Pros and Cons of LGBT as a Minority in Indonesia

Minorities are social groups whose citizens are much smaller than other groups in a
society and are therefore discriminated against by other groups. Minorities are also social
groups that do not make up the majority of the total population and politically dominant voting
of a particular community group. Minority can also refer to subordinate or marginal groups.
Minorities in sociology need not be numerical because they can include groups that are below
normal by looking at the dominant group in terms of social status, education, wealth, and
political power. The term minority group is often used in conjunction with the discourses on
human rights and collective rights that emerged in the 20th century. While in the West, the
term "minority" is used to denote a group of people who consider themselves or are considered
by others to be part of some special characteristic that is different from many other groups in a
society, but are able to develop with that particular characteristic.

In the eyes of the world, Indonesia is known as a country that has a very good
democratic system, but with this democracy it actually triggers the emergence of intolerance
that is not shackled, including massive acts of intolerance against minorities such as LGBT
people. LGBT stands for lesbian, gay, bisexual, and transgender. In Indonesia, especially in
certain areas, they generally strongly reject the existence of LGBT so when talking about the
basic rights of citizens, the LGBT community encounters many difficulties and social conflicts.
This is even more so if we look at the customs in Indonesia and the people who hold fast to
conservative religious doctrines. LGBT people and those who advocate the basic rights of the
LGBT community are often seen as destroyers of religion and the cause of God's punishment.
Therefore, not a few people hate, reject, fear, feel disgusted, even ostracize and stay away from
LGBT people.

This phenomenon clearly proves that it is difficult for Indonesian people to provide
space for the fulfillment of the rights of this LGBT group as part of Indonesian citizens. They
found various human rights violations, ranging from verbal violence such as ridicule, to
physical violence such as being drenched in water, stripped naked, and even killed, especially
those who are transgender or waria.

In responding to LGBT in Indonesia, there are various pros and cons regarding the
LGBT group. Those who are pro state that the state and society must campaign for the principle
of non-discrimination between men, women, transgender people, lovers of the opposite sex
(heterosexual) and lovers of the same sex (homosexual). Justification for LGBT behavior can
also occur through life events that they experience. An unexpected environment can also trigger
flight to deviant behavior as an expression of rejection. A person can become homosexual due
to a family that is not harmonious, for example a father figure as a cruel man makes a person
homosexual and environmental factors (social construction) greatly affect a child's
development, including the formation or selection of his sexual orientation. How the interaction
of parents raising children, relationships between families, social environment and friendships
can all be intermediaries for the spread of LGBT.

People who accept the existence of LGBT think that LGBT is not a disease because
they think it is a natural condition that arises due to biological or congenital factors from birth.
They also have no problem with the existence of LGBT as long as they can maintain good
attitudes and behavior in society. People who interact directly with LGBT at work or have
worked with or used LGBT services do not deny their existence infields of work certain.
According to various communities, LGBT people have the right and can work wherever they
are in accordance with their expertise.

On the other hand, those who are against it state that the state and society must try their
best to take preventive measures against LGBT symptoms that will endanger future generations
of Indonesia. Therefore, the strategic position of the government in this regard is very necessary
to deal with the LGBT polemic directly so that the does not occur disintegration of the nation.
BM any people also who viewed LGBT as something deviant because they conflict with
religious teachings and for infectious diseases and associated with risky sexual relationship.
This is considered scary because it is related to deviant sexual relations and the disease it causes
(HIV). Why most people don't agree with same-sex marriage which is against religion because
people are confused about what form their family will take.

Most people reject the existence of LGBT, especially around their homes. Society
generally sees the existence of LGBT as something negative, abnormal, and wrong. These
rejections and views are based on religious teachings that are embraced by most of the people
in Indonesia and also because there is a strong assumption that Indonesia is a religious country.
In addition, the lack of interaction or information about LGBT also strengthens this view. So
far, the information received is that LGBT people are solely related to sinful acts.
 We live in the midst of a religious and cultural society. There are two things that crush
the LGBT people, namely: between norms and justice. For LGBT people, norms and justice
cannot necessarily go hand in hand, their existence which is considered different by other
“normal” people is considered inconsistent with religious and cultural norms. For most people,
individuals or groups of people whose habits and culture are not in accordance with the norms
are not entitled to get justice in every aspect of their lives. This is what ultimately results in
discriminatory attitudes and violence that are often directed at LGBT people, not only from the
community but also law enforcement officers.

