BULAN RAMADHAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA
Tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku remaja khususnya oknum pelajar banyak
mendapatkan sorotan negatif dari berbagai kalangan masyarakat, utamanya terkait
dengan tindakan-tindakan yang cendrung melawan hukum bahkan sampai pada
tindakan kriminal yang suka atau tidak suka menimbulkan kekhawatiran dan
kecemasan bagi sebagian anggota masyarakat tentang bagaimana nasib bangsa ini
kedepan. Saat ini para pelajar sudah mulai meninggalkan akar budaya kita, seperti giat
beribadah, gotong royong, saling membantu, tepo seliro, dan sikap-sikap positif lainnya,
seperti jujur dan bertanggung jawab. Sebagai remaja yang notabene adalah generasi
muda bangsa yang digadang-gadang sebagi penerima tongkat estafet kepemimpinan
dan tanggung jawab dimasa depan, sepertinya belum benar-benar mereka sadari dan
fahami, dan hal ini semakin diperparah dengan kecendrungan karakter bangsa secara
umum , adalah Bangsa Indonesia yang dikenal oleh bangsa lain sebagai bangsa yang
religius justru terdistrupsi oleh perkembangan zaman dengan kemajuan tekhnologi
diera globalisasi ini makin menjauhkan kita sebagai bangsa yang dikenal sebagai
bangsa yang religius, justru kemudian pada saat ini ada kecendrungan belum mampu
mengaktualisasikan perilaku yang religius yang ditandai dengan semakin meningkatnya
kasus-kasus korupsi dan kasus-kasus lainnya yang menunjukan kecendrungan
karakteristik yang semakin jauh dari nilai-nilai religius itu sendiri, dan akhirnya
melahirkan opini.” Kita belum bertuhan secara maknawi, tetapi baru secara ritual”.
Kesadaran bagi setiap orang tua dan masyarakat, bahwa pendidikan yang dilakukan
disekolah sesungguhnya tidak bias, terlepas dari pendidikan yang dilakukan dan
didapatkan dirumah serta dilingkungan masyarakat. Orang tua dan anggota masyarakat
juga harus memiliki kesadaran bahwa pendidikan bagi siswa didik tidak serta merta
menjadi tanggung jawab sepenuhnya bagi sekolah, karena memang faktanya waktu
siswa didik bersama orang tua dan berada dilingkungan masyarakatnya justru jauh
lebih banyak dibandingkan dengan guru disekolah. Artinya, orang tua seharusnya lebih
mengetahui sifat-sifat siswa didik dan oleh karena itu menjadi sangat penting bagi
orang tua untuk bersinergi dengan sekolah dalam pembentukan karakter siswa didik,
hal ini dapat dilakukan dengan komunikasi yang intens dan rutin.
Apa yang terjadi dengan degrasi karakteristik dan moralitas para remaja khususnya
para pelajar utamanya diera reformasi ini mendapatkan berbagai sorotan dan perhatian
dari berbagai tokoh dan penyelenggara pendidikan dinegeri ini. Sejak beberapa tahun
yang lalu penyelenggara pendidikan di Indonesia baik disekolah negeri maupun
disekolah swasta menyelenggarakan pendidikan karakter. Pendidikan karakter ini
berkembang karena para pakar
Sejak beberapa tahun yang lalu penyelenggara pendidikan diIndonesia menyadari
bahwa kecendrungan terjadinya degrasi karakter dan moralitas para remaja khususnya
para pelajar sudah mencapai tahap yang ‘mengkhawatirkan’, mereka sepakat mengakui
bahwa kebijakan dan sistem pendidikan yang ada, khususnya dalam bidang
pembentukan kepribadian yang bercirikan keindonesiaan (karakter) telah gagal
dilakukan. Kegagalan ini setidaknya diperkuat oleh pendapat I Ketut Sumarta, seorang
yang telah lama bergelut dalam dunia pendidikan dalam buku yang ditulisnya , yang
berjudul “ Pendidikan yang Memekarkan Rasa”, didalam buku itu ia mengatakan:”
Pendidikan kita cendrung hanya menonjolkan pembentukan kecerdasan berfikir dan
menepikan penempatan kecerdasan rasa, kecerdasan budi, bahkan kecerdasan bathin.
