1 
ILMU UKUR TANAH 
Oleh: IDI SUTARDI BANDUNG 2007
2 
KATA PENGANTAR Ilmu Ukur Tanah ini disajikan untuk Para Mahasiswa Program Pendidikan Diploma DIII, Jurusan Geologi, Jurusan Tambang mengingat tugas-tugasnya yang selalu berhubungan dengan kegiatan di lapangan dan peta-peta yang terkait dengan penyelidikannya. Oleh karena itu dengan mempelajari Mata Pelajaran Ilmu Ukur Tanah ini diharapkan Para Mahasiswa dapat dengan mudah mengenal keadaan medan, baik medan yang bersifat buatan alam maupun medan yang bersifat buatan manusia. Sekaligus juga dapat mengaplikasikan/menerapkan ilmu yang telah di dapat di sekolah, sehingga memperlancar tugas-tugasnya di lapangan, baik dalam penentuan lokasi setiap titik pada peta maupun penentuan posisi setiap titik di lapangan. Dengan data yang cukup akurat tentunya akan menghasilkan suatu peta yang dapat dipertanggungjawabkan tingkat ketelitiannya.
3 
D A F T A R I S I KATA PENGANTAR i I. PENDAHULUAN 1 II. KOMPAS GEOLOGI 2 A. Cara Pengontrolan 4 B. Cara membaca 5 C. Kegunaannya 8 Jalur ukuran tegak lurus strike 11 Jalur ukuran tidak tegak lurus strike 12 III. PENGUKURAN WATERPAS 15 Pengukuran waterpas tak terikat 15 Pengukuran waterpas terikat 15 Alat ukur waterpas 21 IV. KOORDINAT TITIK 22 4.1. Menentukan azimut 22 4.2. Menentukan jarak datar 22 4.3. Menghitug koordinat titik 23 V. PENGUKURAN POLIGON 24 5.1. Tujuan dari pengukuran poligon 24 5.2. Gunananya pengukuran poligon 24 5.3. Bentuk pengukuran poligon a. Bentuk poligon tertutup 24 b. Bentuk poligon terbuka 24 Alat Ukur Theodolit 41 VI. PENGUKURAN SITUASI 43 Alat Ukur Theodolit Kompas 46 Metoda pengukuran dengan magnit 47 Gambar peta topografi 52 VII. PENGUKURAN TITIK TETAP 53 1. Cara Mengikat Pengukuran Ke Belakang 53 2. Cara Mengikat Pengukuran Ke Muka 53 VIII. MENGHITUNG LUAS DAN VOLUME 62 Cara Simpson 62 Cara 1/3 Simpson 62 Cara 3/8 Simpson 62 Cara System Koordinat 63 Peta Situasi Tanah 64 Perhitungan volume pada daerah berbentuk kontur : 66 
1. Metoda rata-rata luas antara dua kontur 66 
2. Metoda perbedaan antara luas dua kontur terhadap ketinggian dasar 67
4 
IX. TRANSFORMASI KOORDINAT 69 Transformasi Koordinat Toposentrik: 69 Proyeksi polyeder 69 Proyeksi Universe Transverse Mercator 74 Transformasi Koordinat Global Positioning System : 82 Transformasi Geosentrik 82 DAFTAR ISI PERLU ADA PENYESUAIAN
5 
I. PENDAHULUAN 
Diktat Ilmu Ukur Tanah ini disajikan untuk menambah pengetahuan Para Peserta Program S1 Jurusan Geologi dalam memperlancar tugas-tugas di lapangan dan di kantor, baik dalam penentuan posisi di lapangan, pengeplotan posisi di peta dasar, pembuatan kerangka dasar peta geologi, pembuatan peta topografi dan pembuatan peta sejenisnya. Di dalam diktat ini akan dibahas mengenai koordinat titik, cara pengukuran poligon, cara pengukuran situasi, menghitung luas dan cara menghitung volume. Koordinat dapat memberi gambaran tentang letak lokasi tertentu di peta dan di lapangan; sedangkan pengukuran polygoon merupakan kerangka dasar bagi pembuatan peta, baik peta topografi, peta tambang, peta pengairan, peta kehutanan dan jenis-jenis peta lainnya. Pengukuran situasi adalah pengukuran untuk memperoleh secara detail mengenai keadaan fisik bumi, yaitu yang meliputi: gunung, punggungan, bukit-bukit, lembah, sungai, sawah, kebun, batas wilayah, jalan kereta api jalan raya, batas pantai d.l.l. Biasanya pengukuran situasi yang dilakukan secara detail ini guna kepentingan pembuatan peta topografi, atau untuk pembuatan peta-peta teknis yang diperlukan untuk jenis proyek tertentu. Pembuatan titik tetap adalah sebagai landasan untuk menentukan azimut awal dan azimut akhir, harga koordinat serta ketinggian dari muka air laut atau dari muka bidang datum pada daerah pengukuran. Hal ini dilakukan apabila pada daerah pengukuran tidak terdapat titik tetap/titik trianggulasi. Transformasi koordinat adalah untuk menentukan jenis proyeksi yang diperlukan, baik pada bidang datum atau bidang proyeksi. Perhitungan luas dan volume berdasarkan metoda tertentu sesuai dengan ketelitian yang diperlukan. Diharapkan setelah mempelajari materi pelajaran ini, Para Peserta Program S1 dapat melakukan pengukuran pemetaan, mengolah data lapangan dan membuat peta.
6 
II. KOMPAS GEOLOGI Pada umumnya Kompas Geologi adalah sama, walaupun bentuknya berbeda-beda. Bagian-bagian yang paling utama pada Kompas Geologi ialah : bulatan bidang datar, sebagai alat pembacaan azimut/arah lapisan batuan, jarum magnit sebagai alat penunujuk untuk menentukan besarnya azimut, klinometer untuk menunjukan besarnya sudut miring lapisan batuan. Ditinjau pada cara pembacaan azimutnya Kompas Geologi itu ada 2 (dua) macam : 
1. Pembacaan azimut timur; 
2. Pembacaan azimut barat. 
1. Pembacaan azimut timur. 
Yang dimaksud dengan pembacaan azimut timur ialah apabila pembagian skala pembacaan pada lingkaran datar membesarnya pembagian angkanya dimulai dari kanan ke kiri (lihat gambar 2). 
2. Pembacaan azimut barat 
Pembacaan azimat Barat ialah apabila pembagian sekala pembacaan pada lingkaran datar membesarnya pembagian angkanya dimulai dari kiri ke kanan (lihat gambar 3). 
Gambar: Kompas Geologi
7 
AZIMUT TIMUR 
Adapula kompas yang pembacaan lingkaran datarnya dibagi dalam kwadran (lihat gambar 4). 
A. Cara Pengontrolan 
Sebelum kompas dipergunakan di lapangan terlebih dahulu perlu diteliti kebenarannya. Yang perlu diteliti antara lain : 
1. Inklinasi 
Inklinasi adalah sudut yang dibentuk oleh bidang datar dan jarum magnit. Artinya disini bahwa jarum magnit kedudukannya tidak seimbang. 
 
