Pengaruh Praktik Manajemen
SDM dan Servant Leadership
terhadap Maturitas GRC
(Governance, Risk, and
Compliance) dengan Budaya
Organisasi sebagai Variabel
Mediasi di Direktorat Jenderal
XYZ Kementerian ABC
Seta Ariawuri Wicaksana
Founder and CEO
www.humanikaconsulting.com
“Sebuah sistem bisa
memaksa orang untuk patuh,
tetapi hanya budaya yang bisa
membuat mereka memilih
untuk berintegritas.”
- Seta Ariawuri Wicaksana, 2025
Latar Belakang
Aspek Uraian
Fakta Pemicu Kasus korupsi, kebocoran data, pelindungan situs judi online, lemahnya pengawasan.
Masalah Utama
Rendahnya maturitas GRC (governance, risk, compliance) dan belum terintegrasinya
fungsi audit–risiko–kepatuhan.
Akar Penyebab
Fragmentasi kebijakan, budaya organisasi belum mendukung nilai integritas,
kepemimpinan belum berorientasi pelayanan.
Kebutuhan Mendesak
Transformasi budaya organisasi agar GRC menjadi perilaku kolektif, bukan sekadar
formalitas administratif.
Tujuan Penelitian
Menganalisis peran budaya organisasi sebagai penghubung antara praktik SDM,
kepemimpinan, dan maturitas GRC.
Governance Risk Compliance
Penting dan Tantangan
Aspek Pentingnya GRC Tantangan Aktual di XYZ ABC
Governance
Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kontrol
internal.
Struktur GRC belum terintegrasi lintas unit dan
masih bersifat formalitas administratif.
Risk Management
Melindungi layanan digital dari ancaman siber dan risiko
operasional.
Sistem deteksi dan mitigasi risiko belum berbasis
data, analitik, maupun teknologi prediktif.
Compliance
Menjamin kepatuhan terhadap regulasi, standar ISO
31000, dan prinsip good governance.
Budaya kepatuhan masih lemah, belum menjadi
kesadaran kolektif di semua level organisasi.
Culture & Leadership
Budaya etis dan kepemimpinan pelayan menjadi pondasi
bagi tata kelola yang bersih dan kolaboratif.
Budaya organisasi belum sepenuhnya mendukung
nilai integritas, kolaborasi, dan keteladanan etis.
Human Resource
Management (HRM)
Mengembangkan kompetensi, mengaitkan kinerja
dengan nilai GRC, serta memberi penghargaan atas
integritas.
Pelatihan belum fokus pada GRC, penilaian kinerja
tidak menilai kepatuhan, dan reward belum berbasis
etika.
Faktor yang Mempengaruhi
GRC
• MATURITAS GRC: Perlu meningkatkan efektivitas tata kelola, ABC perlu
meningkatkan maturitas GRC dengan mengadopsi pendekatan yang lebih
sistematis.
• BUDAYA ORGANISASI: Meningkatkan maturitas Governance, Risk, and
Compliance (GRC) di Kementerian ABC dapat dicapai secara efektif melalui
penguatan budaya organisasi (Tenda, et al., 2022)
• SDM: Meningkatkan maturitas Governance, Risk, and Compliance (GRC) di
Kementerian ABC memerlukan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
yang efektif, terutama dalam aspek pengembangan kompetensi, penilaian
kinerja, dan manajemen penghargaan (Ulrich, 1999)
• KEPEMIMPINAN: yang mengutamakan kesejahteraan dan pengembangan
karyawan berperan penting dalam memperkuat maturitas GRC, sekaligus
membuka peluang bagi terciptanya inovasi yang berkelanjutan dalam
organisasi (Greenleaf & Spears, 2021).
Permasalahan
Budaya
• Organisasi menunjukkan tren penurunan
dalam implementasi nilai-nilai budaya
kerja ASN (BerAKHLAK), khususnya dalam
aspek adaptif, harmonis, dan loyal.
• Ini mengindikasikan bahwa budaya
organisasi belum sepenuhnya mendukung
transformasi yang berorientasi kinerja,
perubahan, dan integritas, dan
membutuhkan intervensi strategis.
• Termasuk penguatan tata kelola budaya,
pelatihan nilai, dan pengelolaan
kepemimpinan yang lebih inklusif.
SDM dan Kepemimpinan
• Kualitas pengelolaan SDM seperti
motivasi dan lingkungan kerja masih
menjadi tantangan utama yang
menempatkan Kementrian ABC dalam
kuartil terbawah OHI.
• Kepemimpinan perlu ditingkatkan agar
mampu membangun budaya kerja yang
sehat, inovatif, dan berorientasi pada
pemberdayaan pegawai.
• Keterkaitan antara budaya organisasi
yang lemah dan rendahnya maturitas
GRC menjadi semakin jelas dari data ini.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana gambaran terkait praktik yang dilakukan dari hasil penelitian setiap variabel dan
juga dikaitkan dengan data demografi koresponden penelitian?
2. Bagaimana Budaya Organisasi Berpengaruh dan positif Terhadap maturitas GRC?
3. Bagaimana Pelatihan dan Pengembangan berpengaruh dan positif terhadap Budaya
Organisasi?
4. Bagaimana Penilaian Kinerja berpengaruh dan positif terhadap Budaya Organisasi?
5. Bagaimana Pengelolaan Penghargaan berpengaruh dan positif terhadap Budaya Organisasi?
6. Bagaimana Kepemimpinan Pelayan berpengaruh dan positif terhadap Budaya Organisasi?
7. Bagaimana Pelatihan dan Pengembangan pengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC?
8. Bagaimana Proses Penilaian Kinerja berpengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC?
9. Bagaimana Pengelolaan Penghargaan pengaruh dan postif terhadap Maturitas GRC?
10. Bagaimana Kepemimpinan Pelayan berpengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC?
11. Bagaimana Pelatihan dan pengembangan berpengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC
melalui Budaya Organisasi?
12. Bagaimana Proses Penilaian kinerja berpengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC melalui
Budaya Organisasi?
13. Bagaimana Pengelolaan penghargaan berpengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC melalui
Budaya Organisasi?
14. Bagaimana Kepemimpinan Pelayan berpengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC melalui
Budaya Organisasi?
15. Bagaimana Roadmap pengembangan Maturitas GRC dan Model Pengembangannya di Ditjen
XYZ ABC?
Batasan Penelitian
• Batasan Konseptual: maturitas Governance, Risk, and
Compliance (GRC) dalam konteks organisasi public, Budaya
organisasi, SDM (Pelatihan, Proses Penilaian Kinerja, dan
Reward Management), Kepemimpinan
• Batasan Konteks Organisasi: Kementerian ABC.
• Batasan Metodologi: kuantitatif dengan metode survei dan
analisis Structural Equation Modeling (SEMPLS)
• Batasan Variabel: tidak mencakup variabel eksternal yang
dapat mempengaruhi maturitas GRC, seperti faktor politik,
perubahan regulasi global, atau teknologi disruptif yang
berkembang pesat.
• Batasan Generalisasi: dapat memberikan gambaran tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi maturitas GRC di ABC,
tetapi tidak dapat digeneralisasikan.
Teori yang Digunakan
• GRC Framework:
• OCEG (2021) – Integrasi governance, risk &
compliance
• COSO ERM (2018) – Enterprise risk management
• OECD (2017) – Tata kelola sektor publik
• Budaya Organisasi:
• Schein (2010) – Artefak, nilai, dan asumsi dasar
• Servant Leadership:
• Greenleaf (1977) – Kepemimpinan berbasis pelayanan
• Manajemen SDM:
• Ulrich et al. (2012) – Pelatihan, reward, dan budaya
kerja
Teori Utama GRC
COSO Framework (1992): Menekankan pengendalian internal untuk mendukung tata kelola.
OECD Principles (1999): Keseimbangan antara tujuan ekonomi dan kepentingan stakeholder.
Basel Committee (2004): Stabilitas keuangan dengan pengelolaan risiko operasional.
OCEG (2007): Integrasi GRC untuk menangani ketidakpastian dan memastikan integritas.
GRC adalah pendekatan terintegrasi untuk memastikan organisasi mencapai tujuan secara efisien. Komponen utama: Tata kelola
yang baik, manajemen risiko proaktif, dan kepatuhan terhadap hukum. Fokus pada efisiensi operasional dan manajemen risiko
berbasis data.
8 Dimensi Maturitas GRC
Budaya Tata Kelola
(Governance
Culture)
Budaya
Manajemen Risiko
(Risk Management
Culture)
Budaya Kepatuhan
(Compliance
Culture)
Budaya Assurance
(Assurance
Culture)
Budaya Kinerja
(Performance
Culture)
Budaya Risiko (Risk
Awareness
Culture)
Budaya Etika
(Ethics Culture)
Budaya Karyawan
(Employee
Culture)
Budaya Organisasi
Edgar Schein (1985): Pola asumsi
dasar yang membimbing perilaku.
Geert Hofstede (1990):
Pemrograman kolektif pikiran yang
membedakan satu organisasi dengan
lainnya.
Stephen Robbins (1996): Sistem
makna bersama yang memengaruhi
anggota organisasi.
Cameron & Quinn (1999): Pola nilai
yang memandu adaptasi dan
integrasi.
Budaya organisasi melibatkan nilai,
asumsi, dan norma yang
memengaruhi perilaku anggota.
Budaya yang kuat meningkatkan
kinerja, kepuasan, dan kemampuan
beradaptasi. Penting untuk
mendukung budaya GRC yang
memperkuat pengambilan
keputusan.
Pengelolaan SDM dan Kepemimpinan Pelayan
Pelatihan dan Pengembangan (X1) - Pelatihan dan Pengembangan sebagai upaya sistematis untuk memfasilitasi pembelajaran
dalam konteks pekerjaan. Noe menekankan pentingnya pendekatan berbasis kompetensi dalam pelatihan dan pengembangan
Penilaian kerja (X2) - proses evaluasi formal terhadap kinerja karyawan berdasarkan standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memberikan umpan balik yang konstruktif kepada karyawan, meningkatkan
kinerja individu, dan sebagai dasar pengambilan keputusan terkait promosi, pengembangan, atau pemutusan hubungan kerja.
Pengelolaan Imbalan (X3) - proses pemberian kompensasi kepada karyawan sebagai imbalan atas kontribusi mereka kepada
organisasi. Imbalan dapat berupa gaji, tunjangan, bonus, atau bentuk penghargaan non-moneter seperti pengakuan dan
promosi. Reward management bertujuan untuk memotivasi karyawan, meningkatkan kinerja, dan mempertahankan talenta.
Kepemimpinan Pelayan (X4) - adalah pendekatan kepemimpinan di mana seorang pemimpin lebih mementingkan kepentingan
dan kesejahteraan para pengikutnya dibandingkan kepentingan pribadi atau kekuasaan.
Penelitian Sebelumnya
Variabel Nama Variabel Dukungan Penelitian Sebelumnya
X1
Pelatihan &
Pengembangan
1. Schraeder et al. (2005) – Pelatihan mendorong budaya organisasi etis di sektor publik. 2. Choi & Pak (2020) – Pelatihan
meningkatkan kepatuhan regulasi di instansi pemerintah. 3. Turyakira & Bananuka (2020) – Pelatihan memperkuat
integrasi GRC. 4. IIA (2023) – Skill development adalah faktor penting dalam memperkuat maturity risk culture.
X2 Penilaian Kinerja
1. Mahama et al. (2022) – Evaluasi kinerja berkontribusi terhadap kontrol internal dan ERM. 2. Boateng et al. (2021) –
Penilaian kinerja memperkuat budaya akuntabilitas di organisasi publik. 3. Pratolo et al. (2020) – Performance review
memperkuat kepatuhan sektor publik. 4. Bakri et al. (2022) – Penilaian berbasis GRC meningkatkan efektivitas layanan
pemerintahan.
