GAGASAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN
PEMERKOSAAN MAYAT (NEKROFILIA) DALAM
HUKUM POSITIF INDONESIA
Oleh: Kowland Hawary
Pembimbing I: Dr. Dessy Artina SH., MH.
Pembimbing II: Dr. Mukhlis R SH., MH.
Alamat: Jalan WR Supratman Ujung, Gobah Pekanbaru-Riau
Email:
[email protected] ABSTRACT
Necrophilia is a disease (abnormality) in the form of sexually interested to get a body,
people who have sex with a corpse, and an abnormal sense of interest in the body. Necrofilia
is commonly referred to as Thanatophilia or Necrolagnia. It is an abnormality of desire in
the human body because it is attracted to sex with dead bodies. Along with the times, many
people are acting out of their nature. Where many irregularities occur from human behavior
itself. One deviation from the nature itself has sexual irregularities performed by someone
who has sexual disorders such as Pedofhilia, Zoofhilia, LGBT (Lesbian, Gay, bisexual and
Transgender), necrophilia and others. In Indonesia, there is no legal arrangement against
the perpetrators of sex necrophilia, so it takes an idea that can cause a deterrent effect on the
perpetrators of rape crimes against the Corpse (necrophilia). The purpose of writing this
thesis, namely first, to know the EAS against the crime perpetrators of the body rape
(necrophilia) in the positive law of Indonesia. Second, knowing the idea of the EAS against
the criminal perpetrators of the body rape (necrophilia) in the positive law of Indonesia.
Thirdly, knowing the EAS against the criminal perpetrators of rape (necrophilia) in the
positive law of Indonesia.
From the results of the problem research there are three main things that can be
concluded. First, the chapters in the Criminal Code and the Criminal Code of the Penal Code
are not clearly set up directly about the imposition of the rapist or body but there are some
proceeding inside the Criminal Code and the Criminal Code that directs the deed Can be
sentenced. Secondly, the arrangement of rape against dead bodies has not yet been legally
governing only chapters 285 and 286 The CRIMINAL code is more directed toward people
who are still living are not people who have died/died so clearly the law governing A rapist
against a deceased person, this is what causes confusion in the community about what rules
should be worn or applied.
Keywords: Necrophilia-Rape of the Dead-Crimes
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 1
PENDAHULUAN yang sudah meninggal.2 KUHP
memang belum mengatur soal
A. Latar Belakang Masalah pemerkosaan terhadap mayat namun
Salah satu bentuk Pemerkosaan dalam rumusan Pasal 290 RUU
adalah penyimpangan seksual KUHP Hasil Per 28 Juni 2018 mulai
Nekrofilia adalah penyakit (kelainan) mengatur larangan mengambil barang
berupa tertarik secara seksual untuk yang ada pada jenazah, menggali,
menyetubuhi mayat, orang yang membongkar, mengangkut atau
berhubungan seks dengan mayat, dan memperlakukan jenazah secara tidak
rasa tertarik yang abnormal terhadap beradab akan dikenakan pidana
mayat.1 Nekrofilia biasa disebut juga selama dua tahun penjara atau denda.
dengan thanatophilia atau necrolagni Sehingga untuk kasus pemerkosaan
a. Itu merupakan kelainan hasrat terhadap mayat dalam RUU KUHP
dalam tubuh manusia karena tertarik dalam disimpulkan sebagai
untuk bercinta dengan tubuh orang memperlakukan jenazah secara tidak
meninggal. Pertama kali, istilah itu beradab.
muncul sekitar tahun 1850 dalam Seiring dengan perkembangan
studi keilmuan. Menurut sejarah, zaman, manusia banyak yang
yang pertama memunculkannya bertindak tidak sesuai dengan
adalah Joseph Guislain, seorang ahli kodratnya. Dimana banyak terjadi
kejiwaan asal Belgia. Penyebabnya penyimpangan dari perilaku manusia
beragam, dan kebanyakan dialami itu sendiri. Salah satu penyimpangan
mereka yang trauma terhadap hal dari kodrat itu sendiri adanya
tertentu. Beberapa kondisi ini juga penyimpangan seksual yang
memengaruhi: takut ditolak dilakukan oleh seseorang yang
pasangan, menginginkan pasangan memiliki kelainan seksual contohnya
yang tak bisa menolaknya, atau Pedofhilia, Zoofhilia, LGBT
kekhawatiran untuk meninggal dunia. (Lesbian, Gay, Biseksual dan
Pemerkosa Mayat atau Pelaku Transgender), Nekrofilia dan lainnya.
