0% found this document useful (0 votes)
21 views10 pages

Pengolahan Limbah Cair3

The document evaluates the effectiveness of the anaerobic wastewater treatment plant (WWTP) at PT Deli Muda Perkasa, which has been operational since 2007 but has not met environmental standards. It identifies issues such as low reduction rates for oil/grease and total nitrogen, while BOD and COD levels are acceptable. Recommendations for improvement include optimizing processing units, changing inlet/outlet systems, and regular maintenance to prevent environmental contamination.

Uploaded by

agiel azka
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
21 views10 pages

Pengolahan Limbah Cair3

The document evaluates the effectiveness of the anaerobic wastewater treatment plant (WWTP) at PT Deli Muda Perkasa, which has been operational since 2007 but has not met environmental standards. It identifies issues such as low reduction rates for oil/grease and total nitrogen, while BOD and COD levels are acceptable. Recommendations for improvement include optimizing processing units, changing inlet/outlet systems, and regular maintenance to prevent environmental contamination.

Uploaded by

agiel azka
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 10

Evaluasi dan Perencanaan Awal untuk Meningkatkan Efektifitas

IPAL Sistem Anaerobik PKS PT. Deli Muda Perkasa

Evaluation and Initial Planning for Improved Effectiveness of


Anaerob WWTP System in Crude Palm Oil Industry
PT Deli Muda Perkasa
PETRUS NUGRO RAHARDJO
Pusat Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung Geostek 820, Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan 15314
[email protected]

ABSTRACT

Palm Oil Factory PT. Deli Muda Perkasa (DMP) in Batanghari regency has been operating since
2007 and with a capacity of 60 tonnes of Fresh Fruit Bunch (FFB) per hour. But until 2015, it still
has a lot of environmental problems, because the processing results of Wastewater Treatment
Plant (WWTP) still does not meet environmental quality standards in accordance with applicable
regulations. This activity aims to evaluate the effectiveness of anaerob WWTP in PT. DMP,
identify the problems, and make a recommendation to seek some alternatives in planning to
improve the effectiveness of the WWTP. The methodology used is preceded by a field survey and
interviews with the person in charge of WWTP, waste water sampling, analyzing the samples in a
laboratory and doing analysis especially for the WWTP. The results concluded that the
effectiveness of anaerobic treatment process is still low, especially for the reduction of
parameters oil/grease and Total Nitrogen, while result for BOD and COD parameters is sufficient.
Optimizing the effectiveness of anaerobic processing units can be carried out by several
alternatives, such as emptying all units processing pond consecutively, changing the inlet and
outlet system of every treatment unit, mounting flowmeter, remining all processing ponds and
total WWTP reconstruction. It also should be maintained continuously, by dredging sediment
sludge periodically. Thus,it needs a proper special sludge handling and good to ensure that no
contamination to the environment.

Keywords: effectivity, anaerobic treatment, proper sludge handling

ABSTRAK
Pabrik Kelapa Sawit PT. Deli Muda Perkasa (DMP) di Kabupaten Batanghari beroperasi sejak
tahun 2007 dengan kapasitas 60 ton TBS per jam. Namun hingga tahun 2015 masih mempunyai
banyak masalah lingkungan, karena hasil pengolahan IPALnya masih belum memenuhi baku mutu
lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi keefektifan IPAL anaerobic PT. DMP,
mengindentifikasi permasalahannya, dan memberi rekomendasi beberapa alternatif dalam
perencanaan untuk meningkatkan efektifitas IPAL tersebut. Metodologi yang digunakan yaitu
diawali dengan survei lapangan, wawancara dengan penanggung jawab IPAL, pengambilan
sampel air limbah, analisa laboratorium dan analisis proses pengolahan sistem anaerobik IPAL.
Kesimpulan yang diperoleh yaitu efektifitas proses pengolahan anaerobik masih rendah, terutama
untuk pengurangan parameter minyak/grease dan Nitrogen Total. Sedangkan untuk parameter
BOD dan COD hasilnya sudah sangat bagus. Untuk mengoptimalkan efektifitas unit-unit pemroses
anaerobik dapat ditempuh beberapa alternatif, misalnya pengurasan seluruh unit-unit kolam
pemroses, perubahan sistem inlet dan outlet, pemasangan flowmeter, remining semua kolam
pemroses dan rekonstruksi total IPAL. Selain itu juga harus dilakukan perawatan secara kontinu,
yaitu dengan pengerukan lumpur-lumpur endapan secara periodik. Dengan demikian dibutuhkan
penanganan lumpur endapan secara khusus dan baik untuk menjamin tidak adanya pencemaran
lingkungan sekitarnya.

Kata kunci: efektifitas, pengolahan anaerobik, penanganan lumpur

Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 18, No 1, Januari 2017, 19-28 19