X3 Reward Management
1. Mahama et al. (2022) – Sistem insentif memperkuat manajemen risiko. 2. Liu et al. (2020) – Imbalan mempengaruhi
motivasi dan kepatuhan sektor publik Tiongkok. 3. Meiryani et al. (2021) – Reward sebagai faktor GRC maturity. 4. Setiawan
& Winarno (2023) – Reward mendorong implementasi etika kerja ASN.
X4 Servant Leadership
1. Gelan (2025) – Servant leadership meningkatkan budaya layanan sektor publik di Ethiopia. 2. Hu et al. (2025) – Servant
leadership memperkuat psychological safety dan inovasi pegawai. 3. Nami et al. (2024) – Gaya kepemimpinan ini
meningkatkan GRC maturity melalui dukungan moral. 4. Nayan & Rajendran (2023) – Kepemimpinan pelayan memfasilitasi
integrasi risk culture di birokrasi.
M Budaya Organisasi
1. Schein (2010) – Budaya organisasi memengaruhi seluruh sistem tata kelola. 2. Kaptein (2008) – Etika dan nilai bersama
penguat kepatuhan. 3. Zammit et al. (2021) – Budaya kuat mempercepat implementasi GRC sektor publik. 4. OCEG (2021)
– 8 dimensi budaya organisasi dalam mendukung integrasi GRC.
Y Maturitas GRC
1. COSO (2018) – Maturitas GRC terletak pada keterpaduan tata kelola, risiko, dan kepatuhan. 2. Zammit et al. (2021) –
Studi empiris tentang maturity level GRC di lembaga publik. 3. Turyakira & Bananuka (2020) – Faktor SDM dan budaya kerja
dalam pencapaian GRC maturity. 4. KPMG (2022) – Integrasi GRC menciptakan sistem pengambilan keputusan berbasis
risiko.
Kerangka Penelitian
Hubungan Langsung ke Budaya Organisasi (M)
H1: Pelatihan & Pengembangan (X1) berpengaruh positif terhadap Budaya
Organisasi (M).
H2: Penilaian Kinerja (X2) berpengaruh positif terhadap Budaya Organisasi
(M).
H3: Reward Management (X3) berpengaruh positif terhadap Budaya
Organisasi (M).
H4: Servant Leadership (X4) berpengaruh positif terhadap Budaya Organisasi
(M).
Hubungan Langsung ke Maturitas GRC (Y)
H5: Pelatihan & Pengembangan (X1) berpengaruh positif terhadap Maturitas
GRC (Y).
H6: Penilaian Kinerja (X2) berpengaruh positif terhadap Maturitas GRC (Y).
H7: Reward Management (X3) berpengaruh positif terhadap Maturitas GRC
(Y).
H8: Servant Leadership (X4) berpengaruh positif terhadap Maturitas GRC (Y).
H9: Budaya Organisasi (M) berpengaruh positif terhadap Maturitas GRC (Y).
Hubungan Tidak Langsung (Mediasi oleh Budaya Organisasi)
H10: Budaya Organisasi memediasi pengaruh Pelatihan & Pengembangan
(X1) terhadap Maturitas GRC (Y).
H11: Budaya Organisasi memediasi pengaruh Penilaian Kinerja (X2) terhadap
Maturitas GRC (Y).
H12: Budaya Organisasi memediasi pengaruh Reward Management (X3)
terhadap Maturitas GRC (Y).
H13: Budaya Organisasi memediasi pengaruh Servant Leadership (X4)
terhadap Maturitas GRC (Y).
Metodologi
Penelitian
• Jenis Penelitian: Kuantitatif
• Pendekatan Analisis: SEM-PLS
• Populasi: Ditjen XYZ ABC (244
Pegawai)
• Teknik Sampling: Jenuh (200
Pegawai = 81%)
• Instrumen: Kuesioner (Likert 5
Skala)
• Software: SmartPLS 4.0
Analisis Statistik
Deskriptif
Tujuan :
1.Menjelaskan karakteristik
responden
(misalnya: jenis kelamin, usia,
masa kerja, jabatan, unit kerja,
latar belakang pendidikan)
2.Memberikan gambaran umum
persepsi responden terhadap
tiap variabel
→ Melalui nilai rata-rata (mean),
standar deviasi, skor tertinggi
(maks), dan skor terendah (min).
Indikator Statistik yang Digunakan
Statistik Fungsi
Mean (Rata-rata)
Menggambarkan kecenderungan sentral atau nilai tengah
persepsi responden terhadap suatu indikator atau konstruk.
Standard Deviation
Mengukur seberapa besar penyebaran jawaban dari rata-rata.
Semakin kecil SD, semakin homogen persepsi responden.
Minimum &
Maksimum
Menunjukkan rentang skor (skala 1–5) untuk mengetahui
seberapa ekstrem persepsi dalam variabel.
Frekuensi dan
Persentase
Digunakan untuk data demografis responden (jenis kelamin,
usia, masa kerja, dll).
Deskripsi Objek
dan Responden
• Objek penelitian: Ditjen XYZ ABC, dengan fokus pada aparatur sipil negara
di berbagai jabatan.
• Jumlah responden: 200 pegawai.
• Profil responden menunjukkan komposisi gender, generasi, pendidikan
terakhir, jabatan, golongan, dan masa kerja, yang digunakan untuk
menganalisis variasi persepsi dan perilaku terhadap GRC dan budaya
organisasi.
No. Kategori Sub-Kategori / Klasifikasi
Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
Interpretasi Singkat
1 Gender
Laki-laki 118 59% Dominan, mencerminkan komposisi umum birokrasi teknis dan struktural.
Perempuan 82 41% Kontribusi signifikan; mendukung inklusivitas dan perspektif gender.
2 Generasi
Generasi Z (1995–2010) 80 40% ASN muda, adaptif terhadap teknologi dan perubahan.
Generasi Y / Milenial (1981–
1994)
70 35% ASN karier menengah, berorientasi keseimbangan kerja–hidup dan inovasi.
Generasi X (1965–1980) 50 25% ASN senior, berperan sebagai mentor dan penjaga stabilitas birokrasi.
3
Pendidikan
Terakhir
Diploma III 20 10% ASN pelaksana teknis, mendukung kegiatan operasional.
Diploma IV / Sarjana 112 56% Mayoritas ASN dengan dasar akademik profesional.
Magister 48 24% ASN fungsional/struktural dengan kompetensi lanjut.
Doktoral 20 10% ASN strategis, berperan dalam kebijakan dan inovasi.
4 Jabatan
Jabatan Fungsional 88 44% Tenaga ahli, penggerak profesionalisasi birokrasi.
Jabatan Pelaksana 74 37% Pelaksana administratif dan operasional utama.
Jabatan Struktural 38 19% Pengambil keputusan dan pengarah kebijakan organisasi.
5
Golongan
PNS/PPPK
Tidak Ada Golongan /
Golongan II
50 25% ASN baru, masa kerja awal karier.
Golongan III 40 20% ASN menengah, banyak di jabatan fungsional/pelaksana senior.
Golongan IVa–IVb 24 12% ASN senior, ahli madya atau pejabat struktural menengah.
Golongan IVc–IVd 16 8% ASN tinggi madya, pengarah kebijakan tingkat unit.
PPPK (Gol. V–VIII) 12 6% PPPK awal, skema baru dalam pengisian jabatan fungsional.
PPPK (Gol. IX–XII) 8 4% PPPK senior, masih sedikit secara proporsi.
6 Masa Kerja
< 1 tahun 30 15% ASN baru, bagian dari regenerasi birokrasi.
1–3 tahun 56 28% ASN tahap adaptasi awal.
4–6 tahun 68 34% Mayoritas responden, tahap penguatan kompetensi.
7–10 tahun 38 19% ASN mapan, stabil di posisi fungsional/struktural.
> 10 tahun 8 4% ASN senior berpengalaman, mulai berkurang secara jumlah.
Kesimpulan Demografis
1. Demografis ASN XYZ ABC didominasi oleh pegawai muda–
menengah (Gen Z & Y), dengan masa kerja <6 tahun, menandakan
fase regenerasi aktif.
2. Komposisi pendidikan tinggi (Sarjana–Magister) memperlihatkan
profesionalisasi birokrasi yang meningkat.
3. Peran fungsional lebih dominan (44%), mencerminkan
transformasi birokrasi ke arah keahlian dan spesialisasi.
4. Proporsi perempuan 41%, Karena perempuan sudah memiliki
porsi yang cukup besar (41%) dalam birokrasi, maka organisasi
perlu memastikan kesetaraan peran, kesempatan, dan suara
perempuan dalam proses manajemen, kebijakan, dan
pengambilan keputusan di lembaga publik.
5. Implikasi terhadap GRC: struktur SDM ini menuntut pendekatan
GRC yang adaptif, inklusif, dan berbasis penguatan kapasitas lintas
generasi.
Statistik Deskriptif & Interpretasi Kontekstual
Variabel Makna Statistik & Interpretasi Kontekstual
X1 – Pelatihan & Pengembangan
(Mean: 3,57)
Menunjukkan tingkat pelatihan yang cukup relevan, tetapi metode dan tindak lanjutnya
belum maksimal. Artinya, pelatihan belum sepenuhnya diarahkan untuk memperkuat nilai-nilai
GRC.
X2 – Penilaian Kinerja (Mean:
3,59)
Menunjukkan sistem evaluasi yang cukup objektif, namun belum digunakan secara efektif
untuk pengembangan pegawai atau perbaikan perilaku GRC. Ini menjadi titik penting karena
penilaian kinerja terbukti berpengaruh langsung terhadap maturitas GRC.
X3 – Reward Management (Mean:
3,58)
Persepsi terhadap keadilan kompensasi cukup baik, tetapi transparansi dan penghargaan
non-finansial (pengakuan, kesempatan karier) masih kurang. Implikasinya, reward belum
sepenuhnya mendorong perilaku etis dan kepatuhan.
X4 – Servant Leadership (Mean:
3,59)
Variabel dengan skor tertinggi. Ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang melayani
sudah cukup terasa di organisasi dan menjadi fondasi kuat bagi terbentuknya budaya
kolaboratif dan integritas.
M – Budaya Organisasi (Mean:
3,58)
Dinilai tinggi dan stabil di semua indikator, mencerminkan internalisasi nilai organisasi dan
kerja sama lintas unit yang cukup baik. Ini memperkuat posisi budaya sebagai mediator utama
antara SDM dan GRC.
Z – Maturitas GRC (Mean: 3,56)
Menunjukkan tingkat pelaksanaan GRC yang cukup baik, tetapi masih kurang dalam integrasi
lintas fungsi dan otomasi sistem pengawasan. Artinya, GRC sudah berjalan, namun masih
dominan manual dan belum sepenuhnya terhubung secara sistemik.
Analisis Deskriptif Perbandingan Mean antar
Variabel
• Secara umum, seluruh variabel berada pada level menengah–tinggi (≈3,56–3,61).
• Menunjukkan fondasi praktik SDM, kepemimpinan, dan budaya organisasi sudah berjalan baik, namun belum
sepenuhnya terintegrasi untuk mendorong maturitas GRC secara optimal.
• Servant leadership muncul sebagai kekuatan utama—dirasakan cukup kuat dan menjadi landasan pembentuk
budaya kolaboratif dan berintegritas.
• Budaya organisasi sendiri dinilai tinggi dan stabil, menguatkan perannya sebagai mediator kunci antara praktik
SDM (pelatihan, kinerja, reward) dan hasil akhir GRC.
• Maturitas GRC menjadi skor terendah relatif, menandakan bahwa penerapan GRC masih dominan
prosedural/manual dan kurang terintegrasi lintas fungsi serta minim otomasi pengawasan.
