Dasar Dasar Terapi
Dasar Dasar Terapi
Secara Rasional
Secara Rasional
Sugiarto
Sugiarto
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Dr Moewardi /
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Dr Moewardi /
Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret
Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Surakarta
Materi Kuliah Budaya Ilmiah 29 September 2009
Materi Kuliah Budaya Ilmiah 29 September 2009
Materi
• Mengapa seorang klinisi atau dokter
harus memberikan terapi ?
• Sumber informasi apa sebagai dasar
terapi ?.
Mengapa seorang klinisi
atau dokter harus
memberikan terapi ?
Pendahuluan
• Seorang klinisi atau dokter dalam
menjalankan profesinya tidak hanya
menentukan diagnosis dan terapi saja, tetapi
yang lebih penting adalah membantu pasien
dan keluarganya dalam mengatasi masalah
penyakit yang diderita dan kematian.
• Tujuan terapi adalah
1. Memperpanjang harapan hidup dengan
harapan mencegah kematian lebih dini.
2. Memperpanjang kualitas hidup (quality of
life ) sehingga kecacatan akibat suatu
penyakit dapat dihindari atau diminimalisir.
3. Mengatasi keluan atau gejala yang menjadi
masalah penderita.
• Adapun cara mencapai tujuan tersebut melalui
penanganan penderita secara komprehensip
yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif.
Upaya preventif meliputi :
1. Prevensi primer bertujuan untuk
menghilangkan atau mengurangi faktor
resiko (immunisasi, menghentikan merokok
terapi hipertensi dll)
2. Prevensi sekunder bertujuan untuk deteksi
awal suatu penyakit atau menghilangkan
penyakit( terapi kuman tbc, terapi kuman
tiphoid,dll) .
3. Prevensi tertier bertujuan membatasi dampak
terhadap suatu penyakit (terapi radiasi,
mastektomi parsial)
• Ada 2 jenis terapi kuratif yaitu
– terapi simptomatis dan terapi kausatif.
• Terapi simptomatis bertujuan untuk
menghilangkan gejala-gejala penyakit.
• Terapi non farmakologi .
• Terapi farmakologi.
• Terapi kausatif bertujuan untuk
menghilangkan penyakit atau penyebab
penyakit.
• Terapi non farmakologi.
• Terapi farmakologi.
Upaya kuratif meliputi :
Sumber informasi apa
sebagai dasar terapi ?.
Pendahuluan
• Evaluasi kemajuan terapi pada masa lalu
menunjukan hasil yang kurang efisien dan
terkadang memerlukan proses yang
membahayakan karena tidak berdasarkan
evidence base medicine (EBM).
• Profesi dokter dan kesehatan tidaklah cukup
hanya berpedoman pada kemampuan klinik
dan pengalaman  tanpa bukti penelitian
terbaru seorang dokter akan ketinggalan (out
of date).
Evidence-Based Medicine
(EMB)
Evidence-Based Medicine (EMB)
• Adalah integrasi hasil-hasil penelitian terbaru dengan
subyek pasien dan kejadian klinik dalam membuat
keputusan klinik .
• EBM merupakan hasil-hasil penelitian terbaru yang
merupakan integrasi antara pengalaman klinik,
pengetahuan patofisiologi dan keputusan terhadap
kesehatan pasien.
• Atau
• merupakan integrasi kejadian untuk menentukan
terapi atau penatalaksanaan suatu penyakit.
• Dengan melihat pada penelitian-penelitian
kedokteran dan literatur-literatur
(individual atau group), sehingga dapat
membantu dokter
– Menentukan diagnosis yang tepat,
– Memilih rencana pemeriksaan terbaru,
– Memilih terapi terbaru
– Memilih metode pencegahan penyakit
terbaru.
• Selama ini jenis penelitian terbaik adalah :
– Randomised clinical trials.
– Meta-analysis.