1. PENDAHULUAN mengingat bahwa proses degradasi bahan
pencemar yang dapat mengurangi beban COD-
Dalam dua puluh tahun terakhir ini di
BOD yang tinggi adalah proses anaerobik.
Indonesia semakin banyak lahan-lahan baru
Pengolahan anerobik ini akan menguraikan
perkebunan Kelapa Sawit, terutama di Sumatera,
senyawa organik (asam lemak tinggi, asam
Kalimantan, Sulawesi, dan bahkan sudah mulai
amino dll.) dalam air limbah menjadi asam lemak
ke Papua. Pada tahun 2014 perkebunan Kelapa
rendah, asam asetat, hidrogen dan lain-lain
Sawit di seluruh Indonesia sudah mencapai (5)
melalui proses hidrolisis dan fermentasi . Proses
10,46 juta hektar dengan produksi CPO
(1) pengolahan secara anaerobik melibatkan
mencapai 29,34 juta ton . Karena itu jumlah
bermacam-macam bakteri anaerob fakultatif
limbah cair yang akan dihasilkan secara total
(bakteri metabolisme yang tahan hidup hanya di
diperkirakan hampir mencapai 100 juta ton.
kondisi anaerob). Dalam proses fermentasi
Sungguh disayangkan bahwa sebagian besar
bahan-bahan organik tersebut diuraikan menjadi
pabrik-pabrik kelapa sawit yang ada di Indonedia (5)
CO2, CH4, Amonia dan H2S .
tersebut rata-rata belum mempunyai sistem
Tujuan dari kegiatan ini adalah mengevaluasi
pengolahan limbah cair yang baik dan sempurna.
keefektifan IPAL anaerobik PKS PT. DMP,
Berbagai jenis dan sistem teknologi pengolahan
mengidentifikasi permasalahannya dan
limbah cair PKS telah diteliti dan diujicobakan
memberikan rekomendasi untuk pemecahan
dengan baik, namun untuk
masalah tersebut, terutama dalam perencanaan
mengimplementasikannya sangat dibutuhkan
meningkatkan efektifitas IPAL tersebut.
koordinasi dan komitmen dari seluruh
stakeholder.
2. BAHAN DAN METODE
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. Deli Muda
Perkasa (DMP) mulai beroperasi pada tahun Tahapan yang dilakukan dalam
2007. PKS ini berlokasi di Desa Sengkati Baru, melaksanakan kegiatan ini yaitu :
Kecamatan Mersam, Kabupaten Batanghari,
a) Survei Pendahuluan
Propinsi Jambi. Berdasarkan informasi dari
Survei awal dilakukan pada akhir bulan Mei
Manajer Produksi diketahui bahwa kapasitas
hingga awal Juni 2015, yaitu untuk
pengolahan maksimal PKS DMP adalah sebesar
berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten
60 ton TBS (tandan buah segar) per jam. Sejak
Batanghari dan Manajer Produksi PKS PT.
beroperasi pabrik ini sudah dilengkapi dengan
DMP yang didampingi oleh Kepala Divisi
sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
Limbahnya, serta melakukan peninjauan
dengan kapasitas yang sesuai dan bahkan sudah
langsung terhadap sistem IPAL PKS PT.
dirancang untuk sistem IPALnya yang mampu
DMP. Pada kesempatan ini juga dilakukan
mengolah air limbah bila kapasitas produksi PKS
wawancara dengan para pejabat dan
ini ditingkatkan menjadi satu setengah kali dari
penanggung jawab daerah, serta beberapa
kapasitas produksi saat ini. Berdasarkan
penduduk di sekitar kawasan pabrik, yaitu di
pemantauan yang telah dilakukan oleh BLHD
Desa Sengkati Baru. Pengukuran dimensi
(Badan Lingkungan Hidup Daerah) Kabupaten
(panjang dan lebar, serta kedalaman) dari
Batanghari, pada dua tahun terakhir ini IPAL
setiap unit pemroses juga dilakukan pada
PKS PT. DMP mempunyai masalah yang serius,
tahapan ini.
yaitu tidak optimalnya proses pengolahan air
limbahnya, sehingga mengakibatkan b) Studi Literatur
pencemaran yang terjadi di tiga buah desa di Dalam studi pustaka dapat dilakukan berbagai
sekitarnya, yaitu Desa Sengkati Kecil, Sengkati kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh
(2)
Gedang dan Sengkati Baru . Hasil pemantauan informasi-informasi ataupun data yang
terhadap adanya pencemaran tersebut berkaitan dengan sistem pengolahan limbah
ditunjukkan dengan menurunnya kualitas air cair PKS dan semua itu dapat dijadikan
tanah. Kondisi air tanah dangkal (sumur pantau) referensi dalam menganalisa permasalahan
di sekitar IPAL tampak semakin keruh, kotor dan yang timbul, terutama yang berhubungan
berbau tidak sedap, serta disimpulkan tidak dengan ketidak-idealan proses yang seringkali
cukup layak untuk dikonsumsi sebagai air bersih terjadi pada sistem IPAL suatu PKS, terutama
(3)
seperti waktu-waktu sebelumnya . Demikian pada proses Anaerobiknya.
halnya dengan dampak terhadap air sungai yang
c) Sampling
bertindak sebagai badan air penerima effluent
dari IPAL tersebut. Air sungai Desa Sengkati Pengambilan sampel air limbah pada titik-titik
menjadi kotor, berwarna hitam dan berbau lokasi instalasi pengolahan air limbah PKS
(4) PT. DMP, khususnya mulai proses awal
busuk, terutama pada musim penghujan .
sampai pada unit anaerobik. Pengambilan
Karena permasalahan tersebut maka
sampel dilakukan oleh pihak Laboratorium
dibutuhkan satu evaluasi terhadap efektifitas
yang telah ditunjuk oleh Kantor BLHD
IPAL, khususnya pada unit anaerobiknya,

