Ketentuan Syari’at Islam
Terkait Jaminan Produk Halal
Dr. KH. Arwani Syaerozi, Lc, MA
Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat
Doktor Bidang Maqosid Syari’ah
Pengasuh Pondok Pesantren Assalafie Babakan Ciwaringin Cirebon
Umat Islam berkewajiban untuk menjalankan ajaran agama, di
antaranya mengkonsumi yang halal dan mengenakan yang
suci.
Perhatian pemerintah dalam isu halal melalui UU No. 33
tahun 2014 dan direvisi melalui UU No. 32 tahun 2020
merupakan terobosan demi melindungi konsumen muslim di
Indonesia.
Sertifikasi halal produk makanan, minuman, obat-obatan,
kosmetika yang gencar dilakukan oleh pemerintah melalui
kerjasama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH)
dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah bukti nyata dari
penerapan UU tersebut di atas.
Pendahuluan
1. Hifdzu Din (melindungi agama)
2. Hifdzu Nafs (melindungi jiwa)
3. Hifdzu ‘Aql (melindungi pikiran)
4. Hifdzu Mal (melindungi harta)
5. Hifdzu Nasab (melindungi keturunan)
Maqosid Syari’ah (Prinsip Dasar Syariat)
Seluruh ketentuan syari’at Islam memiliki maqosid (tujuan)
Tiga hirarki maqosid syari’ah : Dhoruriyat (primer), Hajiyat
(sekunder), Tahsiniyat (Tersier)
Konsep maslahat dan mafsadat
Kaidah Maqosid Syari’ah
Wajib
Sunnah
Haram
Makruh
Mubah / Halal
Hukum Syari’at
1. Bagian dari hukum Syari’at, halal (diperbolehkan), haram
(dilarang).
2. Menjaga tubuh kita dari mengkonsumsi makanan-makanan
haram adalah salah satu cara hifdz din, hifdz nafs, hifdz
aql, hifdz mal dan hifdz nasab.
3. Halal merupakan salah satu isu prinsip dalam Islam,
khususnya dalam kajian maqasid syari’ah
4. Di antara tujuan ajaran Islam adalah menjaga manusia dari
melakukan, mengkonsumsi atau mengenakan segala
sesuatu yang haram (dilarang).
Halal Haram
ٌ‫ِﯾن‬‫ﺑ‬‫ﱡ‬‫ﻣ‬ ۭ‫ﱞ‬