Nekrofilia memang tidak diatur jelas Kehadirannya ibarat virus mematikan
dalam KUHP tetapi ada ancaman yang akan menggrogoti moral serta
pidana terhadap orang yang akhlak masyarakat yang pada
melakukan mutilasi atau gilirannya akan mengantarkan pada
pemerkosaan terhadap mayat tanpa jurang kehancuran, cepat atau lambat.
didahului oleh perbuatan lain yang Kondisi demikian, apabila dibiarkan
dilarang dalam KUHP. Seperti untuk berlarut-larut akan berimplikasi
kasus mutilasi, dapat dipidana jika negatif bagi moralitas umat serta
diawali dengan kejahatan meruntuhkan sendi-sendi agama.3
pembunuhan terhadap mayat atau Sangat diharapkan regulasi
melakukan pembongkaran kuburan mengenai penyimpangan seksual
mayat sebagaimana diatur dalam kedepannya haruslah lebih
Pasal 180 KUHP, Untuk kasus komprehensif, serta relevan dengan
pemerkosaan, Pasal 286 KUHP kepentingan masyarakat dan tentunya
memang menyinggung ancaman dapat menjaga dan melindungi
pidana jika ditujukan terhadap orang
yang tidak berdaya, namun tak secara 2
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5af8
jelas menyebut bukan terhadap orang 020b14c05/kejahatan-terhadap-mayat--bisakah-
dipidana, Diakses pada tanggal 17 Januari 2019.
3
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jmpk/article/vie
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia diakses pada wFile/17937/7653, Diakses pada tanggal 30
30 Desember 2018. Desember 2018.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 2
seluruh kepentingan, baik itu b. Penelitian diharapkan berguna
kepentingan yang bersifat horizontal bagi masyarakat pada
(Manusia dengan Manusia) maupun umumnya dan mahasiswa
yang bersifat vertikal (Manusia Fakultas Hukum Universitas
dengan Tuhan). Hal ini lah yang Riau secara khusus.
melatar belakangi, bahwa harus c. Penelitian ini diharapkan
adanya suatu peraturan yang jelas memberikan informasi bagi
mengatur tentang perbuatan para penegak hukum.
Nekrofilia ini.
Berdasarkan latar belakang diatas, D. Kerangka Teori
maka peneliti tertarik untuk 1. Teori Pemidanaan
melakukan penelitian yang berjudul Pemidanaan menurut Sudarto,
“Gagasan Pemidanaan Terhadap perkataan pemidanaan itu adalah
Pelaku Kejahatan Pemerkosaan sinonim dengan perkataan
Mayat (Nekrofilia) Dalam Hukum penghukuman, yaitu penghukuman
Positif Indonesia.” itu berasal dari kata hukum
sehingga dapat diartikan sebagai
B. Rumusan Masalah penetapan hukum atau
1. Bagaimanakah Pemidanaan memutuskan tentang hukumnya
Terhadap Pelaku Kejahatan (Berechten) menetapkan hukum
Pemerkosaan mayat (Nekrofilia) untuk suatu peristiwa itu tidak
dalam Hukum Positif Indonesia ? hanya menyangkut bidang hukum
2. Bagaimanakah Gagasan pidana saja akan tetapi juga hukum
Pemidanaan Terhadap Pelaku perdata oleh karena ini tulisan
Kejahatan Pemerkosaan mayat berkisar pada hukum pidana, maka
(Nekrofilia) dalam Hukum Positif istilah tersebut harus disempitkan
Indonesia ? artinya, yakni penghukuman dalam
perkara pidana, yang kerap kali
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian sinomin dengan pemidanaan atau
1. Tujuan Penelitian pemberian atau penjatuhan pidana
a. Untuk Mengetahui Pemidanaan oleh hakim. Penghukuman dalam
Terhadap Pelaku Kejahatan hal ini mempunyai makna sama
Pemerkosaan mayat dengan Sentence atau Veroodellin.4
(Nekrofilia) dalam Hukum Hukum adalah struktural universal
Positif Indonesia. masyakat manusia yang berasal
b. Untuk Mengetahui Gagasan dari kekuatan undang-undang itu
Pemidanaan Terhadap Pelaku sendiri.5
Kejahatan Pemerkosaan mayat 2. Teori Kebijakan Hukum Pidana
(Nekrofilia) dalam Hukum Istilah kebijakan dalam tulisan ini
Positif Indonesia. diambil dari istilah Policy (Inggris)
c. Untuk Mengetahui Pemidanaan atau Politiek (Belanda). bertolak dari
Terhadap Pelaku Kejahatan
Pemerkosaan mayat 4
Tina Asmara Wati, Pidana dan Pemidanaan
(Nekrofilia) dalam Hukum Dalam Sistem Hukum di Indonesia, CV Budi
Positif Indonesia. Utama, Yogyakarta, 2015, hlm. 108.