20 Evaluasi dan Perencanaan Awal… (Rahardjo, P.N)


setempat. Sistem pengambilan sampel harus kolam mempunyai kedalaman yang sama, yaitu 6
(7)
memenuhi standar yang berlaku, yaitu mulai meter . Berdasarkan gambar desain dalam
dari cara penentuan titik lokasi, persiapan Master Plan IPAL PT. DMP, kolam-kolam
peralatan untuk sampling, pengambilan tersebut pada umumnya berbentuk persegi-
sampel dan penyimpanan sampel-sampel empat dengan luas permukaan dasar setiap
limbah cair dalam coolbox sebelum dibawa kolam mempunyai luas permukaan yang jauh
dan dikirim ke Laboratorium. Jumlah sampel lebih kecil dari pada luas bagian atasnya. 15
yang diambil adalah 4 buah, yaitu pada kolam pengolahan air limbah tersebut terdiri dari :
bagian inlet cooling pond 3, outlet acidification
pond, outlet primary anaerobic pond dan  3 buah kolam (pond) pendinginan (Kolam 1,
secondary anaerobic pond. 2 dan 3) yang masing-masing mempunyai
ukuran berbeda.
d) Analisa Laboratorium
Keempat sampel yang telah diambil pada saat  1 buah kolam Asidifikasi (Kolam 4)
sampling, kemudian dianalisa di Laboratorium  2 buah kolam Anaerobik Primer dengan
PT. Global Quality Analitical. Analisa dimensi ukuran yang sama (Kolam 5 & 6)
parameter yang diutamakan adalah BOD,  2 buah kolam, Anaerobik Sekunder dengan
COD, Nitrogen Total dan Oil/Grease. ukuran yang berbeda (Kolam 7 & 8)
 2 buah kolam Fakultatif dengan ukuran yang
e) Analisis hasil kualitas pengolahan limbah cair berbeda (Kolam 9 & 10)
secara anaerobik di laboratorium.  1 buah kolam besar Aerobic (Kolam 11)
 1 buah kolam Sedimentasi Primer (Kolam 12)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
 1 buah kolam Sedimentasi Sekunder (Kolam
3.1 Diagram Alir Proses Pengolahan Air 13)
Limbah Eksisting  2 buah kolam Akhir (Kolam 14 & 15).
Diketahui bahwa kapasitas produksi PKS PT.
DMP adalah 60 ton TBS per jam, namun karena
keterbatasan ketersediaan bahan baku, maka
rata-rata perhari hanya melaksanakan
pengolahan sebesar ±35 ton TBS/jam. Dengan
operasional rata-rata per hari seperti itu, maka
diperkirakan jumlah limbah cair maksimum rata-
3
rata yang dihasilkan, yaitu sebesar 65 m /jam.
Data Produksi pada bulan April dan Mei 2015
yang diperoleh dari Manajer Produksi ditunjukkan
pada Tabel 1. Data produksi menunjukkan
pengoperasian PKS yang berkisar antara 43 – 48
Ton TBS/jam. Dengan demikian jumlah air
limbahnya juga melebihi dari rata-rata, yaitu lebih
3
dari 65 m /jam. Setiap ton TBS dapat dikonversi
oleh PKS menjadi 0,2 ton Crude Palm Oil (CPO) Gambar 1. Skema diagram alir proses
(6)
dan menghasilkan 0,66 ton limbah cair . Jadi pengolahan air limbah eksisting dan
jumlah limbah cair PKS PT. DMP tergolong jauh tata letaknya.
lebih besar dari pada rata-rata limbah cair yang
dihasilkan dari PKS yang lainnya. 3.2 Kondisi Fisik IPAL Eksisting Terkini dan
Jalannya Proses Pengolahan Anaerobik
Tabel 1 : Data Produksi April dan Mei 2015
a) Influent
NO Data Produksi APRIL 2015 MEI 2015 Influent IPAL berasal dari 2 sumber, yaitu
1 Olah TBS (kg) 11.330.490 13.705.000
2 Kapasitas (Ton/jam) 43,082 48,004 Supernatan Fat Pit dan Air bekas pencucian unit-
3 Waktu Operasi (Jam) 263 285 unit pemroses PKS. Air limbah yang berasal dari
Fat Pit rata-rata bersuhu sekitar 60ºC lebih.
PKS DMP memiliki Unit IPAL yang sejak Kondisi Fat Pit seperti ditunjukkan pada Gambar
awalnya sebenarnya juga sudah disesuaikan 2. Seluruh air limbah dari Fat Pit ini terukur
dengan kapasitas maksimum pabrik. Secara jumlah debitnya melalui sebuah Flowmeter.
skematis Unit IPAL PT. DMP ditunjukkan pada Sumber air limbah dari air bekas pencucian unit-
Gambar 1. Berdasarkan laporan dari pihak PT. unit pemroses PKS tidak diketahui pasti apakah
DMP diperoleh informasi bahwa Unit IPAL secara juga terukur jumlah debitnya. Air limbah ini
lengkap terdiri dari 15 kolam terbuka dan ditampung dalam suatu bak yang dirancang
berdasarkan Master Plan awal, keseluruhan mempunyai outlet overflow dan mengalirkan air

Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 18, No 1, Januari 2017, 19-28 21


tampungan tersebut secara gravitasi ke saluran Pada kolam asidifikasi (Pond 4) kondisinya juga
terbuka menuju kolam pendingin. tidak jauh berbeda, yaitu telah terjadi
pendangkalan akibat banyaknya lumpur endapan
b) Proses Pendinginan (Gambar 3). Pengamatan yang telah dilakukan
pada survei awal Juni 2015 menunjukkan bahwa
Untuk menurunkan temperatur air limbah
kedalaman kolam asidifikasi hanya sekitar 1½
(influent) yang berasal dari Fat Pit, maka suatu
meter. Jadi dapat dipastikan bahwa waktu tinggal
saluran khusus yang tertutup melalui sistem
sudah jauh lebih kecil dibandingkan dengan apa
perpipaan dialirkan ke kolam pendingin (Cooling
yang direncanakan sejak semula. Pencampuran
Pond) ke 2 dan ke 3. Kolam pendingin pertama
air limbah dari kolam pendinginan dan yang dari
tampaknya sudah tidak digunakan lagi, karena
kolam aerobik hanya semata-mata untuk
sudah terlalu banyak pengendapan yang telah
menurunkan temperatur air limbah. Apabila
terlanjur mengeras pada permukaannya. Pada
sirkulasi sebagian air limbah dari kolam aerobik
kolam pendingin kedua dan ketiga sebenarnya
ke kolam asidifikasi dimaksudkan untuk
juga terjadi hal yang sama seperti kolam
memberikan lumpur aktif, maka cara ini tidak
pendingin pertama, namun pengaliran air limbah
tepat karena kondisi suhu air limbah yang masih
masih dapat terlihat walaupun mengalami
belum mencapai normal akan menyebabkan
channelling (pengaliran tidak efektif yang hanya
mikroba tidak akan dapat berfungsi, bahkan akan
membentuk beberapa saluran kecil pada bagian
dapat mengakibatkan matinya mikroba aerobik.
permukaan kolam). Oleh sebab itu dapat
Demikian juga dengan kondisi yang berbeda dari
dipastikan bahwa waktu tinggal di kedua kolam
aerobik ke anaerobik, maka lumpur aktif yang
tersebut juga sudah jauh berkurang dibandingkan
berasal dari kolam aerobik tidak akan dapat
dengan yang telah direncanakan semula. Uap air
berfungsi pada kolam yang beroperasi tanpa
limbah (karena panas dari effluent Fat Pit) masih
aerasi atau tanpa pengkayaan oksigen.
terlihat. Karena itu sebelum air limbah dari kolam
pendingin masuk ke dalam kolam Asidifikasi,
terlebih dahulu dicampur dengan air limbah yang
sudah dingin yang berasal dari kolam aerobik.
Pada titik pencampuran dua aliran tersebut
masih tampak asap uap air limbah yang
menunjukkan temperaturnya masih lebih tinggi
dari temperatur ambient (lingkungan). Pada
umumnya air limbah pada unit kolam
pendinginan ini mempunyai sifat asam, artinya
derajat keasamannya jauh lebih rendah dari 7.