‫ُو‬‫د‬َ‫ﻋ‬ ْ‫م‬ُ‫ﻛ‬َ‫ﻟ‬ ‫ُۥ‬‫ﮫ‬‫ﱠ‬‫ﻧ‬ِ‫إ‬ ۚ ِ‫ن‬ٰ‫ـ‬َ‫ْط‬‫ﯾ‬‫ﱠ‬‫ﺷ‬‫ٱﻟ‬ ِ‫ت‬ َٰ
‫ُو‬‫ط‬ُ‫ﺧ‬ ۟‫ُوا‬‫ﻌ‬ِ‫ﺑ‬‫ﱠ‬‫ﺗ‬َ‫ﺗ‬ َ
‫ﻻ‬ َ
‫و‬ ‫ﺎ‬ًۭ‫ﺑ‬‫ﱢ‬‫ﯾ‬َ‫ط‬ ًۭ
‫ٰﻼ‬‫ـ‬َ‫ﻠ‬َ‫ﺣ‬ ِ
‫ض‬ْ‫َر‬ ْ
‫ٱﻷ‬ ‫ِﻰ‬‫ﻓ‬ ‫ﱠﺎ‬‫ﻣ‬ِ‫ﻣ‬ ۟‫ُوا‬‫ﻠ‬ُ‫ﻛ‬ ُ‫ﱠﺎس‬‫ﻧ‬‫ٱﻟ‬ ‫َﺎ‬‫ﮭ‬‫ﱡ‬‫ﯾ‬َ‫ﺄ‬ٰٓ‫ـ‬َ‫ﯾ‬
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu” (Qs. Al Baqoroh : 168)
َ‫م‬ْ‫ﺛ‬ِ‫إ‬ َ
‫َﻶ‬‫ﻓ‬ ٍۢ‫د‬‫ﺎ‬َ‫ﻋ‬ َ
‫ﻻ‬ َ
‫و‬ ٍۢ‫َﺎغ‬‫ﺑ‬ َ‫ْر‬‫ﯾ‬َ‫ﻏ‬ ‫ُرﱠ‬‫ط‬ْ‫ٱﺿ‬ ِ‫ن‬َ‫ﻣ‬َ‫ﻓ‬ ۖ ِ ‫ﱠ‬ ‫ٱ‬ ِ‫ْر‬‫ﯾ‬َ‫ِﻐ‬‫ﻟ‬ ‫ِۦ‬‫ﮫ‬ِ‫ﺑ‬ ‫ﱠ‬‫ل‬ِ‫ھ‬ُ‫أ‬ ‫َﺂ‬‫ﻣ‬ َ
‫و‬ ِ‫ﯾر‬ ِ‫ِﻧز‬‫ﺧ‬ْ‫ﻟ‬‫ٱ‬ َ‫م‬ْ‫َﺣ‬‫ﻟ‬ َ
‫و‬ َ‫م‬‫ﱠ‬‫د‬‫ٱﻟ‬ َ
‫و‬ َ‫ﺔ‬َ‫ﺗ‬ْ‫ﯾ‬َ‫ﻣ‬ْ‫ﻟ‬‫ٱ‬ ُ‫م‬ُ‫ﻛ‬ْ‫ﯾ‬َ‫ﻠ‬َ‫ﻋ‬ َ‫م‬‫رﱠ‬َ‫ﺣ‬ ‫َﺎ‬‫ﻣ‬‫ﱠ‬‫ﻧ‬ِ‫إ‬
ٌ‫م‬‫ِﯾ‬‫ﺣ‬‫رﱠ‬ ٌۭ‫ر‬‫ُو‬‫ﻔ‬َ‫ﻏ‬ َ ‫ﱠ‬ ‫ٱ‬ ‫ِنﱠ‬‫إ‬ ۚ ِ‫ﮫ‬ْ‫ﯾ‬َ‫ﻠ‬َ‫ﻋ‬
“Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah,
daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan
(menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa
(memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Qs. Al Baqoroh : 173).
Halal Haram Dalam Ayat Al Qur’an
‫ﻟدﯾﻧﮫ‬ ‫اﺳﺗﺑرأ‬ ‫ﻓﻘد‬ ‫ﱡﺑﮭﺎت‬‫ﺷ‬‫اﻟ‬ ‫ﱠﻘﻰ‬‫ﺗ‬‫ا‬ ‫َن‬‫ﻣ‬‫ﻓ‬ ،‫اﻟﻧﺎس‬ ‫ﻣن‬ ٌ‫ر‬‫ﻛﺛﯾ‬ ‫ﯾﻌﻠﻣﮭنﱠ‬ ‫ﻻ‬ ‫ُﺷﺗﺑﮭﺎت‬‫ﻣ‬ ‫أﻣور‬ ‫وﺑﯾﻧﮭﻣﺎ‬ ،ٌ‫ﱢن‬‫ﯾ‬‫ﺑ‬ ‫اﻟﺣرام‬ ‫وإنﱠ‬ ،ٌ‫ﱢن‬‫ﯾ‬‫ﺑ‬ ‫اﻟﺣﻼل‬ ‫إنﱠ‬
‫اﻟﺣرام‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫وﻗﻊ‬ ‫ﱡﺑﮭﺎت‬‫ﺷ‬‫اﻟ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫وﻗﻊ‬ ‫َن‬‫ﻣ‬‫و‬ ،‫وﻋرﺿﮫ‬
”Sesungguhnya perkara yang halal itu telah jelas dan perkara yang haram itu
telah jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang (samar),
tidak diketahui oleh mayoritas manusia. Barang siapa yang menjaga diri dari
perkara-perkara samar tersebut, maka dia telah menjaga kesucian agama dan
kehormatannya. Barang siapa terjatuh ke dalam perkara syubhat, maka dia
telah terjatuh kepada perkara haram” (HR. Bukhori & Muslim)
