Plastik, Hukum Islam, Mudharat, Manfaat
Diterima: 14 September 2018, Revisi: 22 Oktober 2018, Dipublikasi 12 Desember 2018.
1 Havis Aravik adalah dosen pada Prodi Perbankan Syariah STEBIS IGM Palembang. E-
mail: [email protected].
2 Hoirul Amri adalah dosen pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
3 Choiriyah adalah dosen tetap pada Prodi Perbankan Syariah STEBIS IGM Palembang. E-
mail: [email protected].
183
Operasi Plastik Dalam Perspektif Hukum Islam
Pendahuluan
Perkembangan dunia yang semakin maju disertai dengan era globalisasi
yang kian meningkat dan perkembangan ilmu pengertahuan dan teknologi yang
begitu pesat dalam beberapa bidang kehidupan masyarakat, seperti bidang
kedokteran, hukum, serta bidang ekonomi, telah membawa pengaruh yang
positif sekaligus dapat menimbulkan berbagai persoalan-persoalan hukum baru.4
Masyarakat Islam, sebagai suatu bagian yang tak dapat melepaskan diri
dari persoalan-persoalan baru yang berkembang tersebut, maka otomatis
persoalan-persoalan baru yang belum jelas kedudukan hukumnya dalam al-
Qur’an maupun Sunnah harus segera mendapatkan solusi dan jawaban yang
cepat dan tepat agar tidak terjadi gejolak di masyarakat. Apalagi mengutip
pernyataan Muhammad Muslehuddin selama ini kajian tentang tema-tema
keislaman khususnya Hukum Islam masih terjebak antara memilih
menggunakan wahyu dan akal. Kaum Muslim ortodoks menekankan pada
wahyu, sedangkan kaum modernis menekankan rasionalitas. Konsekuensinya,
hukum Islam berada di persimpangan jalan dan ketidakpastian.5
Operasi plastik merupakan salah satu dari sekian banyak permasalahan
yang dihadapi umat Islam di era kontemporer, untuk segera dicarikan solusinya.
Sebab permasalahan ini telah menjadi ranah perdebatan tanpa ujung. Tulisan
berikut ini mencoba sedikit membahas seputar operasi plastik dan varian-varian
di dalamnya, semoga ada ruang pencerahan dalam melihat problem-problem
hukum Islam kekinian, dan memberikan solusi konkrit terhadap permasalahan
tersebut.
Pengertian dan Konsep Dasar Operasi Plastik
Operasi Plastik adalah operasi yang dilakukan untuk memperbaiki
bagian badan (terutama kulit) yang rusak atau cacat atau untuk mempercantik
diri. Dalam fiqh modern, operasi plastik disebut al-Jirahah (‘amaliyyah at-
tajmiliyyah).6 Al-Jirahah diartikan operasi bedah yang dilakukan untuk
memperbaiki penampilan suatu anggota badan yang tampak atau untuk
memperbaiki fungsi dari anggota tersebut ketika anggota tubuh itu berkurang,
lepas atau rusak.7
4 Umar Syihab, Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran, Semarang: DIMAS, 1996, h. 3.
5 Muhammad Muslehuddin, Philosophy of Islamic Law and The Orientalist; A Comparative
Study of Islamic Legal System, Lahore: Islamic Publications Ltd, 1980, h. xi.
6 Abdul Aziz Dahlan, dkk (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2001, h. 213.
7 Abdul Syukur Al-Azizi, Buku Lengkap Fiqh Wanita; Manual Ibadah, dan Muamalah,
Yogyakarta: Diva Press, 2015, h. 372.
Mizan: Journal of Islamic Law. Volume 2 No 2 (2018). ISSN: 2598-974X, E-ISSN: 2598-6252 - 184
Havis Aravik, Hoirul Amri, Choiriyah
Sedangkan dalam ilmu kedokteran operasi plastik didefenisikan sebagai
pembedahan jaringan atau organ yang akan dioperasi dengan memindahkan
jaringan atau organ dari tempat yang satu ke tempat lain sebagai bahan untuk
menambah jaringan yang dioperasi.8
Persoalan operasi plastik dalam pandangan Hukum Islam termasuk
masalah ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji sedalam mungkin karena
belum dikenal, baik sebelum maupun sesudah zaman imam madzhab fiqh yang
empat, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam
Hambali. Oleh sebab itu, dalam literatur fiqh klasik tidak dijumpai pembahasan
ini. Pembahasan operasi plastik baru yang muncul dalam masail fiqhiyah al-
haditsah (permasalahan fiq hkontemporer) yang tidak lain merupakan hasil
ijtihad ulama fiqh modern.9
Menurut Abdul Aziz Dahlan, dkk Ulama fiqh modern meninjau
persoalan operasi plastik dari sisi tujuan dilakukannya operasi tersebut.