Gambar 3. Kolam Asidifikasi yang sudah


mengalami pengerasan karena
pengendapan dipermukaannya.

d) Proses Anaerobik
Proses pengolahan anaerobik pada IPAL
diakomodasi pada 4 (empat) buah kolam
anaerobik. 2 Kolam anaerobik pertama adalah
anaerobik primer (Pond 5 dan 6) dan yang 2
kolam anaerobik berikutnya adalah anaerobik
sekunder (Pond 7 dan 8). Namun karena
Gambar 2. Kolam Fat Pit sebagai pengumpul
timbulnya pendangkalan-pendangkalan yang
air limbah dari PKS.
terus menerus dan kurangnya perawatan untuk
pengambilan lumpur endapan di seluruh kolam
c) Asidifikasi
pada IPAL, maka secara umum volume
Kolam Asidifikasi adalah kolam pengasaman. efektifnya menjadi sangat berkurang dan dengan
Unit ini dimaksudkan agar air limbah yang akan sendirinya waktu tinggal yang diharapkan lebih
mulai diproses pada unit pemroses berikutnya, dari 8 hari di setiap kolam Anaerobiknya, pada
yaitu kolam anaerobik, mempunyai suasana kondisi saat ini tidak mencapai 2 hari. Untuk
keasaman yang sesuai dengan syarat pada mengetahui persis kondisi dan efisiensi setiap
kolam anaerobik (sekitar netral atau pH dalam proses dibutuhkan lebih banyak survei mendetail
range 6 - 9). Apabila keasamannya masih di dan lebih terinci. Memang di Pond ke 7 dan 8
bawah 6, maka biasanya harus dilakukan (kolam anaerobik sekunder) endapan lumpur dan
penambahan basa agar pH naik hingga 6 - 9. pengerasan endapan lumpur di permukaan

22 Evaluasi dan Perencanaan Awal… (Rahardjo, P.N)


kolam sudah berkurang dibanding dengan kolam- Luas permukaan atas kolam pada permukaannya
kolam anaerobik primer, namun kedalaman (bagian atasnya) adalah sesuai dengan panjang
kolam juga relatif sama, yaitu sekitar 1,5 hingga 2 kali lebar dari ukuran yang tertera pada gambar
meter saja. Dapat dipastikan juga bahwa dengan Master Plan IPAL tersebut. Tetapi luas dasar
keadaan seperti itu, maka pengaliran air limbah kolam akan jauh lebih kecil, karena dinding
juga terjadi secara channelling, sehingga proses kolam tidak tegak lurus tapi umumnya
pengolahan secara anaerobik justru tidak mempunyai kemiringan 60º. Dengan konstruksi
berlangsung dengan baik. seperti itu, maka diambil asumsi bahwa volume
efektif adalah sebesar 64% dari volume bila
3.3 Hasil Analisis Kuantitas Proses dinding kolam tegak lurus. Asumsi ini digunakan
Pengolahan berdasarkan penghitungan-penghitungan volume
dari bentuk limas terbalik dan terpotong pada
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
kedalaman 6 meter. Dengan asumsi tersebut,
bagian produksi, diketahui bahwa operasi PKS
maka volume efektif dari setiap unit kolam
PT. DMP jarang sekali mencapai kapasitas
pemroses dapat dilihat pada Tabel 2. Diketahui
maksimal yang sebesar 60 ton TBS/jam (lihat
bahwa air limbah PKS berasal dari Fat Pit dan
Tabel 1). Rata-rata operasi hanya mengolah 35 –
juga berasal dari air bekas pencucian unit-unit
45 TBS/jam. Dengan demikian rata-rata jumlah
3 pemroses dalam PKS. Idealnya kedua sumber
limbah cair yang dihasilkan sekitar 65 m /jam.
air limbah ini dapat terukur semua jumlahnya
Dari data dimensi unit-unit pemroses dalam IPAL
atau debit alirnya secara pasti.
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, dapat
diambil suatu pendekatan untuk menentukan
volume efektif dari setiap unit kolam pemroses.

Tabel 2. Dimensi, Waktu Tinggal dan hasil analisa laboratorium pada proses pengolahan

3.4 Hasil Analisa Laboratorium Terhadap 3.5 Permasalahan Umum Pada Proses
Kualitas Proses Pengolahan Pengolahan
Pengambilan sample air limbah di sistem Berdasarkan kondisi eksisting IPAL dapat
IPAL PKS PT. DMP yang telah dilakukan pada dipastikan bahwa permasalahan pertama yang
tanggal 30 Mei 2015 segera dianalisa di menyebabkan munculnya permasalahan-
laboratorium yang terakreditasi nasional, yaitu permasalahan berikut dalam proses pengolahan
PT. Global Quality Analitical. Hasil analisa air limbah adalah telah terjadinya pendangkalan-
kualitatif yang telah dilakukan di laboratorium pendangkalan pada seluruh kolam pemroses.
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Adapun Pendangkalan terberat terjadi pada kolam-kolam
informasi seluruh jenis sampel secara lengkap pemroses awal, yaitu ketiga kolam pendinginan,
yang diambil pada saat survey sampling dapat kolam asidifikasi dan keempat kolam anaerobik.
dilihat pada Tabel 3 s/d Tabel 6. Berdasarkan SK Dengan terjadinya pendangkalan berat pada
Menteri LH No. 5 tahun 2014 tentang baku mutu ketiga proses pertama tersebut, akibatnya air
limbah cair pabrik kelapa sawit, maka untuk limbah tidak terolah sempurna dan hanya
parameter COD dan BOD untuk unit pemroses mengalir melalui beberapa saluran-saluran kecil
Asidifikasi dan anaerobik sudah memenuhi baku yang disebut channel. Terjadinya pengaliran
mutu, tetapi untuk parameter Oil/Grease pada langsung air limbah melalui chanel kecil tersebut
unit Asidifikasi dan Kolam Anaerobik Sekunder menyebabkan limbah tidak tinggal sesuai dengan
masih melebihi baku mutu lingkungan (>30mg/l). waktu tinggal yang sudah direncanakan semula.
Sementara itu untuk parameter Nitrogen Total Peristiwa terjadinya pengaliran air limbah yang
semua unit pemroses masih jauh melebihi baku hanya melalui chanel-channel kecil itu disebut
mutu lingkungan. sebagai Channelling.
Dengan pendekatan dan asumsi volume
efektif dari setiap kolam adalah 64% dari volume

Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 18, No 1, Januari 2017, 19-28 23


kolam bila dinding kolam tegak lurus, maka 3.5.2 Kolam Pendinginan (Cooling Pond).
sebenarnya IPAL untuk proses anaerobik masih
Karena air limbah dari Fat Pit masih
memiliki Waktu Tinggal total, Ttotal = 42,57 hari
bertemperatur cukup tinggi maka dibutuhkan
(lihat Tabel 2). Dengan Waktu Tinggal sebesar
kolam pendinginan. Kolam pendingin yang
itu, maka proses pengolahan air limbah
seluruhnya terdiri dari 3 buah tersebut ternyata 2
sesungguhnya masih dapat dijamin berlangsung
kolam yang beroperasi dan pengoperasiannya
dengan baik. Namun dengan terjadinya
secara paralel. Dari hasil analisa kualitatif
pendangkalan-pendangkalan di seluruh kolam
(laboratorium) Kolam Pendingin ke 3
pemroses, maka kondisinya menjadi sangat
menunjukkan masih bersifat asam dengan pH =
mengkhawatirkan karena proses pengolahan air
4,45 (lihat Tabel 3).
limbah tidak akan berjalan dengan baik dan
sempurna.
Tabel 3 : Hasil analisa kualitatif Kolam Pendingin
ke 3
3.5.1 Sistem Influent
Sistem influent adalah sarana pengaliran
atau transportasi air limbah dari sumber-sumber
air limbah, yaitu dari Fat Pit dan air bekas
pencucian unit-unit pemroses dalam PKS. Air
limbah dari Fat Pit telah dilengkapi dengan Flow
Meter, namun air bekas pencucian unit-unit
pemroses tidak diketahui apakah juga dilengkapi
dengan Flow Meter. Air limbah dari Fat Pit yang
masih bertemperatur tinggi (>60ºC) dan
mengandung Minyak & Grease yang cukup tinggi
(COD – BOD tinggi) perlu sarana pengaliran
yang khusus. Sistem pengaliran yang terbuka
dapat menyebabkan penurunan suhu dengan Hal ini sesuai dengan karakteristik derajad
lebih cepat dan bila ini berlangsung, maka keasaman limbah cair pabrik CPO. Kandungan
sepanjang saluran akan timbul penggumpalan- COD & BOD yang tinggi (4.756 & 1.585 mg/l)
penggumpalan lemak/minyak sawit yang apabila dari Kolam Pendingin ke 3 ini sebenarnya masih
tidak segera diangkat/diambil akan terakumulasi tergolong rendah bila dibandingkan dengan
dan akan dapat menyebabkan penyumbatan umumnya limbah cair pabrik CPO (COD > 25.000
(9)
pada saluran. Walaupun dialirkan dengan sistem mg/l dan BOD > 20.000 mg/l) . Sementara untuk
tertutup (melalui sistem perpipaan dan dengan kandungan minyak/lemak dan N total
pompa) pengendapan gumpalan lemak tetap menunjukkan nilai yang wajar. Kolam pendingin 2
juga akan terjadi namun tidak sebanyak dan & 3 yang dioperasikan secara paralel mempunyai
secepat bila dalam saluran terbuka. Endapan waktu tinggal total sebesar 2,96 hari, bila kedua
lemak atau minyak juga akan menurunkan kolam tersebut masih mempunyai volume efektif
efisiensi kinerja pompa, karena sudu-sudu atau seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
propeller pompa akan terbebani. Karena itu Kondisi terkini dari kedua kolam pendingin
sistem influent membutuhkan pemeliharaan yang tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi
optimal. Suasana yang sedikit asam dari air pendangkalan secara masif, sehingga waktu
limbah yang berasal dari Fat Pit juga akan tinggalnya pasti jauh di bawah dari 2,96 hari.
menyebabkan korosif. Unit Fat Pit terdiri dari 7 Rendahnya waktu tinggal pada kolam pendingin
buah kolam dengan dimensi yang sama, yaitu juga dapat dilihat dari temperatur limbah cair
lebar 3m, panjang 4m dan kedalaman 1,75m. yang masih tinggi bila dibandingkan dengan
3
Volume total dari Fat Pit adalah 147m . Dengan temperatur lingkungan. Dari hasil survei langsung
3
rata-rata debit air limbah yang sebesar 65m per pada tanggal 1 Juni 2015 diperkirakan
jam, maka waktu tinggal air limbah dalam kolam temperatur air limbah dari Kolam Pendingin
Fat Pit sebesar 2,26 jam. Karena limbah ini masih sekitar 40-45ºC. Dengan demikian Kolam
mempunyai temperatur yang cukup tinggi dan Pendingin yang ada sekarang ini sudah tidak lagi
sudah sangat lama beroperasi, maka dapat berfungsi dengan baik. Karena itu untuk
kemungkinan besar dapat tumbuh mikro menurunkan temperatur tersebut PT. DMP
(8)
organisme thermofilik . Karena itu kandungan melakukan pencampuran air limbah dari Kolam
bahan pencemar (COD dan BOD) yang berasal Pendingin dan air limbah dari Kolam Aerobik
dari unit Fat Pit dapat terdegradasi secara dengan cara pemompaan air limbah dari Kolam
bertahap di kolam-kolam Fat Pit, sehingga Aerobik ke bagian pipa inlet Kolam Asidifikasi.
konsentrasi COD dan BOD dapat berkurang Pencampuran tersebut tidak diketahui pasti
secara cukup berarti sebelum masuk ke dalam dengan debit berapa air limbah yang dipompakan
Kolam Pendingin. dari Kolam Aerobik. Karena adanya