ْ‫م‬ُ‫ﻛ‬َ‫ﻟ‬ ً‫ﺔ‬‫ﻣ‬ْ‫ﺣ‬َ‫ر‬ َ‫ء‬‫ْﯾﺎ‬‫ﺷ‬‫أ‬ ْ‫ن‬َ‫ﻋ‬ َ‫َت‬‫ﻛ‬‫ﺳ‬ َ
‫و‬ ،‫ُوھﺎ‬‫ﻛ‬ِ‫ﮭ‬َ‫ﺗ‬ْ‫ﻧ‬َ‫ﺗ‬ ‫َﻼ‬‫ﻓ‬ َ‫ء‬‫ْﯾﺎ‬‫ﺷ‬‫أ‬ ‫م‬‫رﱠ‬َ‫وﺣ‬ ،‫َﺎ‬‫ھ‬‫ُو‬‫د‬َ‫ﺗ‬ْ‫َﻌ‬‫ﺗ‬ ‫َﻼ‬‫ﻓ‬ ‫ًا‬‫د‬‫ُو‬‫د‬ُ‫ﺣ‬ ‫ﱠ‬‫د‬‫وﺣ‬ ،‫َﺎ‬‫ھ‬‫ُو‬‫ﻌ‬‫ﱢ‬‫ﯾ‬َ‫ُﺿ‬‫ﺗ‬ َ‫ﻼ‬َ‫ﻓ‬ َ‫ِض‬‫ﺋ‬‫َرا‬‫ﻓ‬ َ‫ض‬َ‫َر‬‫ﻓ‬ ‫َﻰ‬‫ﻟ‬‫ﺎ‬َ‫َﻌ‬‫ﺗ‬ ‫ﱠ‬
‫ﷲ‬ ‫إنﱠ‬
‫َﺎ‬‫ﮭ‬ْ‫ﻧ‬َ‫ﻋ‬ ‫ُوا‬‫ﺛ‬‫ْﺣ‬‫ﺑ‬َ‫ﺗ‬ ‫َﻼ‬‫ﻓ‬ ٍ‫ن‬‫ﯾﺎ‬ْ‫ِﺳ‬‫ﻧ‬ َ‫ْر‬‫ﯾ‬َ‫ﻏ‬
”Sesungguhnya Allah telah menetapkan berbagai kewajiban, maka janganlah
kalian menyia-nyiakan kewajiban itu. Dia telah menetapkan batasan-batasan
hukum maka janganlah kalian melampuinya. Dia telah mengharamkan
beberapa hal maka janganlah kalian melanggarnya. Dan Allah subhanahu wa
ta’ala juga mendiamkan beberapa perkara sebagai bentuk rahmat (kasih
sayang) bagi kalian bukan karena lupa, maka janganlah kalian
membahasnya(mencari–cari hukumnya).“ (HR. Daruquthni)
Halal Haram Dalam Hadits Nabi Saw
‫اﻟﺗﺣرﯾم‬ ‫اﻟﺿﺎرة‬ ‫اﻷﺷﯾﺎء‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫واﻷﺻل‬ ‫اﻹﺑﺎﺣﺔ‬ ‫اﻟﻧﺎﻓﻌﺔ‬ ‫اﻷﺷﯾﺎء‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫اﻷﺻل‬
“Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah halal, hukum asal
sesuatu yang berbahaya adalah haram”
‫اﻟﺣرام‬ َ‫ﱢب‬‫ﻠ‬ُ‫ﻏ‬ ُ‫م‬‫واﻟﺣرا‬ ُ‫ل‬‫اﻟﺣﻼ‬ ‫َﻊ‬‫ﻣ‬َ‫ﺗ‬‫اﺟ‬ ‫إذا‬
“Jika perkara halal dan haram berkumpul, maka yang
dimenangkan adalah yang haram”.
‫ات‬َ‫ر‬ ْ
‫ُو‬‫ظ‬ْ‫اﻟﻣﺣ‬ ُ‫ﺢ‬ْ‫ﯾ‬ِ‫ﺑ‬ُ‫ﺗ‬ ُ‫ات‬َ‫ر‬ ْ
‫ُو‬‫ر‬‫ﱠ‬‫ﺿ‬‫اﻟ‬
“Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang”.
Halal Haram Dalam Maqolah Ulama
Istilah “halal” berarti jenis makanan yang boleh dikonsumsi dan
tidak diharamkan. Istilah “thoyib” berarti jenis makanan yang
bisa dinikmati, memberi manfaat karena telah memenuhi
standar kesehatan (gizi, protein, higienis, dll.), tidak madharat
bagi kesehatan fisik dan psikis, serta diperoleh dengan cara
halal.