Misalnya, Abdul Salam Abdurrahim as-Sakari, ahli fiqh modern dari Mesir,
dalam bukunya al-A’da al-Adamiyyah min Manzur al-Islam (Anggota Tubuh
Manusia dalam Pandangan Islam), membagi operasi plastik menjadi dua, yaitu
operasi plastik dengan tujuan pengobatan dan operasi plastik dengan tujuan
mempercantik diri. Selanjutnya Abdul Salam Abdurrahim as-Sakari juga
membagi operasi plastik dengan tujuan pengobatan menjadi dua bagian, operasi
plastik yang bersifat daruri (vital atau penting) dan operasi plastik yang bersifat
dibutuhkan.10
Operasi plastik untuk tujuan pengobatan secara hukum dibolehkan, baik
yang bersifat daruri maupun dibutuhkan. Operasi plastik dalam kasus daruri,
seperti terjadi penyumbatan pada saluran air seni, dibolehkan secara hukum,
sebab jika tidak dilakukan pembedahan, bisa menyebabkan air seni akan
merembes ke tempat-tempat lain, sehingga yang mengidap penyakit ini sulit
untuk melakukan ibadah dengan tenang karena pakaian dan badannya sering
bernajis. Selain itu, penyumbatan air seni juga dapat menimbulkan penyakit lain
bagi yang bersangkutan.11
Demikian halnya dengan operasi plastik untuk memperbaiki kecacatan
atau kerusakan yang bersifat dibutuhkan (tidak sampai tingkat darurat), seperti
bibir sumbing atau kulit rusak karena terbakar, dibolehkan secara hukum
berdasarkan pertimbangan kecacatan pada seseorang itu dapat menghalanginya
untuk menjalani kehidupan sosialnya. Apalagi yang menyandang cacat itu
adalah pejabat atau pemuka masyarakat.
8 Nurul Maghfiroh dan Heniyatun, Kajian Yuridis Operasi Plastik Sebagai Ijtihad dalam
Hukum Islam, Magelang: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, 2015, h. 121.
9 Abdul Aziz Dahlan, dkk (ed),Op. cit, h. 213.
10 Abdul Aziz Dahlan, dkk (ed),Op. cit, h. 213.
11 Abdul Aziz Dahlan, dkk (ed), Op. cit, h. 213.
185 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor
Operasi Plastik Dalam Perspektif Hukum Islam
Menurut Abdus Salam pejabat atau pemuka masyarakat yang
menyandang cacat bisa membuat yang bersangkutan tidak percaya diri,
sehingga tugas dan tanggungjawabnya dapat terabaikan. Sementara kaidah
ushul fiqh mengatakan bahwa “Kepentingan orang banyak lebih didahulukan dari
kepentingan pribadi”. Oleh sebab itu, agar sikap dan tingkah laku dari pejabat atau
pemuka agama tidak mengecewakan, yang bersangkutan diperboleh
menghilangkan cacatnya itu.12
M. Sayyid Ahmad al-Musayyar Guru besar Universitas al-Azhar Kairo
juga sepakat bahwa operasi plastik dalam rangka mempercantik diri untuk
mengobati kecacatan atau kerusakan pada bagian tubuh, seperti luka bakar dan
lain sebagainya tidak dilarang dalam syariat Islam, karena termasuk dalam
kategori pengobatan.13
Senada dengan pendapat di atas, Syauqi Abduh As-Sahi dalam karyanya
al-Fiqh Islami wa al-Qhadaya at-Thibbiyah al-Mu’ashirah menyatakan bahwa yang
dimaksud operasi plastik hanya ada dua; yakni : untuk mengobati aib yang ada
di badan, karena kejadian yang menimpahnya seperti kebakaran, kecelakaan,
kebakaran atau yang lainnya, dan untuk mempercantik diri, dengan mencari
bagian badan yang dianggap mengganggu atau tidak nyaman untuk dilihat
orang.14
Dasar Hukum Operasi Plastik
Menurut Abdussalam kebolehan memperbaiki cacat atau kerusakan pada
bagian seseorang sesuai dengan Sabda Rasulullah Saw: “Berobatlah wahai hamba-
hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak tidak mengadakan suatu penyakit,
kecuali Ia adakan juga obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit tua” (HR. Ahmad
bin Hanbal).
Dasar hukum lain, membolehkan operasi plastik dengan tujuan untuk
memperbaiki kecacatan dikemukan para ahli modern, seperti Wahbah az-Zuhaili
dan Muhammad Fauzi Faydullah (Keduanya ahli fiqqh kontemporer dari
Universitas Damaskus). Menurut mereka dasar hukumnya adalah hadits
Rasulullah Saw; “Seorang Badui bertanya kepada Rasulullah SAW. Mestikah kami
berobat? Rasulullah menjawab. Benar, wahai hamba Allah berobatlah kamu, karena Allah
tidak mengadakan suatu penyakit kecuali ada penyembuhannya” (H.R. at-Tarmidzi
dari Usamah bin Syuraik).
12 Abdul Aziz Dahlan, dkk (ed), Op. cit, h. 213.
13 M. Sayyid Ahmad Al-Musayyar, Akhlak al-Usrah al-Muslimah Buhuts wa Fatwa, Terj.
Faturrahman Yahya dan Ahmad Ta’yudin, Islam Bicara Soal Seks, Percintaan dan Rumah Tangga,
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009, h. 106.
14 Syauqi Abduh As-Sahi, Al-Fiqh Islami wa al-Qhadaya at-Thibbiyah al-Mu’ashirah, Mesir:
Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyah, 1990, h. 129.
