MAKALAH
MENELUSURI TRADISI LISAN PARNO (PANGKU PARBAYO)
ADAT DESA KOTO MAJIDIN, KABUPATEN KERINCI
SEBAGAI WUJUD IDENTITAS MASYARAKAT
Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah adat budaya kerinci
DISUSUN OLEH:
EKA SULISTIAN
DOSEN PENGAMPU:
RIFYAL NOVALIA MA.SI
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN 2020
Abstract
Introduction: This article discusses the oral tradition of the people of Koto Majidin village,
namely parno adat
Data Cellection Method: The stages in oral tradition research include literature studies and
observation.
Analysis Data: To trace the traditional parno tradition of Koto Majidin Village, qualitative
research was used with a descriptive method, namely trying to describe and explain
traditional customs so that they could know the substance of the parno. Furthermore, this
study uses a cultural theme analysis.
Results and Dicussions: Oral tradition is a tradition that has been passed down from one
generation to the next. With the progress of the development of human life and the
development of science, the oral tradition has been eliminated from people's lives. In the lives
of urban people, this oral tradition has begun to disappear. But the existence of this oral
tradition can still be found in rural areas. One of them is in Koto Majidin Village, Kab.
Kerinci, namely the parno adat oral tradition. Parno adat whose existence still exists in
traditional community celebrations, if not reviewed. So it is feared that there will be
extinction.
Conclusion: This analysis is used to conduct culture-oriented research by looking for red
threads that are related associated with values, ethos, and culture. The results of this study, if
viewed from the values contained in the customary community of Koto Majidin Village are
religious, agrarian and humanist societies. Furthermore, the values of the traditional parno
wisdom of Koto Majidin Village relate to ideological values and advice.
Keywords: Oral Tradition, and Parno Adat
A. Latar Belakang
Mayoritas masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang memiliki tradisi yang
diwariskan oleh nenek moyang. Tradisi tersebut ada yang berupa tradisi lisan dan tradisi
yang bentuknya bukan lisan. Tradisi lisan adalah suatu kumpulan segala sesuatu yang
diketahui dan sesuatu yang biasa dikerjakan yang disampaikan dengan cara turun-
temurun melalui lisan dan telah menjadi kebudayaan masyarakatnya. Kebudayaan yang
mencangkup tradisi lisan tersebut merupakan bagian dari folklor. Hal di atas senada yang
dikemukanan oleh Roger dan Pudentia yang dikutip Endraswara1 yang mendefinisikan
tradisi lisan sebagai bagian dari folklor yang berisikan beragam pengetahuan dan wujud
gagasan kebiasaan yang disampaikan melalui lisan dengan cara turun-temurun dan
mencangkup cerita rakyat, legenda, mitos, serta sistem kognasi (kekerabatan) asli yang
lengkap, dijadikan sebagai contoh sejarah, pelaksanaan hukum, peraturan yang menjadi
kebiasaan, dan pengobatan.