Dari sini lahirlah manusia – manusia yang berotak pintar, manusia yang berprestasi
secara kuantitatif akademik, namun tiada kecerdasan budi sekaligus sangat tidak
mandiri.” Dari apa yang dituliskan oleh I Ketut Sumarta dapat dilihat bahwa telah terjadi
kegagalan dalam dunia pendidikan dalam rangka membentuk manusia dewasa yang
memiliki karakteristik Indonesia dan berwatak mandiri. Kegagalan membentuk manusia
dewasa yang memiliki karakteristik moralitas, serta mandiri ini dapat disikapi atau
diminimalisir dengan melakukan program pendidikan karakter.
Seorang penyair Arab Syauqi Bey pernah berkata bahwa,” Sesungguhnya kejayaan
suatu umat (bangsa) terletak pada akhlak/karakternya. Jika itu telah runtuh, maka
runtuh pulalah bangsa itu”. Apa yang disampaikan oleh penyair Arab tersebut sangat
relevan dengan Hadist Rasulullah bahwa “ Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan budi pekerti (HR Ahmad).” Dan sekaligus menegaskan bahwa ciri
dasar yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya (termasuk binatang) adalah
akhlak.
Apa yang disampaikan oleh Syauqi Bey adalah menjadi ‘warning’ bagi setiap bangsa,
khususnya Bangsa Indonesia betapa pentingnya untuk sesegera mungkin membuat
berbagai kebijakan dibidang pendidikan untuk memprioritaskan pembentukan akhlak
atau karakteristik bangsa pada hari ini, hari esok, ataupun untuk masa depan adalah
kebijakan yang berbasis akhlak dan moralitas sebagai bangsa yang berdasarkan ajaran
agama secara individu, dan berpedoman kepada Pancasila sebagai suatu bangsa,
apalagi dengan melihat kondisi generasi muda bangsa saat ini yang sangat rentan
terlibat tindakan kriminal,konflik dengan sesame, dan hedonisme yang kebablasan.
Dalam konteks diatas maka alangkah sangat baiknya jika kehadiran ‘Bulan Ramadhan’
dapat dimaksimalkan untuk melakukan pembentukan karakteristik siswa didik utamanya
yang menganut agama Islam, agar dapat tumbuh dan berkembang sebagai sosok anak
bangsa yang Islami sekaligus memiliki wawasan kebangsaan yang mumpuni serta
faham tentang nilai-nilai pancasila secara menyeluruh dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.Memang kalau diperhatikan ada berbagai kegiatan yang dilakukan
diberbagai sekolah yang mengkemas kegiatannya dalam bentuk ‘Pesantren Ramadhan’
, namun kegiatan tersebut menurut penilaian penulis masih dilakukan secara sederhana
dan hanya sekedar dilakukan untuk mengisi kegiatan di Bulan Ramadhan semata,
dengan kegiatan-kegiatan yang hanya berorientasi kepada kegiatan-kegiatan ibadah
semata, dan kurang dalam pembentukan karakter para peserta dalam wujud yang lain
seperti misalnya hak dan kewajiban sebagai warga Negara termasuk tentang moderasi
beragama yang digaungkan oleh pemerintah utamanya kementrian agama.
Diberbagai kasus yang terjadi diberbagai wilayah Indonesia yang terkait dengan
intoleransi beragama dapat dilihat bahwa kasus-kasus tersebut muncul sebagai effect
pemahaman beragama yang sangat dangkal. Adalah sesuatu yang tidak dapat
dipungkiri bahwa Indonesia adalah bangsa yang ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa sebagai bangsa yang majemuk atau bangsa yang berbhinneka. Kemajemukan
dan kebhinnekaan itu tidak saja dari segi etnis tetapi juga menyangkut tentang
keyakinan beragama. Dan hal ini menjadi poin penting bagi setiap anak bangsa untuk
dapat menerima takdir tersebut dengan baik serta dengan rasa syukur, karena
keberagaman itu sejatinya adalah anugerah dan bukan malah sebaliknya menjadi
musibah. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius harus dapat menerima takdir
,yang merupakan dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan yang tidak dapat ditawar.