Mizan: Journal of Islamic Law. Volume 2 No 2 (2018). ISSN: 2598-974X, E-ISSN: 2598-6252 - 186
Havis Aravik, Hoirul Amri, Choiriyah
Maksud dari hadits di atas adalah, bahwa setiap penyakit itu pasti ada
obatnya, maka dianjurkan kepada orang yang sakit agar mengobati sakitnya,
jangan hanya dibiarkan saja, bahkan hadits itu menekankan agar berobat kepada
seorang dokter yang profesional dibidangnya.15
Syarat-Syarat Operasi Plastik
Menurut Abdussalam sebagaimana dinyatakan Abdul Aziz Dahlan, dkk
kebolehan melakukan operasi plastik harus memenuhi dua syarat;
Pertama, bahan yang dipakai untuk menambal atau menutupi cacat,
seperti kulit, tulang maupun anggota tubuh lainnya, harus berasal dari tubuhnya
sendiri atau dari seseorang yang baru saja wafat. Kebolehan mengambil kulit,
tulang, atau daging orang yang baru meninggal merupakan hasil analogi dari
pendapat madzhab Syafi’i dan Hanbali yang membolehkan memakan daging
mayat dalam keadaan darurat, yakni sekedar untuk menghindarkan diri dari
kematian.16
Menurut Romli SA jiwa manusia dalam syariat Islam sangat dimuliakan.
Sehingga harus dipelihara, dijamin dan dilindungi serta terhindari dari ancaman
yang akan menghilangkan jiwa tersebut.17 Allah SWT berfirman sebagai berikut:
“Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (Q.S. al-Baqarah:
195).
Untuk kulit, tulang, atau daging yang berasal dari orang lain tidak
dibenarkan syariat Islam, kaidah ushul fiqh menyatakan “menghindari darar
(bahaya atau kerugian) dari seseorang tidak boleh menimbulkan darar pada
orang lain. Artinya, jika kulit, tulang, atau daging orang yang masih hidup
diambil untuk operasi plastik bearti memberi mudarat kepada orang lain. Hal
seperti ini jelas tidak dibenarkan syariat Islam.18
Kedua, dokter yang melakukan operasi plastik harus merasa yakin bahwa
hasilnya akan positif. Artinya, tujuan operasi itu akan tercapai. Syarat ini sangat
penting, sebagaimana disampaikan Wahbah Zuhaili dan Hasanain Muhammad
Makhluf, ahli fiqh Mesir, khususnya terhadap kulit, tulang, dan daging yang
dipergunakan untuk operasi plastik itu milik orang lain (mayat). Ada
kemungkinan bahwa kulit, tulang dan dagingnya itu mengidap suatu penyakit
yang sulit dilacak, sehingga tujuan dari operasi itu tidak tercapai, justru akan
menimbulkan kemudaratan bagi orang yang melakukan operasi karena ia akan
15 Abdul Aziz Dahlan, dkk (ed), Op. cit, h. 213.
16 Abdul Aziz Dahlan, dkk (ed), Op. cit, h. 213.
17 Romli, SA, Konsep Maslahat dan Kedudukannya dalam Pembinaan Tasyri’, Palembang: Rafah
Press, 2010, h. 99.
18 Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed), Op. cit, h. 213-214.
187 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor
Operasi Plastik Dalam Perspektif Hukum Islam
menderita sepanjang hidupnya disebabkan penyakit dari bahan yang dipakainya
untuk memperbaiki cacatnya.
Menurut Wahbah Zuhaili, cara terbaik melakukan operasi plastik untuk
pengobatan adalah dengan menggunakan kulit, tulang, dan daging dari pasien
sendiri agar dokter yang melakukan operasi plastik itu merasa yakin akan
berhasil positif dan tidak menimbulkan penyakit lain pada diri pasien.19 Jadi
operasi plastik yang dilakukan seseorang, tidak memenuhi dua syarat di atas
maka tidak diperbolehkan, karena bertentangan dengan syara’. Sesuatu yang
bertentangan dengan syara’ pasti mengandung kemudharatan yang sangat besar
dan melanggar aturan-aturan agama.
Operasi Plastik Untuk Kecantikan
Islam sangat memperhatikan kecantikan fisik dan non fisik secara
bersamaan, namun dalam koridor menjaga kehormatan dan kemuliaan.20 Maka,
operasi plastik untuk kecantikan seperti menghilangkan tanda-tanda ketuaan di
wajah dan badan dengan mengencangkan kulit dan payudara, melangsingkan
pinggang, dan memperbesar pinggul, maka operasi plastik demikian tidak
sesuai atau tidak dibenarkan syariat Islam.
Alasan keharaman operasi plastik untuk tujuan kecantikan, menurut
Abdussalam, diantaranya adalah: Firman Allah SWT dalam surah an-Nisa’ ayat
119
“Dan Aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan
angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-
telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan Aku
suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya".
barangsiap!a yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka
Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”
Ayat ini datang sebagai kecaman (dzamm) atas perbuatan syaitan yang
selalu mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat, di
antaranya adalah mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah). Operasi plastik
untuk mempercantik diri termasuk dalam pengertian mengubah ciptaan Allah,
maka hukumnya haram, karena tidak sesuai dengan syariat Islam.21
Surah an-Nisa’ ayat 119 juga menjadi landasan bagi Imam al-Qurtubi
berpendapat. Menurutnya, bahwa merubah ciptaan Allah dalam bentuk apapun
yang tidak ada kaitan dengan kesehatan merupakan perbuatan yang dilarang,
seperti membuat tato, memotong (punggur) gigi, mengebiri manusia,
19 Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed), Op. cit, h. 214.