َ‫ُون‬‫ﻧ‬ِ‫ﻣ‬ ْ
‫ُؤ‬‫ﻣ‬ ِ‫ﮫ‬ِ‫ﺑ‬ ْ‫م‬ُ‫ﺗ‬ْ‫ﻧ‬َ‫أ‬ ‫ِي‬‫ذ‬‫ﱠ‬‫ﻟ‬‫ا‬ َ ‫ﱠ‬
‫ﷲ‬ ‫ُوا‬‫ﻘ‬‫ﱠ‬‫ﺗ‬‫ا‬ َ
‫و‬ ۚ ‫ًﺎ‬‫ﺑ‬‫ﱢ‬‫ﯾ‬َ‫ط‬ ً
‫ﻻ‬ َ
‫ﻼ‬َ‫ﺣ‬ ُ ‫ﱠ‬
‫ﷲ‬ ُ‫م‬ُ‫ﻛ‬َ‫ﻗ‬َ‫ز‬َ‫ر‬ ‫ﱠﺎ‬‫ﻣ‬ِ‫ﻣ‬ ‫ُوا‬‫ﻠ‬ُ‫ﻛ‬ َ
‫و‬
“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu
sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada
Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. (Qs. al Maidah : 88)
Makanan Halal & Thoyib
An Najis, Al Mutanajis (najis, terkena najis), seperti darah & makanan
terkena najis
Al Kadar, al Khobats (kotor, jijik), seperti kecoa & belatung
Al Dhoror (membahayakan), seperti racun & formalin
Al Iskar (merusak fungsi akal), seperti khomr & narkoba
Al Muftarisah (binatang buas), seperti serigala & elang
Al Barma’iah (binatang amfibi), seperti katak & sesilia.
Sebab Keharaman Makanan
Najis adalah sesuatu yang kotor yang mencegah keabsahan
ibadah
Suci adalah keadaan tidak terkena najis dan atau tidak sedang
berhadats kecil & besar.
Najis Suci
Najis Mukhoffafah (ringan), contoh : air kencing bayi laki-laki
belum usia 2 tahun, cara mensucikan dengan menciprati air.
Najis Mutawashitoh (sedang), contoh : kotoran hewan, darah
manusia, cara mensucikan dengan menyiramkan air hingga
bau, warna dan rasa hilang.
Najis Mugholadzoh (berat), contoh : hal berasal dari anjing
dan babi (air liur, kotoran, dll), cara mensucikan dengan
menyiramkan air sebanyak 7 kali, salah satunya dicampur
debu.
Macam Najis
Selain tiga najis yang sudah disebutkan di atas, ada pula najis
ma’fu (dimaafkan). Apabila terkena najis ma’fu, kita tidak perlu
mensucikanya.
Contoh : bangkai binatang yang tidak mengeluarkan darah
mengalir, keluar darah atau nanah dari kulit dengan jumlah
yang sedikit, terkena asap dari pembakaran daging babi atau
anjing.
Najis Ma’fu
Sesuatu yang halal dikonsumsi bisa menjadi haram jika
terkena najis (mutanajis), contoh : makanan atau minuman
yang terkena kotoran hewan
Sesuatu yang suci tidak otomatis halal dikonsumsi, contoh :
narkoba, daun ganja, dll (suci tapi haram dikonsumsi)
Halal haram identik dengan konsumsi, suci najis identik
dengan pemakaian, contoh : makanan halal/haram, pakaian
suci/najis.
Relasi Najis Suci dengan Halal Haram
Ketetapan yang dikeluarkan oleh ulama, baik individu maupun
kolektif
Dimintakan oleh umat secara personal maupun komunal
Penjelasan hukum fikih atas fenomena yang terjadi
Fatwa Hukum Fikih
Ayat Al Qur’an sebagai rujukan utama
Hadist Nabi Saw sebagai rujukan utama
Ijma (Kesepakatan Ulama)
Qiyas (Proses Analog Hukum)
Beberapa dalil syar’i lainnya (Seperti Al Maslahah Al Mursalah,
Al Istihsan, Al Istiqro, dll)
Dalil Fatwa Hukum Fikih
Komisi Fatwa (KF) berdiri bersamaan dengan berdirinya Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pada 17 Rajab 1395 Hijriah atau 26 Juli
1975.
Bersidang setiap minggu dan atau setiap ada permohonan
mendesak di bidang keagamaan (sosbudpolkestek)
Komisi Fatwa MUI
Fatwa MUI Penyembelihan Hewan
Fatwa MUI Tentang Alkohol
Fatwa MUI Penggunaan Mikroba
Fatwa MUI Pensucian Ekstrak Ragi
Fatwa MUI Air Daur Ulang
Fatwa MUI Konsumi Bekicot
Fatwa MUI Kopi Luwak
Demikian pemaparan tentang konsep halal haram perspektif
Syariat Islam, beberapa contoh fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) tentang makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika,
semoga bermanfaat dan terimakasih.