5
Aleardo Zanghellini, “A Conceptual
2. Kegunaan Penelitian Analysis Of Conceptual Analysis in Analytic
a. Untuk menambah wawasan Jurisprudence”, Can J.L. and Juris . 467, August
ilmu pengetahuan yang 2017, Jurnal Westlaw, Thomson Reuters, diakses
berkaitan dengan permasalahan melalui http://1.next.westlaw.com/Document/,
penelitian. pada tanggal 28 Januari 2019 dan diterjemahkan
oleh Google Translate.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 3
kedua istilah asing ini,istilah penetapan hukum atau
“Kebijakan hukum pidana” dapat memutuskan tentang hukumnya
disebut dengan istilah “Politik Hukum (Berechten) menetapkan hukum
Pidana”.Dalam istilah asing, politik untuk suatu peristiwa itu tidak
hukum pidana sering dikenal dengan hanya menyangkut bidang hukum
“Penal policy,Criminal Law pidana saja akan tetapi juga hukum
6
Policy,atau Strafrechtspolitiek”. perdata oleh karena ini tulisan
Dengan demikian, kebijakan berkisar pada hukum pidana, maka
hukum pidana dapat diartikan cara istilah tersebut harus disempitkan
bertindak atau kebijkan dari negara artinya, yakni penghukuman dalam
atau pemerintah untuk menggunakan perkara pidana, yang kerap kali
hukum pidana dalam mencapai tujuan sinomin dengan pemidanaan atau
tertentu, terutama dalam pemberian atau penjatuhan pidana
menanggulangi kejahatan.7 oleh hakim. Penghukuman dalam
hal ini mempunyai makna sama
E. Kerangka Konseptual dengan Sentence atau
1. Gagasan Hukum adalah seyogianya Veroodelling.9
penegak hukum bahkan kita semua 3. Nekrofilia adalah penyakit
harus berani keluar dari alur tradisi (kelainan) berupa tertarik secara
penegak hukum yang hanya seksual untuk menyetubuhi mayat,
bersandarkan kepada peraturan orang yang berhubungan seks
perundang-undangan an-sich.sebab dengan mayat, dan rasa tertarik
hukum bukanlah semata semata yang abnormal terhadap mayat.
ruang hampa yang steril dari 4. Hukum Positif Indonesia juga ius
konsep-konsep nonhukum. Hukum constitutum yang berarti kumpulan
harus pula dilihat dari perspektif asas dan kaidah hukum tertulis
sosial, prilaku yang senyatanya dan yang pada saat ini sedang berlaku
dapat diterima oleh dan bagi semua dan mengikat secara umum atau
insan yang ada di dalamnya.Meski khusus dan ditegakkan oleh atau
tak jarang penerimaan itu sendiri melalui pemerintah atau pengadian
tak selalu bermakna sama bagi dalam Negara Indonesia. 10
semua.Hukum Progresif adalah
salah satu terapi krisis hukum F. Metode Penelitian
indonesia saat ini menuju masa 1. Jenis Penelitian
depan.8 Jenis penelitian ini tergolong
2. Pemidanaan menurut Sudarto, sebagai penelitian hukum
perkataan pemidanaan itu adalah normatif atau disebut juga
sinonim dengan perkataan dengan penelitian hukum
penghukuman, yaitu penghukuman doctrinal. Dalam penelitian
itu berasal dari kata hukum normatif ini hukum
sehingga dapat diartikan sebagai dikonsepsikan sebagai apa
yang tertulis dalam peraturan
6
Yesmil Anwar dan Adang, Pembaruan perundang-undangan (law in
Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana, PT books) ataupun juga hukum
Grasindo, Jakarta, 2008, hlm .57. dikonsepsikan sebagai kaidah
7
Samuel James Jhonson, “Supreme Court of
atau norma yang merupakan
the United States”, U.S Government Works, 2007,
Jurnal Westlaw, Thomson Reuters, diakses
9
melalui http://1.next.westlaw.com/Document/, Tina Asmara Wati, Op.cit.
10
pada tanggal 28 Januari 2019 dan diterjemahkan http://repo.iain
oleh Google Translate. tulungagung.ac.id/4582/3/BAB%20II.pdf Diakses
8
Barda Nabawi Arief, Op.cit, hlm. 248. pada tanggal 30 Desember 2018
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 4
patokan berprilaku manusia hasil penelitian, jurnal dan
yang dianggap pantas. Dalam lain sebagainya.12
penelitian hukum normatif ini c. Bahan Hukum Tersier
penulis melakukan peneltian Berupa komplementer
terhadap perbandingan hukum untuk bahan hukum
yang bertitik tolak dari hukum sekunder dan tersier
yang telah ada, dengan cara contohnya adalah Kamus
mengadakan kajian Hukum.13
kepustakaan dan memahami 3. Teknik Pengumpulan Data
lebih dalam hukum dan Dalam penelitian ini
Undang-undang yang menggunakan teknik
berkaitan dengan penelitian penelitian normatif. Maka
penulis. teknik penelitian yang
2. Sumber Data digunakan dalam
Dalam penelitian hukum pengumpulan data melalui
normatif, sumber data yang metode ini dibutuhkan peran
digunakan dalam penelitian ini aktif si peneliti untuk
adalah data sekunder yang membaca literatur-literatur
dibedakan menjadi (3) bagian kepustakaan yang memiliki
yaitu : korelasi dengan permasalahan
a. Bahan Hukum Primer yang sedang ditelitinya.
