LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN DIAGNOSA BATU URETRA
Disusun oleh :
BASYIROTUL HIDAYAH
(2204014)
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
PURWODADI
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR BATU URETER
1. Definisi
Batu Ureter adalah proses tebentuknya kristal-kristal batu pada saluran
perkemihan (Mulyani, 2019). Batu ureter merupakan suatu keadaan terdapatnya
batu (kalkulu) di saluran kemih. Batu ureter merupakan suatu keadaan
terjadinya penumpukan oksalat, kalkulu (batu ginjal) pada ureter, kandung
kemih atau pada daerah ginjal. Batu ureter merupakan obstruksi benda padat
pada saluran kemih yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan
senyawa tertentu (Silalahi, 2020).
2. Etiologi
Menurut Zamzami (2018) terdapat beberapa faktor yang mendorong
pembentukan batu ureter :
a. Peningkatan kadar kristaloid pembentuk batu dalam urine.
b. pH urine abnormal rendah atau tinggi.
c. Berkurangnya zat-zat pelindung dalam urine.
d. Sumbatan saluran kencing dengan statis urine.
Disamping itu, terdapat pula tiga faktor utama yang harus dipertimbangkan
untuk terjadinya batu ureter yaitu retensi partikel urin, supersaturasi urin dan
kekurangan inhibitor kristalisasi urin. Kelebihan salah satu faktor ini
menyebabkan batu saluran kemih.
Sedangkan menurut Harmilah (2020) pembentukan batu di saluran kemih
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor
endogen adalah faktor genetik seperti hipersistinuria, hiperkalsuria primer,
hiperoksaluria primer, sedangkan faktor eksogen meliputi lingkungan,
makanan, infeksi dan kejenuhan mineral didalam air minum.
3. Klasifikasi
Menurut Mulyanti (2019), berdasarkan lokasi tertahannya batu (stone),
batu saluran kemih dapat diklasifikasikan menjadi beberapa :
a. Nefrolithiasis (batu ginjal)
Nefrolithiasis merupakan salah satu penyakit ginjal, dimana terdapat batu
didalam pelvis atau kaliks dari ginjal yang mengandung komponen kristal
dan matriks organik (Fauzi & Putra, 2016).
b. Ureterolithiasis (batu ureter)
Ureterolithiasis adalah pembentukan batu pada saluran kemih yang
disebabkan oleh banyak faktor seperti gangguan aliran urin, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan lainnya (idiopatik)
(Prihadi, dkk, 2020).
c. Vesikolithiasis (batu kandung kemih)
Vesikolithiasis merupakan dimana terdapat endapan mineral pada kandung
kemih. Hal ini terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak baik
sehingga urine mengendap dikandung kemih (Prihadi,dkk, 2020).
4. Patofisiologi
Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urin dan menyebabkan
obstruksi, salah satunya adalah status urin dan menurunnya volume urin akibat
dehidrasi serta ketidakadekuatan intake vairan, hal ini dapat meningkatkan
resiko terjadinya urolithiasis. Rendahnya aliran urin adalah gejala abnormal
yang umum terjadi selain itu, berbagai kondisi pemicu terjadinya urolithiasis
seperti komposisi batu yang beragam menjadi faktor utama bekal identifikasi
penyebab urolithiasis. Pada umumnya urolithiasis. Pada umumnya urolithiasis
terjadi akibat berbagai sebab yang disebut faktor resiko.
Terapi dan perubahan gaya hidup merupakan intervensi yang dapat mengubah
faktor resiko, namun ada juga faktor resiko yang tidak dapat diubah seperti
jenis kelamin, pasien dengan urolithiasis umumnya terjadi pada laki-laki 70%-
81% dibandingkan dengan perempuan 47%-60%, salah satu penyebabnya
adalah adanya peningkatan kadar hormon testosteron dan penurunan kadar
hormon estrogen pada laki-laki dalam pembentukan batu (Vijaya et,al. 2013).
Umur, urolithiasis banyak terjadi pada usia dewasa dibanding usia tua, namun
bila dibandingkan dengan usia anak0anak maka usia tua lebih sering terjadi.
Riwayat keluarga, pasien yang memilki riwayat keluarga dengan urolithiasis
ada kemungkinan membantu dalam proses pembentukan batu saluran kemih
pada pasien (25%) hal ini mungkin disebabkan karena adanya peningkatan
produksi jumlah mucoprotein pada ginjal atau kandung kemih yang dapat
membentuk kristal dan membentuk menjadi batu atau kalkuli.