Dan dalam konteks kegiatan hari keagamaan seperti Bulan Ramadhan atau berbagai
kegiatan keagamaan lainya materi moderasi agama ini penting untuk semenjak dini
ditanamkan kepada generasi muda bangsa, sehingga kedepan kita tidak lagi
menjumpai persoalan-persoalan yang terkait dengan intoleransi maupun anti
kebhinnekaan, dengan demikian sebagai bangsa kita dapat lebih fokus untuk mencapai
apa yang menjadi cita-cita bangsa. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk dari
segi suku, bangsa, budaya, ras, bahasa dan agama, sehingga memerlukan strategi
untuk menciptakan dan menjaga suasana kebebasan dalam beragama dan kerukunan
umat beragama. Hal tersebut dilakukan agar tercipta kehidupan masyarakat yang
sejahtera, aman dan damai. Dalam mewujudkan keamanan, kedamaian, dan
ketentraman maka perlu adanya strategi yang tepat. Strategi tersebut adalah moderasi
beragama, yang hadir sebagai perekat persamaan bukan untuk mempertajam
perbedaan.
Dari apa yang dituliskan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa kegiatan
keagamaan bukan hanya semata dijadikan untuk kegiatan ibadah semata, tetapi juga
dapat dikemas dalam bentuk yang lebih luas bagaimana kegiatan keagamaan tersebut
dapat menjadi sarana untuk memperluas wawasan pemahaman sekaligus
pembentukan karakter anak bangsa yang tidak saja beriman serta memiliki akhlakul
karimah dan moralitas yang baik, namun lebih dari itu dapat tumbuh menjadi sosok
yang religius serta memiliki karakter dan nalar kebangsaan yang patut
dibanggakan.Semoga.
BULAN RAMADHAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER  BANGSA.docx

BULAN RAMADHAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA.docx

  • 1.
    BULAN RAMADHAN DANPEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA Tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku remaja khususnya oknum pelajar banyak mendapatkan sorotan negatif dari berbagai kalangan masyarakat, utamanya terkait dengan tindakan-tindakan yang cendrung melawan hukum bahkan sampai pada tindakan kriminal yang suka atau tidak suka menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan bagi sebagian anggota masyarakat tentang bagaimana nasib bangsa ini kedepan. Saat ini para pelajar sudah mulai meninggalkan akar budaya kita, seperti giat beribadah, gotong royong, saling membantu, tepo seliro, dan sikap-sikap positif lainnya, seperti jujur dan bertanggung jawab. Sebagai remaja yang notabene adalah generasi muda bangsa yang digadang-gadang sebagi penerima tongkat estafet kepemimpinan dan tanggung jawab dimasa depan, sepertinya belum benar-benar mereka sadari dan fahami, dan hal ini semakin diperparah dengan kecendrungan karakter bangsa secara umum , adalah Bangsa Indonesia yang dikenal oleh bangsa lain sebagai bangsa yang religius justru terdistrupsi oleh perkembangan zaman dengan kemajuan tekhnologi diera globalisasi ini makin menjauhkan kita sebagai bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang religius, justru kemudian pada saat ini ada kecendrungan belum mampu mengaktualisasikan perilaku yang religius yang ditandai dengan semakin meningkatnya kasus-kasus korupsi dan kasus-kasus lainnya yang menunjukan kecendrungan karakteristik yang semakin jauh dari nilai-nilai religius itu sendiri, dan akhirnya melahirkan opini.” Kita belum bertuhan secara maknawi, tetapi baru secara ritual”. Kesadaran bagi setiap orang tua dan masyarakat, bahwa pendidikan yang dilakukan disekolah sesungguhnya tidak bias, terlepas dari pendidikan yang dilakukan dan didapatkan dirumah serta dilingkungan masyarakat. Orang tua dan anggota masyarakat juga harus memiliki kesadaran bahwa pendidikan bagi siswa didik tidak serta merta menjadi tanggung jawab sepenuhnya bagi sekolah, karena memang faktanya waktu siswa didik bersama orang tua dan berada dilingkungan masyarakatnya justru jauh lebih banyak dibandingkan dengan guru disekolah. Artinya, orang tua seharusnya lebih