Yaitu bahan-bahan hukum Dalam kajian kepustakaan
yang mempunyai kekuatan yang peneliti lakukan ini
mengikat secara yuridis, untuk memperoleh data
yang terdiri dari: Pertama, sekunder dilakukan dengan
Norma dasar (Pancasila), cara menggali sumber-sumber
Kedua Peraturan Dasar: tertulis, temasuk dari buku
Batang Tubuh UUD, TAP literatur terkait yang ada
MPR. Ketiga, Peraturan relevansinya dengan masalah
Perundang-undangan. penelitian yang digunakan
Keempat, Hukum yang sebagai pelengkap dan
tidak dikodifikasi hukum pendukung data primer .
adat, hukum islam. Kelima, Pengumpulan data dengan
Yurisprudensi.Keenam,Tra cara mengunjungi
ktat.11 perpustakaan-perpustakaan,
b. Bahan Hukum Sekunder membaca, mengkaji,
Yaitu bahan-bahan hukum mempelajari buku-buku,
yang erat kaitannya dengan literarur, artikel, majalah,
bahan hukum primer dan koran, karangan ilmiah,
dapat membantu makalah, internet dan
menganalisis dan sebagainya yang berkaitan
memahami bahan hukum erat dengan pokok
primer, dapat berupa: permasalahan dalam
Rancangan peraturan penelitian.
perundang-undangan, yang
tidak berlaku, hasil karya
ilmiah para sarjana, hasil-
11
Suteki dan Galang Taufani, Metode
12
Penelitian Hukum (Filsafat,Teori dan Praktik), Ibid.
13
Rajawali Pers, Depok, 2018, hlm.216 Ibid.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 5
4. Analisis Data memiliki kecenderungan
menderita nekrofilia.15
Data dan bahan yang telah
terkumpul dan diperoleh dari Tabel III.1
penelitian akan diolah, disusun Pedoman Terhadap Kriminalisasi
dan dianalisa secara kualitatif, Perbuatan Nekrofilia
pengolahan data secara
kualitatif merupakan tatacara Peraturan Hukuman
penelitian yang menghasilkan yang Bagi Pelaku
penelitian data deskripstif, mengatur Nekrofilia
No Negara
secara tertulis atau lisan dan tentang
fakta-fakta di lapangan Pemerkosa
dipelajari serta dituangkan Mayat
pada hasil penelitian 1 Inggris Sexual 2 Tahun
menggunakan metode induktif Offences Penjara
dengan cara menganalisis dari Act 2003
permasalahan yang bersifat
khusus terhadap ke hal-hal 2. California Health and 3 Tahun
yang bersifat umum. Safety Penjara
Code -
HASIL PENELITIAN DAN HSC code
PEMBAHASAN 7052
3. Nevada Nevada Seumur
A. Pemidanaan Terhadap Pelaku Revised Hidup dan
Kejahatan Pemerkosaan Mayat Statutes penr
(Nekrofilia) dalam Hukum Section gurangan
Positif Indonesia 201.450 - setelah 5
Nekrofilia adalah sebuah tahun
variasi penyimpangan seksual dengan
yang aneh dimana seseorang bayar denda
memiliki ketertarikan dengan 20.000
melihat ataupun melakukan Dollar
hubungan seksual dengan mayat. Tidak ada
Nekrofilia disebut juga dengan KUHP Pengaturan
perbuatan abnomal atau tidak 4 Indonesia Tentang
normal. Nekrofilia termasuk Pemerkosaan
kedalam ilmu psikologi klinis Mayat.
dewasa.14 Nekrofilia ini muncul
dan terjadi secara ekskusif Norma Moral menawarkan
terhadap laki-laki, yang mana dia kepada kita suatu patokan, sehingga
bertugas untukk memindahkan melalui patokan ini kita dapat
jenazah yang baru saja dikubur mengukur perbuatan kita bersifat
dari pemakaman atau untuk moral atau tidak, namun faktanya,
mencari pekerjaan di rumah duka. keberadaan norma itu sendiri
Tetapi, kebanyakan orang yang sebenarnya netral, artinya : tidak
bekerja dibidang ini tidak memaksakan diri kita untuk
14
Wawancara dengan Bapak Ahmad Hidayat,
15
M.Psi, Dosen Psikologi Klinis, Pada Hari Jumat, Robert Crooks dan Karla Baur, Our
21 Juni 2019, Bertempat di Kantor Pusat Sexuality, Thomson Learning, UIC Building
Pelayanan Austis Provinsi Riau. Singapore, 2005, hlm 540.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 6
menyesuaikan perbuatan kita d) Apakah perbuatan itu menghambat
denganya. Norma moral hanya atau menghalangi cita-cita bangsa
memberikan kemungkinan kepada Indonesia sehingga bahaya bagi
kita untuk melihat apakah kehendak keseluruhan masyarakat.