• Bukti-bukti klinik biasanya ditulis dalam
suatu journal dan dokumen-dokumen,
sehingga memudahkan seorang dokter atau
klinisi untuk memanfaatkanya.
• Menggunakan tehnik EMB berskala besar
dengan pengelompokan pada penyakit yang
sama dapat digunakan untuk pembuatan suatu
“ practice guidelines” atau konsensus.
• Manfaat “practice guideline” oleh para klinisi
digunakan untuk menentukan :
– Diagnostik.
– Terapi.
EBM Klinik
• Merupakan bukti penelitian terbaru
– untuk memutuskan tentang penatalaksaan pasien-
pasien secara individu.
– untuk memperbaiki dan mengevaluasi perawatan
pada pasien.
• Digunakan sebagai” gold standart/ standar
baku/standar emas “ untuk praktisi klinik dan
guideline therapi.
Sumber EBM Klinik
• Sistematic reviews dari literatur
kedokteran.
• Large Randomised controlled trials
( efikasi terapi)
• Large prospective studies (pemantauan
waktu).
  Bukti penelitian test diagnostik dan terapi.
Klasifikasi EBM
• 1. Evidence-Base guideline.
– EBM praktis pada tingkat organisasi atau
institusi dalam bentuk guideline, pedoman, dan
aturan
• 2.Evidence-Base individual decision making.
– EBM praktis pada individual.
Manfaat EBM Klinik
• Practice guideline atau Evidence-base medicine
guidelines.
1. Membantu menurunkan mortalitas atau
kematian pasien.
2. Memperbaiki derajat kesehatan dan
perawatan.
3. Mengevaluasi dan merencanakan terapi.
4. Memilih pola hidup dan perawatan kesehatan
terbaik.
Contoh EBM klinik
– Clinical Guidelines” The Evidence Base for
Tight Blood Pressure Control in the
Management of Type 2 Diabetes Mellitus “
– Petunjuk Praktis “ Pengelolaan Diabetes
Mellitus Tipe 2” oleh PERKENI 2002.
– Konsensus “Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia “ oleh
PERKENI 2006
– JNC VII for hipertension.
Kualifikasi EBM Klinik
1. U.S. Preventive Services Task Force
2. U. K. National Health Service (level of
evidence [LOE])
1 .U.S. Preventive Services Task Force
• Level I:
– Designed randomized controlled trial.
• Level II-1:
– Designed controllled trial tanpa random
• Level II-2:
– Studi cohort atau case-control analytic.
• Level II-3:
– Multiple time series dengan atau tanpa intervensi.
• Level III:
– Pendapat ahli, penelitian klinik dasar, studi descriptive atau
laporan kasus.
Kategori dari rekomendasi
( US. Preventive Services Task Force)
• Level A:
– Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik lebih baik
dengan resiko sedikit.
• Level B:
– Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit lebih
baik dengan resiko sedikit
• Level C:
– Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit, dimana
perbandingan antara manfaat dan resiko sama.
• Level D:
– Suatu penelitian yang memberikan resiko klinik lebih berat.
• Level I:
– Suatu penelitian yang tidak mempunyai bukti cukup, kualitas
jelek atau banyak pertentangan.
2. UK National Health Service
( level of evidence [LOE])
• Pembagaian berdasarkan pendekatan prevention, diagnosis,
prognosis dan therapy.
• Level A:
– Consistent Randomised Controlled Clinical Trial, Cohort
study, keputusan klinik berdasarkan validitas pada
populasi yang berbeda.
• Level B:
– Consistent Retrospective Cohort,Explonatory Cohort,
Ecological Study,,Outcomes Research, Case-control
Study, atau extrapolasi dari studi level A.
• Level C:
– Case-series Study atau extrapolasi dari studi level B
• Level D:
– Opini tanpa critical appraisal atau berdasarkan
patophysiologi.
Jenis-jenis metode penelitian
• Meta Analysis
– Evaluasi terapi, efektifitas dan rencana
penelitian baru.
• Systemic overview
– Topik klinik dan untuk mejawab pertanyaan
yang spesifik.