Tradisi lisan merupakan suatu adat kebiasaan turun-temurun yang dijalankan oleh
suatu kelompok masyarakat tertentu untuk menyampaikan suatu pesan dalam bentuk lisan
(bahasa lisan) kepada masyarakat generasi penerus.Tradisi lisan merupakan pesan verbal
yang berisi pernyataan yang disebarkan dan diajarkan kepada generasi masa kini melaui
tuturan secara langsung atau dapat juga disampaikan dengan nyanyian, baik dengan
bantuan alat musik atau tanpa alat musik.2 Ungkapan tradisional sebagai tradisi lisan
selalu dapat dihubungkan dengan serangkaian foklor. Adakalanya ungkapan diucapkan
dalam sela-sela sebuah folklor, ada kalanya pula beberapa ungkapan muncul dalam satu
cerita rakyat, karena di dalam cerita rakyat berisi nilai-nilai dan pesan-pesan
tertentu.Tradisi lisan yang mengandung nilai-nilai dan pesan-pesan kini mengalami
kondisi yang sangat memperhatinkan. Hal ini sesuai dengan pandangan Robert Sibarana,
guru besar antropolinguistik Universitas Sumatera Utara yang dikutip oleh Febri Yulika
menyatakan bahwa:"Realitanya posisi tradisi lisan masih terpinggirkan, potensinya masih
terabaikan, dan masih banyak yang menganggap bahwa tradisi lisan hanyalah
peninggalan masa lalu yang hanya cukup menjadi kenangan manis belaka. Tradisi lisan
seolah-olah tidak relevan lagi dengan kehidupan modern yang melaju sangat cepat selama
ini. Kemajuan teknologi ternyata tidak disikapi secara arif sehingga semakin
meminggirkan posisi tradisi lisan. Tradisi lisan berupa dongeng, kegenda, mitos dan
sebagainya seringkali dianggap fiktif, padahal sangat terbuka kemungkinan besar untuk
membuktikan bahwa dongeng, mitos, dan legenda itu merupakan fakta yang kebetulan
tidak dituliskan. Dengan tegas guru besar ini menyatakan, dibutuhkan dekonstruksi
terhadap makna dan fungsi tradisi lisan dalam khazanah dunia ilmiah Indonesia.”3 Relita
tradisi lisan yang mulai terpinggirkan dan hanya menjadi kenangan, serta perlunya
dekontruksi. Terpinggirnya tradisi lisan tampaknya hanya di wilayah-wilayah yang telah
terkontaminasi dengan kemajuan zaman. dengan daerah adat Kerinci, walaupun kemajuan
zaman masuk dengan derasnya, tradisi lisan masih dapat dilestarikan dan tampak ketika
diadakannya (pesta). Hal ini dikarenakan masih berperannya lembaga adat dan ninik
dalam melestarikan tradisi lisan.
Terlestarikannya tradisi lisan di Kerinci, dikarenakan tradisi lisan ini memiliki
dibandingkan bentuk hiburan lainnya. Masyarakat modern tengah fenomena cyborg
(cybernetic organism) yaitu hubungan antara manusia dan yang sangat tinggi
frekuensinya, namun tradisi lisan tetap mendapat perhatian
masyarakat. Bagi sebahagian masyarakat modern, fenomena cyborg memiliki
negarif terhadap kehidupan sosial. Bahkan minim nilai-nilai solidaritas
yang terdapat dalam seni pertunjukkan tradisi lisan. Bentuk-bentuk nilai
dakwah, motivasi, nasehat dan seni yang dianggap lebih efektif dengan menggunakan
tuturan lisan dan dialog dengan para pendengarnya. Apabila mengandalkan media
televisi, radio, internet, dimana tidak terjadi kontak langsung antara penutur dengan
pendengar, proses itu menjadi kehilangan makna dalam upaya menggugah kesadaran
masyarakat.
dari dinamika tradisi lisan saat ini, tradisi lisan Kerinci
dalam bentuk prosa, puisi, dan prosa liris. Tradisi lisan yang
dalam prosa meliputi: kunaung, dongeng, cerita pengeli hati, cerita
pelipur lara, cerita perumpamaan, cerita pelengah, dan kunun baru. Selanjutnya
tradisi lisan yang termasuk dalam puisi meliputi: pepatah, pantun rakyat dan syair.
Sedangkan tradisi lisan tergolong dalam prosa liris adalah mantra, sumpah serapah
dan pujaan, parno atau pangku parbayo (Pidato Adat) dan karang mude.
Luasnya wilayah kajian, maka diperlukan batasan baik itu batasan teritorial
batasan subtansional. Dalam batasan territorial atau geografis, maka wilayah
hanya sebatas pada tradisi lisan Desa Koto Majidin. Hal ini, disebabkan
Kerinci yang menjadi kajian peneliti merupakan wilayah yang memiliki etno
yang paling banyak. Setiap kampong di Kerinci memiliki tradisi lisan yang berbeda,
bahasa dan logatnya.
batasan substansi tradisi lisan Desa Koto Majidin adalah Parno
. Hal ini dikarenakan parno adat ini sentiasa diperdengarkan dalam upacara dan
acara tradisional seperti kenduri SKO, pemberian gelar, baralek, megang paso,
dan lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, parno adat berguna untuk
, memberi nasihat, anjuran dan sindiran. Parno adat merupakan cara yang
baik dibandingkan menggunakan kalimat langsung yang terang dan jelas. Dari
latar belakang menjadi alasan dasar untuk mengkaji ataupun menelusur tradisi
lisan Kerinci dalam kajian atas parno adat Desa Koto Majidin Kecamatan Air Hangat
Kabupaten Kerinci.