• Penilaian kinerja dinilai cukup objektif, tetapi belum dimanfaatkan sebagai alat pengungkit pengembangan
perilaku GRC (tindak lanjut/IDP belum kuat).
• Pelatihan dinilai relevan, namun metode dan follow-up belum memastikan internalisasi nilai GRC.
• Reward management dipersepsi cukup jelas tetapi transparansi dan penghargaan non-finansial (pengakuan,
kesempatan berkembang) perlu diperkuat agar benar-benar mendorong kepatuhan dan integritas.
Sintesis Keseluruhan Cross Tab
Dimensi Analisis Temuan Utama Implikasi bagi GRC dan Budaya Organisasi
Gender
Laki-laki lebih positif, perempuan lebih kritis
terhadap kepemimpinan.
Perlu gender-sensitive leadership dan
pelatihan yang inklusif.
Generasi
Gen X puas, Gen Y idealis, Gen Z kritis dan fokus
belajar.
Perlu mentoring lintas generasi dan gaya
komunikasi adaptif.
Pendidikan Semakin tinggi pendidikan → semakin kritis.
Sesuaikan komunikasi dan pelibatan sesuai
tingkat akademik.
Jabatan Pelaksana paling positif, fungsional paling netral.
Tingkatkan integrasi GRC ke fungsi-fungsi
teknis.
Golongan
Senioritas berbanding lurus dengan persepsi
positif.
Libatkan pegawai baru dan P3K dalam forum
pengambilan keputusan.
Masa Kerja Persepsi meningkat dengan pengalaman.
Penguatan onboarding, coaching, dan retensi
nilai organisasi.
Kesimpulan dari Cross Tab
• Hasil analisis cross tabulasi menunjukkan bahwa persepsi
terhadap pelatihan, penilaian kinerja, reward,
kepemimpinan pelayan, budaya organisasi, dan maturitas
GRC di Ditjen XYZ ABC dipengaruhi oleh faktor demografis
dan struktural ASN.
• Pegawai dengan pengalaman dan posisi lebih tinggi
menunjukkan kepercayaan dan kepuasan lebih besar
terhadap sistem GRC dan budaya organisasi, sedangkan
kelompok muda, perempuan, dan berpendidikan tinggi
menunjukkan persepsi yang lebih kritis dan reflektif
terhadap keadilan, transparansi, dan inklusivitas sistem.
• Temuan ini mengindikasikan perlunya strategi pengelolaan
SDM yang adaptif, inklusif, dan multigenerasi, dengan
penekanan pada pemberdayaan kepemimpinan etis,
keadilan sistem, serta penguatan budaya organisasi
sebagai pondasi GRC.
Metode Analisis: Structural
Equation Modeling – Partial Least
Squares (SEM-PLS)
Alasan Pemilihan SEM-PLS:
1. Model kompleks dengan lebih dari satu
jalur mediasi dan beberapa konstruk
laten.
2. Cocok untuk data yang tidak harus
berdistribusi normal.
3. Mampu menganalisis pengaruh langsung
dan tidak langsung (mediasi).
4. Efisien untuk jumlah sampel menengah
(misalnya 100–300 responden).
5. Cocok untuk eksplorasi hubungan
kausal antar variabel berbasis teori.
Langkah-Langkah Analisis SEM-PLS
Tahapan Deskripsi
1. Outer Model Evaluation Mengukur validitas dan reliabilitas indikator terhadap konstruknya.
2. Inner Model Evaluation
Menganalisis hubungan antar konstruk (X, M, Y), termasuk uji R², f²,
dan Q².
3. Uji Signifikansi
Menggunakan bootstrapping untuk menguji pengaruh langsung dan
tidak langsung.
4. Analisis Mediasi
Menguji apakah Budaya Organisasi memediasi hubungan X1–X4
terhadap Y.
5. Goodness of Fit Uji kecocokan model (SRMR, NFI jika diinginkan).
Outer Model
• Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas, model
pengukuran (outer model) telah memenuhi seluruh kriteria
statistik utama — baik validitas konvergen, diskriminan,
maupun reliabilitas konstruk. Semua indikator menunjukkan
nilai loading tinggi dan konsistensi internal kuat, menandakan
bahwa alat ukur yang digunakan sahih, akurat, dan dapat
dipercaya.
• Semua indikator valid (loading > 0,7; AVE > 0,5).
• Tidak ada multikolinearitas antar konstruk (HTMT < 0,85).
• Reliabilitas sangat tinggi (CR > 0,95).
• Dengan demikian, model siap digunakan untuk analisis
hubungan antar variabel laten (inner model) guna menguji
hipotesis dan pengaruh antar konstruk SDM, budaya
organisasi, dan maturitas GRC di Ditjen XYZ ABC.
Structural
Model
(Inner
Model)
• Budaya Organisasi (M) terjelaskan moderat oleh X1–X4: R²=0,266 (Adjusted.
0,251) → praktik SDM & kepemimpinan memang “membentuk” budaya.
• GRC (Z) terjelaskan rendah–moderat oleh X1–X4 & M: R²=0,164 (Adjusted. 0,142)
→ masih banyak faktor di luar model yang memengaruhi maturitas GRC.
• Kelayakan model memadai: SRMR=0,044 (<0,08), NFI=0,834 (baik, belum sangat
baik); d_ULS & d_G identik antara saturated vs estimated → struktur jalur
konsisten.
• GoF≈0,397 (tinggi) + AVE semua konstruk >0,7 → Instrumen penelitian ini sangat
baik dan akurat dalam mengukur konstruknya, namun hubungan antar konstruk
dalam model belum sepenuhnya kuat dalam menjelaskan fenomena GRC. Masih
ada faktor lain di luar model (misalnya kebijakan, sistem teknologi, struktur
organisasi, atau faktor eksternal pemerintah) yang perlu ditambahkan agar model
penjelasannya lebih komprehensif..
• Relevansi prediktif (Q²): M=0,266 (moderate); Z=0,164 (lemah–moderate). Model
penelitian ini memiliki kemampuan prediksi yang cukup baik terhadap Budaya
Organisasi, namun masih terbatas dalam menjelaskan dan memprediksi Maturitas
GRC. Ini menunjukkan bahwa variabel SDM dan kepemimpinan sudah relevan
untuk menjelaskan aspek budaya, tetapi belum cukup kuat untuk menjelaskan
kompleksitas GRC secara menyeluruh.
• Dengan demikian, model masih perlu dikembangkan dengan menambahkan
faktor-faktor struktural, kebijakan, dan tata kelola digital agar kemampuan
prediktif terhadap GRC meningkat.
Hubungan
Langsung
(Path
Coefficients)
• Ke M (Budaya): semuanya signifikan
Pelatihan (X1) → Budaya Organisasi (M) (β=0,139;
p=0,043) • Penilaian Kinerja (X2) → Budaya Organisasi
(M) • Penghargaan (X3) → Budaya Organisasi (M)
(0,211; p<0,001) • Kepemimpinan (X4) → Budaya
Organisasi (M) (0,210; p=0,002).
• Ke Z (GRC): hanya X2 signifikan langsung
Penilaian Kinerja (X2) → Maturitas GRC (Z) (0,190;
p=0,004) ; Pelatihan (X1) → Maturitas GRC (Z) (ns) •
Penghargaan (X3) → Maturitas GRC (Z) (ns) •
Kepemimpinan (X4) → Maturitas GRC (Z) (ns)
• M→Z signifikan (0,226; p=0,001).
Makna: penilaian kinerja adalah satu-satunya tuas
langsung ke GRC; tiga variabel lain bekerja lewat
budaya.
Mediasi
(Specific
Indirect
Effects)
• Signifikan: X2→M→Z (p=0,041), X3→M→Z
(p=0,017), X4→M→Z (p=0,025).
• Tidak signifikan: X1→M→Z (p=0,085).
Sehingga:
• Budaya organisasi = mediator kunci yang
menerjemahkan kinerja, reward, dan servant
leadership menjadi maturitas GRC.
• Pelatihan perlu desain ulang agar “tembus” ke
budaya dan GRC.
Kesimpulan Inner
Model
• Inner model menunjukkan bahwa GRC
terutama ditingkatkan secara tidak langsung
melalui penguatan budaya organisasi.
• Praktik penilaian kinerja berpengaruh ganda
(langsung dan lewat budaya), sementara
reward dan servant leadership memengaruhi
GRC melalui budaya.
• Meski kualitas pengukuran sangat kuat, daya
jelaskan ke GRC masih terbatas (R²=0,164),
menandakan perlunya memasukkan faktor
kebijakan, proses/struktur GRC, teknologi &
otomasi kontrol, audit internal, serta
kepatuhan eksternal untuk meningkatkan
kemampuan prediksi model.
Kesimpulan
• Maturitas GRC di Ditjen XYZ Kominfo tidak
hanya ditentukan oleh sistem formal tata
kelola, tetapi sangat bergantung pada
kualitas budaya organisasi yang terbentuk
dari praktik manajemen SDM dan
kepemimpinan pelayan.
• Budaya organisasi menjadi jembatan
utama yang mentransformasi praktik SDM
(penilaian kinerja, reward, dan
kepemimpinan) ke dalam perilaku etis,
akuntabel, dan patuh yang menjadi inti dari
GRC.
Rekomendasi
Manajerial (prioritas)
1. Embed indikator GRC ke penilaian kinerja (target
kepatuhan, temuan audit yang closing, risk ownership) →
karena X2→Z langsung signifikan.
2. Perkuat budaya pro-GRC: komunikasi nilai, role-modeling
pimpinan, forum refleksi etika, dan kolaborasi lintas unit →
penuhi jalur M→Z.
3. Re-design pelatihan (X1): kasus nyata, simulasi kontrol,
coaching pasca-pelatihan, dan KPI transfer belajar → agar
jalur X1→M→Z menjadi signifikan.
4. Transparansi & diferensiasi reward (X3): tambahkan non-
financial rewards (pengakuan publik, peluang proyek
strategis) yang dikaitkan dengan perilaku GRC.
5. Skalakan servant leadership (X4): program coaching 1:1,
feedback berkala, psychological safety → memperkuat
mediasi lewat budaya.
6. Tingkatkan faktor di luar model: otomasi GRC (dashboard
risiko/kepatuhan real-time), kebijakan & SOP integratif,
kapabilitas audit & IT risk.
Roadmap Terintegrasi dengan Stages of Maturity GRC
Tahun
Level
Maturity
Fokus Utama
Roadmap ASN
Aktivitas Kunci Indikator Ketercapaian
1
Initial →
Managed
Fondasi Budaya &
Kepemimpinan
- Audit budaya organisasi (baseline)
- Pelatihan kepemimpinan pelayan
- Mekanisme pelaporan etika terbuka
ASN mulai mengenal konsep GRC;
ada baseline budaya kerja &
kepemimpinan lebih terbuka
2 Managed
Reformasi Reward
System
- Perbaikan sistem penghargaan ASN
- Pengenalan penghargaan non-finansial
- Transparansi distribusi penghargaan
Ada prosedur penghargaan lebih
adil & transparan; pegawai merasa
kepercayaan meningkat
3 Consistent
Integrasi Pelatihan
dengan Budaya
- Redesign kurikulum pelatihan ASN
berbasis GRC
- Modul tata kelola, risiko, kepatuhan wajib
- Evaluasi berbasis outcome
Silo antar unit mulai berkurang,
pelatihan mendorong konsistensi
budaya organisasi
4 Measured
Konsolidasi Sistem
Penilaian Kinerja
- Reformasi sistem penilaian berbasis nilai
& GRC
- KPI jelas & terukur
- Coaching dan monitoring
Data kinerja ASN mulai
terdokumentasi dengan baik, sistem
evaluasi jadi instrumen budaya
5 Optimizing
Institutionalization
& Benchmarking
- Implementasi GRC terpadu lintas K/L
- Benchmarking OECD, ISO 37000, COSO
- Monitoring real-time GRC
ASN mencapai level maturitas
tinggi, GRC jadi DNA organisasi,
pengambilan keputusan proaktif &
risk-first
Servant
Leadership
HR Practices
Organization
Culture
GRC MATURITY
LEVEL 5
LEVEL 4
LEVEL 3
LEVEL 2
LEVEL 1
Initial
Managed
Consistent
Measured
Optimizing
Budaya & Kepemimpinan
Reformasi Reward System
Integrasi Pelatihan dengan Budaya
Konsolidasi Sistem Penilaian Kinerja
Institutionalization & Benchmarking
Developing GRC
Maturity Model in the
Public Sector
(Wicaksana, 2025)
“Membangun GRC bukan tentang
menambah aturan, melainkan
menumbuhkan kesadaran — bahwa setiap
keputusan kecil menentukan reputasi besar
organisasi.”