Faktor lingkungan, faktor yang berhubungan dengan lingkungan seperti letak
geografis dan iklim. Beberapa daerah menunjukkan angka kejadian urolithiasis
lebih tinggi daripada daerah lain (Purnomo, 2012). Pekerjaan, yang menuntut
untuk bekerja di lingkungan yang bersuhu tinggi serta intake cairan yang
dibatasi atau terbatas dapat memacu kehilangan banyak cairan dan merupakan
resiko terbesar dalam proses pembentukan batu karena adanya penurunan
jumlah volume urin. Cairan asupan dikatakan kurang apabila <1 liter/hari,
kurangnya intake cairan inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya
urolithiasis khususnya nefrolithiasis karena hal ini dapat menyebabkan
berkurangnya aliran urin/volume urin (Colella et.al, 2015).
2. Pathway
Faktor endogen (genetik), faktor eksogen (lingkungan, makanan, infeksi, kejenuhan mineral dan air minum
Penurunn cairan ke ginjal, urin menjadi pekat
Terjadi pengendapan mineral menjadi kristal dan membentuk nukleus dan menjadi batu
Batu ureter
Pre Operasi Intra operasi Post Operasi
obstruksi saluran kemih obstruksi
terbentuknya batu pada saluran kemih aliran darah ke seluruh tubuh berkurang
hambatan aliran urine
hambatan aliran urin
pasien mengeluh nyeri perut gangguan pada masalah pergerakan
hidronefrosis
peningktan tekanan hidrostatik
peristaltik otot polos uereter dan penegangan syaraf
5. Manifestasi Klinik
Gangguan Anastesi
mobilitas fisik
a. Nyeri/kolik
Gangguan eliminasi urinepenurunan
Nyeri biasanya muncul jika pasien kekurangan cairan tubuh, dengankekuatan
rata- ekstremitas
Pembedahan
rata skala nyeri yang dirasakan 8-10 diikuti dengan mual, wajah pucat, dan
Nyeri akutkeringat dingin. Resiko Jatuh
b. Gangguan pola berkemih Resiko infeksi
Pasien merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu (Harmilah, 2020).
Disuria, hematuria dan pancaran urin yang menurunkan merupakan gejala
yang sering mengikuti nyeri. Terkadang urin yang keluar tampak keruh dan
berbau.
c. Demam
d. Gejala gastrointestinal
Gejala gastrointestinal ini akibat refleks retrointestinal dan proksimitas
anatomis ureter ke lambung, pankreas, dan usus besar (Harmilah, 2020).
Meliputi mual, muntah, diare dan perasaan mual diperut berhubungan
dengan refleks reointestinal dan penyebaran saraf (ganglion coleatic) antara
ureter dan intestinal.
6. Komplikasi
a. Obstruksi aliran urin yang menimbulkan penimbunan urin pada ureter
(Mulyanti, 2019) dan refleks kebagian ginjal sehingga menyebabkan gagal
ginjal (Harmilah, 2020).
b. Penurunan sampai kerusakan fungsi ginjal akibat sumbatan yang lama
sebelum pengobatan dan pengangkatan batu ginjal (Harmilah, 2020).
Gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan kenaikan kadar ureum dan
kreatinin darah, gangguan tersebut bervariasi dari stadium ringan sampai
timbulnya sindroma uremia dan gagal ginjal, apabila keadaan sudah stadium
lanjut bahkan bisa mengakibatkan kematian (Haryadi, 2020).
c. Infeksi akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi
(Harmilah, 2020).
d. Bakteriuria asimptomatik, ISK, serta sepsis (Ruckle, dkk, 2020).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis
Warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan adanya
sel darah merah, sel darah putih, dan kristal (sistin, asam urat, kalsium
oksalat), serta serpihan mineral, bakteri, pH urin asam (meningkat sistin dan
batu asam urat) atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat amonium atau
batu kalsium fosfat.
b. Urin 24 jam
Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
c. Kulture urin
Menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococcus aureus, proteus,
klebsiela, pseudomonas).
d. Survei biokimia
Peningkatan kadar magneisum, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan
elektrolit.
e. Kadar klorida dan bikarbonat serum
Peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan
terjadinya asidosis tubulus ginjal.
f. Hitung darah lengkap
Sel darah putih mungkin meningkat, menunjukkan infeksi/septikemia.
g. Sel darah merah
Biasanya normal.
h. Hb, Ht
Abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisistemia terjadi (mendorong
presipitasi pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi ginjal).
i. Foto rontgen
Menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomis pada area ginjal dan
sepanjang ureter.
j. IVP
Memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri abdominal
atau panggul. Menunjukkan abdomen pada struktur anatomis (distensi
ureter) dan garis bentuk kalkuli.
k. Sistoureteroskopi
Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu dan
efek obstruksi.