Responding to the rise of LGBT, the community must be able to develop social
awareness. Likewise, the state cannot get out of hand and hide behind respect for the human
rights of citizens. Where the Indonesian people with an eastern culture that upholds religiosity,
are very firm and strict about prohibiting all forms of LGBT practices based on legal provisions,
legislation, religious values, morality, order, public interest, and the integrity of the nation.
Various shows that are inappropriate and legitimize LGBT behavior must be re-evaluated.
Therefore, the State has an obligation to maintain the values and moral standards adopted by
the majority public.
 Pro dan Kontra LGBT sebagai Minoritas di Indonesia

Minoritas adalah golongan sosial yang jumlah warganya jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan golongan lain dalam suatu masyarakat dan karena itu didiskriminasikan
dengan golongan lain itu. Minoritas juga ialah kelompok sosial yang tak menyusun mayoritas
populasi total dan voting dominan secara politis dari suatu kelompok masyarakat tertentu.
Minoritas dapat pula merujuk ke kelompok bawahan maupun marginal. Minoritas dalam
sosiologis tak perlu bersifat numerik sebab dapat mencakup kelompok yang di bawah normal
dengan memandang pada kelompok dominan dalam hal status sosial, pendidikan, kekayaan,
dan kekuasaan politik. Istilah kelompok minoritas sering diterapkan bersama dengan wacana
hak asasi manusia dan hak kolektif yang mengemuka pada abad ke-20. Sementara di Barat,
istilah “minoritas” digunakan untuk menunjukkan sekelompok orang yang menganggap diri
mereka atau dianggap orang lain menjadi bagian dari beberapa ciri kekhususan yang berbeda
dengan banyak kelompok lainnya di dalam sesuatu masyarakat, namun mampu berkembang
dengan ciri kekhususan itu.

Indonesia di mata dunia terkenal dengan negara yang memiliki sistem demokrasi yang
sangat baik, namun dengan demokrasi ini justru memicu timbulnya intoleransi yang tak
terbelenggu, tak terkecuali tindakan intoleransi besar-besaran terhadap kaum minoritas seperti
kaum LGBT. LGBT adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Di
Indonesia khususnya di beberapa daerah tertentu umumnya menolak keras keberadaan LGBT.
Maka ketika membicarakan mengenai hak-hak dasar warga negara, komunitas LGBT banyak
menemukan kesulitan dan benturan sosial. Terlebih lagi jika kita melihat adat istiadat di
Indonesia dan masyarakat yang berpegang teguh kepada doktrin keagamaan yang konservatif.
Kaum LGBT dan mereka yang menyuarakan hak-hak dasar komunitas kaum LGBT seringkali
dianggap sebagai perusak agama dan penyebab turunnya azab Tuhan. Maka dari itu, tidak
sedikit masyarakat yang membenci, menolak, takut, merasa jijik, bahkan mengucilkan dan
menjauhi orang-orang LGBT.

Fenomena ini membuktikan dengan jelas bahwa masyarakat Indonesia sulit

memberikan ruang untuk pemenuhan hak-hak kelompok LGBT ini sebagai bagian dari warga
negara Indonesia. Berbagai pelanggaran HAM mereka dapati, mulai dari kekerasan verbal
seperti cibiran, hingga kekerasan fisik seperti disiram air, ditelanjangi, bahkan dibunuh masih
terjadi, apalagi mereka yang dari kalangan transgender atau waria.
 Dalam menanggapi LGBT di Indonesia, muncul berbagai pro dan kontra mengenai
golongan LGBT. Mereka yang pro menyatakan, bahwa negara dan masyarakat harus
mengkampanyekan prinsip non diskriminasi antara lelaki, perempuan, transgender, pecinta
lawan jenis (heteroseksual) maupun pecinta sesama jenis (homoseksual). Pembenaran perilaku
LGBT juga dapat terjadi melalui peristiwa kehidupan yang dialaminya. Lingkungan yang tidak
diharapkan juga dapat memicu pelarian kepada perilaku yang menyimpang sebagai ekspresi
penolakan. Seseorang dapat menjadi homoseksual dikarenakan keluarga yang tidak harmonis,
misalnya figur bapak sebagai laki-laki yang kejam membuat seseorang dapat menjadi
homoseksual serta faktor lingkungan (konstruksi sosial) sangat mempengaruhi perkembangan
seorang anak, termasuk pembentukan atau pemilihan orientasi seksualnya. Bagaimana
interaksi orang tua mengasuh anak, hubungan antar keluarga, lingkungan pergaulan dan
pertemanan, semuanya dapat menjadi perantara penyebaran LGBT.