• Randomized Controlled Clinical Trial/Controlled
Clinical Trial
– Diagnostik, terapi dan efektifitas profilaksi.
• Cohort Study (Penelitian prospektif)
– Prognosis, etiologi dan prevensi.
• Case-control Study (Penelitian retrospektif)
– Prognosis, etiologi dan prevensi
• Cross-Sectional Study
• Review
Meta-analisis atau sistemik
overview
• Digunakan untuk informasi terapi bila tidak ada
penelitian RCT dalam jumlah besar.
• Meningkatkan kekuatan (akibat intervensi )
secara statistik bila dibandingkan dengan
penelitian RCT dalam jumlah kecil.
• Meningkatkan presisi bila dibandingkan dengan
beberapa penelitian RCT.
• Bisa memperkirakan efek terapi.
Randomized controlled trial/RCT
• Bila dilakukan dalam jumlah besar, menjadi
sumber yang paling baik untuk memperkirakan
manfaat dan kerugian dari hasil penelitian.
• Kesempatan yang sama diantara kelompok
penelitian.
• Bisa meninimalkan bias (kesalahan)
• Metode doubel-blind RCT merupakan gold
standar untuk mengetahui efek terapi atau
intervensi.
Apa sebenarnya arti Uji Klinik atau
clinical trial ?
• Istilah uji klnik merupakan aplikasi dari semua jenis
eksperimental yang direncanakan dengan
mengikutsertakan pasien dan dirancang untuk
mendapatkan terapi pasien yang sesuai dimasa mendatang
dengan kondisi medis tertentu ( Pocock, 1984).
• Ciri khas dari uji klinik adalah hasil-hasil berdasarkan
jumlah sampel yang terbatas
– Untuk mendapatkan kesimpulan mengenai bagaimana terapi dapat
digunakan
– Dapat digunakan untuk terapi pada masa yang akan datang.
• .
• Berdasarkan “Uji klinik” yang baik dan
mengikuti prinsip-prinsip eksperimental
ilmiah merupakan satu-satunya dasar yang
dapat dipercaya untuk dapat menilai
efisiensi dan keamanan dari terapi yang
baru
• Uji klinik merupakan jenis khusus dari
studi kohort yang kondisi studinya selektif,
dintervensi yang bertujuan untuk
membandingkan suatu obat baru dengan
obat standart.
• Ada 2 pertanyaan yang dijawab dalam uji
klinis yaitu :
1. Dapatkah bekerja pada keadaan ideal ?
– Efikasi adalah lebih memberikan manfaat dari
pada kerugian dalam kondisi edeal
2. Apakah obat dapat bekerja pada tatanan
biasa ?
– Efektif adalah lebih memberikan manfaat dari
pada kerugian dalam kondisi sebagaimana adanya
• Bagaimana menentukan suatu rencana
pengobatan ?
– Sebaiknya mengacu pada
• Teori yang sesuai logika
• Hasil uji secara eksperimental.
• Bagaimana para klinisi untuk menentukan
terapi ?
– Berdasarkan pengalaman pribadi.
– Berdasarkan pengalaman yang didapat baik secara
tertulis (tulisan ilmiah) maupun lisan dari sejawat.
Struktur Uji kinik dalam bentuk sederhana
yaitu:
• Pertama :
– pasien diseleksi dari jumlah sampel yang lebih besar
dengan kondisi yang sama.
• Kedua :
– Dibagi menjadi 2 kelompok (dengan prognosis yang
sebanding ):
• Kelompok eksperimen (obat baru) yang diperkirakan
bermanfaat.
• Kelompok kontrol (obat lama).
• Paparan klinik selanjutnya diamati dan setiap
perbedaan dalam keluaran dihubungkan dengan
intervensi.
Struktur Uji Klinik
Populasi
pasien dgn
kondisi
Sampel
Intervensi eksperimen
Intervensi pembanding
(kontrol)
Alokasi
Sembuh
Tidak sembuh
Sembuh
Tidak sembuh
• Studi pada binatang tidak dimasukan dalam uji
klinik.