20 M. Sayyid Ahmad Al-Musayyar, Op. cit, h. 106.
21 Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed), Op. cit, h. 214-215.
Mizan: Journal of Islamic Law. Volume 2 No 2 (2018). ISSN: 2598-974X, E-ISSN: 2598-6252 - 188
Havis Aravik, Hoirul Amri, Choiriyah
homoseksual, berpakaian dan bertingkah laku seperti manusia lawan jenisnya,
dan lain sebagainya.22
Pendapat senada juga dikemukakan Muhammad bin Yusuf al-Shahid Abi
Hayyan al-Andalusi. Menurutnya, dilarangnya operasi plastik karena termasuk
melakukan perubahan terhadap ciptaan Allah SWT.23 Hal seperti ini dengan
tegas dijelaskan dalam surah an-Nisa’ ayat 119 dan surah ar-Rum ayat 30. “Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Alasan lainnya adalah bahwa operasi plastik untuk mempercantik diri
termasuk kategori perbuatan berlebih-lebihan. Dimana Allah SWT tidak
menyukai suatu perbuatan yang dilakukan secara berlebih-lebihan (QS. Al-
A’raaf [7] ayat 31-32), menipu orang lain, riya’ dan maksiat yang kesemuanya
merupakan tindakan yang dihukumi haram dan bertentangan dengan surah An-
Nisa’ [4] ayat 142.
Sementara para ahli fiqh mengharamkan operasi plastik untuk
mempercantik diri adalah hadits Rasulullah SAW: “Allah mengutuk para wanita
yang menato dan yang minta ditato, mencukur alis atau minta dicukurkan, mengikir gigi
atau yang minta dikikir giginya supaya menjadi cantik, yang semuanya itu dimaksudkan
untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah” (HR. Ahmad, al-Bukhari,
Muslim, At-Tarmidzi, Abu Daud, Nasa’i, dan Ibn Majah).24
Diriwayat lain Rasulullah SAW bersabda: “Dari Hasyim, ia berkata bahwa
Fatimah bin Munzhir menceritakan kepadaku dari Asma’, bahwa seorang wanita datang
kepada Nabi SAW, lalu ia berkata kepada Rasulullah, “wahai Rasulullah, sesungguhnya
anak saya akan kawin, ia sakit sehingga rambutnya rontok, apakah boleh saya
menyambung rambutnya” Rasullah menajwab, “Allah melaknat wanita-wanita yang
menyambung rambutnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Nasa’i).25
Hadits-hadits di atas secara tegas memakai kata “la’ana yang berarti
mengutuk. Suatu pekerjaan terkutuk merupakan pekerjaan yang tidak dapat
dibenarkan syarak.26
Menurut Majlis Tarjih PP Muhammadiyah operasi plastik dibolehkan asal
bertujuan untuk kemaslahatan, bukan kenikmatan semata-mata. Seperti operasi
selaput mata yang akan membawa manfaat dan kemaslahatan, dapat melihat
22 Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakri Al-Qurtubi, Al-Jami’ul al-Ahkam al-
Qur’an, Juz VII, Lebanon: al-Risalah, 2006, h. 137.
23 Muhammad bin Yusuf al-Shahid Abi Hayyan Al-Andalusi, Tafsir Bahru al-Muhit, Juz III,
Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993, h. 368.
24 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, Bandung: Ghalia Indonesia,
2010, h. 6.
25 Huzaemah Tahido Yanggo, Op. cit, h. 6.
26 Abdul Aziz Dahlan, dkk (Ed), Op. cit, h. 215.
189 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor
Operasi Plastik Dalam Perspektif Hukum Islam
dan dapat beramal lebih banyak, termasuk dapat membaca al-Qur’an kembali.
Akan tetapi, operasi plastik mata yang sipit agar dapat kelihatan membelak
dalam rangka kenikmatan, agar dikagumi banyak orang, tidak dibenarkan
syara’. Begitu juga menyambung rambut demi kepuasan seorang suami.27
Muhammad Mutawwali Sya’rawi menyatakan bahwa kecantikan adalah
sesuatu yang ditetapkan oleh Allah berdasarkan kombinasi dari semua unsur-
unsur keindahan pada wajah. Seharusnya manusia tidak terpenjara oleh standar-
standar kecantikan yang diciptakan oleh manusia. Jadi, dapat dipahami bahwa
operasi plastik untuk tujuan kecantikan hukumnya adalah haram. Karena
disamping kemudaratan dari perbuatan tersebut banyak di satu sisi. Di sisi lain,
perbuatan itu termasuk mengubah ciptaaan Allah.28
Sayyid Muhammad Husain Fadhlullah (2000: 126) punya pandangan lain
dalam hal operasi kecantikan. Menurutnya, tidak ada larangan bagi wanita
untuk melakukan operasi kecantikan, jika ia menemukan keburukan rupa (cacat)
ditubuhnya. Termasuk tidak ada larangan bagi seseorang untuk mengubah
bentuk fisiknya, karena perbuatan tersebut termasuk kategori operasi
kecantikan. Begitu juga dalam masalah menyambung rambut. Baginya,
perbuatan itu tidak diharamkan. Semua perbuatan itu betul-betul diharamkan
jika menjadi usaha penipuan terhadap orang lain.29
Analisa
Kajian yang membahas tentang operasi plastik dalam khazanah
intelektual dan keilmuan fikih Islam klasik relatif jarang dan hampir tidak
pernah dikupas oleh fukaha secara mendetail dan jelas yang mungkin karena
faktor barunya masalah ini. Dari proposisi di atas dapat dipahami bahwa pada
prinsipnya operasi plastik terbagi menjadi dua macam :
Pertama, Operasi plastik untuk tujuan pengobatan diperbolehkan karena
bersifat daruri (vital atau penting) dan dibutuhkan. Bersifat darurat di sini
dimaknai sebagai kesulitan yang sangat menentukan eksistensi manusia, karena
jika ia tidak diselesaikan, maka akan mengancam jiwa dan kehormatan
manusia.30 Misalnya, seseorang yang mempunyai cacat sejak lahir maupun cacat
yang disebabkan oleh hal tertentu, untuk memperbaiki keadaan fisiknya
tersebut, ia diperbolehkan melakukan operasi, karena orang yang mempunyai
cacat biasanya tersisih dari kehidupan masyarakat yang normal. Oleh karena itu
27 Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, Tanya-Jawab Agama, Yogyakarta: Penerbit Suara
Muhammadiyah, 2009, h. 215.