0 
N 
W 270o 
90oE 
S 
180o 
GAMBAR 2. Besaran angka pada 
kompas azimuth timur 
 
0 
N 
W 90o 
270oE 
S 
180o 
AZIMUTH BARAT 
GAMBAR 3. Besaran angka pada 
kompas azimuth barat
8 
Untuk ini digeser gelang pemberatnya yang ada pada jarum magnit, sehingga kedudukan jarum magnit dalam keadaan horizontal. 
2. Deklinasi 
Deklinasi adalah sudut yang dibentuk oleh arah Utara Bumi dengan arah Utara Magnit. Oleh karena itu untuk mengetahui deklinasi di suatu wilayah perlu melihat pada peta topografi yang biasanya selalu ditulis dibagian bawah lembar peta. Atau kalau sekiranya tidak diketahui deklinasinya pada wilayah/daerah itu perlu diadakan pengamatan matahari. Umpama diketahui pada daerah itu deklinasi antara Utara Bumi dan Utara Magnit adalah 10o ke arah Timur. Maka apabila alat ini ingin dijadikan Utara Bumi, angka 0 pada lingkaran datar diputar ke arah Barat, sehingga indeks pin menunjuk kepada angka 350o (alat ini adalah azimuth Timur). 
3. Cek Kelancaran Putaran Jarum Magnit 
Untuk ini perlu kompas diletakan pada meja yang datar dan terhindar dari pengaruh besi yang dapat mengganggu jalannya jarum magnit. Sekarang baca jarum magnit utara berapa azimuthnya. Putar lingkaran 180o, kemudian kunci jarum magnit. Kembalikan kompas pada kedudukan pertama. Buka jarum magnit kuncinya. Baca sekarang azimuthnya. Kalau pembacaan kedua sama dengan pembacaan pertama, maka putaran jarum magnit baik. Kaluat tidak sama maka hal ini mungkin jarum magnit tumpul. Hal ini perlu diruncingkan. Atau kemungkinan terlalu runcing, dan ini juga perlu sedikit ditumpulkan sampai putaran jarum magnit baik. B. Cara Membaca Kompas dengan lingkaran pembagian 360o. Telah disebutkan dimuka bahwa cara pembacaan itu ada azimuth Timur dan azimuth Barat.
9 
Arah Bidik 
 
0 
N 
W 90o 
90oE 
S 
0 
GAMBAR 4. Besaran angka pada 
azimuth bearing 
Deklinasi 
Gambar 6. Kedudukan utara bumi 
dan utara magnit 
UB 
UM 
Gambar 7. Pembacaan jarum magnit 
pada kompas 
 
60 
W 270o 
90oE 
0 
N 
S 
180o 
AZIMUTH TIMUR 
Gambar 5. Kedudukan jarum 
dengan bidang datar 
Inklinasi 
 
Jarum magnit 
 
Kawat pemberat
10 
Arah Bidikan 
Gambar 8. Posisi garis bidik di 
peta /di bumi 
60o 
U 
45o 
U 
Gambar 12. Posisi garis bidik di 
peta/di bumi 
 
50 
S 180o 
W 90o 
0 
N 
Gambar 9. Pembacaan jarum magnit 
pada kompas 
E 
270o 
AZIMUTH BARAT 
Arah Bidik 
50o 
U 
Arah Bidikan 
Gambar 10. Posisi garis bidik di 
peta/di bumi 
 
45 
S 
0o 
W 90o 
0 
N 
Gambar 11. Pembacaan jarum magnit 
pada kompas 
E 
90o 
Arah Bidikan 
N 45oW
11 
Sebelum pergi ke lapangan hendaknya diketahui lebih dahulu mana jarum Utara dan mana jarum Selatan. Biasanya memang dibedakan antara jarum magnit utara dan jarum magnit selatan, yaitu dengan diberi tanda tertentu. Namun kalau tidak diketahui sebelumnya tanda tersebut akan membingungkan di lapangan. Dalam membaca azimuth selalu dimulai dari 0 (utara) ke arah bidikan. Pada saat membaca, bukan arah bidikan yang dibaca, tapi pada jarum magnit utara, berapa angka yang ditunjuk oleh jarum magnit utara itu pada sekala lingkaran datar. Kalau membaca pada arah bidikan biasanya angka akan tetap menunjukan 0 (N); karena berputar pada kompas ini bukan jarum magnitnya tapi lingkaran datarnya. Perlu diingat bahwa, pada saat membidik ke arah suatu obyek selalu angka 0 ( N ) ada dihadapan kita.Cara membaca azimuth pada lingkaran yang dibagi 4 kwadran, akan nampak bahwa, pembacaan azimuth disini ada 2 macam yaitu pembacaan azimuth timur dan azimuth barat. Karena pada kompas ini ada harga 0 pada N dan harga 0 pada S, maka garis Utara magnit dan garis selatan magnit berfungsi sebagai penentu besarnya sudut atau azimuth. 
C. Kegunaannya 
Kegunaan kompas geologi ini dapat dipergunakan sebagai berikut : 
1. Penunjuk arah dari setiap lintasan yang dilalui; 
Arah Bidikan 
40o 
S 
Gambar 13. Posisi garis 
bidik di peta/di 
bumi 
 
40 
S 
0o 
W 90o 
0 
N 
Gambar 14. Pembacaan jarum magnit 
pada kompas 
E 
90o 
Arah Bidik 
S 40oE
12 
2. Sebagai penunjuk arah lapisan batuan; 
3. Untuk mengetahui sudut kemiringan lapisan batuan dan kemiringan tanah. 
Dalam hal ini yang digunakan bukan jarum magnitnya tapi jarum kilometer. Cara pembacaan untuk pengukuran azimuth/arah dari lapisan batuan dan sudut kemiringan ditulis seperti berikut : N30oE/25o, artinya arah lapisan azimuthnya 30o dan kemiringan lapisan batuan sudut miringnya 25o. 
Adapula pengukuran arah lapisan sudut miringnya dilakukan dengan cara mengukur dari arah kemiringan lapisan. Cara penulisannya ialah : 35o/20o (diketahui kompas azimuth timur). 
U 
30o 
25o 
Gambar 15. Posisi strike dan dip di peta/di bumi 
peta/dibumi 
N30oE/25o 
Bidang Lapisan 
25o 
Gambar 16. Posisi bidang datar dan bidang lapisan 
Bidang Datar 
25o 
Gambar 15a. Simbol strike dan dip di peta 
30o 
25o 
Gambar 17. Posisi strike dan dip di peta/di bumi 
N30oW/25o 
U
13 
Untuk menentukan posisi kemiringan dibuat pada gambarnya berputar searah jarum jam terhadap arah lapisan. 
Untuk mengetahui arah lapisan /azimutnya ialah: 360o + 35o – 90o = 305o 
Arah lapisan/azimuthnya ialah: 125o - 90o = 35o Cara pengukuran lapisan batuan yang tersebut di atas mempergunakan kompas geologi yang berazimuth timur. Untuk pengukuran yang mempergunakan kompas geologi yang berazimuth barat digambarkan seperti berikut : Untuk mengetahui arah lapisan dari batuan tersebut ialah: 35o + 90o = 125o 
(lihat gambar 20). 
Untuk mengetahui arah lapisan dari batuan tersebut ialah: 125o + 90o = 215o (lihat gambar 21). 
Gambar 18. Posisi dip dan strike di peta/di bumi 
35o/20o 
U 
35o 
20o 
U 
35o 
40o 
Gambar 20. Posisi strike dan dip dipeta/di bumi 
35o/40o 
Gambar 19. Posisi dip dan strike di peta /di bumi 
U 
125o 
40o 
125o/40o 
125o 
40o 
125o/40o 
U 
Gambar 21. Posisi strike dan dip dipeta/di bumi
14 
Untuk cara ini dalam penggambarannya dapat dilakukan sebagai berikut : Setelah arah kemiringan lapisan dari batuan itu digambar, maka untuk menggambarkan arah lapisannya dibuat garis tegak lurus dengan arah kemiringan lapisan. Untuk mengetahui tebal lapisan dapat dilakukan seperti pada gambar 22, dimana jalur ukuran tegak lurus arah lapisan (strike). Jalur ukuran tegak lurus strike 
Keterangan: Tebal lapisan dapat dihitung dengan persamaan: tL = sin ( + ) . d Contoh :  = 200 ;  = 350; d = 60,00 m tL = d. sin ( +  ) = 60. Sin (200 + 35) = 60. Sin 550 = 49,149 m 
d = Jarak singkapan lapisan 
 = Kemiringan dari singkapan/kemiringan 
tanah 
 = Kemiringan lapisan batuan 
t = Tebal lapisan batuan yang dicari 
Gambar 22a Kedudukan struktur lapisan batuan 
d 
A 
B 
tL 
 