l. CT Scan
Mengidentifikasi/menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter, dan
distensi kandung kemih.
m. USG Ginjal
Menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
8. Penatalaksanann
a. Konservatif
b. Terapi farmakologi
c. Indikasi pengangkatan batu ureter secara aktif
1) Kemungkinan kecil batu keluar secara spontan
2) Nyeri menetap walaupun sudah diberikan analgesik adekuat
3) Obstruksi persisten
4) Insufisiensi ginjal (gagal ginjal, obstruksi bilateral atau solitary kidney)
5) Kelainan anatomi ureter
d. Pilihan prosedur untuk pengangkatan batu ureter secara aktif
Secara keseluruhan dalam mencapai hasil kondisi bebas batu (stone free
rate) pada batu ureter, pertandingan antara URS dan SWL memiliki efikasi
yang sama. Namun, pada batu berukuran besar, efikasi lebih baik dicapai
dengan menggunakan URS. Meskipun penggunaan URS lebih efektif untuk
batu ureter, namun memilki risiko komplikasi lebih besar dibandingkan
SWL. Namun, era endourologi saat ini, rasio komplikasi dan morbiditas
secara signifikan menurun. URS juga merupakan pilihan aman pada pasien
obesitas (IMT >30kg/m2) dengan angka bebas batu dan rasio komplikasi
yang sebanding. Namun, pada pasien sangat obesitas (IMR >35kg/m2)
memilki peningkatan rasio 2 kali lipat. Namun, URS memilki tingkat
pengulangan terapi yang lebih rendah dibanding SWL, namun membutuhkan
prosedur tambahan (misal penggunaan DJ Stent), tingkat komplikasi yang
lebih tinggi, dan masa rawat yang lebih panjang. Obesitas juga dapat
menyebabkan rendahnya tingkat keberhasilan SWL (Noegroho et.al, 2018).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas klien
Kaji nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan , pekerjaan, alamat,
pekerjaan, tanggal masuk, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2) Identitas penanggung jawab
Kaji nama, umur, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, dan hubungan
dengan klien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhuhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien pada saat dilakukan pengkajian
secara subyektif.
2) Riwayat Kesehatan Sekerang
Riwayat kesehatan yang dimuali dari awal timbulnya gejala yang
dirasakan sehingga membuat klien mencari bantuan pelayanan baik
medik maupun perawatan.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan yang pernah diderita oleh klien, baik penyakit
maupun perilaku yang berhubungan dengan atau yang dapat
menyebabkan keadaan sekarang.
4) Riwayat Kesehatan keluarga
Mengkaji anggota keluarga ada atau tidak yang menderitA penyakit
yanga sama seperti yang diderita klien saat ini saat ini oleh karena faktor
herediter/genetik maupun penyakit menular.
c. Pengkajian Pola Fungsional Virginia Henderson
1) Kebutuhan bernafas dengan normal
2) Kebutuhan nutrisi adekuat
3) Kebutuhan eliminasi
4) Kebutuhan keseimbangan dan gerak
5) Kebutuhan istirahat dan tidur
6) Kebutuhan mempertahankan temperatur tubuh
7) Kebutuhan personal hygiene
8) Kebutuhan berkomunikasi
9) Kebutuhan spiritual
10) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
11) Kebutuhan bekerja
12) Kebutuhan rekreasi
13) Kebutuhan belajar
d. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran : Kesadaran cukup atau menurun
2) Kepala : Normal atau abnormal
3) Wajah : Tampak pucat atau tidak,tampak lemas atau tidak,dll
4) Mata : Mata cekung atau cowong,air mata kering atau tidak,dll
5) Mulut & Bibir: Mukosa bibir kering atau lembab, lidah putih atau
tidak,dll
6) Hidung : Normal atau abnormal
7) Leher : adanya pembesaran kelenjar limfa atau tidak.
8) Dada
a) Paru-paru
Inspeksi : Bentuk, kesimetrisan.
Palpasi : Taktil fremitus ka/ki
Perkusi : Bunyi sonor (atau gangguan misal hipersonor pada pasien
tension pnemothoraks).
Auskultasi: Bunyi napas normal, atau ada bunyi napas tambahan
seperti ronchi atau weezing.
b) Jantung
Inspeksi : Bentuk perikordium simetris/tidak, ictus cordis
tampak/tidak
Palpasi : Pada keadaan normal ictus cordis dapat teraba pada
ruang intercosta kiri V, agak ke medial (2cm) dari linea midklavikula
kiri.
Perkusi : Lakukan perkusi dari arah lateral ke medial,
perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup.