Seutuhnya, parno adat merupakan tradisi tutur yang di dalamnya diungkapkan
petatah-petitih adat. Setiap aktivitas sosial dan budaya masyarakat Kerinci, khusunya
Desa Koto Majidin selalu diwarnai berbagai macam upacara adat, seperti upacara
baralek, Kenduri SKO, pemberian gelar, magang paso dan lainnya, bahkan upacara
. Di dalam setiap aktivitas sosial dan budaya macam itulah parno adat
Senantiasa mewarnai rangkaian acara. Hal itu mau menyatakan bahwa parno adat
merupakan tuturan yang terjalin atas ungkapan budaya masyarakat Desa Koto Majidn
dan tentang hukum adat yang mempunyai nilai sejarah, sosial, budaya, religius,
bahkan ideologi.
Melalui tradisi lisan Parno Adat, masyarakat Kerinci umumnya dan khusunya
Desa Koto Majidin dapat mengungkapkan identitas mereka. Deskripsi ini
mengemukakan bahwa identitas sosial suatu kelompok masyarakat didasarkan, antara
lain, pada adanya keyakinan akan suatu warisan bersama. Konsekuensi dari
hal tersebut ialah bahwa tradisi lisan parno adat patut dilestarikan karena di dalamnya
mengandung nilai-nilai hidup atau kearifan lokal (local wisdom). Deskripsi ini
diperkuat Kusni yang menegaskan, “Tradisi lisan dapat dipandang sebagai rangkaian
berkesinambungan dari dokumen sejarah, yang kemudian dapat dijadikan sebagai
bukti sejarah, sejarah keberlangsungan hidup suatu suku bangsa”.
6 Dari penjelasan di atas yang menjadi permasalahan adalah bagaimana identitas hakiki
masyarakat Desa Majidin? dan bagaimana nilai-nilai kearifan dari tradisi lisan parno adat
desa Koto Majidin studi atas parno adatnya?.
B. Tinjauan Pustaka
Kajian tentang parno adat Desa Koto Majidin masih dibilang sangat langka.
di tengah kelangkaan tersebut terdapat peneliti yaitu Khairinal dkk pada tahun 2005.
Adapun hasil penelitian yang berjudul “Petatah-Petitih Parno Adat Masyarakat koto
Majidin” Dalam buku ini memberikan data yang akurat tentang petatah petitih parno
adat desa Koto Majidin. Beberapa tradisi lisan dalam bentuk parno ditulis dengan
tujuan menjadi referensi lanjutan dalam penelitian. Dari hasil penelitian tersebut
menjadi daya tarik penulis untuk mengkaji parno adat tersebut
Selanjutnya, dalam penelitian sosial teori biasa dinamakan “karangka
refrensi” atau “skema pemikiran”. Dalam penelitian yang lebih luas merupakan suatu
perangkat kaidah yang memandu peneliti dalam penelitiannya, menysusun bahan-
bahan (data) yang diperoleh dari analsis sumber dan juga mengevaluasi hasil
penemuan.
Tradisi lisan selalu disamakan (bersinonim) dengan folklor lisan. Menurut
Sudikan (2013:202), bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam
kelompok folklor lisan, yaitu (a) ragam tutur rakyat (folkspeech) seperti logat,
julukan, jabatan tradisional, dan gelar kebangsawanan, (2) ungkapan tradisional,
seperti peribahasa, pepatah, dan pameo, (3) pertanyaan tradisional seperti teka-teki,
(4) puisi rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair, dan (5) cerita prosa rakyat seperti
mite, legenda, dan dongeng.8
Upaya menjaga konsistensi, dalam penelitian ini digunakan istilah “tradisi
lisan”. Definisi ‘tradisi lisan’ ini merujuk juga pada definisi folklor sebagaimana
pendapat para pakar9
. Tradisi lisan Parno adat merupakan budaya kolektif yang
tersebar dan diwariskan turun-temurun dalam masyarakat Desa Koto Majidin,
bentuknya murni lisan (verbal folklore), bukan sebagian lisan (partly verbal folklore),
juga bukan nonlisan (nonverbal folklore).