 
90 
A 
B 
Strike 
Arah jalur ukuran 
d 
Gambar 22. Singkapan batuan tampak atas
15 
Jalur ukuran tidak tegak lurus strike U 
C B Keterangan: Strike // BC Diketahui: AC = 114,615 m (panjang singkapan) h = 1018’51” (slope tanah/singkapan)  = 35 (kemiringan lapisan batuan Strike = 60 (N60E) AB  strike Dari data hasil pengukuran di atas akan dihitung: 
1. Sudut kemiringan normal tanah 
2. Tebal lapisan singkapan batuan 
Penyelesaian: Buat gambar penampang jalur ukuran AC (lihat gambar 23a) 
Jalur ukuran normal 
Jalur ukuran 
Strike 
90 
60 
60 
A 
Gambar 23. Singkapan tampak atas
16 
AC’  CC’ Hitung: 
1. Jarak AC’ 
2. Tinggi CC’ (th) 
Penyelesaian: 
1. Jarak AC’ dapat dihitung dengan persamaan: 
AC’ = (AC) x Cos = 114,615 x cos1018’51” = 112,763 m 
2. Tinggi CC’ dapat dihitung dengan persamaan: 
th = ( AC) x sinh = 114,615 x sin 1018’51 = 20,521 m 
Keterangan: AB’  BB’ ; AB  BC; AB’ BC’  = 60 (Sudut B’AC’) Dari gambar 23b, akan dihitung: 
Gambar 23a. Penampang jalur ukuran AC 
th 
h 
C’ 
C 
A 
B 
C’ 
Jalur ukuran 
n 
C 
B’ 
th 
th 
h 
A 
Gambar 23b. Penampang tiga dimensi topografi jalur ukuran 

17 
1. Jarak AB’ 
2. n (sudut normal kemiringan tanah) 
Penyelesaian: 1. AB’ = (AC’) x cos 60 = 112,763 x cos 60 = 56,382 m 2. tgn = th : (AB’ ) = 20,521: 56,382= 0,363963676 n = 20 Pada gambar 23c akan dihitung tebal lapisan batuan (tL) Penyelesaian: 
AB = th : sin = 20,521: sin20 = 60 m tL = (AB) x sin(n+) = 60 x sin(20+35) = 49,149 m 
A 
n 
 
B 
tL 
Gambar 23c. Penampang jalur ukuran tegak lurus strike 
90
18 
III. PENGUKURAN WATERPAS 1. Tujuan dari pengukuran waterpas : Menetapkan ketinggian titik-titik pada jalur penampang topografi yang diukur.. Yang diukur adalah : a. Panjang jalur penampang topografi antar titik ukur b. Beda tinggi antar titik ukur 2. Gunannya Pengukuran waterpas adalah : a. Untuk membuat kerangka peta penampang dari peta penampang b. Pengukuran titik-titik ketinggian pada daerah tertentu c. Pengukuran ketinggian peta penampang topografi pada daerah lubang bukaan (daerah pertambangan, terowongan jalan kereta api), peta penampng topografi jalur irigasi, jalan kereta api, jalan raya dan lain sebagainya. . 3. Bentuk Pengukuran Waterpas. Bentuk pengukuran waterpas ada 2 macam : 3.1. Bentuk pengukuran waterpas tertutup 3.2. Bentuk pengukuran waterpas terbuka 3.1. Bentuk Pengukuran Waterpas Tertutup Pada pengukuran waterpas tertutup, titik awal akan menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 3.1). 
P1 
4 
P2 
P3 
P4 
1 
b 
3 
2 
Gambar 3.1. Bentuk pengukuran waterpas tertutup 
Δ 
• 
• 
• 
a 
d 
• 
c
19 
Keterangan: P1 = Titik awal dan akhir pengukuran 1  4 = Sudut titik ukur poligon • P1 P4 = Titik ukur polygon • a• d = Titik tempat berdiri alat ukur Δ = Titik trianggulasi (diketahui koordinat dan ketinggiannya dari muka air laut 
= Garis ukur poligon 
Keterangan: P1 = Titik awal dan akhir pengukuran • P1 P4 = Titik ukur polygon • a• d = Titik tempat berdiri alat ukur a1 d2 = Pembacaan benang tengah pada rambu ukur Biasanya pengukuran waterpas tertutup ini dilakukan pada titik-titik pengukuran polygon yang sudah diukur, untuk menentukan ketinggian titik ukur dalam rangka untuk pembuatan peta: 
 Pemetaan daerah waduk/danau, 
 Pemetaan daerah pertambangan; 
 Pemetaan daerah komplek perumahan, 
 Pemetaan daerah pengairan dan lain sebagainya. 
P1 
P2 
P3 
P4 
b 
Gambar 3.1a. Bentuk penampang pengukuran 
waterpas tertutup 
 
• 
• 
• 
a 
d 
• 
c 
 
 
 
 
P1 
a1 
a2 
b1 
d1 
c1 
c2 
b2 
d2
20 
Bentuk Pengukuran Waterpas Tertutup ada 2 bagian : 1). Bagian pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap 2). Bagian pengukuran waterpas tertutup terikat titik tetap 1). Bagian Pengukuran Waterpas Tertutup Tak Terikat Titik Tetap Pada pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap, titik awal akan menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasil pengukuran dapat diketahui. Karena awal pengukuran dan akhir pengukuran tidak diikatkan pada titik tetap, maka ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut tak dapat ditentukan (lihat gambar 3.2) 
Keterangan: P1 = Titik awal dan akhir pengukuran 1  4 = Sudut titik ukur poligon • P1 P4 = Titik ukur polygon • a• d = Titik tempat berdiri alat ukur 
= Garis ukur poligon Yang diukur pada pengukuran waterpas tak terikat titik tetap adalah a. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100 Keterangan: ba = benang atas, bb = benang bawah, 100 = kosntanta 
P1 
4 
P2 
P3 
P4 
1 
b 
3 
2 
Gambar 3.2. Bagian pengukuran waterpas tertutup 
tak terikat titik tetap 
• 
• 
• 
a 
d 
• 
c
21 
Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah bt = benang tengah; ba  bb = jarak pada rambu ukur j = jarak dari titik 0  1 (jarak horizontal di lapangan) 
Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) 
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik horizontal) 
ba 
0 
1 
j 
ba - bb 
 
