LP Ileus Paralitik
LP Ileus Paralitik
A. Konsep Teori
a. Definisi Penyakit
Ileus paralitik adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus yang sama sekali
menutup atau mengganggu jalannya isi usu (Emedicine,2009).
Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom
mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong
isi sepanjang usus. Contohnya amyloidosis, distrpo otot, gangguan endokrin seperti
diabetes melitus atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson
(Mansjoer,2011).
Ileus paralitik adalah gangguan pergerakan usus akibat kelumpuhan otot usus.
Tergantung pergerakan usus membuat makanan tidak dapat dicerna, sehingga
terjadi penyumbatan di usus. Penyumbatan atau obstruksi usus akibat ileus paralitik
sering disebt dengan pseudo obstruction. Ileus paralitik akan menyebabkan
penumpukan makanan di dalam usus. Akibatnya, penderita dapat mengalami
sembelit, gelisah, mual, dan muntah (Tim,Et Al, 2017).
Dri beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ileus paralitik
merupakan suatu gangguan pergerakan pada usus yang diakibatkan kelumpuhan
otot usus dan tergantung pergerakan usus membuat makanan tidak dapat dicerna
sehingga terjadinya penyumbatan di usus.biasanya timbul mendadak dengan nyeri
sebagai keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak (mengalami motilitas) dan
menyebabkan pasien tidak dapat buang air besar).
b. Etiologi
Menurut (Behm, 2003) risiko terjadinya ileus biasanya terjadi akibat
pascabedah abdomen, tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung
peningkatan risiko terjadinya ileus paralitik, diantaranya :
1) Sepsis.
2) Obat-obatan (misalnya : opioid, antasid, coumarin, amitriptyline,
chlorpromazine).
3) Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia, hipomagnese-
mia, hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas).
4) Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat.
5) Infark miokard.
6) Pneumonia.
7) Trauma (misalnya : patah tulang iga, cedera spina), Bilier dan ginjal kolik.
8) Cedera kepala dan prosedur bedah saraf.
9) Inflamasi intra abdomen dan peritonitis.
Raissy Amallya Faj’ri
c. Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara : pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin
pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya), dan pada
tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-
neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat
menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastro intestinal,
namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis
bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya
mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal vasoaktif
dan beberapa peptide lainnya. Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi
usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh
penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik
dimana peristaltic dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik
peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Perubahan pato-fisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang
tersumbat secara progresif akan tergang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang
ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke
dalam saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorbs dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus
Raissy Amallya Faj’ri
d. Pathway
WOC Ileus Paralitik
Etiologi : Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah serat, Pascabedah abdomen, Sepsis (terjadi ketika bahan kimia yang dilepaskan
didalam aliran darah untuk melawan infeksi memicu peradangan di seluruh tubuh, Obat-obatan, Gangguan elektrolit, metabolik, bilier dan
ginjal kolik, Infark miokard, Pneumonia, Inflamasi intra abdomen dan peritonitis, Hematoma retroperitoneal (kumpulan darah ini bisa
berukuran setitik kecil, tapi bisa juga berukuran besar dan menyebabkan pembengkakan)
Obstruksi usus
4. Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans muskuler.
f. Pemeriksaan penunjang
g. Komplikasi
Menurut (Brunner dan Suddarth, 2001) Komplikasi pasien dengan ileus
paralitik di antaranya:
1. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ
intra abdomen.
2. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
3. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
6
4. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
5. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi.
6. Pneumonia aspirasi dari proses muntah.
7. Nekrosis usus.
8. Gangguan elektrolit, refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen.
Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta
menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah.
h. Penatalaksanaan
Adapun beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
kondisi ileus paralitik yaitu sebagai berikut
1. Intravenous fluid and electrolyte
a. Terapi Na+, K+, komponen darah.
b. Ringer laknat untuk mengoreksi kekurangan cairan intestinal.
c. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler.