bebas kita (untuk bertindak) itu
bersifat moral atau tidak, jadi seperti Menurut Penulis Pemidanaan
hal nya sebuah mistar sebagai alat Terhadap pelaku pemerkosa mayat
pengukur panjang benda, norma (Nekrofilia) sangat pantas karena
(alat) ini hanya memungkinkan kita norma, moral dan kemanusiaan
untuk mengetahui berapa centimeter sangat erat kaitannya dengan
panjang objek yang kita ukur. perilaku penyimpangan ini jadi
Kriminalisasi harus penulis mengingkan adanya suatu
mempertimbangkan secara sistem hukum yang jelas bagaimana
mendalam mengenai perbuatan apa pengaturan khusus bagi pelaku
yang sepatutnya dipidana syarat pemerkosa mayat ini dapat dipidana
apa yang seharusnya dipenuhi untuk dengan hukum yang jelas.
mempersalahkan/mempertanggung Dan dari perbandingan
jawabkan seseorang yang telah hukum dengan negara lain maka
melakukan perbuatan itu, dan sanksi penulis menyimpulkan bahwa
pidana (pidana) apa yang hukuman yang pas bagi pelaku ini 2
seharusnya dikenakan kepada orang tahun penjara karena negara lain
itu. Barda Nawawi Arief menghukum pelaku ini dengan 2
menyatakan bahwa dalam tahun penjara, adapun di Rancangan
menetapkan suatu perbuatan itu KUHP Indonesia sendiri juga
sebagai tindak kriminal, perlu menerapkan hukuman 2 tahun
memperhatikan kriteria umum penjara bagi pelaku yang
16
sebagai berikut: memperlakukan jenazah secara
tidak berdab.
a) Apakah perbuatan itu tidak disukai
oleh masyarakat karena merugikan B. Gagasan Pemidanaan Terhadap
atau dapat merugikan, Pelaku Kejahatan Pemerkosaan
medatangkan korban. Mayat (Nekrofilia) dalam Hukum
b) Apakah biaya mengkriminalisasi Positif Indonesia
seimbang dengan hasil dengan Berbicara gagasan adalah
hasilnya yang akan dicapai, artinya rancangan yang tersusun di pikirkan,
cost pembuatan undang-undang artinya sama dengan cita-cita yang
pengawasan dan penegakan hukum diimpikan namun belum dituangkan
serta beban yang dipikul oleh secara tertulis karena masih adanya
korban dan pelaku kejahatan itu sistem lama yang masih berjalan,
sendiri harus seimbang dengan namun sistem yang lama tersebut
situasi tertib hukum yang akan sudah sepatutnya di perbarui karena
dicapai. sudah tidak sesuai dengan
c) Apakah akan makin menambah perkembangan zaman (era modern)
beban aparat penegak hukum yang sekarang ini.
tidak seimbang atau nyata-nyata Perkembangan penyimpangan
tidak dapat diemaban oleh seksual baik dalam bentuk
kemampuan yang dimilikinya. homoseksual, biseksual,
perselingkuhan, pedofilia, nekrofilia,
16
Duwi Handoko Loc.cit , hlm, 15.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 7
dan sebagainya. 17 merupakan bentuk Di dalam Pasal 179 KUHP :
dari prilaku Abnormal atau prilaku “Barangsiapa dengan sengaja menodai
seksual yang berkelainan (variant kuburan atau dengan sengaja dan
sexual behavior) adalah perilaku melawan hukum menghacurkan atau
seksual dimana pemuasanya merusak tanda peringatan di tempat
ditentukan oleh suatu yang lain, bukan kuburan, diancam pidana penjara
lewat hubungan seksual dengan paling lama satu tahun empat
pasangan beda jenis yang sudah bulan”.21
dewasa.18 Dan Pasal 180 KUHP
Pasal 286 KUHP menjelaskan : “Barangsiapa dengan sengaja
“Barangsiapa yang bersetubuh melawan hukum dan menggali atau
dengan seorang wanita diluar mengambil jenazah atau
perkawinan padahal diketahui memindahkan atau mengangkut
bahwa wanita itu dalam keadaan jenazah yang sudah digali atau
pingsan atau tidak berdaya diambil, diancam dengan pidana
diancam dengan pidana sembilan penjara paling lama satu tahun empat
