0% found this document useful (0 votes)
31 views7 pages

254-Article Text-1327-2-10-20230805

The document discusses the Green Revolution and modernization of agricultural technology for the development of organic farming. It analyzes the impacts of the Green Revolution in Indonesia, including increased food production but also environmental and social issues. It aims to identify and evaluate these impacts and discusses developing organic farming as an alternative.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
31 views7 pages

254-Article Text-1327-2-10-20230805

The document discusses the Green Revolution and modernization of agricultural technology for the development of organic farming. It analyzes the impacts of the Green Revolution in Indonesia, including increased food production but also environmental and social issues. It aims to identify and evaluate these impacts and discusses developing organic farming as an alternative.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 7

Seminar Nasional TREnD

Technology of Renewable Energy and Development


FTI Universitas Jayabaya Juni 2023

Revolusi Hijau Dan Modernisasi Teknologi Pertanian Untuk Pengembangan


Pertanian Organik
Fathnur1a *), Imran1b, Wahid1a dan Musyadik1c
1a,*
Pusat Riset Tanaman Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional
Cibinong Science Center Jl Raya Bogor–Jakarta, Cibinong Bogor Jawa Barat 166911, Indonesia
1b
Pusat Riset Tanaman Perkebunan Badan Riset dan Inovasi Nasional
Cibinong Science Center Jl Raya Bogor–Jakarta, Cibinong Bogor Jawa Barat 166911, Indonesia
1c
Pusat Riset Mikrobiologi Terapan Badan Riset dan Inovasi Nasional
Gedung Administrasi-Mikrobiologi, KST Soekarno Jl. Raya Jakarta-Bogor Km 46, Cibinong Bogor Jawa
Barat 166911, Indonesia

*)Corresponding : [email protected]

Abstract

The Green Revolution is one of the efforts to increase food production, especially in developing countries.
This study aims to identify and evaluate some of the impacts of the implementation of modernization of
agricultural technology in agricultural cultivation. On the other hand, the green revolution program has
several fundamental problems or weaknesses, especially from an ecological, health and socio-cultural
perspective. Therefore re-developed Organic farming. Agricultural development plays a strategic role in
the national economy. Agricultural development in Indonesia is directed towards sustainable agricultural
development, as part of the implementation of sustainable development. One of the challenges for
agricultural development in the future is to maintain sustainability in realizing food sovereignty and farmer
welfare. In addition, the achievement of sustainable agriculture has become a state commitment in
implementing the Sustainable Development Goals (SDGs). This study uses the method of studying literature
from newspapers and official reports, oral sources. The results of this study state that through the green
revolution, farmers are familiar with the use of artificial fertilizers, superior seeds, anti-pest pesticides,
and so on.

Abstrak

Revolusi Hijau merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi bahan pangan, khususnya di
negara-negara yang sedang berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
beberapa dampak dari implementasi modernisasi teknologi pertanian dalam budi daya pertanian. Disisi lain
program revolusi hijau terdapat beberapa persoalan mendasar atau kelemahan – kelemahan, terutama dari
sisi ekologi, kesehatan dan sosial budaya. Oleh karena itu dikembangkan kembali pertanian Organik.
Pembangunan pertanian berperan strategis dalam perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di
Indonesia diarahkan menuju pembangunan pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture), sebagai
bagian dari implementasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Salah satu tantangan
pembangunan pertanian ke depan adalah mempertahankan keberlanjutan untuk mewujudkan kedaulatan
pangan dan kesejahteraan petani. Selain itu, pencapaian pertanian berkelanjutan sudah menjadi komitmen
negara dalam rangka menerapkan Sustainable Development Goals (SDGs). Kajian ini menggunakan
metode studi literatur dari koran maupun laporan resmi, dan sumber lisan. Hasil kajian ini menyatakan
bahwa melalui revolusi hijau petani mengenal penggunaan pupuk buatan, benih unggul, pestisida anti
hama, dan sebagainya.