- Seta Ariawuri Wicaksana, 2025
Daftar Pustaka
• Adams, J. S. (1965). Inequity in social exchange. Advances in Experimental Social Psychology, 2,
267–299.
• Aguinis, H. (2009). Performance management. Pearson Prentice Hall.
• Aguinis, H. (2013). Performance management (3rd ed.). Pearson Education.
• Amabile, T. M. (1996). Creativity in context: Update to the social psychology of creativity.
Westview Press.
• Armstrong, M. (2016). Armstrong's handbook of performance management. Kogan Page.
• Armstrong, M., & Taylor, S. (2014). Armstrong’s handbook of human resource management
practice (13th ed.). Kogan Page.
• Armstrong, M., & Taylor, S. (2014). Armstrong’s handbook of reward management practice:
Improving performance through reward (5th ed.). Kogan Page.
• Baker, J. (2008). The performance management revolution: Business results through insight and
action. Strategy & Leadership.
• Beasley, M. S., Chen, A., Nunez, K., & Wright, L. (2006). Working hand in hand: Balanced
Scorecard and enterprise risk management. Strategic Finance, March, 49–55.
• Blanchard, P. N., & Thacker, J. W. (2012). Effective training: Systems, strategies, and practices
(5th ed.). Pearson.
• Bona Ernest, Widianto, S., & Hadianto, A. (2024). The influence of servant leadership and
auditor competence on the improvement of internal audit effectiveness with the creation of risk
culture as an intervening variable in the main inspectorate of BRIN. Journal Eduvest, 4(7), 6434–
6450. https://doi.org/10.1234/eduvest.v4n7.6434
• Boswell, W. R., & Boudreau, J. W. (2002). Separating the developmental and evaluative
performance appraisal uses. Journal of Business and Psychology, 16(3), 391–412.
https://doi.org/10.1023/A:1012872907525
• Bourne, M., Mills, J., Wilcox, M., Neely, A., & Platts, K. (2005). Designing, implementing and
updating performance measurement systems. International Journal of Operations & Production
Management, 25(12), 1182–1203. https://doi.org/10.1108/01443570510633630
• Bracken, D. W., Timmreck, C. W., & Church, A. H. (2001). The handbook of multisource
feedback. Jossey-Bass.
• Cameron, K. S., & Quinn, R. E. (2011). Diagnosing and changing organizational culture:
Based on the competing values framework (3rd ed.). Jossey-Bass.
• Cascio, W. F., & Boudreau, J. W. (2016). Investing in people: Financial impact of human
resource initiatives (2nd ed.). Pearson Education.
• Deal, T. E., & Kennedy, A. A. (2000). Corporate cultures: The rites and rituals of corporate
life. Perseus Publishing.
• Deloitte. (2016). Governance, risk, and compliance (GRC): Enhancing corporate
governance through effective risk management. Deloitte Insights.
• Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2000). The "what" and "why" of goal pursuits: Human needs and
the self-determination of behavior. Psychological Inquiry, 11(4), 227–268.
https://doi.org/10.1207/S15327965PLI1104_01
• DeNisi, A., & Pritchard, R. D. (2006). Performance appraisal, performance management,
and improving individual performance: A motivational framework. Management and
Organization Review, 2(2), 253–277. https://doi.org/10.1111/j.1740-8784.2006.00042.x
• DeNisi, A., & Williams, K. J. (2018). Performance appraisal and performance management:
100 years of progress? Journal of Applied Psychology, 103(3), 371–385.
• Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S., & Sowa, D. (1986). Perceived organizational
support. Journal of Applied Psychology, 71(3), 500–507. https://doi.org/10.1037/0021-
9010.71.3.500
• Faizah, A., Rumengan, J., Nurhatisyah, N., Yanti, S., & Dewi, N. P. (2020). Influence of
servant leadership, organizational safety culture and work environment on organizational
citizenship behavior in application of patient safety with affective organizational
commitment. IAIC International Conferences, 3(2), 140–150.
• Frigo, M. L., & Anderson, R. J. (2014). Embracing enterprise risk management: Practical
approaches for getting started. COSO Thought Leadership in ERM, 1-24.
• Greenberg, J. (1986). Determinants of perceived fairness of performance evaluations.
Journal of Applied Psychology, 71(2), 340–342.
Daftar Pustaka
• Greenleaf, R. K. (1977). Servant leadership: A journey into the nature of legitimate power
and greatness. Paulist Press.
• Hofstede, G., Hofstede, G. J., & Minkov, M. (2010). Cultures and organizations: Software of
the mind (3rd ed.). McGraw-Hill.
• Hunter, E. M., Neubert, M. J., Perry, S. J., Witt, L. A., Penney, L. M., & Weinberger, E. (2013).
Servant leaders inspire servant followers: Antecedents and outcomes for employees and
the organization. The Leadership Quarterly, 24(2), 316–331.
https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2012.12.001
• Indrawan, I., Muntholib, & Armida. (2021). Reward system management on the
organizational culture of state university in Riau Province. European Journal of Humanities
and Educational Advancements, 2(7), 1–7.
• Inyangala, S. (2023). Embedding a governance, risk and compliance culture to deliver
sustainable business performance. Artex Risk Solutions.
• Jusman, I. A. (2022). The role of organizational culture, rewards, and leadership models to
employee work commitment. Jurnal Multidisiplin Madani (MUDIMA), 2(3), 1521–1532.
Retrieved from https://journal.yp3a.org/index.php/mudima/index
• Kahn, W. A. (1990). Psychological conditions of personal engagement and disengagement
at work. Academy of Management Journal, 33(4), 692–724.
• Kaplan, R. S., & Mikes, A. (2012). Managing risks: A new framework. Harvard Business
Review, 90(6), 48–60.
• Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (1996). The balanced scorecard: Translating strategy into
action. Harvard Business School Press.
• Kaufman, R., & Watkins, R. (1996). Identifying and solving problems: A systematic
approach. Performance Improvement, 35(10), 10–17.
https://doi.org/10.1002/pfi.4140351004
• Kirkpatrick, D. L., & Kirkpatrick, J. D. (2006). Evaluating training programs: The four levels
(3rd ed.). Berrett-Koehler Publishers.
• Kluger, A. N., & DeNisi, A. (1996). The effects of feedback interventions on
performance: A historical review, a meta-analysis, and a preliminary feedback
intervention theory. Psychological Bulletin, 119(2), 254–284.
• Lee, A., & Fiedler, R. (2020). Cybersecurity training and its impact on organizational risk
management. Journal of Information Security, 11(2), 129–145.
https://doi.org/10.4236/jis.2020.112009
• Liden, R. C., Wayne, S. J., Zhao, H., & Henderson, D. (2008). Servant leadership:
Development of a multidimensional measure and multi-level assessment. The
Leadership Quarterly, 19(2), 161–177. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2008.01.006
• Locke, E. A., & Latham, G. P. (2002). Building a practically useful theory of goal setting
and task motivation: A 35-year odyssey. American Psychologist, 57(9), 705–717.
• London, M. (2003). Job feedback: Giving, seeking, and using feedback for performance
improvement. Routledge.
• Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370–
396.
• Milkovich, G. T., & Newman, J. M. (2008). Compensation. McGraw-Hill.
• Milkovich, G. T., & Newman, J. M. (2017). Compensation (12th ed.). McGraw-Hill
Education.
• Noe, R. A. (2010). Employee training and development. McGraw-Hill.
• Noe, R. A. (2020). Employee training and development (8th ed.). McGraw-Hill
Education.
• Noe, R. A., & Wilk, S. L. (1993). Investigation of the factors that influence employees'
participation in developmental activities. Journal of Applied Psychology, 78(2), 291–
302.
• Omar, M. I., & Mahmood, N. H. N. (2020). Mediating the effect of organizational culture
on the relationship between training and development and organizational
performance. Management Science Letters, 10, 3793–3800.
https://doi.org/10.5267/j.msl.2020.7.032
Daftar Pustaka
• OCEG. (2009). GRC capability model: Red Book 2.0. Open Compliance and Ethics Group
(OCEG).
• Pfeffer, J. (1998). The human equation: Building profits by putting people first. Harvard
Business School Press.
• Power, M., Ashby, S., & Palermo, T. (2023). Risk culture in financial organisations: A research
report.
• Pulakos, E. D., & O'Leary, R. S. (2011). Why is performance management broken? Industrial
and Organizational Psychology, 4(2), 146–164.
• Rahaman, M. A., Uddin, M. S., & Latif, W. B. (2023). Effects of training and development,
organizational culture, job satisfaction, and career development on employee retention in
commercial banks in Bangladesh. Journal of Asian Finance, Economics and Business, 10(2),
91–97. https://doi.org/10.13106/jafeb.2023.vol10.no2.0091
• Roberts, G. E. (2003). Employee performance appraisal system participation: A technique
that works. Public Personnel Management, 32(1), 89–98.
https://doi.org/10.1177/009102600303200105
• Salas, E., Tannenbaum, S. I., Kraiger, K., & Smith-Jentsch, K. A. (2012). The science of training
and development in organizations: What matters in practice. Psychological Science in the
Public Interest, 13(2), 74–101. https://doi.org/10.1177/1529100612436661
• Setyaningrum, R. P. (2017). Relationship between servant leadership in organizational
culture, organizational commitment, organizational citizenship behaviour and customer
satisfaction. European Research Studies Journal, 20(3A), 554–569.
• Schein, E. H. (2010). Organizational culture and leadership (4th ed.). Jossey-Bass.
• Spears, L. C. (2004). Practicing servant-leadership. Leader to Leader, 2004(34), 7–11.
https://doi.org/10.1002/ltl.94
• Treviño, L. K., & Nelson, K. A. (2021). Managing business ethics: Straight talk about how
to do it right (7th ed.). Wiley.
• Van Dierendonck, D. (2011). Servant leadership: A review and synthesis. Journal of
Management, 37(4), 1228–1261. https://doi.org/10.1177/0149206310380462
• WEF. (2024). Global security outlook 2024. World Economic Forum. Retrieved from
https://www.weforum.org/reports/global-security-outlook-2024
• Wahyuni, S., Arfah, & Ambarwati, A. (2022). The effect of servant leadership and
organizational culture on public service motivation. IOSR Journal of Humanities and
Social Science (IOSR-JHSS), 27(10), 13–22. https://doi.org/10.9790/0837-2710021322
• Brown, J., Smith, K., & Johnson, M. (2023). The role of training in enhancing
organizational cybersecurity posture. Journal of Cybersecurity Research, 5(1), 45–59.
https://doi.org/10.1016/j.jcsr.2023.01.005
• Thales Group. (2023). Thales selected by Indonesia's Cyber and Crypto Agency BSSN to
optimize its national cybersecurity infrastructure. Retrieved from
https://www.thalesgroup.com/en/group/journalist/press_release/thales-selected-
indonesias-cyber-and-crypto-agency-bssn-optimise-its
• BSSN. (2023). Hasil Pengukuran Tingkat Kematangan Keamanan Siber Sektor Industri
Tahun 2023. Badan Siber dan Sandi Negara. Retrieved from
https://www.bssn.go.id/bssn-serahkan-hasil-pengukuran-tingkat-kematangan-
keamanan-siber-sektor-industri-tahun-2023
Learning and Giving for
Better Indonesia

Hasil Riset Mengembangkan GRC di Lembaga Pemerintahan

  • 1.