mengetahui sifat-sifat siswa didik dan oleh karena itu menjadi sangat penting bagi orang tua untuk bersinergi dengan sekolah dalam pembentukan karakter siswa didik, hal ini dapat dilakukan dengan komunikasi yang intens dan rutin. Apa yang terjadi dengan degrasi karakteristik dan moralitas para remaja khususnya para pelajar utamanya diera reformasi ini mendapatkan berbagai sorotan dan perhatian dari berbagai tokoh dan penyelenggara pendidikan dinegeri ini. Sejak beberapa tahun yang lalu penyelenggara pendidikan di Indonesia baik disekolah negeri maupun disekolah swasta menyelenggarakan pendidikan karakter. Pendidikan karakter ini berkembang karena para pakar Sejak beberapa tahun yang lalu penyelenggara pendidikan diIndonesia menyadari bahwa kecendrungan terjadinya degrasi karakter dan moralitas para remaja khususnya
  • 2.
    para pelajar sudahmencapai tahap yang ‘mengkhawatirkan’, mereka sepakat mengakui bahwa kebijakan dan sistem pendidikan yang ada, khususnya dalam bidang pembentukan kepribadian yang bercirikan keindonesiaan (karakter) telah gagal dilakukan. Kegagalan ini setidaknya diperkuat oleh pendapat I Ketut Sumarta, seorang yang telah lama bergelut dalam dunia pendidikan dalam buku yang ditulisnya , yang berjudul “ Pendidikan yang Memekarkan Rasa”, didalam buku itu ia mengatakan:” Pendidikan kita cendrung hanya menonjolkan pembentukan kecerdasan berfikir dan menepikan penempatan kecerdasan rasa, kecerdasan budi, bahkan kecerdasan bathin. Dari sini lahirlah manusia – manusia yang berotak pintar, manusia yang berprestasi secara kuantitatif akademik, namun tiada kecerdasan budi sekaligus sangat tidak mandiri.” Dari apa yang dituliskan oleh I Ketut Sumarta dapat dilihat bahwa telah terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan dalam rangka membentuk manusia dewasa yang memiliki karakteristik Indonesia dan berwatak mandiri. Kegagalan membentuk manusia dewasa yang memiliki karakteristik moralitas, serta mandiri ini dapat disikapi atau diminimalisir dengan melakukan program pendidikan karakter. Seorang penyair Arab Syauqi Bey pernah berkata bahwa,” Sesungguhnya kejayaan suatu umat (bangsa) terletak pada akhlak/karakternya. Jika itu telah runtuh, maka runtuh pulalah bangsa itu”. Apa yang disampaikan oleh penyair Arab tersebut sangat relevan dengan Hadist Rasulullah bahwa “ Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti (HR Ahmad).” Dan sekaligus menegaskan bahwa ciri dasar yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya (termasuk binatang) adalah akhlak. Apa yang disampaikan oleh Syauqi Bey adalah menjadi ‘warning’ bagi setiap bangsa, khususnya Bangsa Indonesia betapa pentingnya untuk sesegera mungkin membuat berbagai kebijakan dibidang pendidikan untuk memprioritaskan pembentukan akhlak atau karakteristik bangsa pada hari ini, hari esok, ataupun untuk masa depan adalah kebijakan yang berbasis akhlak dan moralitas sebagai bangsa yang berdasarkan ajaran agama secara individu, dan berpedoman kepada Pancasila sebagai suatu bangsa, apalagi dengan melihat kondisi generasi muda bangsa saat ini yang sangat rentan terlibat tindakan kriminal,konflik dengan sesame, dan hedonisme yang kebablasan. Dalam konteks diatas maka alangkah sangat baiknya jika kehadiran ‘Bulan Ramadhan’ dapat dimaksimalkan untuk melakukan pembentukan karakteristik siswa didik utamanya yang menganut agama Islam, agar dapat tumbuh dan berkembang sebagai sosok anak bangsa yang Islami sekaligus memiliki wawasan kebangsaan yang mumpuni serta faham tentang nilai-nilai pancasila secara menyeluruh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Memang kalau diperhatikan ada berbagai kegiatan yang dilakukan diberbagai sekolah yang mengkemas kegiatannya dalam bentuk ‘Pesantren Ramadhan’ , namun kegiatan tersebut menurut penilaian penulis masih dilakukan secara sederhana dan hanya sekedar dilakukan untuk mengisi kegiatan di Bulan Ramadhan semata,
  • 3.