Kata kunci : Modernisasi, pertanian organik, revolusi hijau

TREnD - Technology of Renewable Energy and Development 124


Fathnur et al / Seminar Nasional TREnD (3) 2023 | 124 - 130

PENDAHULUAN

Green Agriculture merupakan strategi sistem produksi pertanian modern yang bersifat
ramah lingkungan, berkelanjutan dan produknya aman konsumsi, yang sekaligus dapat berfungsi
mendeferensiasi produk panen menggunakan brand khusus, sehingga produk dapat dijual dengan
harga premium. Pemasaran produk green food diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk
pertanian di pasar internasional maupun pasar domestik, dan menghindarkan penolakan produk
oleh importer di luar negeri. Indonesia perlu mengadopsi sistem “Indonesian Green Agriculture”,
dengan menyusun protokol “Pertanian Hijau Indonesia”, untuk selanjutnya diadopsikan pada
petani. Pada tahap awal Pertanian Hijau Indonesia disarankan diterapkan pada tanaman bahan
pangan utama, termasuk serealia, kacang, ubi, buah dan sayuran.
Penerapan teknologi Green Revolution atau teknologi revolusi hijau dalam budidaya
tanaman pangan di Indonesia telah berhasil meningkatkan produksi. Sadar atau tidak sadar, bangsa
Indonesia telah diselamatkan kehidupannya oleh teknologi revolusi hijau. Produksi beras pada
tahun 1960-an hanya 8-9 juta ton per tahun, meningkat mencapai 33-40 juta ton pada tahun 2000-
an [1].
Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan
berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampui
kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Permasalahan muncul beberapa dekade proyek
pembangunan berjalan banyak ketidaksesuaian dan ketimpangan yang muncul dalam
pelaksanaannya. Kemiskinan, kelaparan dan kerusakan lingkungan serta kekerasan tetap menjadi
bagian yang terus melekat pada negara-negara berkembang. Pembangunan yang seharusnya
digunakan sebagai proses untuk membangun kesejahteraan umat manusia secara merata, ternyata
berkembang menjadi sebuah proses pengonsentrasian kesejahteraan kepada sekelompok orang
[2,3].
Capaian produksi pangan yang spektakuler akibat penerapan teknologi revolusi hijau
tersebut banyak mendapat kritik dan menimbulkan kekhawatiran banyak kalangan, terutama
berkaitan dengan aspek mutu lingkungan dan keberlanjutan [4,5].
Efek samping dan dampak negatif penerapan teknologi Revolusi Hijau disebutkan antara
lain adalah (1) Pencemaran lingkungan, bodi air, dan produk panen akibat penggunaan pestisida
dan pupuk yang berlebihan atau kurang rasional; (2) Pemiskinan keanekaragaman biota lahan
sawah; (3) Penyempitan keragaman genetik tanaman budidaya; (4) Penambangan hara tanah,
sehingga terjadi pemiskinan hara dan ketidakseimbangan hara; (5) Pengutamaan penggunaan
pupuk anorganik, menjadikan petani enggan menggunakan pupuk asal bahan organik, berakibat
kandungan bahan organik tanah rendah; dan (6) Dampak sosialekonomi pada petani, yang
mengharuskan usaha tani selalu memerlukan modal tunai, sehingga petani terbelenggu hutang.
Di samping hal-hal tersebut, penerapan teknologi revolusi hijau berdampak pada hal-hal
berikut : (1) Usaha tani secara individu petani(individual farming) dirubah menjadi usaha produksi
secara massal (mass production system); (2) Sarana produksi dan paket teknologi diseragamkan;
(3) Karakteristik spesifik produk pertanian hilang, baik pada skala hamparan, regional, maupun
nasional; (4) Terjadi pembentukan harga jual produk panen secara seragam; (5) Faktor pembeda
harga yang dominan bukan lagi faktor produk, tetapi lebih oleh faktor lokasi, transportasi, fasilitas
penggilingan padi dan jumlah produk; (6) Posisi tawar petani padi menjadi lemah; (7) Biaya
produksi yang berupa uang tunai cukup besar dan memberatkan petani; dan (8) Upaya peningkatan
pendapatan petani lebih ditekankan pada peningkatan kuantitas hasil panen, yang berarti
mendorong penggunaan pupuk anorganik sacara maksimal dan atau intensitas penanaman yang
tinggi, tiga kali tanam setahun.