    Pengaruh Praktik Manajemen SDMdan Servant Leadership terhadap Maturitas GRC (Governance, Risk, and Compliance) dengan Budaya Organisasi sebagai Variabel Mediasi di Direktorat Jenderal XYZ Kementerian ABC Seta Ariawuri Wicaksana Founder and CEO www.humanikaconsulting.com
  • 2.
    “Sebuah sistem bisa memaksaorang untuk patuh, tetapi hanya budaya yang bisa membuat mereka memilih untuk berintegritas.” - Seta Ariawuri Wicaksana, 2025
  • 4.
    Latar Belakang Aspek Uraian FaktaPemicu Kasus korupsi, kebocoran data, pelindungan situs judi online, lemahnya pengawasan. Masalah Utama Rendahnya maturitas GRC (governance, risk, compliance) dan belum terintegrasinya fungsi audit–risiko–kepatuhan. Akar Penyebab Fragmentasi kebijakan, budaya organisasi belum mendukung nilai integritas, kepemimpinan belum berorientasi pelayanan. Kebutuhan Mendesak Transformasi budaya organisasi agar GRC menjadi perilaku kolektif, bukan sekadar formalitas administratif. Tujuan Penelitian Menganalisis peran budaya organisasi sebagai penghubung antara praktik SDM, kepemimpinan, dan maturitas GRC.
  • 5.
  • 6.
    Penting dan Tantangan AspekPentingnya GRC Tantangan Aktual di XYZ ABC Governance Meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan kontrol internal. Struktur GRC belum terintegrasi lintas unit dan masih bersifat formalitas administratif. Risk Management Melindungi layanan digital dari ancaman siber dan risiko operasional. Sistem deteksi dan mitigasi risiko belum berbasis data, analitik, maupun teknologi prediktif. Compliance Menjamin kepatuhan terhadap regulasi, standar ISO 31000, dan prinsip good governance. Budaya kepatuhan masih lemah, belum menjadi kesadaran kolektif di semua level organisasi. Culture & Leadership Budaya etis dan kepemimpinan pelayan menjadi pondasi bagi tata kelola yang bersih dan kolaboratif. Budaya organisasi belum sepenuhnya mendukung nilai integritas, kolaborasi, dan keteladanan etis. Human Resource Management (HRM) Mengembangkan kompetensi, mengaitkan kinerja dengan nilai GRC, serta memberi penghargaan atas integritas. Pelatihan belum fokus pada GRC, penilaian kinerja tidak menilai kepatuhan, dan reward belum berbasis etika.
  • 7.
    Faktor yang Mempengaruhi GRC •MATURITAS GRC: Perlu meningkatkan efektivitas tata kelola, ABC perlu meningkatkan maturitas GRC dengan mengadopsi pendekatan yang lebih sistematis. • BUDAYA ORGANISASI: Meningkatkan maturitas Governance, Risk, and Compliance (GRC) di Kementerian ABC dapat dicapai secara efektif melalui penguatan budaya organisasi (Tenda, et al., 2022) • SDM: Meningkatkan maturitas Governance, Risk, and Compliance (GRC) di Kementerian ABC memerlukan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang efektif, terutama dalam aspek pengembangan kompetensi, penilaian kinerja, dan manajemen penghargaan (Ulrich, 1999) • KEPEMIMPINAN: yang mengutamakan kesejahteraan dan pengembangan karyawan berperan penting dalam memperkuat maturitas GRC, sekaligus membuka peluang bagi terciptanya inovasi yang berkelanjutan dalam organisasi (Greenleaf & Spears, 2021).
  • 8.
    Permasalahan Budaya • Organisasi menunjukkantren penurunan dalam implementasi nilai-nilai budaya kerja ASN (BerAKHLAK), khususnya dalam aspek adaptif, harmonis, dan loyal. • Ini mengindikasikan bahwa budaya organisasi belum sepenuhnya mendukung transformasi yang berorientasi kinerja, perubahan, dan integritas, dan membutuhkan intervensi strategis. • Termasuk penguatan tata kelola budaya, pelatihan nilai, dan pengelolaan kepemimpinan yang lebih inklusif.
  • 9.
    SDM dan Kepemimpinan •Kualitas pengelolaan SDM seperti motivasi dan lingkungan kerja masih menjadi tantangan utama yang menempatkan Kementrian ABC dalam kuartil terbawah OHI. • Kepemimpinan perlu ditingkatkan agar mampu membangun budaya kerja yang sehat, inovatif, dan berorientasi pada pemberdayaan pegawai. • Keterkaitan antara budaya organisasi yang lemah dan rendahnya maturitas GRC menjadi semakin jelas dari data ini.
  • 10.
    Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaranterkait praktik yang dilakukan dari hasil penelitian setiap variabel dan juga dikaitkan dengan data demografi koresponden penelitian? 2. Bagaimana Budaya Organisasi Berpengaruh dan positif Terhadap maturitas GRC? 3. Bagaimana Pelatihan dan Pengembangan berpengaruh dan positif terhadap Budaya Organisasi? 4. Bagaimana Penilaian Kinerja berpengaruh dan positif terhadap Budaya Organisasi? 5. Bagaimana Pengelolaan Penghargaan berpengaruh dan positif terhadap Budaya Organisasi? 6. Bagaimana Kepemimpinan Pelayan berpengaruh dan positif terhadap Budaya Organisasi? 7. Bagaimana Pelatihan dan Pengembangan pengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC? 8. Bagaimana Proses Penilaian Kinerja berpengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC? 9. Bagaimana Pengelolaan Penghargaan pengaruh dan postif terhadap Maturitas GRC? 10. Bagaimana Kepemimpinan Pelayan berpengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC? 11. Bagaimana Pelatihan dan pengembangan berpengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC melalui Budaya Organisasi? 12. Bagaimana Proses Penilaian kinerja berpengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC melalui Budaya Organisasi? 13. Bagaimana Pengelolaan penghargaan berpengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC melalui Budaya Organisasi? 14. Bagaimana Kepemimpinan Pelayan berpengaruh dan positif terhadap Maturitas GRC melalui Budaya Organisasi? 15. Bagaimana Roadmap pengembangan Maturitas GRC dan Model Pengembangannya di Ditjen XYZ ABC?
  • 11.
    Batasan Penelitian • BatasanKonseptual: maturitas Governance, Risk, and Compliance (GRC) dalam konteks organisasi public, Budaya organisasi, SDM (Pelatihan, Proses Penilaian Kinerja, dan Reward Management), Kepemimpinan • Batasan Konteks Organisasi: Kementerian ABC. • Batasan Metodologi: kuantitatif dengan metode survei dan analisis Structural Equation Modeling (SEMPLS) • Batasan Variabel: tidak mencakup variabel eksternal yang dapat mempengaruhi maturitas GRC, seperti faktor politik, perubahan regulasi global, atau teknologi disruptif yang berkembang pesat. • Batasan Generalisasi: dapat memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi maturitas GRC di ABC, tetapi tidak dapat digeneralisasikan.
  • 12.
    Teori yang Digunakan •GRC Framework: • OCEG (2021) – Integrasi governance, risk & compliance • COSO ERM (2018) – Enterprise risk management • OECD (2017) – Tata kelola sektor publik • Budaya Organisasi: • Schein (2010) – Artefak, nilai, dan asumsi dasar • Servant Leadership: • Greenleaf (1977) – Kepemimpinan berbasis pelayanan • Manajemen SDM: • Ulrich et al. (2012) – Pelatihan, reward, dan budaya kerja
  • 13.
    Teori Utama GRC COSOFramework (1992): Menekankan pengendalian internal untuk mendukung tata kelola. OECD Principles (1999): Keseimbangan antara tujuan ekonomi dan kepentingan stakeholder. Basel Committee (2004): Stabilitas keuangan dengan pengelolaan risiko operasional. OCEG (2007): Integrasi GRC untuk menangani ketidakpastian dan memastikan integritas. GRC adalah pendekatan terintegrasi untuk memastikan organisasi mencapai tujuan secara efisien. Komponen utama: Tata kelola yang baik, manajemen risiko proaktif, dan kepatuhan terhadap hukum. Fokus pada efisiensi operasional dan manajemen risiko berbasis data.
  • 14.
    8 Dimensi MaturitasGRC Budaya Tata Kelola (Governance Culture) Budaya Manajemen Risiko (Risk Management Culture) Budaya Kepatuhan (Compliance Culture) Budaya Assurance (Assurance Culture) Budaya Kinerja (Performance Culture) Budaya Risiko (Risk Awareness Culture) Budaya Etika (Ethics Culture) Budaya Karyawan (Employee Culture)
  • 15.
    Budaya Organisasi Edgar Schein(1985): Pola asumsi dasar yang membimbing perilaku. Geert Hofstede (1990): Pemrograman kolektif pikiran yang membedakan satu organisasi dengan lainnya. Stephen Robbins (1996): Sistem makna bersama yang memengaruhi anggota organisasi. Cameron & Quinn (1999): Pola nilai yang memandu adaptasi dan integrasi. Budaya organisasi melibatkan nilai, asumsi, dan norma yang memengaruhi perilaku anggota. Budaya yang kuat meningkatkan kinerja, kepuasan, dan kemampuan beradaptasi. Penting untuk mendukung budaya GRC yang memperkuat pengambilan keputusan.
  • 16.
    Pengelolaan SDM danKepemimpinan Pelayan Pelatihan dan Pengembangan (X1) - Pelatihan dan Pengembangan sebagai upaya sistematis untuk memfasilitasi pembelajaran dalam konteks pekerjaan. Noe menekankan pentingnya pendekatan berbasis kompetensi dalam pelatihan dan pengembangan Penilaian kerja (X2) - proses evaluasi formal terhadap kinerja karyawan berdasarkan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memberikan umpan balik yang konstruktif kepada karyawan, meningkatkan kinerja individu, dan sebagai dasar pengambilan keputusan terkait promosi, pengembangan, atau pemutusan hubungan kerja. Pengelolaan Imbalan (X3) - proses pemberian kompensasi kepada karyawan sebagai imbalan atas kontribusi mereka kepada organisasi. Imbalan dapat berupa gaji, tunjangan, bonus, atau bentuk penghargaan non-moneter seperti pengakuan dan promosi. Reward management bertujuan untuk memotivasi karyawan, meningkatkan kinerja, dan mempertahankan talenta. Kepemimpinan Pelayan (X4) - adalah pendekatan kepemimpinan di mana seorang pemimpin lebih mementingkan kepentingan dan kesejahteraan para pengikutnya dibandingkan kepentingan pribadi atau kekuasaan.
  • 17.