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif. Metode
deskriptif digunakan untuk menggambarkan fakta-fakta, sifat-sifat, dan hubungan
antar fenomena yang diselidiki secara sistematis, faktual, dan akurat dari sampel
penelitian melalui persepsi yang tepat. Folklor pada umumnya diturunkan secara lisan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Penyebarannya beriringan dengan gerakan
komunitas pendukungnya yang berarti tidak terikat pada suatu tempat atau lingkungan
kebudayaan tertentu.
Adapun tahapan dalam penelitian tentang tradisi lisan ini meliputi, studi
kepustakaan, dan observasi
1. Studi kepustakaan dalam kajian ini studi perpustakaan merupakan upaya
peneliti untuk melacak sumber-sumber tertulis dari tradisi lisan yang berupa
parno adat Desa Koto Majidin.
2. Observasi, dalam kajian tradisi lisan ini, observasi yang dilakukan peneliti
adalah dengan melakukan pengamatan parno adat pada kegiatan acara adat
atau upacara adat untuk melakukan pengukuran. Akan tetapi, observasi atau
pengamatan di sini diartikan lebih sempit, yaitu pengamatan dengan
menggunakan indera penglihatan yang berarti tidak mngajukan pertanyaan-
pertanyaan.
Selanjutnya kajian ini dianlisa menggunakan analisis tema kultural analisis ini
digunakan untuk melakukan penelitian yang berorientasi pada budaya dengan
mencari benang merah keterkaitan antar elemen yang dikaitkan dengan nilai, etos,
dan budaya. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan holistik.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Identitas Masyarakat Desa Koto Majidin Kabupaten Kerinci
masyarakat Desa Koto Majidin dalam penelitian ini merupakan jati diri sosiologis, ideologis
dan biologis yang terwujud di dalam tradisi parno adat. Hasil analisis ini diperoleh dari
pengamatan dan anlisa dari tradisi masyarakat Desa Koto Majidin. Beberapa tradisi lisan
parno adat masyarakat Majidin dalam buku yang berjudul “Petatah-Petitih Parno Adat
Masyarakat Majidin” yang ditulis oleh Khairinal dkk (2005) merangkum parno adat Desa
Majidin yaitu “Duduk Suku Yang Duo, Timbo Ka Sunge (Nimbo Ka Sunge), Diarah,
Khutbah Rajo, Lembago Adat, Adat Perkawinan, dan Adat Pelepasan Jamaah Haji” dari
parno adat tersebut dapat dipaparan identitas masyarakat Koto Majidin sebagai berikut:
a. Masyarakat Desa Koto Majidin Sebagai Masyarakat Religius
Kerinci merupakan salah satu suku tertua yang ada di Nusantara, awal telah memiliki
aturan atau norma moral yang menuntun kehidupan alam Kerinci. Sebelum mengenal Islam
adat dan norma masyarakat Kerinci banyak bersentuhan dengan pengaruh Hindu-Budha.
Setelah Islam mulailah persentuhan antara adat dan Islam yang kemudian dikenal selako
“Adat bersendi Syarak-Syarak bersendi Kitabullah” dan Adat sentak-sentak berbuwul mati.
Adat boleh berubah –syarak tidak boleh berubah.
tersebut tertanam dan terpatri di dalam hati masyarakat Kerinci, terkecuali
masyarakat Desa Koto Majidin. Dalam pengamatan peneliti, masyarakat Desa Koto Majidin
sangat kental dengan kegiatan . Nuansa religius dapat dirasakan ketika waktu shalat akan
tiba, suara ayat suci terdengar keras. Anak-anak dan remaja dengan antusiasnya kegiatan
keagamaan, remaja masjid dan pemuda berbondong-bondong tradisi keagamaan, hal ini akan
tampak ketika bulan
ramadhan tiba. itu, hampir semua kegiatan masyarakat selalu terpusat dari masjid.