TREnD - Technology of Renewable Energy and Development 125


Fathnur et al / Seminar Nasional TREnD (3) 2023 | 124 - 130

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi tentang revolusi hijau dan
modernisasi teknologi pertanian untuk pengembangan pertanian organik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Sulawesi Tenggara pada bulan Mei 2023 dengan menggunakan
metode studi literatur dari koran maupun laporan resmi, dan sumber lisan yang dilakukan dengan
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat informasi yang diperoleh dari beberapa
responden. Pengambilan data dari responden dengan menggunakan quesinoer dan informasi lisan
tentang bagaimana pengetahuan dan pemahaman terhadap revolusi hijau, modernisasi teknologi
pertanian, dan pengembangan pertanian organik. Data tersebut dianalisis secara deskriptif dengan
mendeskriprifkan dan meringkas berbagai kondisi data yang telah terkumpul sebagaimana
adanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Revolusi Hijau Merupakan Program Modernisasi Pertanian Di Indonesia


Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang digunakan untuk menggambarkan
perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi pertanian, khususnya pertanian pangan di
berbagai negara yang sedang berkembang, khususnya di Asia. Revolusi Hijau muncul ketika
banyak negara yang sedang berkembang sering kali mengalami kesulitan bahan pangan. Untuk
mengembangkan budi daya gandum dan padi dengan teknologi yang baru, yaitu dengan memakai
benih unggul, pupuk kimia, pestisida anti hama, dan sistem pengairan yang baik. Semua itu
merupakan hal yang baru dalam budidaya tanaman pangan bagi para petani tradisional. Konsep
Revolusi Hijau itu di Indonesia kemudian dikenal sebagai Program Bimbingan Massal (Bimas).
Usaha itu dikembangkan oleh Pemerintah Orde Baru menjadi suatu kegiatan penyuluhan
massal, yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dengan cara intensifikasi guna
meningkatkan kesejahteraan petani (SK Menteri Pertanian No. 546/kpts/12/org/1969). Program
itu merupakan usaha bimbingan bersama dari berbagai instansi pemerintah, baik di dalam maupun
di luar lingkungan Departemen Pertanian, ke arah swadaya masyarakat tani dengan jalan Panca
Usaha, pembinaan, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, dan terakhir pembangunan
masyarakat desa [6].

Pertanian Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.
Kelestarian sumberdaya lahan pertanian dan mutu lingkungan serta keberlanjutan sistem produksi
merupakan hal yang kritikal bagi usaha pertanian di negara tropis, termasuk Indonesia. Curah
hujan yang besar pada musim hujan berdampak terhadap kerusakan lahan sebagai akibat erosi
permukaan, menjadikan lahan pertanian kehilangan lapisan olah dan hara tanah, terutama pada
lahan berbukit dan berlereng. Praktik usahatani yang sangat intensif juga menghalangi terjadinya
proses pengembalian sisa tanaman dan bahan organik ke dalam tanah, disamping mengakibatkan
terjadinya penambangan hara tanah. Penggunaan sarana agrokimia yang berdosis tinggi telah
mengubah keseimbangan ekosistem, mencemarkan air dan tanah, serta meningkatkan intensitas
gangguan hama- penyakit. Hal-hal tersebut mengancam kerberlanjutan sistem produksi pertanian
[7]. Pertanian berkelanjutan tidak saja berbicara masalah peningkatan hasil panen atau produksi
komoditi, diversivikasi pangan, enyiapan infrastruktur. Namun secara jelas bahwa pertanian
berkelanjutan ini juga harus bisa menjamin ketahanan pangan bagi rakyat dan bangsanya.
Dengan perkataan lain, konsep pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi
keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi (profit), keberlanjutan kehidupan sosial