2. Puasa
3. Penghisapan nasointestinal
4. Indikasi intervensi bedah
a. Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, vovulusm dan jenis
obstruksi kolon.
b. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
c. Operasi dilewati dengan laparotomi kemudian disusul dengan Teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi melaluai laparotomi.
5. Dipasang kateter urine untuk menghitung balance cairan.
6. Analgesic apabila nyeri.
7. Antibiotik untuk bakteri aerob dan anaerob.
8. Dekompresi usus melalui selang nasogastik (NGT)
7
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, suku, bangsa, tangal MRS, nomor
CM, Penanggung Jawab.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pada keluhan utama biasanya pasien dengan ileus paralitik pada umumnya
akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus
menerus, abdomen tegang dan kaku. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus
diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). P : Apa yang
menyebabkan timbulnya keluhan. Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien,
apakah hilang, timbul atau terus- menerus (menetap). R : Di daerah mana
gejala dirasakan. S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan
memakai skala numeric 1 s/d 10. T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor
yang memperberat dan memperingan keluhan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien ileus paralitik terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan
tanpa adanya obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu
dan gagal untuk mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong
terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus. Meskipun
ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang
paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi
yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal
spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang
berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus
adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien ileus paralitik
biasanya perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama,
riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obatobatan.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada keluarga klien ada atau tidak gambaran keadaan kesehatan keluarga dan
penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota
keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga
mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan.
5. Riwayat Psikososial
8
Perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
Pada klien dengan ileus paralitik sering muncul masalah ansietas yang
disebabkan karena proses penyakit. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas,
dan takut.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Pasien tampak Lemah, kesadaran menurun sampai syok hipovolemi, tanda-
tanda vital meningkat, suhu (39°C), pernapasan (24x/mnt), nadi (110x/mnt)
tekanan darah (130/90 mmHg).
2. Pemeriksaan B1-B6
a) Pernafasan (B1: Breathing)
Pada klien ileus paralitik di sistem pernafasan biasanya terjadi
peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal. Pada palpasi,
denyutan jantung teraba cepat, ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun. Pada perkusi didapatkan suara timpani. Pada
auskultasi napas pendek dan dangkal.
b) Kardiovaskuler (B2:Blood)
Pada klien ileus paralitik sering didapatkan adanya perfusi jaringan dan
asidosis metabolik menurun, penurunan volume darah dikarenakan
ketidakmampuan mengabsorbsi cairan oleh kolon dan menyebabkan
dehidrasi. Sehingga dapat terjadi syok hipovolemik karena tidak ada
absorbsi cairan. Pada pemeriksaan jantung IPPA didapatkan yaitu :
Inspeksi : pasien tampak pucat, gelisah
Palpasi : biasanya Takikardia, hipotensi (tanda syok )
Perkusi : Perkusi berguna untuk menetapkan batas jantung,
terutama pada pembesaran jantung.
Asukultasi : suara jantung normal S1 lup, S2 dup, tidak ada suara
jantung tambahan.
c) Persyarafan (B3: Brain)
Pada klien ileus paralitik di sistem persyarafan biasanya terjadi nyeri
melilit dari perut sekitar pusar (supra umbilikus) menyebar ke bagian
atas. Nyeri ringan sampai dengan berat pada saat mengalami ileus
9
paralitik dikarenakan respon sensitivitas nyeri mengenai ujung-ujung
saraf dan respon tersebut ditransmisikan ke otak. Manifestasi sistem
saraf pusat dapat terjadi berkisar dari sakit kepala, sampai koma,
hingga kematian. Pasien juga akan mengalami kecemasan terhadap
perubahan status kesehatannya dikarenakan adanya respon psikologis
menyebabkan pasien gelisah karena distensi abdomen.