• Yang termasuk uji klinik adalah
– Percobaan pada manusia sukarelawan sehat
– Uji lapangan dari vaksin.
– Uji pencegahan unutk subyek dengan gejala
progejala.
– Uji kelompok pasien.
Tahapan eksperimen dalam Uji Obat
(drug trial):
• 1.Uji Tahap I
– Uji toksisitas dan farmakologi klinik
– Terhadap sukarelawan.
• 2 Uji Tahap II
– Uji efek pengobatan (efektifitas dan keamanan).
– Terhadap pasien terbatas antara 100-200 pasien.
• 3 Uji Tahap III.
– Uji evaluasi terapi dalam skala penuh.
– Membandingkan obat yang baru dengan obat standart.
– Disebut “Uji klinik” atau “studi komparatif.”
• 4 Uji Tahap IV.
– Surveilan pasca pasar atau post marketing.
– Dilihat efek samping obat, mortalitas dan morbiditas
dalam skala besar.
Kesimpulan
• Terapi diberikan apabila seorang klinisi sudah
mempunyai kejelasan tentang tujuan terapi.
• Terapi diberikan berdasarkan hasil-hasil uji klinis
dengan prinsip EBM.
• Dalam membaca journal terapi sebaiknya dipilih
journal dengan metode Randomised clinical trials
atau Meta-analysis.
Kepustakaan.
• Greenberg,et al, 2001 . Medical Epidemiology. Edisi 3
Lange Medical Books/ MCGraw-Hill.Toronto
• Gerstein H.C and Haynes RB. 2001 Evidence-based
diabetes care. BC decker Inc London.
• http://en.Wikipedia.org/wiki/Evidence-based_medicine
• Soeparto ,dkk. 1998 Epidemiologi Klinis .Gramik FK
UNAIR.
• Tierney et al. 2005.Current medical Diagnosis & treatment .
MacGraw-Hill Toronto.
dasar-dasar_terapi_secara_rasional (3).ppt

dasar-dasar_terapi_secara_rasional (3).ppt

  • 1.
    Dasar Dasar Terapi DasarDasar Terapi Secara Rasional Secara Rasional Sugiarto Sugiarto Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Dr Moewardi / Bagian Ilmu Penyakit Dalam RS Dr Moewardi / Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta Materi Kuliah Budaya Ilmiah 29 September 2009 Materi Kuliah Budaya Ilmiah 29 September 2009
  • 2.
    Materi • Mengapa seorangklinisi atau dokter harus memberikan terapi ? • Sumber informasi apa sebagai dasar terapi ?.
  • 3.
    Mengapa seorang klinisi ataudokter harus memberikan terapi ?
  • 4.
    Pendahuluan • Seorang klinisiatau dokter dalam menjalankan profesinya tidak hanya menentukan diagnosis dan terapi saja, tetapi yang lebih penting adalah membantu pasien dan keluarganya dalam mengatasi masalah penyakit yang diderita dan kematian.
  • 5.
    • Tujuan terapiadalah 1. Memperpanjang harapan hidup dengan harapan mencegah kematian lebih dini. 2. Memperpanjang kualitas hidup (quality of life ) sehingga kecacatan akibat suatu penyakit dapat dihindari atau diminimalisir. 3. Mengatasi keluan atau gejala yang menjadi masalah penderita. • Adapun cara mencapai tujuan tersebut melalui penanganan penderita secara komprehensip yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
  • 6.
    Upaya preventif meliputi: 1. Prevensi primer bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi faktor resiko (immunisasi, menghentikan merokok terapi hipertensi dll) 2. Prevensi sekunder bertujuan untuk deteksi awal suatu penyakit atau menghilangkan penyakit( terapi kuman tbc, terapi kuman tiphoid,dll) . 3. Prevensi tertier bertujuan membatasi dampak terhadap suatu penyakit (terapi radiasi, mastektomi parsial)
  • 7.