Auskultasi : S1 dan S2 di area aortik di ICS 2, kanan dekat
sternum, area pulmonik di ICS 2 kiri dekat sternum.
c) Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut dan gerakan kulit pada abdomen saat
inspirasi dan ekspirasi, adakah benjolan umbilikus, asites atau tidak.
Auskultasi : Peristaltik usus berapa jumlah.....x/menit.
Perkusi : Bunyi timpani, hypertimpani, redup (tergantung
kuadran yang mana).
Palpasi : Ada nyeri tekan atau tidak, apakah ada masa.
9) Integumen : Turgor kulit < 2 detik atau tidak,adanya edema atau tidak,
adanya kelemahan otot atau tidak.
10) Berat badan : menurun atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut (D.0077)
b. Resiko Infeksi (D.0142)
c. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
3.Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)
Keperawatan Hasil (SLKI)
(SDKI)
1. Nyeri Akut Tingkat nyeri menurun Manajemen nyeri (I.08238)
(D.0077) (L.08066) Observasi :
-Keluhan nyeri menurun -Indikasi lokasi, karateristik, kolaborasi,
- Frekuensi nadi dalam frekuensi, kualitas,intensitas nyeri
batas normal -Identifikasi skala nyeri
-Pola nafas dalam batas
normal -Identifikasi respon nyeri non verbal
-Tekanan darah dalam
batas normal
Terapeutik:
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
TENS, terapi music, kompres
hangat/dingin)
- kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis,
suhu,ruangan, kebisingan )
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemeliharaan strategi meredakan
nyeri.
Edikasi:
- Jelaskan penyebab periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
2. Gangguan Eliminasi urine (L. Manajemen Eliminasi urin (I.04152)
eliminasi urin 04034) Observasi:
(D.0040) - Desakan berkemih - identifikasi tanda dan gejala retensi
menurun atau inkontinensia urin
- Distensi kandung - Identifikasi faktor yang
kemih menurun menyebabkan retensi atau
- Berkemih tidak inkontinensia urin
tuntas menurun - Monitor eliminasi urin
- Urin meneten
menurun Terapeutik :
- Catat waktu-waktu haluaran
berkemih
- Batasi asupan cairan, jika perlu
Edukasi:
- Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
- Ajarkan mengukur asupan cairan
dan haluaran urin
- Anjurkan minum yang cukup
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat dari
dokter
3. Gangguan Mobilitas fisik Dukungan mobilisasi (I.05173)
Mobilitas Fisik meningkat (L.05042) Observasi :
(D.0054) - pergerakan - identifikasi adanya nyeri atau
ekstremitas keluhan fisik lainnya
meningkat - monitor frekuensi jantung dan
- kekuatan oto tekanan darah sebelum memulai
meningkat mobilisasi
- nyeri menurun - monitor kondisi umum selama
- kelemahan fisik melakukan mobilisasi
meningkat Terapeutik :
- fasilitasi melakukan pergerakan, jika
perlu
- libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
- anjurkan melakukan mobilisasi dini
- ajarkan mobilisasi sederhana yang
dilakukan
4. Impelementasi Keperawatan
Impelemntasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. ( Potter & Perry, 2011).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang
ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus
diakhiri, dilanjutkan atau diubah (Kozier, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Colella, J, Kochis E, Galli B, M. R. (2015). Urolithiasis/Nephrolithiasis :
What’s It All About. 25 (26), 1-23
Fauzi, A., & Putra, M.M. A. (2016). Nefrolitiasis. Majority, 5(2), 69-73
Golzari, S.E. J., Soleimanpour, H., Rahmani, F., Mehr, N.Z Safari, S.,
Heshmat, Y., & Bakhtavar, H.E (2014). Therapeutic approaches for
renal colic in the emergency department : A review article.
Anesthesiology and Pain Medicine, 4(1).
https://doi.org/10.5812/aapm.16222
Harmilah. (2020). Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem perkemihan. Yogyakarta : PT Pustaka Baru.
Haryadi, D. (2020). CT-Scan Non Kontras Pada Pasien Batu Saluran
Kemih. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 2840291.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.272
Noegroho,B.S., Daryanto, B., Soebhali, B., Kadar, D. D., Soebadi, D. M.,
Hamiseno, D. W., ... Tarmano. (2018). Panduan penatalaksanaan
Klinis Batu Saluran Kemih. In Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI)
PPNI. (2018). SDKI, Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi I Cetakan III.
Jakarta : PPNI
PPNI. (2018). SIKI, Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi I Cetakan
II. Jakarta : PPNI
PPNI. (2018). SLKI, Definisi dan Kriteria Hasil.
Edisi I Cetakan II. Jakarta : PPNI