bb 
bt 
Gambar 3.3. Pembacaan benang jarak pada bak ukur 
ba 
bb 
bv 
bt 
Gambar 3.4. Gambar benang diapragma dalam teropong
22 
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m b. Beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm 
Keterangan: tb = benang tengah belakang tm = benang tengah muka t = beda tinggi antara titik 0  2 Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi pada pengukuran waterpas tertutup, persamaannya sebagai berikut: 
bb 
1,7 
1,8 
1,9 
2,0 
bt 
bb 
Gambar 3.5. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur 
tb 
0 
1 
2 
 
 
tm 
Gambar 3.6. Pengukuran beda tinggi 
t
23 
1). Kalau benar  h = (t+) + (t-) = 0 2). Kalau salah  hP  h  (t+) + (t-)  0 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h Keterangan t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tionggi antara titik awal dan akhir pengukuran Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik awal pengukuran ditentukan harga ketinggian local, dan usahakan harga keyinggian local ini dengan harga minimum. Contoh. Dari data hasil pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap pada tabel 3.1 di bawah ini akan dihitung : 1. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100 Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila : bt = ½(ba + bb)
24 
Tabel 3.1. Catatan data pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap pada titik ukur poligon 
Titik 
Pembacaan benang 
Jarak 
Beda tinggi 
Tinggi dari muka air luat 
Berdiri 
Tinjau 
Belakang 
Muka 
Belakang 
Muka 
Positif 
Negatif 
ba 
bt 
bb 
ba 
bt 
bb 
P0 
1,251 
1,220 
1,189 
a 
P1 
1,422 
1,335 
1,245 
1,411 
1,382 
1,351 
b 
P2 
1,452 
1,414 
1,376 
1,589 
1,518 
1,448 
C 
P3 
1,884 
1,730 
1,564 
1,492 
1,421 
d 
P0 
1,572 
1,382 
1,300 
1,223 
Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.1, maka jarak dari: JaP0 = (1,251 – 1,189) x 100 = 0,062 x 100 = 6,200 m JaP1 = (1,411 – 1,351) x 100 = 0,060 x 100 = 6,000 m JbP1 = (1,422 – 1,245) x 100 = 0,177 x 100 = 17,100 m JbP2 = (1,589 – 1,448) x 100 = 0,141 x 100 = 14,100 m JcP2 = (1,452 – 1,376) x 100 = 0,076 x 100 = 7,600 m JcP3 = (1,564-1,421) x 100 = 0,143 x 100 =14,300 m JdP3 = (1,884 – 1,572) x 100 = 0,312 x 100 = 31,200 m JcP0 = (1,382 – 1,223) x 100 = 0,159 x 100 = 15,900 m 2. Beda tinggi antartitik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.1, maka beda tinggi dari:
25 
P0P1 (t1) = 1,220 – 1,382 = -0,162 m P1P2 (t2) = 1,335 – 1,518 = - 0,183 m P2P3 (t3) = 1,414-1,492 = – 0,078 m P3P0 (t4) = 1,730 – 1,300 = + 0,430 m t+ = 0,430 m t- = t1 + t2 + t3 = -0,162 - 0,183 - 0,078 m = -0,423 m hP = (t+) + (t-) = 0,430 – 423 = + 0,007 m Tabel 3.2. Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur 
Titik 
Pembacaan benang 
Jarak 
Beda tinggi 
Ketinggian lokal 
Berdiri 
Tinjau 
Belakang 
Muka 
Belakang 
Muka 
Positif 
Negatif 
ba 
bt 
bb 
ba 
bt 
bb 
P0 
1,251 
1,220 
1,189 
a 
6,200 
6,000 
0,162 
P1 
1,422 
1,335 
1,245 
1,411 
1,382 
1,351 
b 
17,700 
14,100 
0,183 
P2 
1,452 
1,414 
1,376 
1,589 
1,518 
1,448 
C 
7,600 
14,300 
0,078 
P3 
1,884 
1,730 
1,564 
1,492 
1,421 
d 
31,200 
15,900 
0,430 
P0 
1,572 
1,382 
1,300 
1,223 
5,699 
5,692 
62,700 
50,300 
0,430 
0,423 
5,699 
62,700 
0,430 
5,692 
50,300 
0,423 
0,007 
113,000 
0,007 
Karena pengukuran waterpas tertutup, maka beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran kalau benar  h = hP = 0 Kesalahan pengukuran (e) = hP - h = 0,007 – 0 = 0,007 m 3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.2, ada kesalahan
26 
(e) = + 0,007 m. Koreksi kesalahan (e) = - 0,007 m  t = = (t+) + (t-) = 0,430 + 423 = 0,853 m (jumlah total). Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/ t k = - e/ t = - 0,007/0,853 = - 0,008206 m Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t t = beda tinggi antartitik ukur Koreksi tinggi pada patok: P1  (k’1) = t1 x k = 0,162 x -0,008206 = - 0,002 m P2  (k’2) = t2 x k = 0,183 x -0,008206 = - 0,002 m P3  (k’3) = t3 x k = 0,078 x -0,008206 = 0,000 m P0 (k’0) = t0 x k = 0,430 x -0,008206 = - 0,003 m Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ t’1 = t1 + k’1 = -0,162 - 0,002 = -0,164m t’2 = t2 + k’2 = -0,183 - 0,002 = -0,185 m t’3 = t3 + k’3 = -0,078 - 0,000 = -0,078 m t’0 = t0 + k’0 = 0,430 - 0,003 = 0,427 m hP = t’1 + t’2 + t’3 + t’0 = -0,164 - 0,185 - 0,078 + 0,427 = 0,000 m h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama) 
4. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap titik lokal. 
Ketinggian titik ukur tehadap titrik local persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t’n = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya (ketinggian local). Ditentukan ketinggian local titik P0 (H0) = 114,000 m. Perhitungan ketinggian titik-titik ukur setelah dikoreksi: Titik P1H1 = H0 + t’1 = 114,000 - 0,164 = 113,836 m Titik P2H2 = H1 + t’2 = 113,836 - 0,185 = 113,651 m
27 
Titik P3H3 = H2 + t’3 = 113,651- 0,078 = 113,573 m Titik P0H0 = H3 + t’0 = 113,573 + 0,427 = 114,000 m Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian local pada blanko ukur lihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3. Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian local setelah dikoreksi pada blanko ukur 
Titik 
Pembacaan benang 
Jarak 
Beda tinggi 
Ketinggian lokal 
Berdiri 
Tinjau 
Belakang 
Muka 
Belakang 
Muka 
Positif 
Negatif 
ba 
bt 
bb 
ba 
bt 
bb 
P0 
1,251 
1,220 
1,189 
114,000 
a 
6,200 
6,000 
0,164 
P1 
1,422 
1,335 
1,245 
1,411 
1,382 
1,351 
113,836 
b 
17,700 
14,100 
0,185 
P2 
1,452 
1,414 
1,376 
1,589 
1,518 
1,448 
113,851 
C 
7,600 
14,300 
0,078 
P3 
1,884 
1,730 
1,564 
1,492 
1,421 
113,573 
d 
31,200 
15,900 
0,427 
P0 
1,572 
1,382 
1,300 
1,223 
114,000 
62,700 
50,300 
0,427 
0,427 
62,700 
0,427 
Awal 
114,000 
50,300 
-0,427 
Akhir 
114,000 
113,000 
hP = 
0,000 
h0 = 
0,000
28 
Gambar 3.7. Pengukuran waterpas pada polygon 
Skala 1 : 250 
• 
P3 
• 
P0 
P1 
• 
• 
P2 
a • 
b • 
d • 
c •
29 
0,000 
48,000 
113,400 
113,800 
113,600 
114,000 
114,400 
114,200 
32,000 
16,000 
128,000 
64,000 
112,000 
80,000 
96,000 
• 
• 
• 
a 
P0 
P1 
• 
• 
• 
• 
• 
• 
c 
P2 
P3 
b 
P0 
d 
PENAMPANG P0 – P0 
Skala : horizontal 1:800 
Skala : vertical 1:20 
m 
m 
Gambar 3.8. Penampang jalur poligon
30 
Dari hasil pengukuran tersebut di atas apakah perlu diulang atau tidak, maka di bawah ini diberikan batas toleransi kesalahan (Soetomo Wongsitjitro, Ilmu Ukur Tanah, Kanisius, th. 1980): Pengukuran pulang-pergi: Pengukuran yang tidak diikatkan pada titik tetap, maka toleransi kesalahan adalah: k1 =  2,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama k2 =  3,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua k3 =  6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga Pengukuran yang diikatkan pada titik tetap: Pengukuran yang diikatkan pada awal dan akhir pengukuran pada titik tetap, toleransi kesalahan adalah: k1’’=  2,0  2,0 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama k2’=  2,0  0,3 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua k3’ =  2,0  6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga Untuk pengukuran waterpas tertutup tak terikat tetap, kita ambil pada pengukuran pulang – pergi dengan toleransi tingkat tiga : k3 =  6,0(Skm)1/2 mm Diketahui : e = 0,007 m = 7 mm; j = 113 m = 0,113 km k3 =  6,0(Skm)1/2 mm = 6,0(0113)1/2 mm = 2,017 mm e > k3, maka pengukuran perlu diulang. 2). Bagian Pengukuran Waterpas Tertutup Terikat Titik Tetap Pada pengukuran waterpas tertutup terikat titik tetap, titik awal akan menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasil pengukuran dapat diketahui. Karena awal pengukuran dan akhir pengukuran diikatkan pada titik tetap, maka ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut dapat ditentukan (lihat gambar 3.9).
31 
Keterangan: P1 = Titik awal dan akhir pengukuran 1  4 = Sudut titik ukur poligon • P1 P4 = Titik ukur polygon • a• d = Titik tempat berdiri alat ukur 
= Garis ukur poligon Δ = Titik trianggulasi Yang diukur pada pengukuran waterpas terikat titik tetap adalah a. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100 Keterangan: ba = benang atas, bb = benang bawah, 100 = kosntanta 
ba 
0 
1 
j 
ba - bb 
 