TREnD - Technology of Renewable Energy and Development 126


Fathnur et al / Seminar Nasional TREnD (3) 2023 | 124 - 130

manusia (people), dan keberlanjutan ekologi alam (planet). Terdapat lima kriteria untuk mengelola
suatu sistem pertanian menjadi sistem berkelanjutan yaitu (1) kelayakan ekonomi (economic
viability), (2) Bernuansa dan bersahabat dengan ekologi (ecologically sound and friendly), (3)
Diterima secara sosial (socially just), (4) Kepuasan secara budaya (culturally appropriate), dan (5)
Pendekatan sistem dan holistik (systems and holistic approach).
Pertanian modern (revolusi hijau) diakui telah membawa kemajuan pesat bagi pembangunan
pertanian. Sistem ini telah berhasil merubah wajah pertanian dunia, tak terkecuali Indonesia.
Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi peningkatan produksi pertanian yang cukup
signifikan sebagai hasil dari revolusi hijau. Di balik kesuksesannya, tidak dapat dipungkiri ternyata
revolusi hijau juga membawa dampak negatif bagi lingkungan. Maraknya penggunaan pupuk
anorganik, pestisida, herbisida dan intensifnya eksploitasi lahan dalam jangka panjang membawa
konsekuensi berupa kerusakan lingkungan, mulai dari tanah, air, udara maupun makhluk hidup
[8]. Penggunaan bahan-bahan kimia sintetis tersebut berimplikasi pada rusaknya struktur tanah
dan musnahnya mikroba tanah sehingga dari hari ke hari lahan pertanian menjadi semakin kritis.
Praktek-praktek pertanian modern yang dilakukan dengan tidak bijak mengakibatkan pencemaran
lingkungan, keracunan, panyakit dan kematian pada makhluk hidup.
Selanjutnya dapat menimbulkan bencana dan malapetaka, terjadinya degradasi mutu
sumberdaya pertanian dan kurang berkelanjutannya sistem produksi. Seiring dengan
meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan, revolusi hijau mendapat kritikan dari
berbagai kalangan. Tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan akibat penggunaan teknologi
yang tidak memandang kaidah- kaidah yang telah ditetapkan, revolusi hijau juga menciptakan
ketidakadilan ekonomi dan ketimpangan sosial. Ketidakadilan ekonomi muncul karena adanya
praktek monopoli dalam penyediaan sarana produksi pertanian, sementara ketimpangan sosial
terjadi diantara petani dan komunitas di luar petani.

Modernisasi Pertanian dan Kemiskinan Petani


Modernisasi pertanian ternyata menyebabkan petani kaya makin kaya, karena mengalami
peningkatan pendapatan dan sebaliknya petani miskin semakin bertambah beban hidupnya [9].
Fenomena itu disebabkan hanya petani kaya yang dapat menikmati dan memanfaatkan kredit
mudah dan murah, sehingga dapat menerapkan teknologi yang mahal dalam sistem budi daya
pertanian yang baru. Hal itu karena, petani kaya merupakan kelompok pertama yang dihubungi
pemerintah setempat dan para penyuluh pertanian untuk menyampaikan informasi tentang jenis
padi baru yang dapat menghasilkan produksi lebih banyak.
Hal yang sebaliknya terjadi pada petani miskin, sempitnya lahan yang dimiliki
menyebabkan pendapatan menjadi sangat rendah, maka bagi mereka penerapan teknologi baru
dalam budi daya padi dianggap sebagai sebuah risiko yang besar. Dengan dasar pandangan itu,
pada awal pelaksanaan modernisasi pertanian mereka bersikap acuh tak acuh, enggan dan tidak
mempunyai kemauan dan berangsur-angsur ikut serta, kadang dengan paksaan. Kondisi itu
disebabkan petani miskin pada umumnya hanya memiliki lahan di bawah 0,5 hektare, maka sangat
riskan untuk mencoba sesuatu yang baru. Hal itu menyebabkan kegagalan dalam satu kali panen
yang berarti petani tidak memiliki apa-apa lagi selama satu musim berikutnya. Keadaan itulah
yang menyebabkan petani miskin selalu menghindari risiko. Oleh karena itu, naluri dasar petani
adalah meniru. Mereka hanya bersedia menerima teknologi atau cara budi daya baru jika benar-
benar terbukti berhasil meningkatkan hasil panen. Dengan demikian, petani miskin hanya dapat
mengikuti petani lainnya yang telah mencapai keberhasilan. Keadaan itu menyebabkan petani
miskin tidak memperoleh hasil maksimal dalam Program Revolusi Hijau. Kondisi itu
menyebabkan mereka ketinggalan dalam penggunaan dan pemanfaatan teknologi baru yang
diperkenalkan melalui revolusi hijau [10].
Adanya dinamika tersebut mendorong munculnya gagasan untuk mengembangkan suatu
sistem pertanian yang dapat bertahan hingga ke generasi berikutnya dan tidak merusak alam.