24 Evaluasi dan Perencanaan Awal… (Rahardjo, P.N)


pencampuran ini, maka kualitas air limbah yang cukup lama dan dengan intensitas curah hujan
masuk ke dalam Kolam Pemroses selanjutnya yang cukup besar akan dapat mengencerkan air
(yaitu Kolam Asidifikasi) pasti akan mengalami limbahnya. Karena itu dikhawatirkan juga telah
pengenceran. Akibat adanya pencampuran ini terjadi penyimpangan pengambilan sampel pada
juga tidak diketahui seberapa besar perubahan titik yang merupakan genangan air yang
kualitas inlet ke Kolam Asidifikasi. didominasi oleh air hujan, sehingga berakibat
terjadi pengenceran secara berarti
3.5.3 Kolam Asidifikasi
Tabel 4 : Hasil analisa kualitatif Kolam
Seperti diuraikan di atas bahwa sebelum air
Asidifikasi
limbah dari Kolam Pendingin masuk ke dalam
Kolam Asidifikasi telah dilakukan pencampuran
dengan air limbah dari Kolam Aerobik.
Berdasarkan hasil analisa kualitatif terhadap air
limbah di Kolam Asidifikasi terlihat bahwa pH
telah menjadi normal, bahkan lebih dari 7 (yaitu
pH = 7,21). Nilai COD bahkan turun secara
drastis, yaitu dari COD 4.756 mg/l menjadi hanya
196,35 mg/l. Demikian halnya dengan BOD dari
1.585,3 mg/l turun hingga 65,4 mg/l. Dengan
demikian untuk parameter BOD dan COD pada
Kolam Asidifikasi ini sudah memenuhi baku mutu
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sementara itu nilai Oil & Grease juga terjadi
Waktu tinggal air limbah dalam Kolam
pengurangan drastis, yaitu dari 2.258 mg/l
Asidifikasi sebesar 8,65 hari, dengan asumsi bila
menjadi 68,8 mg/l. Hasil analisa ditunjukkan pada
volume efektifnya sesuai seperti pada Tabel 2.
Tabel 4.
Untuk nilai N total penurunannya tidak Bila volume efektif Kolam Asidifikasi sudah
sedrastis penurunan COD, BOD dan Oil & berkurang jauh karena adanya pendangkalan
Grease. Melihat adanya penurunan drastis secara berarti, maka untuk mengetahui
efektivitas proses pengolahan harus dilakukan
tersebut diperkirakan telah terjadi penyimpangan.
pengambilan titik sampling pada titik inlet dan
Penyimpangan pertama adalah karena
outletnya.
adanya pencampuran air limbah. Perbandingan
kuantitas tidak diketahui secara pasti, demikian
3.5.4 Kolam Anaerobik
juga tentang kualitas air limbah setelah
pencampuran. Air limbah yang berasal dari Kolam Anaerobik terdiri dari 4 buah kolam,
Kolam Aerobik sebenarnya mengandung banyak yaitu 2 Kolam Anaerobik Primer dan 2 Kolam
mikroba aerobik dan apabila dicampurkan dan Anaerobik Sekunder. Pengambilan titik sampling
dimasukkan ke Kolam Asidifikasi dengan dilakukan pada Kolam Anaerobik Primer yang
suasana yang sangat asam (pH = 4,45) dan pertama dan Kolam Anaerobik Sekunder yang
kondisi peralihan, maka mikroba-mikroba Aerobik pertama. Hasil analisa laboratorium pada kedua
yang terkandung dalam air limbah akan kolam tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 & 6.
mengalami deaktivasi atau bahkan mati. Untuk
optimalisasi proses pengolahan ini seharusnya Tabel 5 : Hasil analisa kualitatif Kolam Anaerobik
suasana keasaman dinetralkan lebih dahulu dan Primer ke 1
bila tidak dinetralkan akan timbul
(10)
penyimpangan .
Penyimpangan kedua adalah pada
penentuan pengambilan titik sampling pada
Kolam Asidifikasi. Apakah sudah mewakili
kondisi keseluruhan dari Kolam Asidifikasi?
Dikhawatirkan telah pula terjadi kesalahan dalam
sampling, karena sebagian besar permukaan
Kolam Asidifikasi telah mengalami pengendapan
pada permukaannya, sehingga air limbah yang
mengalir akan masuk di bawah endapan pada
permukaan dan situasinya akan berubah menjadi
anaerobik, karena tidak adanya oksigen. Dengan
demikian bakteri aerobik akan mati karena tidak Berdasarkan hasil analisa kualitatif
adanya oksigen. Melihat seluruh kolam proses laboratorium dijumpai ketidakwajaran, dimana
dalam IPAL yang terbuka, maka bila hujan turun kualitas air limbah pada Kolam Asidifikasi lebih

Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 18, No 1, Januari 2017, 19-28 25


baik dari pada kualitas air limbah pada Kolam dan pengamatan langsung, terlihat bahwa
Anaerobik primer. Seharusnya yang terjadi masalah pengendapan lumpur yang
adalah kebalikannya, karena Kolam Anaerobik menyebabkan pendangkalan di setiap Kolam
beroperasi setelah Kolam Asidifikasi. Jadi untuk Pemroses merupakan sumber penyimpangan-
3 parameter COD, N total dan BOD bahkan penyimpangan yang terjadi.
terjadi kenaikan dari Kolam Asidifikasi ke Kolam
Anaerobik Primer (masing-masing dari COD 3.6 Alternatif Penanggulangan Masalah
196,36 ke 281,55 mg/l, N total dari 98 ke 136
Penanggulangan masalah dalam proses
mg/l dan BOD dari 65,4 ke 93,9 mg/l).
pengolahan air limbah (IPAL) PKS PT. DMP
dapat ditempuh melalui dua alternatif, yaitu
Tabel 6 : Hasil Analisa kualitatif Kolam
melakukan perbaikan (termasuk
Anaerobik sekunder ke 1
pemeliharaannya) unit-unit pemroses secara
minimal atau sederhana dan melakukan
perbaikan secara maksimal (total). Tentu saja
alternatif pertama membutuhkan biaya yang jauh
lebih rendah dibandingkan melaksanakan
alternatif kedua.

3.6.1 Alternatif Perbaikan Minimal dan


Sederhana
Upaya perbaikan minimal atau sederhana
terdiri dari tahapan-tahapan berikut:
a. Pengerukan Seluruh Kolam Pemroses