    • Ada 2jenis terapi kuratif yaitu – terapi simptomatis dan terapi kausatif. • Terapi simptomatis bertujuan untuk menghilangkan gejala-gejala penyakit. • Terapi non farmakologi . • Terapi farmakologi. • Terapi kausatif bertujuan untuk menghilangkan penyakit atau penyebab penyakit. • Terapi non farmakologi. • Terapi farmakologi. Upaya kuratif meliputi :
  • 8.
  • 9.
    Pendahuluan • Evaluasi kemajuanterapi pada masa lalu menunjukan hasil yang kurang efisien dan terkadang memerlukan proses yang membahayakan karena tidak berdasarkan evidence base medicine (EBM). • Profesi dokter dan kesehatan tidaklah cukup hanya berpedoman pada kemampuan klinik dan pengalaman  tanpa bukti penelitian terbaru seorang dokter akan ketinggalan (out of date).
  • 10.
  • 11.
    Evidence-Based Medicine (EMB) •Adalah integrasi hasil-hasil penelitian terbaru dengan subyek pasien dan kejadian klinik dalam membuat keputusan klinik . • EBM merupakan hasil-hasil penelitian terbaru yang merupakan integrasi antara pengalaman klinik, pengetahuan patofisiologi dan keputusan terhadap kesehatan pasien. • Atau • merupakan integrasi kejadian untuk menentukan terapi atau penatalaksanaan suatu penyakit.
  • 12.
    • Dengan melihatpada penelitian-penelitian kedokteran dan literatur-literatur (individual atau group), sehingga dapat membantu dokter – Menentukan diagnosis yang tepat, – Memilih rencana pemeriksaan terbaru, – Memilih terapi terbaru – Memilih metode pencegahan penyakit terbaru.
  • 13.
    • Selama inijenis penelitian terbaik adalah : – Randomised clinical trials. – Meta-analysis. • Bukti-bukti klinik biasanya ditulis dalam suatu journal dan dokumen-dokumen, sehingga memudahkan seorang dokter atau klinisi untuk memanfaatkanya.
  • 14.
    • Menggunakan tehnikEMB berskala besar dengan pengelompokan pada penyakit yang sama dapat digunakan untuk pembuatan suatu “ practice guidelines” atau konsensus. • Manfaat “practice guideline” oleh para klinisi digunakan untuk menentukan : – Diagnostik. – Terapi.
  • 15.
    EBM Klinik • Merupakanbukti penelitian terbaru – untuk memutuskan tentang penatalaksaan pasien- pasien secara individu. – untuk memperbaiki dan mengevaluasi perawatan pada pasien. • Digunakan sebagai” gold standart/ standar baku/standar emas “ untuk praktisi klinik dan guideline therapi.
  • 16.
    Sumber EBM Klinik •Sistematic reviews dari literatur kedokteran. • Large Randomised controlled trials ( efikasi terapi) • Large prospective studies (pemantauan waktu).   Bukti penelitian test diagnostik dan terapi.
  • 17.
    Klasifikasi EBM • 1.Evidence-Base guideline. – EBM praktis pada tingkat organisasi atau institusi dalam bentuk guideline, pedoman, dan aturan • 2.Evidence-Base individual decision making. – EBM praktis pada individual.
  • 18.
    Manfaat EBM Klinik •Practice guideline atau Evidence-base medicine guidelines. 1. Membantu menurunkan mortalitas atau kematian pasien. 2. Memperbaiki derajat kesehatan dan perawatan. 3. Mengevaluasi dan merencanakan terapi. 4. Memilih pola hidup dan perawatan kesehatan terbaik.
  • 19.
    Contoh EBM klinik –Clinical Guidelines” The Evidence Base for Tight Blood Pressure Control in the Management of Type 2 Diabetes Mellitus “ – Petunjuk Praktis “ Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2” oleh PERKENI 2002. – Konsensus “Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia “ oleh PERKENI 2006 – JNC VII for hipertension.