28 Muhammad Mutawwali Sya’rawi, Al-Maktabah at-Taufiqiyyah, terj. Ghozi. M, Fiqh
Wanita, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007, h. 249-250.
29 Sayid Muhammad Husain Fadhullah, Dunya al-Mar’ah, Terj. Muhammad Abdul Qadir
Alkaf, Dunia Wanita dalam Islam, Jakarta: Penerbit Lentera, 2000, h. 126.
30 Imam Musbikin, Qawa’id al-Fiqhiyah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, h. 68.
Mizan: Journal of Islamic Law. Volume 2 No 2 (2018). ISSN: 2598-974X, E-ISSN: 2598-6252 - 190
Havis Aravik, Hoirul Amri, Choiriyah
untuk menghindari hal tersebut, operasi untuk memperbaiki tubuh yang cacat
agar menjadi lebih sempurna sangat dianjurkan karena menolak bahaya dan
lebih diutamakan mengupayakan manfaat.31
Selain itu, sebuah cacat, baik cacat bawaan lahir maupun cacat akibat
terjadi kecelakkan seperti luka bakar merupakan sebuah kemudaratan. Sebab
apabila ia tetap dalam keadaannya, dikhawatirkan ia akan mengeluh dan merasa
tidak nyaman terhadap dirinya sendiri terlebih-lebih terhadap agamanya.
Padahal dalam Islam seseorang itu wajib menjaga lima hal yakni memelihara
agama (hifdzh al-din), memelihara jiwa (hifdzh al-nafs), memelihara akal (hifdzh al-
‘aql), memelihara keturunan (hifdzh al-nasl), dan memelihara harta (hifdzh al-
maal).32
Apalagi di era modern sekarang ini, teknologi di bidang informasi dan
komunikasi maju dengan pesat, sehingga memudahkan manusia untuk saling
mengenal dan berinteraksi dalam waktu yang relatif singkat.33 Hal ini tentu saja
akan membawa dampak buruk bagi pelaku yang cacat bawaan lahir maupun
akibat kecelakaan apabila tidak diminimalisir (tidak dioperasi).
Kedua, operasi plastik yang diharamkan karena bersifat untuk
kenikmatan semata-mata. Seperti mempercantik diri. Misalnya, hidungnya yang
pesek dibikin mancung, matanya yang sipit dibikin luas, bibirnya yang tebal
dibikin tipis. Seperti yang banyak dilakukan oleh para selebriti tanah air sangat
tidak rasional. Karena operasi seperti ini selain berbahaya, karena sangat berisiko
komplikasi, juga sangat kuat aroma mengubah ciptaan Allah SWT dan termasuk
perbuatan melampaui batas dan berbuat kerusakan di bumi. Termasuk dalam
kategori ini adalah pengubahan jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan
dilakukan dengan memotong penis dan testis, kemudian membentuk kelamin
perempuan (vagina) dan membesarkan payudara dan sebaliknya.34 Sebagaimana
dijelaskan Allah SWT dalam surah Al-Nisa’ [4] ayat 119, Al-Hujurat [49] ayat 13,
Al-Najm [53] ayat 45, Al-Qashash [28] ayat 77, dan Al-A’raaf [7] ayat 55.
Kemudian, salah satu masalah lainnya adalah para ahli medis operasi
plastik untuk tujuan kecantikan kadangkala tidak membedakan antara
kebutuhan yang menimbulkan bahaya dengan kebutuhan yang tidak
menimbulkan bahaya. Yang menjadi interest mereka hanyalah mencari
keuntungan materi, dan memberi kepuasan kepada pasien. Operasi kecantikan
Nurul Maghfiroh dan Heniyatun, “Kajian Yuridis Operasi Plastik Sebagai Ijtihad dalam
31
Hukum Islam”, dalam The 2nd University Research Coloquium 2015, ISSN 2407-9189, h. 120
32
Ahmad Mukri Aji, Urgensi Maslahat Mursalah Dalam Dialektika Pemikiran Hukum
Islam, (Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012), h.66.