bb 
bt 
Gambar 3.10. Pembacaan benang jarak pada bak ukur 
P1 
4 
P2 
P3 
P4 
1 
b 
3 
2 
Gambar 3.9. Bentuk pengukuran waterpas tertutup 
Δ 
• 
• 
• 
a 
d 
• 
c
32 
Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah bt = benang tengah; ba  bb = jarak pada rambu ukur j = jarak dari titik 0  1 (jarak horizontal di lapangan) 
Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik horizontal) 
ba 
bb 
bv 
bt 
Gambar 3.11. Gambar benang diapragma dalam teropong 
bb 
1,7 
1,8 
1,9 
2,0 
bt 
bb 
Gambar 3.12. Kedudukan benang diapragma pada bak 
ukur
33 
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m b. Beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm 
Keterangan: tb = benang tengah belakang tm = benang tengah muka t = beda tinggi antara titik 0  2 Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = (t+) + (t-) = 0 2). Kalau salah  hP  h  (t+) + (t-)  0 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik awal pengukuran ditentukan harga ketinggian yang bulat terhadap ketinggian dari permukaan air laut. Contoh. 
Dari data hasil pengukuran waterpas tertutup terikat titik tetap pada tabel 3.4 di bawah ini akan dihitung : 
tb 
0 
1 
2 
 