TREnD - Technology of Renewable Energy and Development 127


Fathnur et al / Seminar Nasional TREnD (3) 2023 | 124 - 130

Dalam dua dekade terakhir telah berkembang konsep pertanian modern berkelanjutan (sustainable
griculture) yang merupakan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development). Pertanian berkelanjutan didefinisikan sebagai usaha pertanian yang memanfaatkan
dan sekaligus melestarikan sumberdaya secara optimal guna menghasilkan produk panen secara
optimal, menggunakan masukan sarana dan biaya yang wajar, mampu memenuhi kriteria sosial,
ekonomi dan kelestarian lingkungan, serta menggunakan sarana produksi yang terbarukan dan
produktivitas sumberdaya sepanjang masa [11].
Dengan perkataan lain, konsep pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi
keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi (profit), keberlanjutan kehidupan sosial
manusia (people), dan keberlanjutan ekologi alam (planet). Terdapat lima kriteria untuk mengelola
suatu sistem pertanian menjadi sistem berkelanjutan yaitu (1) kelayakan ekonomi (economic
viability), (2)
Bernuansa dan bersahabat dengan ekologi (ecologically sound and friendly), (3) Diterima
secara sosial (socially just), (4) Kepuasan secara budaya (culturally appropriate), dan (5)
Pendekatan sistem dan holistik (systems and holistic approach).

Pertanian Organik
Sejak diterapkannya revolusi hijau (green revolution) di Indonesia, yaitu sekitar tahun
1960an, sistem pertanian mengalami perubahan yang sangat signifikan [12]. Perubahan tersebut
terjadi terutama pada sistem usaha tani dan permodalan. Tujuan utama Revolusi hijau yaitu untuk
meningkatkan produksi padi secara drastis dengan berbagai program intensifikasi, penggunaan
bibit unggul, pemupukan sintetis, perbaikan irigasi dan penggunaan pestisida serta zat perangsang
tumbuh (ZPT)Secara kuantitatif dan jangka pendek, revolusi hijau memang telah menjadikan
masyarakat dunia terpesona.
Revolusi hijau melakukan pertentangan terhadap berbagai ragam pengetahuan petani untuk
menjadi satu pola bentuk pertanian atau dikenal dengan istilah homogenisasi pertanian. Revolusi
hijau telah menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan kerusakan lingkungan akibat
pemakaian pupuk dan pestisida yang tidak terkendali (Arianti dan Wahab, 2012). Namun demikian
menurut [13], masyarakat dunia saat ini sudah mulai menyadari dari akibat negatif yang
ditimbulkan oleh penggunaan bahan - bahan sintesis, selain berdampak negatif pada kelestarian
lingkungan juga akan berdampak negatif untuk kesehatan manusia. Dampak pada kesehatan
tersebut lebih lanjut dikatakan oleh 14] bahwa pestisida dapat mempengaruhi pada cacat kelahiran,
kerusakan syaraf dan mutasi genetik, baik itu terkena secara langsung oleh petani atau secara tidak
langsung. Sehingga sistem pertanian mengarah pada sistem pertanian yang berkelanjutan. [15]
mengatakan bahwa saat ini perdagangan global telah mensyaratkan bahwa produk hasil pertanian
harus aman di konsumsi (food safety attributes), memiliki kandungan nutrisi tinggi (nuttritional
attributes) serta ramah lingkungan (eco- labeling attributes).
Lebih lanjut Arsyad dan Rustiandi menjelaskan bahwa untuk menjamin keberlanjutan
penyediaan bahan kebutuhan manusia dan mempertahankan kualitas lingkungan serta
melestarikan fungsi sumberdaya lahan, maka lahan pertanian harus dikelola menggunakan prinsip
- prinsip pertanian berkelanjutan (Pertanian Organik) [16] .
Pertanian organik tidak dapat menjamin bahwa produk yang dihasilkan dalam pertanian
sepenuhnya terbebas dari residu ini disebabkan adanya polusi lingkungan secara umum seperti
tercemarnya udara, tanah dan air. Tujuan utama pertanian organik adalah agar dapat teroptimalkan
produktivitas komuditas organisme yang ada pada tanah, tumbuhan, hewan, dan manusia yang
saling ketergantungan satu sama lain.
Pertanian berkelanjutan tidak saja berbicara masalah peningkatan hasil panen atau produksi
komoditi, diversivikasi pangan, penyiapan infrastruktur. Namun secara jelas bahwa pertanian
berkelanjutan ini juga harus bisa menjamin ketahanan pangan bagi rakyat dan bangsanya.