Hal itu mungkin saja terjadi mengingat Seperti telah diuraikan sejak awal dalam
sebelumnya telah dibahas bahwa telah terjadi pembahasan ini bahwa telah terjadi
kemungkinan penyimpangan terhadap kesalahan pendangkalan secara masif pada hampir seluruh
pengambilan titik sampling pada Kolam kolam pemroses, sehingga menyebabkan
Asidifikasi. Karena itu kondisi ideal yang volume efektifnya berkurang jauh dan waktu
seharusnya dilakukan adalah melakukan tinggal (detention time) air limbah dalam proses
pengambilan sampel pada titik inlet dan outlet di setiap unit pemrosesnya menjadi lebih singkat
setiap unit Kolam Pemroses. Hasil analisa dari yang telah direncanakan semula dalam
kualitatif terhadap kualitas air limbah dari Kolam Master Plan IPAL ini. Pendangkalan terjadi akibat
Anaerobik Primer ke Kolam Anaerobik Sekunder pengendapan lumpur pada bagian bawah setiap
juga menunjukkan adanya penyimpangan yang kolam dan juga pada bagian permukaan kolam
sama, yaitu nilai Oil & Grease yang sangat karena proses flotasi dari gumpalan-gumpalan
rendah pada Kolam Anaerobik Primer (6,4 mg/l) minyak/lemak yang berat jenisnya lebih kecil dari
berubah atau meningkat menjadi 62,0 mg/l pada pada air. Pendangkalan yang paling berat
Kolam Anaerobik Sekunder. Tetapi untuk 3 memang terjadi pada kolam-kolam pemroses
parameter yang lain, yaitu COD, N total dan BOD awal, yaitu Kolam Pendinginan, Kolam Asidifikasi
proses perubahannya menunjukkan hasil yang dan Kolam Anaerobik. Bahkan pada saat ini
wajar, artinya ada pengurangan. Kolam Pendinginan yang pertama sudah tidak
Dilihat dari waktu tinggal pada masing- dapat digunakan lagi, karena memang lumpur
masing kolam anaerobik sebenarnya sudah endapan sudah memenuhi seluruh volume kolam
sangat memenuhi kriteria desain yang benar, dan telah terjadi pengerasan permanen.
bahkan secara keseluruhan ke 4 Kolam Pengerukan lumpur endapan sebaiknya
Anaerobik mempunyai waktu tinggal sebesar dilakukan secara periodik (berkala) setiap tahun
30,96 hari. Jumlah ini sudah sangat jauh lebih sekali atau setiap dua tahun sekali. Pengerukan
besar dari yang dibutuhkan secara normal .
(11) dilakukan sehingga volume efektif dapat kembali
Namun diketahui bahwa karena telah terjadi ke ukuran semula sesuai Master Plan yang
pendangkalan secara masif di hampir setiap sudah ditentukan sebelumnya.
kolam pemroses (terutama pada tiga proses Bila pengerukan dan pengambilan lumpur
pertama, yaitu Pendinginan, Asidifikasi dan endapan dilakukan, sebenarnya lumpur tersebut
Anaerobik), maka berbagai kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk keperluan land
kesalahan atau kerancuan dalam hasil analisa application, yaitu penggunaan lumpur untuk
kualitatif dapat terjadi penyimpangan. keperluan pemupukan lahan pohon-pohon
Berdasarkan informasi dari pihak pengelola IPAL kelapa sawit dalam areal perkebunan yang
bahwa pernah dilakukan pengerukan di beberapa dimiliki. Biasanya untuk pemanfaatan lumpur
Pond pada tahun 2009. Namun dari hasil survei endapan ini, lebih dahulu harus disiapkan parit-

26 Evaluasi dan Perencanaan Awal… (Rahardjo, P.N)


parit dengan kedalaman 1,5 m dan lebar 2 m c. Pemasangan Flow Meter
yang membujur sepanjang alur tanaman pohon
Jumlah air limbah yang masuk ke dalam
kelapa sawit. Antar parit lumpur endapan ini bisa
IPAL PKS umumnya berasal dari dua sumber,
berjarak 40 hingga 50 meter. Skema untuk land
yaitu dari Fat Pit dan air limbah bekas pencucian
application ditunjukkan pada Gambar 4. Ada juga
seluruh unit-unit pemroses dalam pabrik. Apabila
yang membuat sistem parit untuk land application
kedua sumber ini masuk melalui satu sistem
ini di sepanjang tepian setiap blok penanaman
saluran, maka cukup dibutuhkan sebuah flow
pohon kelapa sawit. Sistem land application
meter. Tetapi apabila kedua sumber air limbah
dalam memanfaatkan lumpur endapan untuk
mempunyai saluran terpisah, maka selayaknya
keperluan pemupukan lahan tanaman pohon
juga harus terpasang di setiap saluran air
kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 4.
pembuangan dari PKS tersebut. Untuk jumlah air
limbah terolah yang keluar dari sistem IPAL
tentunya juga harus terukur secara terus
menerus (kontinu) pada bagian Kolam Akhir yang
kedua. Jumlah air limbah yang diolah dalam IPAL
akan berkurang sejalan dengan urutan proses
pada sistem pengolahan air limbah.
Pembentukan endapan selama pengolahan akan
mengurangi jumlah material total yang mengalir
sampai ke kolam yang terakhir. Karena semua
Gambar 4. Sistem Land Application untuk unit-unit pemroses yang berupa kolam dalam
pemanfaatan lumpur endapan IPAL PKS merupakan kolam terbuka, maka ada
sebagai pupuk. faktor lain yang juga mempengaruhi jumlah air
limbah yang diolah, yaitu musim. Pada musim
b. Perbaikan Sarana Inlet dan Outlet kemarau, efek penguapan air akan
mempengaruhi walaupun sangat sedikit. Namun
Tata letak dari kolam-kolam pemroses pada musim hujan jumlah air limbah akan
seperti yang telah ditunjukkan pada Gambar 1, bertambah dengan cukup berarti dan secara
memperlihatkan aliran air limbah terolah dari kualitas akan lebih baik karena adanya efek
setiap kolam ke arah kolam pemroses pengenceran dari air hujan. Bagaimanapun
berikutnya. Artinya setiap kolam pemroses kondisinya, maka setiap IPAL haruslah memiliki
mempunyai sistem inlet dan outlet. Karena Flowmeter untuk dapat mengetahui secara pasti
bentuk kolam pada umumnya adalah persegi jumlah air terolah yang keluar dari sistem IPAL
empat, maka saluran aliran air limbah yang PKS.
masuk ke dalam suatu kolam pemroses (bagian
inletnya) hendaknya juga terdistribusi merata 3.6.2 Alternatif Perbaikan Maksimal
mulai dari sisi masuknya, kemudian pengaliran di
dalam unit kolam pemroses, hingga pada akhir a. Remining Pond
sisi yang lain dari kolam pemroses tersebut yang Istilah Remining Pond dimaksudkan
juga mempunyai sistem outlet yang seimbang. melakukan pengambilan seluruh endapan lumpur
Dengan cara pendistribusian merata mulai dari yang sudah mengeras di setiap kolam. Untuk
inlet sampai pada outletnya, maka kemungkinan melaksanakan ini dapat dilakukan secara
deadspace pada bagian sudut-sudut setiap bergantian, misalnya Kolam Pendingin yang
kolam pemroses akan diminimalisir. Demikian terdiri dari 3 buah kolam, maka pada saat kolam
juga pada sistem outletnya. Dengan cara seperti pertama dikuras secara total, kolam kedua dan
itu terjadinya pengendapan juga akan lebih ketiga masih tetap dapat dioperasikan. Kemudian
merata di setiap bagian kolam pemroses. Secara setelah selesai dengan pengurasan kolam
skematik, sistem inlet-outlet ditunjukkan pada pertama, dilanjutkan dengan kolam kedua.
Gambar 5. Demikian pula untuk Kolam Anaerobik Primer
dan Sekunder juga dapat dilakukan pengurasan
total secara bergantian. Namun untuk Kolam
Asidifikasi yang hanya sebuah, maka pada saat
proses pengurasan totalnya, untuk sementara
dapat digantikan dengan menggunakan Kolam
Pendingin ketiga.

b. Rekonstruksi IPAL
Gambar 5. Skema sistem inlet-outlet dari satu
Rekonstruksi IPAL dimaksudkan agar dapat
kolam pemroses ke kolam pemroses
mencegah pencemaran air limbah terhadap air
berikutnya.

Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 18, No 1, Januari 2017, 19-28 27


tanah. Rekonstruksi dilakukan dengan 4. Hendriyanto, (2013), Kades Minta Pemkab
memasang bahan-bahan pelapis secara Tegas Soal Pencemaran PT. DMP,
bertingkat, yaitu dari Geoliner (HDPE = High http://kabarbatanghariberlianonline.blogspot.
Density Poly Etylene), Geomembran dan co.id, Jumat, 29 Maret 2013.
Geotextile pada dasar dan dinding kolam. Untuk
5. Widarti B.N., S. H. Susetyo, E. Sartwono,
melaksanakan rekonstruksi tersebut tentu
(2015), Degradasi COD Limbah Cair Dari
dibutuhkan biaya yang cukup besar, namun hal
Pabrik Kelapa Sawit Dalam Proses
ini untuk menjamin agar tidak ada lagi rembesan
Pembentukan Biogas, Jurnal Integrasi
air limbah yang meresap masuk ke dalam tanah
Proses, Vol 5 No. 3, Prodi Teknik
dan akhirnya mencemarkan air tanah.
Lingkungan, Fak. Teknik, Univ. Samarinda,
Desember 2015.
4. KESIMPULAN
6. Irvan, I. Suraya, H. Tiarasti, B. Trisakti, R.
Permasalahan utama dalam IPAL PKS PT.
Hasibuan, Y.Tomiuchi, (2012), Pembuatan
DMP pada sistem anaerobiknya adalah
Biogas dari Berbagai Limbah Cair Pabrik
terjadinya pendangkalan secara masif di seluruh
Kelapa Sawit, Jurnal Teknik Kimia, USU, Vol.
proses, dari Kolam Pendingin hingga Kolam
1 No. 1, Medan.
Anaerobik Sekundernya. Kedalaman setiap
kolam yang seharusnya 6m, kenyataannya 7. Anonim, (2007), Laporan Sistem Pengolahan
hanya tersisa menjadi 1,5m, sehingga yang Air Limbah Semester 1 Tahun 2007/2008,
terjadi adalah Channelling, yaitu air limbah Divisi Pengolahan Air Limbah PT. DMP
masuk ke satu unit proses dan terus mengalir Jambi, Desember 2007.
melalui suatu saluran (channel) pada bagian
8. Sutiamiharja, N. (2008), Isolasi Bakteri dan
permukaannya saja, tanpa menempuh waktu
Uji Aktifitas Amilase Kasar Termofilik dari
tinggal yang cukup. Masalah lainnya yang
Sumber Air Panas Gurukinayan, Karo
menimbulkan penyimpangan adalah
sumatera Utara, Tesis, Sekolah Pasca
dicampurkannya air limbah dari Kolam Pendingin
ketiga dengan air limbah yang berasal dari Kolam Sarjana, USU, Medan.
Aerobik dan kemudian masuk ke dalam Kolam 9. Wahyudi P. (1998), Karakteristik Limbah Cair
Asidifikasi. Karena suasana keasaman yang Pabrik CPO, PPKS, Medan.
cukup rendah, maka bakteri aerob yang berasal
dari Kolam Aerobik tidak akan mampu 10. Rahardjo, P.N., (2008), Pengolahan Limbah
melakukan aktivasi atau bahkan dapat mati. Cair Pabrik Kelapa Sawit dengan Bioreaktor
Anaerobik Biakan Melekat Dalam Skala
PERSANTUNAN Laboratorium. Pengamatan Pengurangan
BOD, COD dan TSS dengan Variabel Waktu
Kegiatan ini dapat terlaksana berkat bantuan Tinggal, Jurnal Teknologi Lingkungan, Edisi
dari pimpinan dan staf dari BLHD Propinsi Jambi Khusus, Jakarta.
dan juga pimpinan Divisi Limbah PKS PT. DMP
yang telah mendukung penuh dalam pembiayaan 11. Rahardjo, P.N., (2009) , Studi Banding
penelitian ini. Selayaknya penulis mengucapkan Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pabrik
terima kasih. Kelapa Sawit, Jurnal Teknologi Lingkungan,
Vol. 10 No. 1, Jakarta, Januari 2009.
DAFTAR PUSTAKA 12. Nursanti W., D. Budianta, A. Napoleon dan
1. Muryanto, Y. Sudiyani dan H. Abimanyu, Y. Parto, (2013), Pengolahan Limbah Cair
(2016), Optimasi Proses Perlakuan Awal PKS Kolam Anaerob Sekunder I Menjadi
NaOH Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk Pupuk Organik Melalui Pemberian Zeolit,
menjadi Bioetanol, Indonesia J. App. Chem., Seminar Nasional Sains & Teknologi V,
Vol. 18 (1), pp. 27-35, June 2016, p-ISSN: Lembaga Penelitian Universitas Lampung,
0853–2788, e-ISSN: 2527–7669, 19-20 November 2013
Accreditation number : 540/AU1/P2MI 13. Purwanti, S .Elystia dan A. Sasmita (2014),
LIPI/06/2013 “Pengolahan Limbah Cair PKS Dengan
2. Anonim, (2013), Laporan Pemantauan Metoda Fitoremediasi Menggunakan Typha
Kualitas Lingkungan Daerah, BLHD Kab. Latifolia”, Jurnal JOM FTEKNIK Volume 1
Batanghari, Semester I. No.2 Oktober 2014, Fak. Teknik Universitas
Riau, Pekanbaru.
3. Anonim, (2013), Laporan Pemantauan
Kualitas Lingkungan Daerah, BLHD Kab.
Batanghari, Semester II.

28 Evaluasi dan Perencanaan Awal… (Rahardjo, P.N)

You might also like