Penutup

2. Ketentuan Syariat Islam - Dr. KH. Arwani Syaerozi.pptx.pdf

  • 1.
    Ketentuan Syari’at Islam TerkaitJaminan Produk Halal Dr. KH. Arwani Syaerozi, Lc, MA Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat Doktor Bidang Maqosid Syari’ah Pengasuh Pondok Pesantren Assalafie Babakan Ciwaringin Cirebon
  • 2.
    Umat Islam berkewajibanuntuk menjalankan ajaran agama, di antaranya mengkonsumi yang halal dan mengenakan yang suci. Perhatian pemerintah dalam isu halal melalui UU No. 33 tahun 2014 dan direvisi melalui UU No. 32 tahun 2020 merupakan terobosan demi melindungi konsumen muslim di Indonesia. Sertifikasi halal produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika yang gencar dilakukan oleh pemerintah melalui kerjasama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah bukti nyata dari penerapan UU tersebut di atas. Pendahuluan
  • 3.
    1. Hifdzu Din(melindungi agama) 2. Hifdzu Nafs (melindungi jiwa) 3. Hifdzu ‘Aql (melindungi pikiran) 4. Hifdzu Mal (melindungi harta) 5. Hifdzu Nasab (melindungi keturunan) Maqosid Syari’ah (Prinsip Dasar Syariat)
  • 4.
    Seluruh ketentuan syari’atIslam memiliki maqosid (tujuan) Tiga hirarki maqosid syari’ah : Dhoruriyat (primer), Hajiyat (sekunder), Tahsiniyat (Tersier) Konsep maslahat dan mafsadat Kaidah Maqosid Syari’ah
  • 5.
  • 6.
    1. Bagian darihukum Syari’at, halal (diperbolehkan), haram (dilarang). 2. Menjaga tubuh kita dari mengkonsumsi makanan-makanan haram adalah salah satu cara hifdz din, hifdz nafs, hifdz aql, hifdz mal dan hifdz nasab. 3. Halal merupakan salah satu isu prinsip dalam Islam, khususnya dalam kajian maqasid syari’ah 4. Di antara tujuan ajaran Islam adalah menjaga manusia dari melakukan, mengkonsumsi atau mengenakan segala sesuatu yang haram (dilarang). Halal Haram