33 Imam Jauhari, “Kesehatan dalam Pandangan Hukum Islam”, dalam Jurnal Kanun Jurnal
Ilmu Hukum, No. 55 Tahun XIII Desember 2011,h. 38.
34 Fathonah, “Realita Taghyir Al-Jins dan Hukum Perkawinannya dalam Perspektif Islam
di Indonesia”, dalam Jurnal Al-Hikmah; Jurnal Studi Keislaman, Volume 5, Nomor 2, September 2015,
h. 178.
191 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor
Operasi Plastik Dalam Perspektif Hukum Islam
semacam ini juga banyak mengandung unsur penipuan dan pemalsuan. Bahkan,
akan banyak efek samping serta mudharat lainnya yang timbul akibat operasi
plastik.
Lebih lanjut, perbuatan ini sama dengan pemalsuan atau penipuan
terhadap dirinya sendiri bahkan orang lain, adapun hukumnya orang yang
menipu adalah haram menurut syara’. Selain itu, bahaya terjadi jika operasi itu
gagal, bisa menambah kerusakan didalam tubuhnya. Maka apapun caranya
perbuatan membahayakan diri tidak sesuai dengan hukum syara’. Kaidah ushul
yang memperkuat pernyataan di atas adalah: “Menolak kerusakan harus
didahulukan daripada menarik manfaat.”
Redaksi kaidah ini menjelaskan bahwa apabila dalam satu perkara
(misalnya operasi plastik untuk kecantikan) terlihat adanya manfaat atau
maslahat, namun disitu juga terdapat kemafsadatan (kerusakan), haruslah
didahulukan menghilangkan mafsadatnya, sebab kemafsadatan dapat meluas
dan menjalar kemana-mana, sehingga akan mengakibatkan kerusakan yang lebih
besar.35
Kaidah lainnya adalah “Kemudharatan itu harus dihindarkan sedapat
mungkin”. Maksud dari kaidah ini adalah kewajiban menghindarkan terjadinya
suatu kemudharatan atau dengan kata lain kewajiban melakukan usaha-usaha
preventif agar jangan terjadi suatu kemudharatan, dengan segala daya upaya
yang mungkin dapat diusahakan,36 termasuk dalam masalah operasi plastik
untuk kecantikan.
Menurut Romli SA menghindarkan hal-hal yang tidak enak dipandang
mata, dan berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma dan
akhlak termasuk dalam kategori maslahat tahsiniyat. Artinya, menyangkut
kebutuhan atau kepentingan yang sifatnya pelengkap dan kesempurnaan saja.
Sekiranya kebutuhan tahsiniyat ini tidak terpenuhi, tidaklah menimbulkan
kesulitan dan tidak pula mengancam salah satu dari kesulitan dan tidak pula
mengancam kepentingan pokok manusia.37 Jadi operasi plastik untuk kecantikan
yang bersifat kenikmatan semata-mata, bukanlah kebutuhan yang sangat urgent
dalam arti sejalan dengan tujuan hukum Islam (maqashid al-syari’ah). Untuk itu,
pengharaman operasi tersebut, sudah semestinya, karena banyak kemudharatan
yang akan ditimbulkan dari perbuatan itu.
Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa operasi plastik secara
umum terbagi menjadi dua bagian, yakni operasi plastik untuk tujuan
35 Imam Musbikin, Op. cit, h.74.
36 Imam Musbikin, Op. cit, h.81.
37 Romli SA, Op. cit, h. 113.
Mizan: Journal of Islamic Law. Volume 2 No 2 (2018). ISSN: 2598-974X, E-ISSN: 2598-6252 - 192
Havis Aravik, Hoirul Amri, Choiriyah
pengobatan yang diperbolehkan karena bersifat daruri atau vital serta
dibutuhkan dan operasi plastik yang diharamkan karena bersifat kenikmatan
semata-mata, seperti operasi plastik untuk kecantikan.
Keharaman operasi plastik untuk kecantikan sudah seharusnya karena
perbuatan tersebut mendatangkan banyak mudharat tidak hanya bagi si pelaku,
juga perbuatan itu termasuk dari perbuatan merubah ciptaan Allah SWT. Lebih
jauh lagi, operasi tersebut merupakan perbuatan menipu diri sendiri dan orang
lain. Dalam konteks Islam, perbuatan penipuan termasuk tindakan yang
bertentangan dengan syara’. Wallahu a’lam bi shawab
Daftar Pustaka
Aji, Ahmad Mukri. Urgensi Maslahat Mursalah Dalam Dialektika Pemikiran Hukum
Islam, Bogor: Pustaka Pena Ilahi, 2012.
Al-Andalusi, Muhammad bin Yusuf al-Shahid Abi Hayyan, Tafsir Bahru al-Muhit,
Juz III, Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993.
Al-Azizi, Abdul Syukur. Buku Lengkap Fiqh Wanita; Manual Ibadah, dan Muamalah,
Yogyakarta: Diva Press, 2015.
Al-Musayyar, M. Sayyid Ahmad, Akhlak al-Usrah al-Muslimah Buhuts wa Fatwa,
Terj. Faturrahman Yahya dan Ahmad Ta’yudin, Islam Bicara Soal Seks,
Percintaan dan Rumah Tangga, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009.
Al-Qurtubi, Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakri, Al-Jami’ul al-
Ahkam al-Qur’an, Juz VII, Lebanon: al-Risalah, 2006.