 
tm 
Gambar 3.13. Pengukuran beda tinggi 
t
34 
1. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100 Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila : bt = ½(ba + bb) Keterangan: ba = benang atas; bt = benang tengah bb = benang bawah 100 = konstanta Tabel 3.4. Catatan data pengukuran waterpas tertutup terikat titik tetap pada titik ukur poligon 
Titik 
Pembacaan benang 
Jarak 
Beda tinggi 
Tinggi dari muka air luat 
Berdiri 
Tinjau 
Belakang 
Muka 
Belakang 
Muka 
Positif 
Negatif 
ba 
bt 
bb 
ba 
bt 
bb 
P0 
1,251 
1,220 
1,189 
a 
P1 
1,422 
1,335 
1,245 
1,411 
1,382 
1,351 
b 
P2 
1,452 
1,414 
1,376 
1,589 
1,518 
1,448 
C 
P3 
1,884 
1,730 
1,564 
1,492 
1,421 
d 
P0 
1,572 
1,382 
1,300 
1,223 
Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.4, maka jarak dari: JaP0 = (1,251 – 1,189) x 100 = 0,062 x 100 = 6,200 m JaP1 = (1,411 – 1,351) x 100 = 0,060 x 100 = 6,000 m JbP1 = (1,422 – 1,245) x 100 = 0,177 x 100 = 17,700 m JbP2 = (1,589 – 1,448) x 100 = 0,141 x 100 = 14,100 m JcP2 = (1,452 – 1,376) x 100 = 0,076 x 100 = 7,600 m
35 
JcP3 = (1,564-1,421) x 100 = 0,143 x 100 =14,300 m JdP3 = (1,884 – 1,572) x 100 = 0,312 x 100 = 31,200 m JcP0 = (1,382 – 1,223) x 100 = 0,159 x 100 = 15,900 m 2. Beda tinggi antartitik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Keterangan: tb = benang tengah belakang tm = benang tengah muka Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.4, maka beda tinggi dari: P0P1 (t1) = 1,220 – 1,382 = -0,162 m P1P2 (t2) = 1,335 – 1,518 = - 0,183 m P2P3 (t3) = 1,414-1,492 = – 0,078 m P3P0 (t4) = 1,730 – 1,300 = + 0,430 m t+ = 0,430 m t- = t1 + t2 + t3 = -0,162 - 0,183 - 0,078 m = - 0,423 m hP = (t+) + (t-) = 0,430 – 423 = + 0,007 Tabel 3.5. Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur 
Titik 
Pembacaan benang 
Jarak 
Beda tinggi 
Ketinggian dari muka air laut 
Berdiri 
Tinjau 
Belakang 
Muka 
Belakang 
Muka 
Positif 
Negatif 
ba 
bt 
bb 
ba 
bt 
bb 
P0 
1,251 
1,220 
1,189 
714,000 
a 
6,200 
6,000 
0,162 
P1 
1,422 
1,335 
1,245 
1,411 
1,382 
1,351 
b 
17,700 
14,100 
0,183 
P2 
1,452 
1,414 
1,376 
1,589 
1,518 
1,448 
C 
7,600 
14,300 
0,078 
P3 
1,884 
1,730 
1,564 
1,492 
1,421 
d 
31,200 
15,900 
0,430 
P0 
1,572 
1,382 
1,300 
1,223 
714,000 
5,699 
5,692 
62,700 
50,300 
0,430 
0,423 
5,699 
62,700 
+0,430 
5,692 
50,300 
-0,423 
0,007 
113,000 
+0,007
36 
Karena pengukuran waterpas tertutup, maka beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran kalau benar  h = hP = 0 Kesalahan pengukuran (e) = hP - h = 0,007 – 0 = 0,007 m 3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.5, ada kesalahan (e) = + 0,007 m. Koreksi kesalahan (e) = - 0,007 m  t = = (t+) + (t-) = 0,430 + 423 = 0,853 m (jumlah total). Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/ t k = - e/ t = - 0,007/0,853 = - 0,008206 m Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t t = beda tinggi antartitik ukur Koreksi tinggi pada patok: P1  (k’1) = t1 x k = 0,162 x -0,008206 = - 0,002 m P2  (k’2) = t2 x k = 0,183 x -0,008206 = - 0,002 m P3  (k’3) = t3 x k = 0,078 x -0,008206 = 0,000 m P0 (k’0) = t0 x k = 0,430 x -0,008206 = - 0,003 m Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ t’1 = t1 + k’1 = -0,162 - 0,002 = -0,164m t’2 = t2 + k’2 = -0,183 - 0,002 = -0,185 m t’3 = t3 + k’3 = -0,078 - 0,000 = -0,078 m t’0 = t0 + k’0 = 0,430 - 0,003 = +0,427 m hP = t’1 + t’2 + t’3 + t’0 = -0,164 - 0,185 - 0,078 + 0,427 = 0,000 m h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama) 
5. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut 
Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t’n = Beda tinggi antar titik ukur
37 
Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari permuaan air laut Diketahui ketinggian titik P0 (H0) = 714,000 m. Perhitungan ketinggian titik-titik ukur setelah dikoreksi: Titik P1H1 = H0 + t’1 = 714,000 - 0,164 = 713,836 m Titik P2H2 = H1 + t’2 = 113,836 - 0,185 = 713,651 m Titik P3H3 = H2 + t’3 = 113,651- 0,078 = 713,573 m Titik P0H0 = H3 + t’0 = 113,573 + 0,427 = 714,000 m Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut pada blanko ukur lihat pada tabel 3.6. Tabel 3.6. Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut setelah dikoreksi pada blanko ukur 
Titik 
Pembacaan benang 
Jarak 
Beda tinggi 
Ketinggian dari muka air laut 
Berdiri 
Tinjau 
Belakang 
Muka 
Belakang 
Muka 
Positif 
Negatif 
ba 
bt 
bb 
ba 
bt 
bb 
714,000 
P0 
1,251 
1,220 
1,189 
a 
6,200 
6,000 
0,164 
P1 
1,422 
1,335 
1,245 
1,411 
1,382 
1,351 
713,836 
b 
17,700 
14,100 
0,185 
P2 
1,452 
1,414 
1,376 
1,589 
1,518 
1,448 
713,851 
C 
7,600 
14,300 
0,078 
P3 
1,884 
1,730 
1,564 
1,492 
1,421 
713,573 
d 
31,200 
15,900 
0,427 
P0 
1,572 
1,382 
1,300 
1,223 
714,000 
62,700 
50,300 
0,427 
0,427 
62,700 
-0,427 
Awal 
714,000 
50,300 
0,427 
Akhir 
714,000 
113,000 
hP = 
0,000 
h = 
0,000
38 
Gambar 3.14. Pengukuran waterpas pada polygon 
Skala 1 : 250 
• 
P3 
• 
P0 
P1 
• 
• 
P2 
a • 
b • 
d • 
c •
39 
0,000 
48,000 
713,400 
713,800 
713,600 
714,000 
714,400 
714,200 
32,000 
16,000 
128,000 
64,000 
112,000 
80,000 
96,000 
• 
• 
• 
a 
P0 
P1 
• 
• 
• 
• 
• 
• 
c 
P2 
P3 
b 
P0 
d 
PENAMPANG P0 – P0 
Skala : horizontal 1:800 
Skala : vertical 1:20 
m 
Gambar 3.15. Penampang jalur poligon 
713,836 
713,651 
713,573 
714,000
40 
Dari hasil pengukuran tersebut di atas apakah perlu diulang atau tidak, maka di bawah ini diberikan batas toleransi kesalahan (Soetomo Wongsitjitro, Ilmu Ukur Tanah, Kanisius, th. 1980): Pengukuran pulang-pergi: Pengukuran yang tidak diikatkan pada titik tetap, maka toleransi kesalahan adalah: k1 =  2,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama k2 =  3,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua k3 =  6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga Pengukuran yang diikatkan pada titik tetap: Pengukuran yang diikatkan pada awal dan akhir pengukuran pada titik tetap, toleransi kesalahan adalah: k1’’=  2,0  2,0 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama k2’=  2,0  0,3 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua k3’ =  2,0  6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga Untuk pengukuran waterpas tertutup terikat tetap, kita ambil pada pengukuran pulang – pergi dengan toleransi tingkat tiga : k3 =  6,0(Skm)1/2 mm Diketahui : e = 0,007 m = 7 mm; j = 113 m = 0,113 km k3 =  6,0(Skm)1/2 mm = 6,0(0113)1/2 mm = 2,017 mm e > k3, maka pengukuran perlu diulang. 3.2. Bentuk Pengukuran Waterpas Terbuka Pada pengukuran waterpas terbuka, titik awal tidak menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 3.16) 
Δ 
Δ 
A 
B 
1 
2 
3 
4 
5 
Gambar 3.16. Pengukuran waterpas terbuka tampak atas
41 
Biasanya pengukuran waterpas terbuka ini dilakukan pada titik-titik pengukuran polygon terbuka yang sudah diukur, untuk menentukan ketinggian titik ukur dalam rangka untuk pembuatan peta: 
 Pemetaan daerah saluran irigasi; 
 Pemetaan daerah terowongan; 
 Pemetaan daerah lubang bukaan pertambangan; 
 Pemetaan daerah rel jalan kereta api dan lain sebagainya. 
Keterangan: A = Titik awal pengukuran B = Titik akhir pengukuran • 2; 4 = Titik ukur polygon terbuka • 1, 3, 5 = Titik tempat berdiri alat ukur Δ = Titik tetap/rtitik trianggulasi Bentuk Pengukuran Waterpas Terbuka ada 2 bagian : 1). Bagian pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap 2). Bagian pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap 1). Bagian Pengukuran Waterpas Terbuka Tak Terikat Titik Tetap Pada pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap, titik awal tidak menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasil pengukuran tidak dapat diketahui. Karena awal dan akhir pengukuran tidak diikatkan pada titik tetap, maka kesalahan beda tinggi dan ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut tak dapat ditentukan (lihat gambar 3.17) 
0 
6 
1 
2 
3 
4 
5 
Gambar 3.17. Pengukuran waterpas terbuka tak terikat 
titik tetap tampak atas
42 
Keterangan: 0 = Titik awal pengukuran 6 = Titik akhir pengukuran • 1; 3; 5 = Titik tempat berdiri alat ukur 
= Garis ukur polygon terbuka 
Yang diukur pada pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap adalah a. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100 Keterangan: ba = benang atas, bb = benang bawah, 100 = kosntanta 
ba 
0 
1 
j 
ba - bb 
 
bb 
bt 
Gambar 3.19. Pembacaan benang jarak pada bak ukur 
a 
0 
1 
2 
3 
4 
5 
c 
f 
6 
 