Masyarakat yang menerima keberadaan LGBT berpendapat bahwa LGBT bukanlah

sebuah penyakit karena mereka menganggap itu ialah kondisi alami yang muncul akibat faktor
biologis atau bawaan sejak lahir. Mereka juga tidak mempermasalahkan keberadaan LGBT
selama mereka bisa menjaga sikap dan berperilaku baik di masyarakat. Masyarakat yang
berinteraksi langsung dengan LGBT dalam pekerjaan maupun pernah bekerja sama atau pun
menggunakan jasa LGBT tidak menolak keberadaan mereka di dalam bidang pekerjaan
tertentu. Menurut dari berbagai masyarakat, LGBT berhak dan bisa bekerja dimana pun yang
sesuai dengan keahlian mereka.

Sebaliknya, mereka yang kontra menyatakan, bahwa negara dan masyarakat harus
berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan upaya preventif terhadap gejala LGBT yang
akan membahayakan generasi masa depan Indonesia. Oleh sebab itulah, posisi strategis
pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan untuk menangani polemik LGBT secara langsung
agar tak terjadi disintegrasi bangsa. Banyak juga orang yang melihat LGBT sebagai sesuatu
hal yang menyimpang karena bertentangan dengan ajaran agama dan penyakit karena menular
dan terkait dengan hubungan seksual yang berisiko. Hal tersebut dianggap menyeramkan
karena terkait dengan hubungan seksual yang menyimpang dan penyakit yang ditimbulkannya
(HIV). Kenapa sebagian besar masyarakat tidak setuju dengan perkawinan sejenis yang
bertentangan dengan agama karena masyarakat kebingungan dengan bentuk keluarga mereka
nantinya akan bagaimana.
 Sebagian besar masyarakat menolak keberadaan LGBT, khususnya di sekitar
lingkungan rumah. Masyarakat umumnya melihat keberadaan LGBT sebagai suatu hal yang
negatif, abnormal, dan kesalahan. penolakan dan pandangan tersebut didasarkan atas ajaran
agama yang dianut sebagian besar oleh masyarakat di Indonesia dan juga karena ada anggapan
kuat bahwa Indonesia ialah negara religius. Selain itu juga, minimnya interaksi atau informasi
tentang LGBT juga semakin menguatkan pandangan tersebut. Selama ini informasi yang
diterima adalah LGBT orang-orang yang melulu berkaitan dengan perbuatan dosa.

Kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang beragama dan berbudaya. Ada dua hal
yang menghimpit kaum LGBT, yaitu : antara norma dan keadilan. Bagi kaum LGBT norma
dan keadilan tidak dapat serta merta berjalan beriringan, keberadaan mereka yang dianggap
berbeda oleh masyarakat “normal” lainnya dianggap tidak sesuai dengan norma agama dan
budaya. Bagi sebagian besar masyarakat individu atau kelompok orang yang kebiasaan dan
budayanya tidak sesuai dengan norma tidak berhak untuk mendapatkan keadilan dalam setiap
segi kehidupan mereka. Hal inilah yang pada akhirnya timbul sikap diskriminatif dan kekerasan
yang seringkali ditujukan kepada kaum LGBT, tidak hanya dari masyarakat Namun juga aparat
penegak hukum.

Merespon maraknya LGBT, masyarakat harus mampu mengembangkan kewaspadaan

sosialnya. Begitu Pula negara tidak bisa lepas tangan dan berlindung di balik penghargaan
terhadap hak asasi warga negara. Dimana masyarakat Indonesia dengan kultur timur yang
menjunjung religiusitas, sangat tegas dan keras melarang segala bentuk praktik LGBT berdasar
ketentuan hukum, perundang-undangan, nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan
umum, dan keutuhan bangsa. Berbagai tontonan yang tidak layak dan melegitimasi perilaku
LGBT harus dievaluasi kembali. Oleh karena itu, Negara memiliki kewajiban untuk menjaga
nilai-nilai dan standar moral yang dianut oleh publik mayoritas.