d) Perkemihan (B4: Bladder)
Pada klien ileus paralitik di sistem perkemihan biasanya terjadi
dehidrasi karena kekurangan volume cairan yang menyebabkan
ketidakmampuan mengabsorbsi cairan oleh kolon dan menyebabkan
dehidrasi, intake yang tidak adekuat, ketidakmampuan defekasi dan
flatus, dan perubahan warna urine dan feces.
e) Pencernaan (B5: Bowel)
Pada klien ileus paralitik di sistem pencernaan menurut (Alo Medika,
2017) biasanya terjadi gangguan eliminasi fekal (konstipasi),
anoreksia,mual/muntah, distensi abdomen, perut kembung, bising usus
lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali,
ketidakmampuan defekasi dan flatus dikarenakan akibat kelumpuhan
otot usus, sehingga terjadi penyumbatan gangguan pergerakan usus
dalam mencerna makanan. Pada pemeriksaan abdomen dapat
dilakukan IAPP didapatkan yaitu :
Inspeksi : dapat berupa bekas luka operasi pembedahan
abdomen, muntah berwarna hitam dan feces warna hitam, konsistensi
keras.
Auskultasi : bising usus lemah dan jarang bahkan dapat tidak
terdengar sama sekali.
Perkusi : akan terdengar suara hipertimpani akibat dari gas yang
terperangkap dalam usus, biasanya perut kembung.
Palpasi : mengalami nyeri tekan, distensi abdomen (tegang dan
kaku), pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada
perutnya.
f) Tulang, otot dan integument (B6: Bone)
Pada klien ileus paralitik di tulang, otot dan integument biasanya
terjadi kelelahan, kekuatan otot menurun, kesulitan ambulasi, turgor
10
kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah dan penggunaan otot bantu
nafas yang lama pasien terlihat keletihan/kelemahan, sering didapatkan
intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL (Activity Day
Living).
c. Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efktif (D.0005)
2. Defisit nutrisi (D.0019)
3. Nyeri akut (D.0077)
4. Konstipasi (D.0049)
5. Hipovolemia (D.0023)
6. Ansietas (D.0080)
d. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Tujuan Intervensi
(PPNI, 2017) (PPNI, 2018) (PPNI, 2018)
1 Pola Nafas Tidak Pola Nafas (L.01004 Manajemen jalan napas
Efektif (D.0005) (I.01011)
Setelah dilakuakn tindakan Definisi: mengidentifikasi
Definisi: inspirasi keperawatan, diharapkan pola dan mengelola kepatenan
dan/atau ekspirasi nafas normal/ membaik, dengan jalan napas
yang tidak kriteria hasil :
memberikan 1. Dispepsia membaik Observasi:
ventilasi adekuat 2. Penggunaan otot bantu - Monitor pola napas
nafas membaik (frekuensi, kedalaman
3. Pemanjangan fase ekspirasi - Monitor bunyi napas
membaik.
tambahan (mis.
4. Frekuensi napas membaik.
5. Kedalaman nafas membaik. Gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik:
- Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-thilt dan chin-lift
(jaw thrust jika curiga
cedera trauma servikal)
- Posisikan semi fowler
atau fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
11
- Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi:
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. Defisit nutrisi Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi
(D.0019) (I.03119)
Setelah dilakuakn tindakan Definisi: mengidentifikasi
Definisi: Asupan keperawatan, diharapkan status dan mengelola asupan nutrisi.
nutrisi tidak cukup nutrisi terpenuhi, dengan kriteria
untuk memenuhi hasil : Observasi:
kebutuhan 1. Porsi makan yang
metabolisme. dihabiskan meningkat. - Identifikasi status nutrisi.
2. Tidak terjadi penurunan - Identifikasi alergi dan
Berat badan intoleransi makanan.
3. IMT dalam batas normal.
- Identifikasi perlunya
4. Nafsu makan meningkat.
penggunaan selang
nasogastric.
- Monitor asupan
makanan.
- Monitor berat badan.