 
 
 
e 
d 
b 
Gambar 3.18. Pengukuran penampang waterpas terbuka 
tak terikat titik tetap
43 
Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah bt = benang tengah; ba  bb = jarak pada rambu ukur 
j = jarak dari titik 0  1 (jarak horizontal di lapangan) 
Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik horizontal) 
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m 
ba 
bb 
bv 
bt 
Gambar 3.20. Gambar benang diapragma dalam teropong 
bb 
1,7 
1,8 
1,9 
2,0 
bt 
bb 
Gambar 3.21. Kedudukan benang diapragma pada bak 
ukur
44 
b. Beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm 
Keterangan: tb = benang tengah belakang tm = benang tengah muka t = beda tinggi antara titik 0  2 Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP 2). Kalau salah  hP  h  (t+) + (t-) 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik awal pengukuran ditentukan harga minimum dan bulat dari ketinggian local. 
tb 
0 
1 
2 
 
 
tm 
Gambar 3.22. Pengukuran beda tinggi 
t
45 
Contoh. Dari data hasil pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap pada tabel 3.7. di bawah ini akan dihitung : Tabel 3.7. Catatan data hasil pengukuran waterpas tak terikat pada blanko ukur 
Titik 
Pembacaan Benang 
Belakang Muka 
Jarak 
Beda Tinggi 
Tinggi dari Laut 
Berdiri 
Tinjau 
ba 
bt 
bb 
ba 
bt 
bb 
Belakang 
Muka 
+ 
- 
1 3 5 
0 2 4 6 
1,400 1,800 1,400 
1,100 1,400 1,050 
0,800 1,000 0,700 
1,200 1,300 1,200 
1,000 0,800 0,850 
0,800 0,300 0,500 
1. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100 Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila : bt = ½(ba + bb) Keterangan: ba = benang atas; bt = benang tengah 
a 
0 
1 
2 
3 
4 
5 
c 
f 
6 
 
 
 
 
e 
d 
b 
Gambar 3.23. Sket pengukuran penampang waterpas 
terbuka tak terikat titik tetap
46 
bb = benang bawah; 100 = konstanta Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.7, maka jarak dari: J01 = (1,400 – 0,800) x 100 = 0,600 x 100 = 60,000 m J12 = (1,200 – 0,800) x 100 = 0,400 x 100 = 40,000 m J23 = (1,800 – 1,000) x 100 = 0,800 x 100 = 80,000 m J34 = (1,300 – 0,300) x 100 = 1,000 x 100 = 100,000 m J45 = (1,400 – 0,700) x 100 = 0,700 x 100 = 70,000 m J56 = (1,200 – 0,500) x 100 = 0,700 x 100 = 70,000 m 2. Beda tinggi antartitik ukur Beda tinggi antartitik dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Keterangan: tb = benang tengah belakang tm = benang tengah muka Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.7, maka beda tinggi dari: 02 (t1) = 1,100 – 1,000 = 0,100 m 24 (t2) = 1,400 – 0,800 = 0,600 m 46 (t3) = 1,050 – 0,850 = 0,200 m Tabel 3.8. Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur 
Titik 
Pembacaan Benang 
Belakang Muka 
Jarak 
Beda Tinggi 
Tinggi dari Laut/lokal 
Berdiri 
Tinjau 
ba 
bt 
bb 
ba 
bt 
bb 
Belakang 
Muka 
+ 
- 
1 3 5 
0 2 4 6 
1,400 1,800 1,400 
1,100 1,400 1,050 
0,800 1,000 0,700 
1,200 1,300 1,200 
1,000 0,800 0,850 
0,800 0,300 0,500 
60,000 80,000 70,000 
40,000 100,000 70,000 
0,100 0,600 0,200 
3,550 
2,650 
210,000 
210,000 
0,900 
0,000 
3,550 
210,000 
0,900 
2,650 
210,000 
0,000 
0,900 
420,000 
0,900
47 
3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.8. antara titik 06 adalah: hP = (t+) + (t-) = t1 + t2 + t3 = 0,900 + 0,000 = 0,100 + 0,600 + 0,200 = 0,900 m Ternyata dari pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik teta ini perhitungan kesalahan beda tinggi tidak bisa dikontrol, oleh karena perhitungan ketinggian setiap titik ukur hanya berdasarkan beda tingi yang langsung didapat dari hasil pengukuran (beda tinggi tidak perlu dikoreksi). Penjelasan lebih lanjut lihat pada perhitungan ketinggian titik ukur di bawah. 4. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap ketinggian local. Ketinggian titik ukur tehadap ketinggian local persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + tn Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari .tn = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian local. Ditentukan ketinggian local titik 0 (H0) = 700,000 m. Perhitungan ketinggian titik-titik ukur:: Titik 1H1 = H0 + t1 = 700,000 + 0,100 = 700,100 m Titik 2H2 = H1 + t2 = 700,100 + 0,600 = 700,700 m Titik3H3 = H2 + t3 = 700,700 + 0,200 = 700,900 m Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian local pada blanko ukur lihat pada tabel 3.9.
48 
Tabel 3.9. Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian local pada blanko ukur 
Titik 
Pembacaan Benang 
Belakang Muka 
Jarak 
Beda Tinggi 
Tinggi dari lokal 
Berdiri 
Tinjau 
ba 
bt 
bb 
ba 
bt 
bb 
Belakang 
Muka 
+ 
- 
1 3 5 
0 2 4 6 
1,400 1,800 1,400 
1,100 1,400 1,050 
0,800 1,000 0,700 
1,200 1,300 1,200 
1,000 0,800 0,850 
0,800 0,300 0,500 
60,000 80,000 70,000 
40,000 100,000 70,000 
0,100 0,600 0,200 
700,000 700,100 700,700 700,900 
3,550 
2,650 
210,000 
210,000 
0,900 
0,000 
3,550 
210,000 
0,900 
2,650 
210,000 
0,000 
0,900 
420,000 
0,900
49 
0,000 
120,000 
700,000 
700,400 
700,200 
700,600 
701,000 
700,800 
80,000 
40,000 
160,000 
280,000 
200,000 
240,000 
• 
• 
• 
0 
1 
• 
• 
• 
• 
• 
c 
2 
3 
4 
6 
PENAMPANG 0 – 6 
Skala : horizontal 1:2000 
Skala : vertical 1:20 
m 
Gambar 3.24. Penampang jalur poligon 
700,100 
700,700 
700,900 
320,000 
360,000 
400,000 
420,000 
5
50 
2). Bagian Pengukuran Waterpas Terbuka Terikat Titik Tetap Pada pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap, titik awal tidak menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasil pengukuran dapat diketahui. Karena awal dan akhir pengukuran diikatkan pada titik tetap, maka ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut dapat ditentukan (lihat gambar 3.25) 
Keterangan: A = Titik awal pengukuran B = Titik akhir pengukuran • 1; 3; 5 = Titik tempat berdiri alat ukur 
= Garis ukur polygon terbuka = Titik tetap 
A 
B 
1 
2 
3 
4 
5 
Gambar 3.25. Pengukuran waterpas terbuka terikat 
titik tetap tampak atas 
a 
A 
1 
2 
3 
4 
5 
c 
f 
B 
 