tahun penjara”.19 bulan atau pidana paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah”.22
Pasal 286 KUHP, hanya bedanya
terletak pada implikasi hubungan Dari empat pasal diatas dapat
perbuatan pelaku dengan pingsan atau disimpulkan bahwasanya pengaturan
tidak berdayanya korban. Artinya tentang pemerkosaan terhadap mayat
untuk dapat dikenai Pasal 286 KUHP belum ada secara hukum yang
tersebut, timbulnya keadaan pingsan mengatur hanya saja pasal 285 dan
atau tidak berdayanya pada 286 KUHP lebih mengarahkan
perempuan (korban) itu bukan pelaku terhadap orang yang masih hidup
yang membuatnya, namun sebaiknya bukan orang yang telah
jika pelaku yang membuatnya, maka meninggal/mati jadi secara jelas
perbuatannya itu akan menjadi tindak hukum yang mengatur tentang
pidana perkosaan (Pasal 285).20 pemerkosa terhadap orang telah
Adapun TB Ronny R. Nitibaskara meninggal dunia, Hal inilah yang
menafsirkan Necrophilia (penafsiran menyebabkan kebingungan
ekstensifikasi 179 dan 180 KUHP, (kekacauan) dalam masyarakat
penghormatan terhadap jenazah) yang mengenai aturan apa yang harus
mengatakan bahwasannya Pasal 179 dipakai atau diterapkan.23
dan 180 KUHP bisa mengandung Menurut R. Nitibaskara
tentang Nekrofilia/Penghormatan menafsirkan Necrophilia (penafsiran
Terhadap Jenazah/orang yang telah ekstensifikasi 179 dan 180 KUHP)
meninggal dunia. namun secara implisit/samar-samar
belum secara jelas mengatur tentang
Nekrofilia/ Pemerkosa Mayat ini,
17
Safrudin Aziz, Pendidikan Seks Perspektif Berdasarkan penjelasan beberapa ahli
Terapi Sufistik Bagi LGBT, Ernest, Kendal, 2007, tentang kriminologi, penulis
hlm. 62.
18
A. Supraktiknya, Mengenal Perilaku
21
Abnormal, Kanisius, Yogyakarta 2001, hlm. 94. Kitab Undang-Undang Hukum
19
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal Pidana Pasal 179.
22
286. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal
20
Sabar Slamet, “Politik Hukum Pidana 180.
23
Dalam Kejahatan Perkosaan”, Yustisia, Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Vol. 4, No. 2 https://tiarramon.wordpress.com/2009/12/13/dile
Mei Agustus 2015, hlm 27. ma-hukuman-mati/ diakses tanggal 14 April 2019
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 8
sependapat dengan Indah Sri Utari memperkosa mayat tidak dijelaskan
yang menjelaskan bahwa kriminologi dalam RUU KUHP ini, namun bisa
sebagai ilmu pengetahuan tentang saja delik tersebut bisa dimasukkan
kejahatan yang tidak dapat lepas dari kedalam memperkosa mayat.
hukum pidana yang tertuju kepada
manusia yang melanggar hukum
pidana. Selain itu penulis juga
mempunyai pendapat yang sama Tabel III.2
dengan Soedjono Dirdjosisworo yang Pengaturan yang berhubungan dengan
mengatakan bahwa dengan Nekrofilia ( Pemerkosaan Terhadap
mempelajari kriminologi dapat Mayat ) di Indonesia dan Negara Lain
memahami gejala kejahatan yang
timbul di lingkungan masyarakat No. Pasal Isi
sekaligus mengetahui upaya untuk yang
mencegah atau mengurangi kejahatan Mengatur
yang mungkin timbul.24 1. Pasal 179 “Barangsiapa
KUHP dengan sengaja
Didalam RUU KUHP Hasil Per 28 menodai
Juni 2018 Pasal 290 Menerangkan : kuburan atau
dengan sengaja
“Setiap Orang yang secara melawan dan melawan
hukum mengambil barang yang ada hukum
pada jenazah, mengambil, menghacurkan
memindahkan, mengangkut, atau atau merusak
memperlakukan jenazah secara tidak tanda peringatan
beradab dipidana dengan pidana di tempat
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau kuburan,
pidana denda paling banyak Kategori diancam pidana
III.” penjara paling
lama satu tahun
Dapat dijelaskan dirumuskan empat bulan.”