As-Sahi, Syauqi Abduh. Al-Fiqh Islami wa al-Qhadaya at-Thibbiyah al-Mu’ashirah,
Mesir: Maktabah an-Nahdhah al-Mishriyah, 1990.
Dahlan, Abdul Aziz. dkk (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2001.
Fadhullah, Sayid Muhammad Husain. Dunya al-Mar’ah, Terj. Muhammad Abdul
Qadir Alkaf, Dunia Wanita dalam Islam, Jakarta: Penerbit Lentera, 2000.
Fathonah, “Realita Taghyir Al-Jins dan Hukum Perkawinannya dalam Perspektif Islam
di Indonesia,” dalam Jurnal Al-Hikmah; Jurnal Studi Keislaman, Volume 5,
Nomor 2, September 2015.
Jauhari, Imam. “Kesehatan dalam Pandangan Hukum Islam,” dalam Jurnal Kanun
Jurnal Ilmu Hukum, No. 55 Tahun XIII Desember 2011.
Maghfiroh, Nurul; Heniyatun. “Kajian Yuridis Operasi Plastik Sebagai Ijtihad dalam
Hukum Islam,” dalam The 2nd University Research Coloquium, Magelang:
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, 2015, ISSN 2407-9189.
Musbikin, Imam. Qawa’id al-Fiqhiyah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
193 – Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor
Operasi Plastik Dalam Perspektif Hukum Islam
Muslehuddin, Muhammad. Philosophy of Islamic Law and The Orientalist; A
Comparative Study of Islamic Legal System, Lahore: Islamic Publications Ltd,
1980.
Romli, SA. Konsep Maslahat dan Kedudukannya dalam Pembinaan Tasyri’,
Palembang: Rafah Press, 2010.
Sya’rawi, Muhammad Mutawwali. Al-Maktabah at-Taufiqiyyah, terj. Ghozi. M,
Fiqh Wanita, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007.
Syihab, Umar. Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran, Semarang: DIMAS, 1996.
Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, Tanya-Jawab Agama, Yogyakarta: Penerbit
Suara Muhammadiyah, 2009.
Yanggo, Huzaemah Tahido. Fikih Perempuan Kontemporer, Bandung: Ghalia
Indonesia, 2010.
Yunus, Nur Rohim. Restorasi Budaya Hukum Masyarakat Indonesia, Bogor:
Jurisprudence Press, 2012.
Yunus, Nur Rohim; Sholeh, Muhammad; Susilowati, Ida. "Rekontruksi Teori
Partisipasi Politik Dalam Diskursus Pemikiran Politik Negara" dalam
Salam; Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i, Vol. 4, No. 3 (2017).
Zein, Fitriyani. “Mekanisme Penetapan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia,” dalam Salam; Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i, Vol. 3 No. 3
(2016).
Mizan: Journal of Islamic Law. Volume 2 No 2 (2018). ISSN: 2598-974X, E-ISSN: 2598-6252 - 194
Mizan; Journal of Islamic Law
PEDOMAN TEKNIS PENULISAN BERKALA ILMIAH
1. Artikel adalah benar-benar karya asli penulis, tidak mengandung unsur plagiasi, dan belum pernah
dipublikasikan dan/atau sedang dalam proses publikasi pada media lain yang dinyatakan dengan
surat pernyataan yang ditandatangani di atas meterai Rp 6000;
2. Naskah dapat berupa konseptual, resume hasil penelitian, atau pemikiran tokoh;
3. Naskah dapat berbahasa Indonesia, Inggris, Arab, maupun bahasa Rusia;
4. Naskah harus memuat informasi keilmuan dalam ranah ilmu hukum Positif;
5. Aturan penulisan adalah sebagai berikut:
a. Judul. Ditulis dengan huruf kapital, maksimum 12 kata diposisikan di tengah (centered);
b. Nama penulis. Ditulis utuh, tanpa gelar, disertai afiliasi kelembagaan dengan alamat lengkap,
dan alamat e-mail;
c. Abstrak. Ditulis dalam bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia antara 80-120 kata;
d. Sistematika penulisan naskah adalah sebagai berikut:
1) Judul;
2) Nama penulis (tanpa gelar akademik), nama dan alamat afiliasi penulis, dan e-mail;
3) Abstrak ditulis dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan Inggris, antara 80-120 kata;
4) Kata-kata kunci, antara 2-5 konsep yang mencerminkan substansi artikel;
5) Pendahuluan;
6) Sub judul (sesuai dengan keperluan pembahasan);
7) Penutup; dan
8) Pustaka Acuan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk dan sedapat mungkin
terbitan 10 tahun terakhir).