    dengan kegiatan-kegiatan yanghanya berorientasi kepada kegiatan-kegiatan ibadah semata, dan kurang dalam pembentukan karakter para peserta dalam wujud yang lain seperti misalnya hak dan kewajiban sebagai warga Negara termasuk tentang moderasi beragama yang digaungkan oleh pemerintah utamanya kementrian agama. Diberbagai kasus yang terjadi diberbagai wilayah Indonesia yang terkait dengan intoleransi beragama dapat dilihat bahwa kasus-kasus tersebut muncul sebagai effect pemahaman beragama yang sangat dangkal. Adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia adalah bangsa yang ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai bangsa yang majemuk atau bangsa yang berbhinneka. Kemajemukan dan kebhinnekaan itu tidak saja dari segi etnis tetapi juga menyangkut tentang keyakinan beragama. Dan hal ini menjadi poin penting bagi setiap anak bangsa untuk dapat menerima takdir tersebut dengan baik serta dengan rasa syukur, karena keberagaman itu sejatinya adalah anugerah dan bukan malah sebaliknya menjadi musibah. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius harus dapat menerima takdir ,yang merupakan dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan yang tidak dapat ditawar. Dan dalam konteks kegiatan hari keagamaan seperti Bulan Ramadhan atau berbagai kegiatan keagamaan lainya materi moderasi agama ini penting untuk semenjak dini ditanamkan kepada generasi muda bangsa, sehingga kedepan kita tidak lagi menjumpai persoalan-persoalan yang terkait dengan intoleransi maupun anti kebhinnekaan, dengan demikian sebagai bangsa kita dapat lebih fokus untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk dari segi suku, bangsa, budaya, ras, bahasa dan agama, sehingga memerlukan strategi untuk menciptakan dan menjaga suasana kebebasan dalam beragama dan kerukunan umat beragama. Hal tersebut dilakukan agar tercipta kehidupan masyarakat yang sejahtera, aman dan damai. Dalam mewujudkan keamanan, kedamaian, dan ketentraman maka perlu adanya strategi yang tepat. Strategi tersebut adalah moderasi beragama, yang hadir sebagai perekat persamaan bukan untuk mempertajam perbedaan. Dari apa yang dituliskan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa kegiatan keagamaan bukan hanya semata dijadikan untuk kegiatan ibadah semata, tetapi juga dapat dikemas dalam bentuk yang lebih luas bagaimana kegiatan keagamaan tersebut dapat menjadi sarana untuk memperluas wawasan pemahaman sekaligus pembentukan karakter anak bangsa yang tidak saja beriman serta memiliki akhlakul karimah dan moralitas yang baik, namun lebih dari itu dapat tumbuh menjadi sosok yang religius serta memiliki karakter dan nalar kebangsaan yang patut dibanggakan.Semoga.