bahwasanya Gagasan/Cita-cita untuk 2. Pasal 180 “Barangsiapa
menjerat pelaku pemerkosa mayat KUHP dengan sengaja
dapat dijadikan Acuan dalam melawan hukum
merumuskan RUU KUHP ini karena dan menggali
didalam pasal 290 ini menekankan atau mengambil
terhadap memperlakukan jenazah jenazah atau
secara tidak beradab penulis berfikir memindahkan
memperlakukan jenazah secara tidak atau mengangkut
beradab ini bisa dikategorikan jenazah yang
memperkosa mayat bisa dimasukkan sudah digali atau
kedalam delik ini karena memperkosa diambil, diancam
jenazah/mayat adalah perbuatan yang dengan pidana
tidak beradab tapi secara jelas untuk penjara paling
lama satu tahun
24
Dwi Andona Sabatian, “Tinjaun Yuridis, empat bulan atau
Kriminologis dan Empiris Kasus Pencurian Mayat pidana paling
di Purbalingga dan Cilacap”, Jurisprudence, banyak empat
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah ribu lima ratus
Surakarta, Vol. 4 No. 1 Maret 2014, hlm. 49-50. rupiah”
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 9
3. Pasal 290 “Setiap Orang berlaku untuk
RUU yang secara siapa pun yang,
KUHP melawan hukum di bawah
Hasil Per mengambil wewenang
28 Juni barang yang ada hukum,
2018 pada jenazah, Hukuman
mengambil, maksimum
memindahkan, untuk melanggar
mengangkut, undang-undang
atau ini adalah hingga
memperlakukan 3 tahun penjara
jenazah secara 6 Nevada Seseorang yang
tidak beradab melakukan
dipidana dengan penetrasi seksual
pidana penjara pada mayat
paling lama 2 seorang manusia
(dua) tahun atau bersalah atas
pidana denda kejahatan
paling banyak kategori A dan
Kategori III.” harus dihukum
4. Inggris Penetrasi mayat penjara di
secara seksual, penjara negara
pada hukuman untuk seumur
atas dakwaan, hidup dengan
hukuman penjara kemungkinan
untuk jangka pembebasan
waktu tidak bersyarat,
melebihi dengan
2 tahun. memenuhi syarat
5 California Setiap orang untuk
yang dengan pembebasan
sengaja bersyarat
memutilasi, dimulai ketika
menghancurkan, minimum 5
memindahkan tahun telah
dari tempat dilayani, dan
penguburan, atau akan dihukum
melakukan lebih lanjut
tindakan dengan denda
penetrasi seksual tidak lebih dari $
pada, atau 20.000.
melakukan
kontak seksual Dari semua penjelasan diatas
dengan, sisa-sisa dapat penulis menyimpulkan
yang diketahui bahwasanya Pemerkosaan Mayat
manusia, tanpa Nekrofilia seharusnya dapat dijatuhi
otoritas hukum, hukuman pidana karena manusia
bersalah atas harus bisa membedakan mana yang
kejahatan. baik dan buruk benar atau salah dan
Bagian ini tidak manusia dapat mempertanggung-
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 10
jawabkan apa yang dia lakukan, PENUTUP
Menurut Barda Nawawi Arief
bahwa dalam menetapkan suatu Dari hasil penelitian dan pembahasan
perbuatan itu sebagai tindak yang telah peneliti lakukan, maka dapat
kriminal yaitu perbuatan itu tidak ditarik kesimpulan dan saran sebagai
disukai oleh masyarakat dan suatu berikut:
perbuatan tersebut menghambat
cita-cita bangsa, lain dengan A. Kesimpulan
pendapat Soetandyo 1. Berdasarkan pasal-pasal yang ada
Wignjosoebroto mengemukakan dalam KUHP maupun RUU
bahwa kriminalisasi ialah suatu KUHP tidak ada secara jelas
pernyataan bahwa perbuatan pengaturan menyingung langsung
tertentu harus dinilai sebagai tentang pemidanaan terhadap
perbuatan pidana yang merupakan pemerkosa mayat atau jenazah
hasil dari suatu penimbangan namun ada beberapa delik
penimbangan normatif (judgments) didalam KUHP dan RUU KUHP
yang wujud akhirnya adalah suatu yang mengarahkan perbuatan
keputusan, kriminalisasi dapat pula tersebut dapat dipidana.
diartikan sebagai proses penetapan 2. Gagasan pengaturan tentang
suatu perbuatan seseorang sebagai pemerkosaan terhadap mayat
perbuatan yang dapat dipidana, adalah apabila pemerkosaan
kriminalisasi adalah perubahan nilai terhadap mayat didahului dengan
yang menyebabkan sejumlah perbuatan tindak pidana lain
perbuatan yang sebelumnya seperti penganiyaan disertai
merupakan perbuatan yang tidak pembunuhan sehingga
tercela dan tidak dituntut pidana, menyebabkan kematian maka
berubah menjadi perbuatan yang pelaku Nekrofilia dapat dijatuhi
dipandang tercela dan perlu hukuman mati dan apabila
dipidana, maka dari itu perbuatan pelaku nekrofilia hanya
memperkosa mayat dapat dijadikan melakukan pemerkosaan
suatu tindak pidana karena masuk terhadap mayat tanpa didahului
dalam kategori yang dikemukakan tindak pidana lain maka dapat
oleh para ahli tersebut. karena diajatuhi hukuman penjara
Pemerkosaan Terhadap mayat minimal 2 tahun, Pemerkosaan
adalah perbuatan yang sangat Mayat Nekrofilia seharusnya
melanggar Norma dan Moral karena dapat dijatuhi hukuman pidana
sangat bertentangan sehingga ada karena manusia harus bisa
aturan khusus yang secara jelas dan membedakan mana yang baik
tegas mengkriminalisasi perbuatan dan buruk benar atau salah dan
ini untuk kelanjutan masyarakat manusia dapat
dimasa mendatang yang lebih baik mempertanggungjawabkan apa
dan sesuai dengan aturan dan norma yang dia lakukan karena
yang berlaku dimasyarakat, pemerkosaan terhadap mayat
Kriminalisasi ini didasarkan pada adalah perbuatan yang sangat
pandangan bahwa perbuatan yang melanggar norma, moral dan
dilakukan tersebut bertentangan agama.