TREnD - Technology of Renewable Energy and Development 128


Fathnur et al / Seminar Nasional TREnD (3) 2023 | 124 - 130

Pertanyaan lanjutan yang mungkin cukup menggelitik ialah mengapa teknologi hasil penelitian
ilmiah yang sesuai prinsip pertanian berkelanjutan dan layak diterapkan, belum terrealisasi secara
nyata dalam realitas praktis petani, regulasi, ataupun kebijakan dan program utama Pemerintah.
Merencanakan dan melakukan program pertanian berkelanjutan ini juga memerlukan upaya yang
serius. Agar bisa terlaksana dengan baik, sudah saatnya pemerintah menyiapkan sarana dan
prasarana yang diperlukan. Jauh akan lebih baik pemerintah juga menyiapkan insentif yang bisa
diberikan kepada masyarakat, petani dan pihak-pihak yang terkait langsung. Pemerintah wajib
berinvestasi menyediakan kebijakan yang mendorong pengelolaan pertanian ke arah yang
berkelanjutan. Semua pihak siap membantu pemerintah mengurangi biaya sosial dan lingkungan
yang tidak terduga dalam jangka panjang. Suka atau tidak, siap atau tidak Indonesia harus sudah
segera mengimplementasikan pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan bukan pilihan
tetapi adalah keharusan tidak saja karena bagian dari kewajiban mematuhi komitmen SDGs, tetapi,
yang lebih penting lagi karena memang urgen bagi Indonesia [17].

KESIMPULAN

Disiplin pada prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan terhadap revolusi hijau merupakan


hal yang mesti selalu dipegang teguh. Perpaduan desakan fenomena degradasi agroekosistem dan
lingkungan, perubahan iklim, serta gerakan global telah membuat implementasi pertanian
berkelanjutan bagi setiap Negara (Simatupang, 2018; Kementerian Pertanian, 2013)[18,19]. Hal
ini sejalan dengan pertumbuhan jumlah populasi yang semakin pesat dan ketersediaan
sumberdaya alam pun menjadi terbatas jumlahnya.
Perbandingan antara pertanian konvensional dan pertanian berkelanjutan menunjukkan
bahwa pertanian berkelanjutan terbukti memiliki keunggulan baik dari segi ekonomi, sosial,
maupun lingkungan. Pertanian berkelanjutan mengkonsumsi lebih sedikit air dan energi,
meningkatkan komposisi unsur hara tanah, menekan biaya produksi, meningkatkan partisipasi
masyarakat, serta ramah terhadap lingkungan. Sementara pertanian konvensional tidak mampu
memenuhi kebutuhan pangan dunia tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. Manfaat sosial,
ekonomi, dan lingkungan
dari sistem pertanian berkelanjutan tersebut adalah alasan mengapa pertanian berkelanjutan adalah
cara terbaik untuk mengakomodasi kebutuhan pangan dan mempertahankan kelestarian
lingkungan, baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
Pertanian organik bertujuan untuk menghasilkan bahan yang memenuhi standar kualitas
yang baik dan mendorong terjadinya daur biologis secara alami, yaitu dengan cara memanfaatkan
sumber daya pertanian yang terbarukan (renewable) dan menerapkan praktik pertanian yang tidak
menimbulkan pencemaran.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih saya berikan kepada rekan saya yaitu Imran, Wahid, dan Musyadik
yang telah membantu dalam proses penelitian dan pembuatan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Deptan, Seratus Tahun Departemen Pertanian Republik Indonesia. Departemen Pertanian,
Jakarta : 2005.