Semua kegiatan masyarakat Desa Koto Majidin yang terpusat dari masjid,
hal yang terjadi dalam waktu yang singkat. Sikap religius ini tertanam parno-parno adat
seperti:
haji ke Mekkah
haji ke Mekkah
ke Masjid Aqsa
berziarah ke Masjid Aqsha
Salam Adat Pusako Sembah
Salam Adat mulia
Salam Sarak Perintah Rasulullah
Salam Syariat perintah Rasulullah
Sepenggal bait dalam parno Duduk Suku Duo14
diucapkan oleh ninik mamak di atas menunjukkan bahwa betapa kentalnya
sikap religius masyarakat Desa Koto Majidin terhadap agama yang dianutnya
yaitu agama Islam. Selain itu, sikap religius ditegaskan juga dalam parno lembago Adat.
Rasulumminalloh
Rasul Utusan Allah
Rasulumminannabi
Rasul adalah Nabi
Usull datang dari pada Alloh
Asal dari Allah
Usul datang dari pada Nabi
Asal dari Nabi
…
Adat Bersendi Sarak
Adat bersendi Syariat
Sarak bersendi Kitabullah
Syariat bersendi Al-Qur’an
Katu adat katu mamake
Kata Adat dipakai
Katu serak katu suruh
Kata Syari’at perintah
Katu Kitabulloh katu salse
Kata Al-Qur’an diselesikan (dijalankan)
petatah petitih yang dikemukan dalam parno lembago adat15 di atas
bahwa masyarakat Desa Koto Majidin dalam kehidupannya
harus mengerti bahwa falsafah kehidupan asal usul berasal dari Allah. Dan dalam
kehidupan desa masyarakat harus seusai dengan perintah adat, perintah syariat
perintah kitabullah (Al-Qur’an)
b. Masyarakat Desa Koto Majidin Sebagai Masyarakat Agraris
yang subur membuat negeri ini mendapat julukan “sekepal tanah yang jatuh ke dunia”,
potensi alam yang subur membuat masyarakat umumnya dan khususnya masyarakat Desa
Koto Majidin bermata sebagai petani seperti bersawah, berladang dan berkebun. Gambaran
agraris terlihat dalam parno “Duduk Suku Duo”16 berikut:
….
uhang baumo di tepi aye
Seperti orang bersawah ditepi air
Uhang mengiram sipadi payo
Orang menanam padi payo (padi asli Kerinci)
Akau tadih termenung sambil bupike
Saya termenung sambil berpikir
Akau nginang kakatu kayo
Aku teringat perkataan tuan
Dari petatah-petitih di atas tergambar jelas bahwa sistem mata pencarian Desa Koto
Majidin sebagian besar merupakan petani sawah yang padi payo (padi asli Kerinci). Identitas
masyarakat Desa Koto Maji
c. Masyarakat Desa Koto Majidin Sebagai Masyarakat Humanis
kekerabatan masyarakat Kerinci hidup secara mengelompok dan di pemukiman yang
disebut “duseung” (dusun). Sebuah dusun dihuni masyarakat dari satu akar kelompok
keturunan (geneologis) yang satu keturunan yang berdasarkan garis keturunan matrilineal.
Di dalam “duseung” (Dusun) terdapat beberapa “laheik jajou/larik”
rumah panjang yang dibangun secara berdempetan yang dihubungkan dengan
pintu dari satu rumah ke rumah yang lain. Setiap larik dibangun rumah khas
Kerinci berupa rumah panjang, dan setiap larik memiliki tetua suku, dan nama
larik disesuaikan dengan nama suku yang menetap.