dengan atau mengganggu perasaan
moral masyarakat.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 11
B. Saran (Filsafat, Teori dan
1. Pemidanaan Terhadap pelaku Praktik), Rajawali Pers,
pemerkosa mayat (Nekrofilia) Depok.
sangat pantas karena
norma,moral dan kemanusiaan Baur,Karla dan Robert Crooks,
sangat erat kaitannya dengan 2005, Our Sexuality,
perilaku penyimpangan ini jadi
Thomson Learning, UIC
penulis mengingkan adanya
suatu sistem hukum yang jelas Building Singapore.
bagaimana pengaturan khusus
Aziz, Safrudin, 2007, Pendidikan
bagi pelaku pemerkosa mayat
ini dapat di pidana dengan Seks Perspektif Terapi
hukum yang jelas. Sufistik Bagi LGBT, Ernest,
2. Mengenai gagasan Kendal.
pemidanaan terhadap pelaku
kejahatan pemerkosaan mayat
(Nekrofilia) dalam hukum Supraktiknya, A, 2001, Mengenal
positif Indonesia diharapkan Perilaku Abnormal, Kanisius,
adanya suatu gagasan Yogyakarta .
Peraturan Perundangan–
Undangan yang secara tegas B. Jurnal/Kamus
dan tersendiri yang mengatur
tentang perbuatan ini agar Kamus Besar Bahasa
memberikan efek jera yang Indonesia diakses pada 30
sebenar–benarnya kepada para Desember 2018.
pelaku oleh para pembuat Sabar Slamet, 2015 “Politik
peraturan perundang- Hukum Pidana Dalam Kejahatan
undangan, sehingga perbuatan Perkosaan”, Yustisia, Fakultas
yang bertentangan dengan Hukum Universitas Sebelas Maret
nilai-nilai dan norma-norma Vol. 4, No. 2 Mei Agustus.
yang ada di dalam masyarakat Dwi Andona Sabatian, 2014
ini tidak terjadi lagi. “Tinjaun Yuridis, Kriminologis
dan Empiris Kasus Pencurian
DAFTAR PUSTAKA Mayat di Purbalingga dan
A. Buku Cilacap”, Jurisprudence, Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah
Wati, Tina Asmara, 2015 Pidana Surakarta, Vol. 4 No. 1 Maret .
dan Pemidanaan Dalam Samuel James Jhonson,
“Supreme Court of the United
Sistem Hukum di
States”, U.S Government Works,
Indonesia, CV. Budi 2007, Jurnal Westlaw, Thomson
Utama, Yogyakarta. Reuters, diakses melalui
http://1.next.westlaw.com/Docume
Adang, Yesmil Anwar, 2008, nt/, pada tanggal 28 Januari 2019
Pembaruan Hukum Pidana dan diterjemahkan oleh Google
Reformasi Hukum Pidana, Translate.
PT Grasindo, Jakarta. Aleardo Zanghellini, “A
Conceptual Analysis Of Conceptual
Taufani, Galang dan Suteki, 2018, Analysis in Analytic Jurisprudence”, Can
Metode Penelitian Hukum J.L. and Juris . 467, August 2017,
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 12
Jurnal Westlaw, Thomson Reuters,
diakses melalui
http://1.next.westlaw.com/Docume
nt/, pada tanggal 28 Januari 2019
dan diterjemahkan oleh Google
Translate
C. Peraturan Perundang -
Undangan
Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP).
D. Website :
https://tiarramon.wordpress.com/2
009/12/13/dilema-hukuman-mati/
diakses tanggal 14 April 2019
http://repo.iain
tulungagung.ac.id/4582/3/BAB%2
0II.pdf Diakses pada tanggal 30
Desember 2018
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/j
mpk/article/viewFile/17937/7653,
Diakses pada tanggal 30 Desember
2018.
https://www.hukumonline.com/beri
ta/baca/lt5af8020b14c05/kejahata
n-terhadap-mayat--bisakah-
dipidana, Diakses pada tanggal 17
Januari 2019.
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau Volume VI No 2 Juli-Desember 2019 13