  • 20.
    Kualifikasi EBM Klinik 1.U.S. Preventive Services Task Force 2. U. K. National Health Service (level of evidence [LOE])
  • 21.
    1 .U.S. PreventiveServices Task Force • Level I: – Designed randomized controlled trial. • Level II-1: – Designed controllled trial tanpa random • Level II-2: – Studi cohort atau case-control analytic. • Level II-3: – Multiple time series dengan atau tanpa intervensi. • Level III: – Pendapat ahli, penelitian klinik dasar, studi descriptive atau laporan kasus.
  • 22.
    Kategori dari rekomendasi (US. Preventive Services Task Force) • Level A: – Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik lebih baik dengan resiko sedikit. • Level B: – Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit lebih baik dengan resiko sedikit • Level C: – Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit, dimana perbandingan antara manfaat dan resiko sama. • Level D: – Suatu penelitian yang memberikan resiko klinik lebih berat. • Level I: – Suatu penelitian yang tidak mempunyai bukti cukup, kualitas jelek atau banyak pertentangan.
  • 23.
    2. UK NationalHealth Service ( level of evidence [LOE]) • Pembagaian berdasarkan pendekatan prevention, diagnosis, prognosis dan therapy. • Level A: – Consistent Randomised Controlled Clinical Trial, Cohort study, keputusan klinik berdasarkan validitas pada populasi yang berbeda. • Level B: – Consistent Retrospective Cohort,Explonatory Cohort, Ecological Study,,Outcomes Research, Case-control Study, atau extrapolasi dari studi level A. • Level C: – Case-series Study atau extrapolasi dari studi level B • Level D: – Opini tanpa critical appraisal atau berdasarkan patophysiologi.
  • 24.
    Jenis-jenis metode penelitian •Meta Analysis – Evaluasi terapi, efektifitas dan rencana penelitian baru. • Systemic overview – Topik klinik dan untuk mejawab pertanyaan yang spesifik. • Randomized Controlled Clinical Trial/Controlled Clinical Trial – Diagnostik, terapi dan efektifitas profilaksi. • Cohort Study (Penelitian prospektif) – Prognosis, etiologi dan prevensi. • Case-control Study (Penelitian retrospektif) – Prognosis, etiologi dan prevensi • Cross-Sectional Study • Review
  • 25.
    Meta-analisis atau sistemik overview •Digunakan untuk informasi terapi bila tidak ada penelitian RCT dalam jumlah besar. • Meningkatkan kekuatan (akibat intervensi ) secara statistik bila dibandingkan dengan penelitian RCT dalam jumlah kecil. • Meningkatkan presisi bila dibandingkan dengan beberapa penelitian RCT. • Bisa memperkirakan efek terapi.
  • 26.
    Randomized controlled trial/RCT •Bila dilakukan dalam jumlah besar, menjadi sumber yang paling baik untuk memperkirakan manfaat dan kerugian dari hasil penelitian. • Kesempatan yang sama diantara kelompok penelitian. • Bisa meninimalkan bias (kesalahan) • Metode doubel-blind RCT merupakan gold standar untuk mengetahui efek terapi atau intervensi.
  • 27.
    Apa sebenarnya artiUji Klinik atau clinical trial ? • Istilah uji klnik merupakan aplikasi dari semua jenis eksperimental yang direncanakan dengan mengikutsertakan pasien dan dirancang untuk mendapatkan terapi pasien yang sesuai dimasa mendatang dengan kondisi medis tertentu ( Pocock, 1984). • Ciri khas dari uji klinik adalah hasil-hasil berdasarkan jumlah sampel yang terbatas – Untuk mendapatkan kesimpulan mengenai bagaimana terapi dapat digunakan – Dapat digunakan untuk terapi pada masa yang akan datang. • .
  • 28.