  • 7.
    ٌ‫ِﯾن‬‫ﺑ‬‫ﱡ‬‫ﻣ‬ ۭ‫ﱞ‬ ‫ُو‬‫د‬َ‫ﻋ‬ ْ‫م‬ُ‫ﻛ‬َ‫ﻟ‬‫ُۥ‬‫ﮫ‬‫ﱠ‬‫ﻧ‬ِ‫إ‬ ۚ ِ‫ن‬ٰ‫ـ‬َ‫ْط‬‫ﯾ‬‫ﱠ‬‫ﺷ‬‫ٱﻟ‬ ِ‫ت‬ َٰ ‫ُو‬‫ط‬ُ‫ﺧ‬ ۟‫ُوا‬‫ﻌ‬ِ‫ﺑ‬‫ﱠ‬‫ﺗ‬َ‫ﺗ‬ َ ‫ﻻ‬ َ ‫و‬ ‫ﺎ‬ًۭ‫ﺑ‬‫ﱢ‬‫ﯾ‬َ‫ط‬ ًۭ ‫ٰﻼ‬‫ـ‬َ‫ﻠ‬َ‫ﺣ‬ ِ ‫ض‬ْ‫َر‬ ْ ‫ٱﻷ‬ ‫ِﻰ‬‫ﻓ‬ ‫ﱠﺎ‬‫ﻣ‬ِ‫ﻣ‬ ۟‫ُوا‬‫ﻠ‬ُ‫ﻛ‬ ُ‫ﱠﺎس‬‫ﻧ‬‫ٱﻟ‬ ‫َﺎ‬‫ﮭ‬‫ﱡ‬‫ﯾ‬َ‫ﺄ‬ٰٓ‫ـ‬َ‫ﯾ‬ “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Qs. Al Baqoroh : 168) َ‫م‬ْ‫ﺛ‬ِ‫إ‬ َ ‫َﻶ‬‫ﻓ‬ ٍۢ‫د‬‫ﺎ‬َ‫ﻋ‬ َ ‫ﻻ‬ َ ‫و‬ ٍۢ‫َﺎغ‬‫ﺑ‬ َ‫ْر‬‫ﯾ‬َ‫ﻏ‬ ‫ُرﱠ‬‫ط‬ْ‫ٱﺿ‬ ِ‫ن‬َ‫ﻣ‬َ‫ﻓ‬ ۖ ِ ‫ﱠ‬ ‫ٱ‬ ِ‫ْر‬‫ﯾ‬َ‫ِﻐ‬‫ﻟ‬ ‫ِۦ‬‫ﮫ‬ِ‫ﺑ‬ ‫ﱠ‬‫ل‬ِ‫ھ‬ُ‫أ‬ ‫َﺂ‬‫ﻣ‬ َ ‫و‬ ِ‫ﯾر‬ ِ‫ِﻧز‬‫ﺧ‬ْ‫ﻟ‬‫ٱ‬ َ‫م‬ْ‫َﺣ‬‫ﻟ‬ َ ‫و‬ َ‫م‬‫ﱠ‬‫د‬‫ٱﻟ‬ َ ‫و‬ َ‫ﺔ‬َ‫ﺗ‬ْ‫ﯾ‬َ‫ﻣ‬ْ‫ﻟ‬‫ٱ‬ ُ‫م‬ُ‫ﻛ‬ْ‫ﯾ‬َ‫ﻠ‬َ‫ﻋ‬ َ‫م‬‫رﱠ‬َ‫ﺣ‬ ‫َﺎ‬‫ﻣ‬‫ﱠ‬‫ﻧ‬ِ‫إ‬ ٌ‫م‬‫ِﯾ‬‫ﺣ‬‫رﱠ‬ ٌۭ‫ر‬‫ُو‬‫ﻔ‬َ‫ﻏ‬ َ ‫ﱠ‬ ‫ٱ‬ ‫ِنﱠ‬‫إ‬ ۚ ِ‫ﮫ‬ْ‫ﯾ‬َ‫ﻠ‬َ‫ﻋ‬ “Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” (Qs. Al Baqoroh : 173). Halal Haram Dalam Ayat Al Qur’an
  • 8.
    ‫ﻟدﯾﻧﮫ‬ ‫اﺳﺗﺑرأ‬ ‫ﻓﻘد‬‫ﱡﺑﮭﺎت‬‫ﺷ‬‫اﻟ‬ ‫ﱠﻘﻰ‬‫ﺗ‬‫ا‬ ‫َن‬‫ﻣ‬‫ﻓ‬ ،‫اﻟﻧﺎس‬ ‫ﻣن‬ ٌ‫ر‬‫ﻛﺛﯾ‬ ‫ﯾﻌﻠﻣﮭنﱠ‬ ‫ﻻ‬ ‫ُﺷﺗﺑﮭﺎت‬‫ﻣ‬ ‫أﻣور‬ ‫وﺑﯾﻧﮭﻣﺎ‬ ،ٌ‫ﱢن‬‫ﯾ‬‫ﺑ‬ ‫اﻟﺣرام‬ ‫وإنﱠ‬ ،ٌ‫ﱢن‬‫ﯾ‬‫ﺑ‬ ‫اﻟﺣﻼل‬ ‫إنﱠ‬ ‫اﻟﺣرام‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫وﻗﻊ‬ ‫ﱡﺑﮭﺎت‬‫ﺷ‬‫اﻟ‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫وﻗﻊ‬ ‫َن‬‫ﻣ‬‫و‬ ،‫وﻋرﺿﮫ‬ ”Sesungguhnya perkara yang halal itu telah jelas dan perkara yang haram itu telah jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang (samar), tidak diketahui oleh mayoritas manusia. Barang siapa yang menjaga diri dari