Terapeutik:
- Lakukan oral hygiene
sebelum makan, Jika
perlu.
- Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai.
- Hentikan pemberian
makanan melalui selang
nasogastric jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi:
- Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
- Ajarkan diet yang
diprogramkanelaskan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
12
nutrien yang dibutuhkan.
3 Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) Definisi: mengidentifikasi
Setelah dilakuakn tindakan dan mengelola pengalaman
Definisi: sensorik atau emosional yang
keperawatan, diharapkan rasa berkaitan dengan kerusakan
Pengalaman sensorik
atau emosional yang nyeri dapat berkurang, dengan jaringan atau fungsional
berkaitan dengan dengan onset mendadak atau
kriteria hasil : lambat dan berintensitas
kerusakan jaringan
actual atau 1. Keluhan nyeri ringan hingga berat dan
fungsional, dengan berkurang. konstan.
onset mendadak atau 2. Meringis berkurang.
lambat dan 3. Sikap protektif menurun. Observasi:
berintensitas ringan 4. Gelisah menurun. - Identifikasi lokasi,
hingga berat yang 5. Kesulitan tidur karakteristik,durasi,
berlangsung kurang berkurang. frekuensi, kualitas,
dari 3 bulan. 6. Frekuensi nadi
intensitas nyeri.
menurun..
- Identifikasi skala nyeri.
- Identifikasi respons nyeri
non verbal.
- Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri.
- Identifikasi penetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri.
- Identifikasi penaruh
nyeri pada kualitas
hidup.
- Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan.
- Monitor efek samping
penggunaan analgesik.
Terapeutik:
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
- Fasilitas istirahat dan
tidur.
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
- Pertimbangan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemeliharaan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi:
- Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri.
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
- Ajarkan teknik
13
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
- Anjurkan menggunakan
anasgetik secara tepat.
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
Edukasi:
- Jelaskan etiologi
masalah dan alas an
tindakan.
- Anjurkan peningkatan
asupan cairan, jika tidak
ada kontraindikasi.
- Latih buang air besar
secara teratur.
- Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi.
14
Kolaborasi
- Konsultasi dengan tim
medis tentang
penurunan/ peningkatan
frekuensi suara usus.
- Kolaborasi pengunaan
obat pencahar, jika
perlu.
5 Hipovelemia Status Cairan (L.03028) Manajemen Hipovolemia
(D.0023) (I.03116)
Setelah dilakuakn tindakan
Definisi: Penurunan keperawatan, diharapkan status Definisi: mengidentifikasi
volume cairan cairan membaik, dengan kriteria dan mengelola kelebihan
intravascular, hasil : volume cairan intravaskuler
interstisial, dan/atau 1. Kekuatan nadi dan ekstraseluler serta
intraselular. meningkat. mencegah terjadinya
2. Turgor kulit membaik. komplikasi.
3. Output urine meningkat.
4. Tekanan darah batas Observasi:
normal.
5. Membrane mukosa - Periksa tanda dan gejala
membaik. hypovolemia (mis.
Frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba
lemah,tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit
menurun,membrane
mukosa kering, volume
urine menurun,
hematocrit meningkat,
haus dan lemah).
- Monitor intake dan
output cairan.
Terapeutik:
- Hitung kebutuhan cairan.
- Berikan posisi modified
Trendelenburg.
- Berikan asupan cairan
oral.
Edukasi:
- Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral.
- Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis.
Nacl, RL).
- Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
Glukosa 2,5%, Nacl
0,4%)
15
- Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
Albumin, plasmanate.
- Kolaborasi pemberian
produk darah.