    Penelitian Sebelumnya Variabel NamaVariabel Dukungan Penelitian Sebelumnya X1 Pelatihan & Pengembangan 1. Schraeder et al. (2005) – Pelatihan mendorong budaya organisasi etis di sektor publik. 2. Choi & Pak (2020) – Pelatihan meningkatkan kepatuhan regulasi di instansi pemerintah. 3. Turyakira & Bananuka (2020) – Pelatihan memperkuat integrasi GRC. 4. IIA (2023) – Skill development adalah faktor penting dalam memperkuat maturity risk culture. X2 Penilaian Kinerja 1. Mahama et al. (2022) – Evaluasi kinerja berkontribusi terhadap kontrol internal dan ERM. 2. Boateng et al. (2021) – Penilaian kinerja memperkuat budaya akuntabilitas di organisasi publik. 3. Pratolo et al. (2020) – Performance review memperkuat kepatuhan sektor publik. 4. Bakri et al. (2022) – Penilaian berbasis GRC meningkatkan efektivitas layanan pemerintahan. X3 Reward Management 1. Mahama et al. (2022) – Sistem insentif memperkuat manajemen risiko. 2. Liu et al. (2020) – Imbalan mempengaruhi motivasi dan kepatuhan sektor publik Tiongkok. 3. Meiryani et al. (2021) – Reward sebagai faktor GRC maturity. 4. Setiawan & Winarno (2023) – Reward mendorong implementasi etika kerja ASN. X4 Servant Leadership 1. Gelan (2025) – Servant leadership meningkatkan budaya layanan sektor publik di Ethiopia. 2. Hu et al. (2025) – Servant leadership memperkuat psychological safety dan inovasi pegawai. 3. Nami et al. (2024) – Gaya kepemimpinan ini meningkatkan GRC maturity melalui dukungan moral. 4. Nayan & Rajendran (2023) – Kepemimpinan pelayan memfasilitasi integrasi risk culture di birokrasi. M Budaya Organisasi 1. Schein (2010) – Budaya organisasi memengaruhi seluruh sistem tata kelola. 2. Kaptein (2008) – Etika dan nilai bersama penguat kepatuhan. 3. Zammit et al. (2021) – Budaya kuat mempercepat implementasi GRC sektor publik. 4. OCEG (2021) – 8 dimensi budaya organisasi dalam mendukung integrasi GRC. Y Maturitas GRC 1. COSO (2018) – Maturitas GRC terletak pada keterpaduan tata kelola, risiko, dan kepatuhan. 2. Zammit et al. (2021) – Studi empiris tentang maturity level GRC di lembaga publik. 3. Turyakira & Bananuka (2020) – Faktor SDM dan budaya kerja dalam pencapaian GRC maturity. 4. KPMG (2022) – Integrasi GRC menciptakan sistem pengambilan keputusan berbasis risiko.
  • 18.
    Kerangka Penelitian Hubungan Langsungke Budaya Organisasi (M) H1: Pelatihan & Pengembangan (X1) berpengaruh positif terhadap Budaya Organisasi (M). H2: Penilaian Kinerja (X2) berpengaruh positif terhadap Budaya Organisasi (M). H3: Reward Management (X3) berpengaruh positif terhadap Budaya Organisasi (M). H4: Servant Leadership (X4) berpengaruh positif terhadap Budaya Organisasi (M). Hubungan Langsung ke Maturitas GRC (Y) H5: Pelatihan & Pengembangan (X1) berpengaruh positif terhadap Maturitas GRC (Y). H6: Penilaian Kinerja (X2) berpengaruh positif terhadap Maturitas GRC (Y). H7: Reward Management (X3) berpengaruh positif terhadap Maturitas GRC (Y). H8: Servant Leadership (X4) berpengaruh positif terhadap Maturitas GRC (Y). H9: Budaya Organisasi (M) berpengaruh positif terhadap Maturitas GRC (Y). Hubungan Tidak Langsung (Mediasi oleh Budaya Organisasi) H10: Budaya Organisasi memediasi pengaruh Pelatihan & Pengembangan (X1) terhadap Maturitas GRC (Y). H11: Budaya Organisasi memediasi pengaruh Penilaian Kinerja (X2) terhadap Maturitas GRC (Y). H12: Budaya Organisasi memediasi pengaruh Reward Management (X3) terhadap Maturitas GRC (Y). H13: Budaya Organisasi memediasi pengaruh Servant Leadership (X4) terhadap Maturitas GRC (Y).
  • 19.
    Metodologi Penelitian • Jenis Penelitian:Kuantitatif • Pendekatan Analisis: SEM-PLS • Populasi: Ditjen XYZ ABC (244 Pegawai) • Teknik Sampling: Jenuh (200 Pegawai = 81%) • Instrumen: Kuesioner (Likert 5 Skala) • Software: SmartPLS 4.0
  • 20.
    Analisis Statistik Deskriptif Tujuan : 1.Menjelaskankarakteristik responden (misalnya: jenis kelamin, usia, masa kerja, jabatan, unit kerja, latar belakang pendidikan) 2.Memberikan gambaran umum persepsi responden terhadap tiap variabel → Melalui nilai rata-rata (mean), standar deviasi, skor tertinggi (maks), dan skor terendah (min).
  • 21.
    Indikator Statistik yangDigunakan Statistik Fungsi Mean (Rata-rata) Menggambarkan kecenderungan sentral atau nilai tengah persepsi responden terhadap suatu indikator atau konstruk. Standard Deviation Mengukur seberapa besar penyebaran jawaban dari rata-rata. Semakin kecil SD, semakin homogen persepsi responden. Minimum & Maksimum Menunjukkan rentang skor (skala 1–5) untuk mengetahui seberapa ekstrem persepsi dalam variabel. Frekuensi dan Persentase Digunakan untuk data demografis responden (jenis kelamin, usia, masa kerja, dll).
  • 22.
    Deskripsi Objek dan Responden •Objek penelitian: Ditjen XYZ ABC, dengan fokus pada aparatur sipil negara di berbagai jabatan. • Jumlah responden: 200 pegawai. • Profil responden menunjukkan komposisi gender, generasi, pendidikan terakhir, jabatan, golongan, dan masa kerja, yang digunakan untuk menganalisis variasi persepsi dan perilaku terhadap GRC dan budaya organisasi.
  • 23.
    No. Kategori Sub-Kategori/ Klasifikasi Jumlah (Orang) Persentase (%) Interpretasi Singkat 1 Gender Laki-laki 118 59% Dominan, mencerminkan komposisi umum birokrasi teknis dan struktural. Perempuan 82 41% Kontribusi signifikan; mendukung inklusivitas dan perspektif gender. 2 Generasi Generasi Z (1995–2010) 80 40% ASN muda, adaptif terhadap teknologi dan perubahan. Generasi Y / Milenial (1981– 1994) 70 35% ASN karier menengah, berorientasi keseimbangan kerja–hidup dan inovasi. Generasi X (1965–1980) 50 25% ASN senior, berperan sebagai mentor dan penjaga stabilitas birokrasi. 3 Pendidikan Terakhir Diploma III 20 10% ASN pelaksana teknis, mendukung kegiatan operasional. Diploma IV / Sarjana 112 56% Mayoritas ASN dengan dasar akademik profesional. Magister 48 24% ASN fungsional/struktural dengan kompetensi lanjut. Doktoral 20 10% ASN strategis, berperan dalam kebijakan dan inovasi. 4 Jabatan Jabatan Fungsional 88 44% Tenaga ahli, penggerak profesionalisasi birokrasi. Jabatan Pelaksana 74 37% Pelaksana administratif dan operasional utama. Jabatan Struktural 38 19% Pengambil keputusan dan pengarah kebijakan organisasi. 5 Golongan PNS/PPPK Tidak Ada Golongan / Golongan II 50 25% ASN baru, masa kerja awal karier. Golongan III 40 20% ASN menengah, banyak di jabatan fungsional/pelaksana senior. Golongan IVa–IVb 24 12% ASN senior, ahli madya atau pejabat struktural menengah. Golongan IVc–IVd 16 8% ASN tinggi madya, pengarah kebijakan tingkat unit. PPPK (Gol. V–VIII) 12 6% PPPK awal, skema baru dalam pengisian jabatan fungsional. PPPK (Gol. IX–XII) 8 4% PPPK senior, masih sedikit secara proporsi. 6 Masa Kerja < 1 tahun 30 15% ASN baru, bagian dari regenerasi birokrasi. 1–3 tahun 56 28% ASN tahap adaptasi awal. 4–6 tahun 68 34% Mayoritas responden, tahap penguatan kompetensi. 7–10 tahun 38 19% ASN mapan, stabil di posisi fungsional/struktural. > 10 tahun 8 4% ASN senior berpengalaman, mulai berkurang secara jumlah.
  • 24.
    Kesimpulan Demografis 1. DemografisASN XYZ ABC didominasi oleh pegawai muda– menengah (Gen Z & Y), dengan masa kerja <6 tahun, menandakan fase regenerasi aktif. 2. Komposisi pendidikan tinggi (Sarjana–Magister) memperlihatkan profesionalisasi birokrasi yang meningkat. 3. Peran fungsional lebih dominan (44%), mencerminkan transformasi birokrasi ke arah keahlian dan spesialisasi. 4. Proporsi perempuan 41%, Karena perempuan sudah memiliki porsi yang cukup besar (41%) dalam birokrasi, maka organisasi perlu memastikan kesetaraan peran, kesempatan, dan suara perempuan dalam proses manajemen, kebijakan, dan pengambilan keputusan di lembaga publik. 5. Implikasi terhadap GRC: struktur SDM ini menuntut pendekatan GRC yang adaptif, inklusif, dan berbasis penguatan kapasitas lintas generasi.
  • 25.
    Statistik Deskriptif &Interpretasi Kontekstual Variabel Makna Statistik & Interpretasi Kontekstual X1 – Pelatihan & Pengembangan (Mean: 3,57) Menunjukkan tingkat pelatihan yang cukup relevan, tetapi metode dan tindak lanjutnya belum maksimal. Artinya, pelatihan belum sepenuhnya diarahkan untuk memperkuat nilai-nilai GRC. X2 – Penilaian Kinerja (Mean: 3,59) Menunjukkan sistem evaluasi yang cukup objektif, namun belum digunakan secara efektif untuk pengembangan pegawai atau perbaikan perilaku GRC. Ini menjadi titik penting karena penilaian kinerja terbukti berpengaruh langsung terhadap maturitas GRC. X3 – Reward Management (Mean: 3,58) Persepsi terhadap keadilan kompensasi cukup baik, tetapi transparansi dan penghargaan non-finansial (pengakuan, kesempatan karier) masih kurang. Implikasinya, reward belum sepenuhnya mendorong perilaku etis dan kepatuhan. X4 – Servant Leadership (Mean: 3,59) Variabel dengan skor tertinggi. Ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang melayani sudah cukup terasa di organisasi dan menjadi fondasi kuat bagi terbentuknya budaya kolaboratif dan integritas. M – Budaya Organisasi (Mean: 3,58) Dinilai tinggi dan stabil di semua indikator, mencerminkan internalisasi nilai organisasi dan kerja sama lintas unit yang cukup baik. Ini memperkuat posisi budaya sebagai mediator utama antara SDM dan GRC. Z – Maturitas GRC (Mean: 3,56) Menunjukkan tingkat pelaksanaan GRC yang cukup baik, tetapi masih kurang dalam integrasi lintas fungsi dan otomasi sistem pengawasan. Artinya, GRC sudah berjalan, namun masih dominan manual dan belum sepenuhnya terhubung secara sistemik.
  • 26.
    Analisis Deskriptif PerbandinganMean antar Variabel • Secara umum, seluruh variabel berada pada level menengah–tinggi (≈3,56–3,61). • Menunjukkan fondasi praktik SDM, kepemimpinan, dan budaya organisasi sudah berjalan baik, namun belum sepenuhnya terintegrasi untuk mendorong maturitas GRC secara optimal. • Servant leadership muncul sebagai kekuatan utama—dirasakan cukup kuat dan menjadi landasan pembentuk budaya kolaboratif dan berintegritas. • Budaya organisasi sendiri dinilai tinggi dan stabil, menguatkan perannya sebagai mediator kunci antara praktik SDM (pelatihan, kinerja, reward) dan hasil akhir GRC. • Maturitas GRC menjadi skor terendah relatif, menandakan bahwa penerapan GRC masih dominan prosedural/manual dan kurang terintegrasi lintas fungsi serta minim otomasi pengawasan. • Penilaian kinerja dinilai cukup objektif, tetapi belum dimanfaatkan sebagai alat pengungkit pengembangan perilaku GRC (tindak lanjut/IDP belum kuat). • Pelatihan dinilai relevan, namun metode dan follow-up belum memastikan internalisasi nilai GRC. • Reward management dipersepsi cukup jelas tetapi transparansi dan penghargaan non-finansial (pengakuan, kesempatan berkembang) perlu diperkuat agar benar-benar mendorong kepatuhan dan integritas.