perkara-perkara samar tersebut, maka dia telah menjaga kesucian agama dan kehormatannya. Barang siapa terjatuh ke dalam perkara syubhat, maka dia telah terjatuh kepada perkara haram” (HR. Bukhori & Muslim) ْ‫م‬ُ‫ﻛ‬َ‫ﻟ‬ ً‫ﺔ‬‫ﻣ‬ْ‫ﺣ‬َ‫ر‬ َ‫ء‬‫ْﯾﺎ‬‫ﺷ‬‫أ‬ ْ‫ن‬َ‫ﻋ‬ َ‫َت‬‫ﻛ‬‫ﺳ‬ َ ‫و‬ ،‫ُوھﺎ‬‫ﻛ‬ِ‫ﮭ‬َ‫ﺗ‬ْ‫ﻧ‬َ‫ﺗ‬ ‫َﻼ‬‫ﻓ‬ َ‫ء‬‫ْﯾﺎ‬‫ﺷ‬‫أ‬ ‫م‬‫رﱠ‬َ‫وﺣ‬ ،‫َﺎ‬‫ھ‬‫ُو‬‫د‬َ‫ﺗ‬ْ‫َﻌ‬‫ﺗ‬ ‫َﻼ‬‫ﻓ‬ ‫ًا‬‫د‬‫ُو‬‫د‬ُ‫ﺣ‬ ‫ﱠ‬‫د‬‫وﺣ‬ ،‫َﺎ‬‫ھ‬‫ُو‬‫ﻌ‬‫ﱢ‬‫ﯾ‬َ‫ُﺿ‬‫ﺗ‬ َ‫ﻼ‬َ‫ﻓ‬ َ‫ِض‬‫ﺋ‬‫َرا‬‫ﻓ‬ َ‫ض‬َ‫َر‬‫ﻓ‬ ‫َﻰ‬‫ﻟ‬‫ﺎ‬َ‫َﻌ‬‫ﺗ‬ ‫ﱠ‬ ‫ﷲ‬ ‫إنﱠ‬ ‫َﺎ‬‫ﮭ‬ْ‫ﻧ‬َ‫ﻋ‬ ‫ُوا‬‫ﺛ‬‫ْﺣ‬‫ﺑ‬َ‫ﺗ‬ ‫َﻼ‬‫ﻓ‬ ٍ‫ن‬‫ﯾﺎ‬ْ‫ِﺳ‬‫ﻧ‬ َ‫ْر‬‫ﯾ‬َ‫ﻏ‬ ”Sesungguhnya Allah telah menetapkan berbagai kewajiban, maka janganlah kalian menyia-nyiakan kewajiban itu. Dia telah menetapkan batasan-batasan hukum maka janganlah kalian melampuinya. Dia telah mengharamkan beberapa hal maka janganlah kalian melanggarnya. Dan Allah subhanahu wa ta’ala juga mendiamkan beberapa perkara sebagai bentuk rahmat (kasih sayang) bagi kalian bukan karena lupa, maka janganlah kalian membahasnya(mencari–cari hukumnya).“ (HR. Daruquthni) Halal Haram Dalam Hadits Nabi Saw
  • 9.
    ‫اﻟﺗﺣرﯾم‬ ‫اﻟﺿﺎرة‬ ‫اﻷﺷﯾﺎء‬‫ﻓﻲ‬ ‫واﻷﺻل‬ ‫اﻹﺑﺎﺣﺔ‬ ‫اﻟﻧﺎﻓﻌﺔ‬ ‫اﻷﺷﯾﺎء‬ ‫ﻓﻲ‬ ‫اﻷﺻل‬ “Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah halal, hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram” ‫اﻟﺣرام‬ َ‫ﱢب‬‫ﻠ‬ُ‫ﻏ‬ ُ‫م‬‫واﻟﺣرا‬ ُ‫ل‬‫اﻟﺣﻼ‬ ‫َﻊ‬‫ﻣ‬َ‫ﺗ‬‫اﺟ‬ ‫إذا‬ “Jika perkara halal dan haram berkumpul, maka yang dimenangkan adalah yang haram”. ‫ات‬َ‫ر‬ ْ ‫ُو‬‫ظ‬ْ‫اﻟﻣﺣ‬ ُ‫ﺢ‬ْ‫ﯾ‬ِ‫ﺑ‬ُ‫ﺗ‬ ُ‫ات‬َ‫ر‬ ْ ‫ُو‬‫ر‬‫ﱠ‬‫ﺿ‬‫اﻟ‬ “Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang”. Halal Haram Dalam Maqolah Ulama
  • 10.