Rumah kereta api ini dibangun dengan cara bergotong royong. Semua
masyarakat bersama-sama membangun rumah tersebut tanpa sepeserpun upah
yang mereka dapatkan. Begitulah eratnya hubungan kekeluargaan dan
kebersamaan yang ada di desa ini pada masa lalu. Secara umum sisem
kekerabatan Kerinci berlaku untuk semua dusun di wilayah Kerinci termasuk
Desa Koto Majidin. sistem kekerabatan masyarakat Koto Majidin tergambar jelas
dalam petatah petitih parno adat perkawinan
Angkat serentak angkat
Angkat bersama mengangkat
Simendo ketanah tumbuh
Sendiri ke tanah tumbuh
Ile ka Bangko naek padatai
Hilir ke Bangko naik pedati
Pumung nyu kito inih lah bekau kato dinga mufakat
Bentuknya kita ini sudah beku kata engan mufakat
E. KESIMPULAN
Lisan parno adat yang telah diselusuri di Desa Koto Majidin memang tradisi yang
berjalan hingga saat ini. Adapun hasil penelitian yang bertema tentang “Menelusuri Tradisi
Lisan Parno Adat Desa Koto Majidin” dapat disampaikan bahwa:
1. Masyarakat Koto Majidin memiliki identitas kemasyarakatan seperti identitas
religius, identitas agraris dan identitas humanis. Identitas ini tergambar jelas
dalam parno adat, dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
Koto Majidin.
2. Parno Adat di masyarakat Desa Desa Koto Majidin memilki nilai-nilai
kearifan lokal seperti nilai yang berkaitan dengan ideologi dan nilai yang
berkaitan dengan petuah. Semua nilai-nilai ini terimplimentasi dalam
kehidupan masyarakat Desa Koto Majidin. Nilai ini kemudian menjadikan
masyarakat Desa Koto Majidin secara ontologisnya tertanam norma hukum
yang tak tertulis maupun yang tertulis.
Penelitian ini pada dasarnya merupakan kajian yang sangat singkat, sehingga
perlu adanya koreksi dari berbagai pihak terutama elemen masyarakat elit Desa Koto
Majidin. Tulisan ini, masih perlu dikaji lebih dalam agar dapat menjadi sebuah
rujukan untuk melakukan penelitian lanjutan. Selain itu, penelitian ini ditujukan
untuk “merangsang” generasi muda Desa Koto Majidin untuk dapat mempertahankan
lisan yang telah lama terpatri dalam masyarakat Desa Koto Majidin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Dudung. 2012. Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: ArRuzz
MediaDanandjaja, DJuweng. 2015. “Pendekatan Folklor dalam Penelitian Tradisi Lisan”
dalam Pudentia (Ed.). Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS
(Center for Academic Publishing Service).
Fachruddin, Yudi. 2013. Makalah Pascasarjana: Teknik Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Khairinal dkk. 2005. Petatah Petitih Parno Adat Masyarakat Koto Majidin. Kerinci:
Kalangan Sendiri
Jauhari, Budhi Vrihaspathi dan Eka Putra, 2012. Senarai Sejarah Kebudayaan Suku
Kerinci, (Jambi: Bina Potensia Aditya Mahatva Yodha Kota Sungai Penuh
dan Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi)
Nesi, Antonius. 2018. Tesis: Tradisi Lisan Takanab Sebagai Wujud Identitas
Masyarakat Dawan: Kajian Ekoliguistik Metaforis. Yoyakarta:
UniversitasSanata Darma
Sudikan, Setya Yuwan. 2013. Kearifan Budaya Lokal. Sidoarjo: Damar Ilmu.
Sumitri, Ni Wayan.2016. Tradisi Lisan Vera: Jendela Bahasa, Sastra dan Budaya
Etnik Rongga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Soehartono, Irawan. 2011. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset.
Udin, Syamsuddin dkk. 1985. Struktur Sastra Lisan Kerinci. Jakarta: Depdikbud
Yulika, Febri. 2015. Makalah Seminat Internasional: Tradisi Lisan Sebagai
Kekuatan Falsafah Budaya Melayu. Seminar Nasional Seni ISI Padang
Panjang 21 Desember 2015