  • 27.
    Sintesis Keseluruhan CrossTab Dimensi Analisis Temuan Utama Implikasi bagi GRC dan Budaya Organisasi Gender Laki-laki lebih positif, perempuan lebih kritis terhadap kepemimpinan. Perlu gender-sensitive leadership dan pelatihan yang inklusif. Generasi Gen X puas, Gen Y idealis, Gen Z kritis dan fokus belajar. Perlu mentoring lintas generasi dan gaya komunikasi adaptif. Pendidikan Semakin tinggi pendidikan → semakin kritis. Sesuaikan komunikasi dan pelibatan sesuai tingkat akademik. Jabatan Pelaksana paling positif, fungsional paling netral. Tingkatkan integrasi GRC ke fungsi-fungsi teknis. Golongan Senioritas berbanding lurus dengan persepsi positif. Libatkan pegawai baru dan P3K dalam forum pengambilan keputusan. Masa Kerja Persepsi meningkat dengan pengalaman. Penguatan onboarding, coaching, dan retensi nilai organisasi.
  • 28.
    Kesimpulan dari CrossTab • Hasil analisis cross tabulasi menunjukkan bahwa persepsi terhadap pelatihan, penilaian kinerja, reward, kepemimpinan pelayan, budaya organisasi, dan maturitas GRC di Ditjen XYZ ABC dipengaruhi oleh faktor demografis dan struktural ASN. • Pegawai dengan pengalaman dan posisi lebih tinggi menunjukkan kepercayaan dan kepuasan lebih besar terhadap sistem GRC dan budaya organisasi, sedangkan kelompok muda, perempuan, dan berpendidikan tinggi menunjukkan persepsi yang lebih kritis dan reflektif terhadap keadilan, transparansi, dan inklusivitas sistem. • Temuan ini mengindikasikan perlunya strategi pengelolaan SDM yang adaptif, inklusif, dan multigenerasi, dengan penekanan pada pemberdayaan kepemimpinan etis, keadilan sistem, serta penguatan budaya organisasi sebagai pondasi GRC.
  • 29.
    Metode Analisis: Structural EquationModeling – Partial Least Squares (SEM-PLS) Alasan Pemilihan SEM-PLS: 1. Model kompleks dengan lebih dari satu jalur mediasi dan beberapa konstruk laten. 2. Cocok untuk data yang tidak harus berdistribusi normal. 3. Mampu menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung (mediasi). 4. Efisien untuk jumlah sampel menengah (misalnya 100–300 responden). 5. Cocok untuk eksplorasi hubungan kausal antar variabel berbasis teori.
  • 30.
    Langkah-Langkah Analisis SEM-PLS TahapanDeskripsi 1. Outer Model Evaluation Mengukur validitas dan reliabilitas indikator terhadap konstruknya. 2. Inner Model Evaluation Menganalisis hubungan antar konstruk (X, M, Y), termasuk uji R², f², dan Q². 3. Uji Signifikansi Menggunakan bootstrapping untuk menguji pengaruh langsung dan tidak langsung. 4. Analisis Mediasi Menguji apakah Budaya Organisasi memediasi hubungan X1–X4 terhadap Y. 5. Goodness of Fit Uji kecocokan model (SRMR, NFI jika diinginkan).
  • 31.
    Outer Model • Berdasarkanhasil uji validitas dan reliabilitas, model pengukuran (outer model) telah memenuhi seluruh kriteria statistik utama — baik validitas konvergen, diskriminan, maupun reliabilitas konstruk. Semua indikator menunjukkan nilai loading tinggi dan konsistensi internal kuat, menandakan bahwa alat ukur yang digunakan sahih, akurat, dan dapat dipercaya. • Semua indikator valid (loading > 0,7; AVE > 0,5). • Tidak ada multikolinearitas antar konstruk (HTMT < 0,85). • Reliabilitas sangat tinggi (CR > 0,95). • Dengan demikian, model siap digunakan untuk analisis hubungan antar variabel laten (inner model) guna menguji hipotesis dan pengaruh antar konstruk SDM, budaya organisasi, dan maturitas GRC di Ditjen XYZ ABC.
  • 33.
    Structural Model (Inner Model) • Budaya Organisasi(M) terjelaskan moderat oleh X1–X4: R²=0,266 (Adjusted. 0,251) → praktik SDM & kepemimpinan memang “membentuk” budaya. • GRC (Z) terjelaskan rendah–moderat oleh X1–X4 & M: R²=0,164 (Adjusted. 0,142) → masih banyak faktor di luar model yang memengaruhi maturitas GRC. • Kelayakan model memadai: SRMR=0,044 (<0,08), NFI=0,834 (baik, belum sangat baik); d_ULS & d_G identik antara saturated vs estimated → struktur jalur konsisten. • GoF≈0,397 (tinggi) + AVE semua konstruk >0,7 → Instrumen penelitian ini sangat baik dan akurat dalam mengukur konstruknya, namun hubungan antar konstruk dalam model belum sepenuhnya kuat dalam menjelaskan fenomena GRC. Masih ada faktor lain di luar model (misalnya kebijakan, sistem teknologi, struktur organisasi, atau faktor eksternal pemerintah) yang perlu ditambahkan agar model penjelasannya lebih komprehensif.. • Relevansi prediktif (Q²): M=0,266 (moderate); Z=0,164 (lemah–moderate). Model penelitian ini memiliki kemampuan prediksi yang cukup baik terhadap Budaya Organisasi, namun masih terbatas dalam menjelaskan dan memprediksi Maturitas GRC. Ini menunjukkan bahwa variabel SDM dan kepemimpinan sudah relevan untuk menjelaskan aspek budaya, tetapi belum cukup kuat untuk menjelaskan kompleksitas GRC secara menyeluruh. • Dengan demikian, model masih perlu dikembangkan dengan menambahkan faktor-faktor struktural, kebijakan, dan tata kelola digital agar kemampuan prediktif terhadap GRC meningkat.
  • 34.
    Hubungan Langsung (Path Coefficients) • Ke M(Budaya): semuanya signifikan Pelatihan (X1) → Budaya Organisasi (M) (β=0,139; p=0,043) • Penilaian Kinerja (X2) → Budaya Organisasi (M) • Penghargaan (X3) → Budaya Organisasi (M) (0,211; p<0,001) • Kepemimpinan (X4) → Budaya Organisasi (M) (0,210; p=0,002). • Ke Z (GRC): hanya X2 signifikan langsung Penilaian Kinerja (X2) → Maturitas GRC (Z) (0,190; p=0,004) ; Pelatihan (X1) → Maturitas GRC (Z) (ns) • Penghargaan (X3) → Maturitas GRC (Z) (ns) • Kepemimpinan (X4) → Maturitas GRC (Z) (ns) • M→Z signifikan (0,226; p=0,001). Makna: penilaian kinerja adalah satu-satunya tuas langsung ke GRC; tiga variabel lain bekerja lewat budaya.
  • 35.
    Mediasi (Specific Indirect Effects) • Signifikan: X2→M→Z(p=0,041), X3→M→Z (p=0,017), X4→M→Z (p=0,025). • Tidak signifikan: X1→M→Z (p=0,085). Sehingga: • Budaya organisasi = mediator kunci yang menerjemahkan kinerja, reward, dan servant leadership menjadi maturitas GRC. • Pelatihan perlu desain ulang agar “tembus” ke budaya dan GRC.
  • 36.
    Kesimpulan Inner Model • Innermodel menunjukkan bahwa GRC terutama ditingkatkan secara tidak langsung melalui penguatan budaya organisasi. • Praktik penilaian kinerja berpengaruh ganda (langsung dan lewat budaya), sementara reward dan servant leadership memengaruhi GRC melalui budaya. • Meski kualitas pengukuran sangat kuat, daya jelaskan ke GRC masih terbatas (R²=0,164), menandakan perlunya memasukkan faktor kebijakan, proses/struktur GRC, teknologi & otomasi kontrol, audit internal, serta kepatuhan eksternal untuk meningkatkan kemampuan prediksi model.
  • 37.
    Kesimpulan • Maturitas GRCdi Ditjen XYZ Kominfo tidak hanya ditentukan oleh sistem formal tata kelola, tetapi sangat bergantung pada kualitas budaya organisasi yang terbentuk dari praktik manajemen SDM dan kepemimpinan pelayan. • Budaya organisasi menjadi jembatan utama yang mentransformasi praktik SDM (penilaian kinerja, reward, dan kepemimpinan) ke dalam perilaku etis, akuntabel, dan patuh yang menjadi inti dari GRC.
  • 38.
    Rekomendasi Manajerial (prioritas) 1. Embedindikator GRC ke penilaian kinerja (target kepatuhan, temuan audit yang closing, risk ownership) → karena X2→Z langsung signifikan. 2. Perkuat budaya pro-GRC: komunikasi nilai, role-modeling pimpinan, forum refleksi etika, dan kolaborasi lintas unit → penuhi jalur M→Z. 3. Re-design pelatihan (X1): kasus nyata, simulasi kontrol, coaching pasca-pelatihan, dan KPI transfer belajar → agar jalur X1→M→Z menjadi signifikan. 4. Transparansi & diferensiasi reward (X3): tambahkan non- financial rewards (pengakuan publik, peluang proyek strategis) yang dikaitkan dengan perilaku GRC. 5. Skalakan servant leadership (X4): program coaching 1:1, feedback berkala, psychological safety → memperkuat mediasi lewat budaya. 6. Tingkatkan faktor di luar model: otomasi GRC (dashboard risiko/kepatuhan real-time), kebijakan & SOP integratif, kapabilitas audit & IT risk.
  • 39.
    Roadmap Terintegrasi denganStages of Maturity GRC Tahun Level Maturity Fokus Utama Roadmap ASN Aktivitas Kunci Indikator Ketercapaian 1 Initial → Managed Fondasi Budaya & Kepemimpinan - Audit budaya organisasi (baseline) - Pelatihan kepemimpinan pelayan - Mekanisme pelaporan etika terbuka ASN mulai mengenal konsep GRC; ada baseline budaya kerja & kepemimpinan lebih terbuka 2 Managed Reformasi Reward System - Perbaikan sistem penghargaan ASN - Pengenalan penghargaan non-finansial - Transparansi distribusi penghargaan Ada prosedur penghargaan lebih adil & transparan; pegawai merasa kepercayaan meningkat 3 Consistent Integrasi Pelatihan dengan Budaya - Redesign kurikulum pelatihan ASN berbasis GRC - Modul tata kelola, risiko, kepatuhan wajib - Evaluasi berbasis outcome Silo antar unit mulai berkurang, pelatihan mendorong konsistensi budaya organisasi 4 Measured Konsolidasi Sistem Penilaian Kinerja - Reformasi sistem penilaian berbasis nilai & GRC - KPI jelas & terukur - Coaching dan monitoring Data kinerja ASN mulai terdokumentasi dengan baik, sistem evaluasi jadi instrumen budaya 5 Optimizing Institutionalization & Benchmarking - Implementasi GRC terpadu lintas K/L - Benchmarking OECD, ISO 37000, COSO - Monitoring real-time GRC ASN mencapai level maturitas tinggi, GRC jadi DNA organisasi, pengambilan keputusan proaktif & risk-first
  • 40.