    • Berdasarkan “Ujiklinik” yang baik dan mengikuti prinsip-prinsip eksperimental ilmiah merupakan satu-satunya dasar yang dapat dipercaya untuk dapat menilai efisiensi dan keamanan dari terapi yang baru • Uji klinik merupakan jenis khusus dari studi kohort yang kondisi studinya selektif, dintervensi yang bertujuan untuk membandingkan suatu obat baru dengan obat standart.
  • 29.
    • Ada 2pertanyaan yang dijawab dalam uji klinis yaitu : 1. Dapatkah bekerja pada keadaan ideal ? – Efikasi adalah lebih memberikan manfaat dari pada kerugian dalam kondisi edeal 2. Apakah obat dapat bekerja pada tatanan biasa ? – Efektif adalah lebih memberikan manfaat dari pada kerugian dalam kondisi sebagaimana adanya
  • 30.
    • Bagaimana menentukansuatu rencana pengobatan ? – Sebaiknya mengacu pada • Teori yang sesuai logika • Hasil uji secara eksperimental. • Bagaimana para klinisi untuk menentukan terapi ? – Berdasarkan pengalaman pribadi. – Berdasarkan pengalaman yang didapat baik secara tertulis (tulisan ilmiah) maupun lisan dari sejawat.
  • 31.
    Struktur Uji kinikdalam bentuk sederhana yaitu: • Pertama : – pasien diseleksi dari jumlah sampel yang lebih besar dengan kondisi yang sama. • Kedua : – Dibagi menjadi 2 kelompok (dengan prognosis yang sebanding ): • Kelompok eksperimen (obat baru) yang diperkirakan bermanfaat. • Kelompok kontrol (obat lama). • Paparan klinik selanjutnya diamati dan setiap perbedaan dalam keluaran dihubungkan dengan intervensi.
  • 32.
    Struktur Uji Klinik Populasi pasiendgn kondisi Sampel Intervensi eksperimen Intervensi pembanding (kontrol) Alokasi Sembuh Tidak sembuh Sembuh Tidak sembuh
  • 33.
    • Studi padabinatang tidak dimasukan dalam uji klinik. • Yang termasuk uji klinik adalah – Percobaan pada manusia sukarelawan sehat – Uji lapangan dari vaksin. – Uji pencegahan unutk subyek dengan gejala progejala. – Uji kelompok pasien.
  • 34.
    Tahapan eksperimen dalamUji Obat (drug trial): • 1.Uji Tahap I – Uji toksisitas dan farmakologi klinik – Terhadap sukarelawan. • 2 Uji Tahap II – Uji efek pengobatan (efektifitas dan keamanan). – Terhadap pasien terbatas antara 100-200 pasien. • 3 Uji Tahap III. – Uji evaluasi terapi dalam skala penuh. – Membandingkan obat yang baru dengan obat standart. – Disebut “Uji klinik” atau “studi komparatif.” • 4 Uji Tahap IV. – Surveilan pasca pasar atau post marketing. – Dilihat efek samping obat, mortalitas dan morbiditas dalam skala besar.
  • 35.
    Kesimpulan • Terapi diberikanapabila seorang klinisi sudah mempunyai kejelasan tentang tujuan terapi. • Terapi diberikan berdasarkan hasil-hasil uji klinis dengan prinsip EBM. • Dalam membaca journal terapi sebaiknya dipilih journal dengan metode Randomised clinical trials atau Meta-analysis.
  • 36.
    Kepustakaan. • Greenberg,et al,2001 . Medical Epidemiology. Edisi 3 Lange Medical Books/ MCGraw-Hill.Toronto • Gerstein H.C and Haynes RB. 2001 Evidence-based diabetes care. BC decker Inc London. • http://en.Wikipedia.org/wiki/Evidence-based_medicine • Soeparto ,dkk. 1998 Epidemiologi Klinis .Gramik FK UNAIR. • Tierney et al. 2005.Current medical Diagnosis & treatment . MacGraw-Hill Toronto.