e. Ukuran kertas yang digunakan adalah kertas HVS 70 gram, ukuran A4, margin: atas 3,5 cm,
bawah 3.5 cm, kiri 3,5 cm, dan kanan 3,5 cm;
f. Panjang Naskah antara 13 s.d. 15 halaman, spasi 1, huruf Palatino, ukuran 11;
g. Pengutipan kalimat. Kutipan kalimat ditulis secara langsung apabila lebih dari empat baris
dipisahkan dari teks dengan jarak satu spasi dengan ukuran huruf 10 point. Sedangkan
kutipan kurang dari empat baris diintegrasikan dalam teks, dengan tanda apostrof ganda di
awal dan di akhir kutipan. Setiap kutipan diberi nomor. Sistem pengutipan adalah footnote
(bukan bodynote atau endnote). Penulisan footnote menggunakan sistem turabian. Setiap
artikel, buku, dan sumber lainnya yang dikutip harus tercantum dalam pustaka acuan;
h. Pengutipan Ayat Alquran dan Hadis. Ayat yang dikutip menyertakan keterangan ayat dalam
kurung, dengan menyebut nama surah, nomor surah, dan nomor ayat, seperti (Q.s. al-Mu’min
[40]: 43). Pengutipan Hadis menyebutkan nama perawi (H.r. al-Bukhārī dan Muslim) ditambah
referensi versi cetak kitab Hadis yang dikutip. Hadis harus dikutip dari kitab-kitab Hadis
standar (Kutub al-Tis‘ah);
i. Cara pembuatan footnote. Footnote ditulis dengan font Palation size 9, untuk pelbagai
sumber, antara lain:
Pedoman Teknis Penulisan Jurnal
1) Buku: nama utuh penulis (tanpa gelar), judul buku (tempat terbit: penerbit, tahun terbit),
cetakan, volume, juz, halaman. Contoh: Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi
Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 1986), h. 10.
2) Buku terjemahan, contoh: Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum: Buku III,
diterjemahkan oleh Moh. Radjab, (Jakarta: Bharata, 1963), h. 15;
1) Jurnal, contoh: Nur Rohim, “Kontroversi Pembentukan Perppu No. 1 Tahun 2013 tentang
mahkamah konstitusi dalam ranah kegentingan yang memaksa”, dalam Jurnal Cita
Hukum, Vol. 2, No. 1 (2014), h. 157.
2) Artikel sebagai bagian dari buku (antologi), contoh: Hikmahanto Juwana, “Penegakan
Hukum dalam Kajian Law and Development: Problem dan Fundamen bagi Solusi
Indonesia”, dalam Muhammad Tahir Azhary, Beberapa Aspek Hukum Tata Negara,
Hukum Pidana, dan Hukum Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Gorup, 2012), h.
127.
3) Artikel dari internet, contoh: Ahmad Tholabi Kharlie, “Problem Yuridis RUU Syariah” dalam
http://ahmadtholabi.com/2008/03/03/problem-yuridis-ruu-syariah, diunduh pada 20 Maret
2012.
4) Artikel dari majalah, contoh: Susilaningtias, “Potret Hukum Adat pada Masa Kolonial”,
dalam Forum Keadilan, No. 17, 20 Agustus 2006.
5) Makalah dalam seminar, contoh: Jimly Asshiddiqie, “Kedudukan Mahkamah Konstitusi
dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia”, Makalah disampaikan dalam Kuliah Umum
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, pada 2 Maret 2004.
j. Pustaka Acuan: daftar pustaka acuan ditulis sesuai urutan abjad, nama akhir penulis
diletakkan di depan. Contoh:
1) Buku, contoh: Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali Pers,
1986.
2) Buku terjemahan, contoh: Pound, Roscoe, Pengantar Filsafat Hukum: Buku III,
diterjemahakan oleh Moh. Radjab, Jakarta: Bharata, 1963.
3) Jurnal, contoh: Rohim, Nur, “Kontroversi Pembentukan Perppu No. 1 Tahun 2013 tentang
mahkamah konstitusi dalam ranah kegentingan yang memaksa”, dalam Jurnal Cita
Hukum, Vol. 2, No. 1 (2014).
4) Artikel sebagai bagian dari buku, contoh: Juwana, Hikmahanto, “Penegakan Hukum dalam
Kajian Law and Development: Problem dan Fundamen bagi Solusi Indonesia”, dalam
Muhammad Tahir Azhary, Beberapa Aspek Hukum Tata Negara, Hukum Pidana, dan
Hukum Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Gorup, 2012.
5) Artikel yang dikutip dari internet, contoh: Kharlie, Ahmad Tholabi, “Problem Yuridis RUU
Syariah” dalam http://ahmadtholabi.com/2008/03/03/problem-yuridis-ruu-syariah, diunduh
pada 20 Maret 2012.
6) Majalah, contoh: Susilaningtias, “Potret Hukum Adat pada Masa Kolonial”, dalam Forum
Keadilan, No. 17, 20 Agustus 2006.
7) Makalah dalam seminar, contoh: Asshiddiqie, Jimly, “Kedudukan Mahkamah Konstitusi
dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia”, Makalah disampaikan dalam Kuliah Umum
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, pada 2 Maret 2004.
k. Penutup: artikel ditutup dengan kesimpulan;
l. Biografi singkat: biografi penulis mengandung unsur nama (lengkap dengan gelar akademik),
tempat tugas, riwayat pendidikan formal (S1, S2, S3), dan bidang keahlian akademik;
6. Setiap naskah yang tidak mengindahkan pedoman penulisan ini akan dikembalikan kepada
penulisnya untuk diperbaiki.
7. Naskah sudah diserahkan kepada penyunting, selambat-lambatnya tiga bulan sebelum waktu
penerbitan (Juni dan Desember) dengan mengupload pada laman OJS jurnal pada alamat
Website: http://www.jurnalfai-uikabogor.org/index.php/mizan atau dikirim langsung via e-mail ke:
[email protected] atau [email protected]. Permalink: https://uika-
bogor.academia.edu/JurnalMizanUIKABogor.[]