    Servant Leadership HR Practices Organization Culture GRC MATURITY LEVEL5 LEVEL 4 LEVEL 3 LEVEL 2 LEVEL 1 Initial Managed Consistent Measured Optimizing Budaya & Kepemimpinan Reformasi Reward System Integrasi Pelatihan dengan Budaya Konsolidasi Sistem Penilaian Kinerja Institutionalization & Benchmarking Developing GRC Maturity Model in the Public Sector (Wicaksana, 2025)
  • 41.
    “Membangun GRC bukantentang menambah aturan, melainkan menumbuhkan kesadaran — bahwa setiap keputusan kecil menentukan reputasi besar organisasi.” - Seta Ariawuri Wicaksana, 2025
  • 42.
    Daftar Pustaka • Adams,J. S. (1965). Inequity in social exchange. Advances in Experimental Social Psychology, 2, 267–299. • Aguinis, H. (2009). Performance management. Pearson Prentice Hall. • Aguinis, H. (2013). Performance management (3rd ed.). Pearson Education. • Amabile, T. M. (1996). Creativity in context: Update to the social psychology of creativity. Westview Press. • Armstrong, M. (2016). Armstrong's handbook of performance management. Kogan Page. • Armstrong, M., & Taylor, S. (2014). Armstrong’s handbook of human resource management practice (13th ed.). Kogan Page. • Armstrong, M., & Taylor, S. (2014). Armstrong’s handbook of reward management practice: Improving performance through reward (5th ed.). Kogan Page. • Baker, J. (2008). The performance management revolution: Business results through insight and action. Strategy & Leadership. • Beasley, M. S., Chen, A., Nunez, K., & Wright, L. (2006). Working hand in hand: Balanced Scorecard and enterprise risk management. Strategic Finance, March, 49–55. • Blanchard, P. N., & Thacker, J. W. (2012). Effective training: Systems, strategies, and practices (5th ed.). Pearson. • Bona Ernest, Widianto, S., & Hadianto, A. (2024). The influence of servant leadership and auditor competence on the improvement of internal audit effectiveness with the creation of risk culture as an intervening variable in the main inspectorate of BRIN. Journal Eduvest, 4(7), 6434– 6450. https://doi.org/10.1234/eduvest.v4n7.6434 • Boswell, W. R., & Boudreau, J. W. (2002). Separating the developmental and evaluative performance appraisal uses. Journal of Business and Psychology, 16(3), 391–412. https://doi.org/10.1023/A:1012872907525 • Bourne, M., Mills, J., Wilcox, M., Neely, A., & Platts, K. (2005). Designing, implementing and updating performance measurement systems. International Journal of Operations & Production Management, 25(12), 1182–1203. https://doi.org/10.1108/01443570510633630 • Bracken, D. W., Timmreck, C. W., & Church, A. H. (2001). The handbook of multisource feedback. Jossey-Bass. • Cameron, K. S., & Quinn, R. E. (2011). Diagnosing and changing organizational culture: Based on the competing values framework (3rd ed.). Jossey-Bass. • Cascio, W. F., & Boudreau, J. W. (2016). Investing in people: Financial impact of human resource initiatives (2nd ed.). Pearson Education. • Deal, T. E., & Kennedy, A. A. (2000). Corporate cultures: The rites and rituals of corporate life. Perseus Publishing. • Deloitte. (2016). Governance, risk, and compliance (GRC): Enhancing corporate governance through effective risk management. Deloitte Insights. • Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2000). The "what" and "why" of goal pursuits: Human needs and the self-determination of behavior. Psychological Inquiry, 11(4), 227–268. https://doi.org/10.1207/S15327965PLI1104_01 • DeNisi, A., & Pritchard, R. D. (2006). Performance appraisal, performance management, and improving individual performance: A motivational framework. Management and Organization Review, 2(2), 253–277. https://doi.org/10.1111/j.1740-8784.2006.00042.x • DeNisi, A., & Williams, K. J. (2018). Performance appraisal and performance management: 100 years of progress? Journal of Applied Psychology, 103(3), 371–385. • Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S., & Sowa, D. (1986). Perceived organizational support. Journal of Applied Psychology, 71(3), 500–507. https://doi.org/10.1037/0021- 9010.71.3.500 • Faizah, A., Rumengan, J., Nurhatisyah, N., Yanti, S., & Dewi, N. P. (2020). Influence of servant leadership, organizational safety culture and work environment on organizational citizenship behavior in application of patient safety with affective organizational commitment. IAIC International Conferences, 3(2), 140–150. • Frigo, M. L., & Anderson, R. J. (2014). Embracing enterprise risk management: Practical approaches for getting started. COSO Thought Leadership in ERM, 1-24. • Greenberg, J. (1986). Determinants of perceived fairness of performance evaluations. Journal of Applied Psychology, 71(2), 340–342.
  • 43.
    Daftar Pustaka • Greenleaf,R. K. (1977). Servant leadership: A journey into the nature of legitimate power and greatness. Paulist Press. • Hofstede, G., Hofstede, G. J., & Minkov, M. (2010). Cultures and organizations: Software of the mind (3rd ed.). McGraw-Hill. • Hunter, E. M., Neubert, M. J., Perry, S. J., Witt, L. A., Penney, L. M., & Weinberger, E. (2013). Servant leaders inspire servant followers: Antecedents and outcomes for employees and the organization. The Leadership Quarterly, 24(2), 316–331. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2012.12.001 • Indrawan, I., Muntholib, & Armida. (2021). Reward system management on the organizational culture of state university in Riau Province. European Journal of Humanities and Educational Advancements, 2(7), 1–7. • Inyangala, S. (2023). Embedding a governance, risk and compliance culture to deliver sustainable business performance. Artex Risk Solutions. • Jusman, I. A. (2022). The role of organizational culture, rewards, and leadership models to employee work commitment. Jurnal Multidisiplin Madani (MUDIMA), 2(3), 1521–1532. Retrieved from https://journal.yp3a.org/index.php/mudima/index • Kahn, W. A. (1990). Psychological conditions of personal engagement and disengagement at work. Academy of Management Journal, 33(4), 692–724. • Kaplan, R. S., & Mikes, A. (2012). Managing risks: A new framework. Harvard Business Review, 90(6), 48–60. • Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (1996). The balanced scorecard: Translating strategy into action. Harvard Business School Press. • Kaufman, R., & Watkins, R. (1996). Identifying and solving problems: A systematic approach. Performance Improvement, 35(10), 10–17. https://doi.org/10.1002/pfi.4140351004 • Kirkpatrick, D. L., & Kirkpatrick, J. D. (2006). Evaluating training programs: The four levels (3rd ed.). Berrett-Koehler Publishers. • Kluger, A. N., & DeNisi, A. (1996). The effects of feedback interventions on performance: A historical review, a meta-analysis, and a preliminary feedback intervention theory. Psychological Bulletin, 119(2), 254–284. • Lee, A., & Fiedler, R. (2020). Cybersecurity training and its impact on organizational risk management. Journal of Information Security, 11(2), 129–145. https://doi.org/10.4236/jis.2020.112009 • Liden, R. C., Wayne, S. J., Zhao, H., & Henderson, D. (2008). Servant leadership: Development of a multidimensional measure and multi-level assessment. The Leadership Quarterly, 19(2), 161–177. https://doi.org/10.1016/j.leaqua.2008.01.006 • Locke, E. A., & Latham, G. P. (2002). Building a practically useful theory of goal setting and task motivation: A 35-year odyssey. American Psychologist, 57(9), 705–717. • London, M. (2003). Job feedback: Giving, seeking, and using feedback for performance improvement. Routledge. • Maslow, A. H. (1943). A theory of human motivation. Psychological Review, 50(4), 370– 396. • Milkovich, G. T., & Newman, J. M. (2008). Compensation. McGraw-Hill. • Milkovich, G. T., & Newman, J. M. (2017). Compensation (12th ed.). McGraw-Hill Education. • Noe, R. A. (2010). Employee training and development. McGraw-Hill. • Noe, R. A. (2020). Employee training and development (8th ed.). McGraw-Hill Education. • Noe, R. A., & Wilk, S. L. (1993). Investigation of the factors that influence employees' participation in developmental activities. Journal of Applied Psychology, 78(2), 291– 302. • Omar, M. I., & Mahmood, N. H. N. (2020). Mediating the effect of organizational culture on the relationship between training and development and organizational performance. Management Science Letters, 10, 3793–3800. https://doi.org/10.5267/j.msl.2020.7.032
  • 44.
    Daftar Pustaka • OCEG.(2009). GRC capability model: Red Book 2.0. Open Compliance and Ethics Group (OCEG). • Pfeffer, J. (1998). The human equation: Building profits by putting people first. Harvard Business School Press. • Power, M., Ashby, S., & Palermo, T. (2023). Risk culture in financial organisations: A research report. • Pulakos, E. D., & O'Leary, R. S. (2011). Why is performance management broken? Industrial and Organizational Psychology, 4(2), 146–164. • Rahaman, M. A., Uddin, M. S., & Latif, W. B. (2023). Effects of training and development, organizational culture, job satisfaction, and career development on employee retention in commercial banks in Bangladesh. Journal of Asian Finance, Economics and Business, 10(2), 91–97. https://doi.org/10.13106/jafeb.2023.vol10.no2.0091 • Roberts, G. E. (2003). Employee performance appraisal system participation: A technique that works. Public Personnel Management, 32(1), 89–98. https://doi.org/10.1177/009102600303200105 • Salas, E., Tannenbaum, S. I., Kraiger, K., & Smith-Jentsch, K. A. (2012). The science of training and development in organizations: What matters in practice. Psychological Science in the Public Interest, 13(2), 74–101. https://doi.org/10.1177/1529100612436661 • Setyaningrum, R. P. (2017). Relationship between servant leadership in organizational culture, organizational commitment, organizational citizenship behaviour and customer satisfaction. European Research Studies Journal, 20(3A), 554–569. • Schein, E. H. (2010). Organizational culture and leadership (4th ed.). Jossey-Bass. • Spears, L. C. (2004). Practicing servant-leadership. Leader to Leader, 2004(34), 7–11. https://doi.org/10.1002/ltl.94 • Treviño, L. K., & Nelson, K. A. (2021). Managing business ethics: Straight talk about how to do it right (7th ed.). Wiley. • Van Dierendonck, D. (2011). Servant leadership: A review and synthesis. Journal of Management, 37(4), 1228–1261. https://doi.org/10.1177/0149206310380462 • WEF. (2024). Global security outlook 2024. World Economic Forum. Retrieved from https://www.weforum.org/reports/global-security-outlook-2024 • Wahyuni, S., Arfah, & Ambarwati, A. (2022). The effect of servant leadership and organizational culture on public service motivation. IOSR Journal of Humanities and Social Science (IOSR-JHSS), 27(10), 13–22. https://doi.org/10.9790/0837-2710021322 • Brown, J., Smith, K., & Johnson, M. (2023). The role of training in enhancing organizational cybersecurity posture. Journal of Cybersecurity Research, 5(1), 45–59. https://doi.org/10.1016/j.jcsr.2023.01.005 • Thales Group. (2023). Thales selected by Indonesia's Cyber and Crypto Agency BSSN to optimize its national cybersecurity infrastructure. Retrieved from https://www.thalesgroup.com/en/group/journalist/press_release/thales-selected- indonesias-cyber-and-crypto-agency-bssn-optimise-its • BSSN. (2023). Hasil Pengukuran Tingkat Kematangan Keamanan Siber Sektor Industri Tahun 2023. Badan Siber dan Sandi Negara. Retrieved from https://www.bssn.go.id/bssn-serahkan-hasil-pengukuran-tingkat-kematangan- keamanan-siber-sektor-industri-tahun-2023
  • 45.
    Learning and Givingfor Better Indonesia