    Istilah “halal” berartijenis makanan yang boleh dikonsumsi dan tidak diharamkan. Istilah “thoyib” berarti jenis makanan yang bisa dinikmati, memberi manfaat karena telah memenuhi standar kesehatan (gizi, protein, higienis, dll.), tidak madharat bagi kesehatan fisik dan psikis, serta diperoleh dengan cara halal. َ‫ُون‬‫ﻧ‬ِ‫ﻣ‬ ْ ‫ُؤ‬‫ﻣ‬ ِ‫ﮫ‬ِ‫ﺑ‬ ْ‫م‬ُ‫ﺗ‬ْ‫ﻧ‬َ‫أ‬ ‫ِي‬‫ذ‬‫ﱠ‬‫ﻟ‬‫ا‬ َ ‫ﱠ‬ ‫ﷲ‬ ‫ُوا‬‫ﻘ‬‫ﱠ‬‫ﺗ‬‫ا‬ َ ‫و‬ ۚ ‫ًﺎ‬‫ﺑ‬‫ﱢ‬‫ﯾ‬َ‫ط‬ ً ‫ﻻ‬ َ ‫ﻼ‬َ‫ﺣ‬ ُ ‫ﱠ‬ ‫ﷲ‬ ُ‫م‬ُ‫ﻛ‬َ‫ﻗ‬َ‫ز‬َ‫ر‬ ‫ﱠﺎ‬‫ﻣ‬ِ‫ﻣ‬ ‫ُوا‬‫ﻠ‬ُ‫ﻛ‬ َ ‫و‬ “Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. (Qs. al Maidah : 88) Makanan Halal & Thoyib
  • 11.
    An Najis, AlMutanajis (najis, terkena najis), seperti darah & makanan terkena najis Al Kadar, al Khobats (kotor, jijik), seperti kecoa & belatung Al Dhoror (membahayakan), seperti racun & formalin Al Iskar (merusak fungsi akal), seperti khomr & narkoba Al Muftarisah (binatang buas), seperti serigala & elang Al Barma’iah (binatang amfibi), seperti katak & sesilia. Sebab Keharaman Makanan
  • 12.
    Najis adalah sesuatuyang kotor yang mencegah keabsahan ibadah Suci adalah keadaan tidak terkena najis dan atau tidak sedang berhadats kecil & besar. Najis Suci
  • 13.
    Najis Mukhoffafah (ringan),contoh : air kencing bayi laki-laki belum usia 2 tahun, cara mensucikan dengan menciprati air. Najis Mutawashitoh (sedang), contoh : kotoran hewan, darah manusia, cara mensucikan dengan menyiramkan air hingga bau, warna dan rasa hilang. Najis Mugholadzoh (berat), contoh : hal berasal dari anjing dan babi (air liur, kotoran, dll), cara mensucikan dengan menyiramkan air sebanyak 7 kali, salah satunya dicampur debu. Macam Najis
  • 14.
    Selain tiga najisyang sudah disebutkan di atas, ada pula najis ma’fu (dimaafkan). Apabila terkena najis ma’fu, kita tidak perlu mensucikanya. Contoh : bangkai binatang yang tidak mengeluarkan darah mengalir, keluar darah atau nanah dari kulit dengan jumlah yang sedikit, terkena asap dari pembakaran daging babi atau anjing. Najis Ma’fu
  • 15.
    Sesuatu yang halaldikonsumsi bisa menjadi haram jika terkena najis (mutanajis), contoh : makanan atau minuman yang terkena kotoran hewan Sesuatu yang suci tidak otomatis halal dikonsumsi, contoh : narkoba, daun ganja, dll (suci tapi haram dikonsumsi) Halal haram identik dengan konsumsi, suci najis identik dengan pemakaian, contoh : makanan halal/haram, pakaian suci/najis. Relasi Najis Suci dengan Halal Haram
  • 16.
    Ketetapan yang dikeluarkanoleh ulama, baik individu maupun kolektif Dimintakan oleh umat secara personal maupun komunal Penjelasan hukum fikih atas fenomena yang terjadi Fatwa Hukum Fikih
  • 17.
    Ayat Al Qur’ansebagai rujukan utama Hadist Nabi Saw sebagai rujukan utama Ijma (Kesepakatan Ulama) Qiyas (Proses Analog Hukum) Beberapa dalil syar’i lainnya (Seperti Al Maslahah Al Mursalah, Al Istihsan, Al Istiqro, dll) Dalil Fatwa Hukum Fikih
  • 18.
    Komisi Fatwa (KF)berdiri bersamaan dengan berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 17 Rajab 1395 Hijriah atau 26 Juli 1975. Bersidang setiap minggu dan atau setiap ada permohonan mendesak di bidang keagamaan (sosbudpolkestek) Komisi Fatwa MUI
  • 19.
  • 20.
  • 21.
  • 22.
    Fatwa MUI PensucianEkstrak Ragi
  • 23.
    Fatwa MUI AirDaur Ulang
  • 24.
  • 25.
  • 26.
    Demikian pemaparan tentangkonsep halal haram perspektif Syariat Islam, beberapa contoh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika, semoga bermanfaat dan terimakasih. Penutup