TREnD - Technology of Renewable Energy and Development 129


Fathnur et al / Seminar Nasional TREnD (3) 2023 | 124 - 130

[2] Hadiwijoyo dan Anisa, SDGs Paradigma Baru Pembangunan Global. Yogyakarta: Spektrum
Nusantara, 2019.
[3] Saragih, Pertanian Organik Solusi Hidup Harmoni dan Berkelanjutan. Jakarta: Penebar
Swadaya, 2008.
[4] Pranaji, Saptana dan W.K. Sejati, Pengelolaan Serangga dan Pertanian Organik Berkelanjutan
di Pedesaan, Puslitbang Sosek Pertanian, Bogor, Forum Penelitian Agroekonomi, Vol. 23 (1) :
38- 47. 2005.
[5] Sumarno, Teknologi Revolusi Hijau Lestari untuk Ketahanan Pangan Nasional di Masa Depan,
Buletin IPTEK Tanaman Pangan, Vol 2 (2) : 131-153. Puslitbangtan, Bogor: 2007.
[6] Sangging dan M.P. Adnyani, Peranan Koperasi Unit Desa (KUD) Sebagai Penyalur Kredit
BIMAS di Kabupaten Gianyar. Denpasar: Laporan Penelitian, Tidak Diterbitkan, 1990.
[7] Sumarno, Pertanian Berkelanjutan: Persyaratan Pengembangan Pertanian Masa Depan Dalam
Mewujudkan Pertanian Berkelanjutan, Agenda Inovasi Teknologi dan Kebijakan, Jakarta:
IAARD Press, 2008.
[8] Wulansari, Pertanian Berkelanjutan: Untuk Keamanan Pangan atau Untuk Ketahanan Petani,
Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian Upn “Veteran”, Yogyakarta : 2020.
[9] Sajogyo, “Golongan Misikin dan Partisipasi Dalam Pembangunan Desa”, Prisma Tahun IV
No.3. 1977.
[10] Tjipropranoto, Beberapa Aspek Sosial Pembangunan Pertanian: Petani dan Pembangunan
Pertanian”, Ekonomi Keuangan Indonesia, Vol. 15 (3).1977.
[11] Rachmawatie, J. Sutrisno, W.S. Rahayu, dan L. Widiastuti, Mewujudkan Ketahanan Pangan
Melalui Implementasi Sistem Pertanian Terpadu Berkelanjutan, Plantaxia, Yogyakarta, 2020.
[12] Arianti dan Wahab, Pengembangan Pertanian Organik Sebagai Bagian Dari Pembangunan
Bioindustri Berkelanjutan, Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian kementerian
Pertanian Republik Indonesia, Jakarta, 2012.
[13] Wijayanti, Strategi Pengembangan Sayur Organik, Skripsi, Departemen Agibisnis, IPB,
Bogor, 2009.
[14] Waskito, Ananto dan Rezza, Persepsi Konsumen Terhadap Makanan Organik di Yogyakarta,
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 2014.
[15] Mayrowani, Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia, Jurnal. Forum Penelitian Agro
Ekonomi, volume 30 no. 2, Desember 2012: 91 - 108. 2012.
[16] Arsyad dan Rustiandi, Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan, Crestpent Press dan
yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009.
[17] Bejo, Z. Muktamar dan S. P. Utama, Persepsi Dan Strategi Pengembangan Pertanian Organik
(Organic Farming) Di Kabupaten Bengkulu Utara, NATURALIS – Jurnal Penelitian
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 2020.
[18] Simatupang, Perpektif Implementasi Pertanian Berkelanjutan di Indonesia. dalam
Mewujudkan Pertanian Berkelanjutan: Agenda Inovasi Teknologi dan Kebijakan, Jakarta:
IAARD Press, 2018.
[19] Kementerian Pertanian, Konsep Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013 – 2045
Pertanian Bioindustri Berkelanjutan Solusi Pembangunan Indonesia Masa Depan, Jakarta, 2013

TREnD - Technology of Renewable Energy and Development 130

You might also like