6 Ansietas (D.0080) Status Kenyamanan (L.08064) Terapi Relaksasi (I.09326)
Definisi: Menggunakan
Definisi: Kondisi Setelah dilakuakan tindakan teknik peregangan untuk
emosi dan mengurani tanda dan gejala
keperawatan, diharapkan ketidak nyamanan seperti
pengalaman
subyektif individu statusansietas menurun, dengan nyeri, ketegangan otot, atau
terhadap objek ynag kecemasan.
kriteria hasil :
tidak jelas dan
spesifik akibat 1. Verbalisasi kebingungan Observasi:
antisipasi bahaya menurun. - Identifikasi penurunan
yang memungkinkan 2. Verbalisasi khawatir tingkat energy,
indivisu melakukan akibat kondisi yang di ketidakmampuan
tindakan untuk hadapi menurun.
berkonsentrasi, atau
menghadapi 3. Perilaku tegang
ancaman, menurun. gejala lain yang
4. Konsentrasi meningkat. menganggu kemampuan
5. Pola tidur membaik. kognitif.
6. Pucat tidak ada. - Identifikasi teknik
7. Tekanan darah relaksasi yang pernah
membaik. efektif digunakan.
8. Frekuensi pernafasan
- Identifikasi kesediaan,
normal
Frekuensi nadi normal. kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya.
- Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum
dan sesudah latihan.
- Monitor respons
terhadap terapi relaksasi.
Terapeutik:
- Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan.
- Berikan informasi
tertulis tentang persiapan
dan prosedur teknik
relaksasi.
- Gunakan pakaian
longgar.
- Gunakan nada suara
lembut dengan irama
lambat dan berirama.
- Gunakan relaksasi
sebagai strategi
16
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi:
- Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis,
relaksasi yang tersedia
(mis. music, meditasi,
napas dalam, relaksasi
otot progresif).
- Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih.
- Anjurkan mengambil
psosisi nyaman.
- Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi.
- Anjurkan sering
mengulang atau melatih
teknik yang dipilih’.
- Demonstrasikan dan
latih teknik relaksasi
(mis. napas dalam,
pereganganm atau
imajinasi terbimbing )
e. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan yang
dilakukan secara mandiri maupun dengan kolaborasi dengan multidisiplin yang lain.
Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada pasien
dan berorientasi pada tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dimana tindakan dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana digambarkan dalam
rencana yang sudah dibuat (partisia et al., 2020).
f. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
membandingkan tindakan keperawatan yang di lakukan terhadap hasil yang
diharapkan. Evaluasi juga dilakukan untuk mengidentifiksi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi, perawat
seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon
terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang
17
tujuan yang ingin dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan
keperawatan dalam kriteria hasil (Partisia et al., 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Cetakan II. Jakarta :
Salemba Mardika.
Behm B, Stollman N. Postoperative Ileus: Etiologies and Interventions. Clinical
gastroenterology and hepatology 2003;1:71-80. Available at:
http://www.usagiedu.com/articles/ileus/ileus.pdf diakses pada tanggal 30
September 2020.
Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC.
Brunner & suddarth.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Volume 2. Jakarta : EGC.
Emiliana. 2019. Asuhan Keperawatan Tn. Y. F. dengan Ileus Paralitik di ruang Komodo
RSUD Prof. Dr.W.Z. Johannes Kupang. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang.
(Karya Tulis Ilmiah).
Mansjoer, Arif, dkk. (2011). Kapita Seleka Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.
Mubarak, Wahid Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.
Partisia, I., Juhdeliena,J., Kartika,L., Pakpahan, M., Siregar, D., Biantoro, B., Hutapea, A.
D., Khusniyah, Z., & Sihombing, R. M (2020) Asuhan Keperawatan Dasar Pada
Kbutuhan Manusia (Edisi I). Yayasan Kita Menulis. (diakses tanggal 28 juni 2021,
jam 09.46).
Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental , Buku 1 Edisi 7. Jakarta: EGC.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan 3 REVISI) 1 ed.). Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II)1ED.). Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan ((Cetak II) ed 1.). Jakarta : DPP PPNI.
18
Tim, et al. (2017). Ileus in Adults. Dtsch Arztebl Int, 114, pp. 29-30.
19