 
 
 
e 
d 
b 
Gambar 3.26. Pengukuran penampang waterpas terbuka 
terikat titik tetap 
Δ 
Δ 
Δ =
51 
Yang diukur pada pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap adalah a. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100 Keterangan: ba = benang atas, bb = benang bawah, 100 = kosntanta 
Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah bt = benang tengah; ba  bb = jarak pada rambu ukur 
j = jarak dari titik 0  1 (jarak horizontal di lapangan) 
ba 
0 
1 
j 
ba - bb 
 
bb 
bt 
Gambar 3.27. Pembacaan benang jarak pada bak ukur 
ba 
bb 
bv 
bt 
Gambar 3.28. Gambar benang diapragma dalam teropong
52 
Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik horizontal) 
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m b. Beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm 
Keterangan: tb = benang tengah belakang 
bb 
1,7 
1,8 
1,9 
2,0 
bt 
bb 
Gambar 3.29. Kedudukan benang diapragma pada bak 
ukur 
tb 
0 
1 
2 
 
 
tm 
Gambar 3.30. Pengukuran beda tinggi 
t
53 
tm = benang tengah muka t = beda tinggi antara titik 0  2 Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP 2). Kalau salah  hP  h  (t+) + (t-) 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik awal pengukuran ditentukan harga minimum dan bulat dari ketinggian permukaan air laut. Contoh. Dari data hasil pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap pada tabel 3.10. di bawah ini akan dihitung : Tabel 3.10. Catatan data hasil pengukuran waterpas terikat pada blanko Ukur 
Titik 
Pembacaan Benang 
Belakang Muka 
Jarak 
Beda Tinggi 
Tinggi dari Laut 
Berdiri 
Tinjau 
ba 
bt 
bb 
ba 
bt 
bb 
Belakang 
Muka 
+ 
- 
1 3 5 
A 2 4 B 
1,400 1,800 1,400 
1,100 1,400 1,050 
0,800 1,000 0,700 
1,200 1,300 1,200 
1,000 0,800 0,850 
0,800 0,300 0,500
54 
1. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100 Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila : bt = ½(ba + bb) Keterangan: ba = benang atas; bt = benang tengah bb = benang bawah; 100 = konstanta Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.10, maka jarak dari: J01 = (1,400 – 0,800) x 100 = 0,600 x 100 = 60,000 m J12 = (1,200 – 0,800) x 100 = 0,400 x 100 = 40,000 m J23 = (1,800 – 1,000) x 100 = 0,800 x 100 = 80,000 m J34 = (1,300 – 0,300) x 100 = 1,000 x 100 = 100,000 m J45 = (1,400 – 0,700) x 100 = 0,700 x 100 = 70,000 m J56 = (1,200 – 0,500) x 100 = 0,700 x 100 = 70,000 m 2. Beda tinggi antartitik ukur Beda tinggi antartitik dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Keterangan: tb = benang tengah belakang tm = benang tengah muka Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.10, maka beda tinggi dari: A2 (t1) = 1,100 – 1,000 = 0,100 m 24 (t2) = 1,400 – 0,800 = 0,600 m 4B (t3) = 1,050 – 0,850 = 0,200 m 
a 
A 
1 
2 
3 
4 
5 
c 
f 
B 
 
 
 
 
e 
d 
b 
Gambar 3.31. Sket pengukuran penampang waterpas 
terbuka tak terikat titik tetap
55 
Tabel 3.11. Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur 
Titik 
Pembacaan Benang 
Belakang Muka 
Jarak 
Beda Tinggi 
Tinggi dari dari muka air laut 
Berdiri 
Tinjau 
ba 
bt 
bb 
ba 
bt 
bb 
Belakang 
Muka 
+ 
- 
1 3 5 
A 2 4 B 
1,400 1,800 1,400 
1,100 1,400 1,050 
0,800 1,000 0,700 
1,200 1,300 1,200 
1,000 0,800 0,850 
0,800 0,300 0,500 
60,000 80,000 70,000 
40,000 100,000 70,000 
0,100 0,600 0,200 
700,000 700,905 
210,000 
210,000 
0,900 
0,000 
210,000 
0,900 
700,905 
210,000 
0,905 
700,000 
420,000 
-0,005 
0,905 
3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.11, ada kesalahan (e) = - 0,005 m. Koreksi kesalahan (e) = + 0,005 m  t = = (t+) + (t-) = 0,900 + 0,000 = 0,900 m (jumlah total). Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = e/ t k = e/ t = 0,005/0,900 = + 0,00555 m Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t t = beda tinggi antartitik ukur Koreksi tinggi pada patok: 2  (k’1) = t1 x k = 0,100 x 0,00555 = 0,001 m 4  (k’2) = t2 x k = 0,600 x 0,00555 = 0,003 m B  (k’3) = t3 x k = 0,200 x 0,00555 = 0,001 m Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ t’1 = t1 + k’1 = 0,100 + 0,001 = + 0,101m 
t’2 = t2 + k’2 = 0,600 + 0,003 = + 0,603 m
56 
t’3 = t3 + k’3 = 0,200 + 0,001= +0,201 m hP = t’1 + t’2 + t’3 + t’0 = 0,101 + 0,603 + 0,201 = 0,905 m h = HB – HA = 700,905 – 700,000 = 0,905 h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama) HA = ketinggian titik A dari permukaan air laut HB = ketinggian titik B dari permukaan air laui 
6. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut 
Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t’n = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari permuaan air laut Diketahui ketinggian titik : A (HA) = 700,000 m. B (HB) = 700,905 m. Perhitungan ketinggian titik-titik ukur setelah dikoreksi: Titik 2H2 = HA + t’1 = 700,000 + 0,101 = 700,101 m Titik 4H4 = H2 + t’2 = 700,101 + 0,603 = 700,704 m Titik BHB = H4 + t’3 = 700,704 + 0,201 = 700,905 Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut pada blanko ukur lihat pada tabel 3.12.
57 
Tabel 3.12. Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian dari muka air laut 
Titik 
Pembacaan Benang 
Belakang Muka 
Jarak 
Beda Tinggi 
Tinggi dari Laut 
Berdiri 
Tinjau 
ba 
bt 
bb 
ba 
bt 
bb 
Belakang 
Muka 
+ 
- 
1 3 5 
A 2 4 B 
1,400 1,800 1,400 
1,100 1,400 1,050 
0,800 1,000 0,700 
1,200 1,300 1,200 
1,000 0,800 0,850 
0,800 0,300 0,500 
60,000 80,000 70,000 
40,000 100,000 70,000 
0,101 0,603 0,201 
700,000 700.101 700,704 700,905 
210,000 
210,000 
0,905 
0,000 
0,905 
210,000 
0,905 
700,905 
210,000 
0,000 
700,000 
420,000 
0,905 
0,905
58 
Dari hasil pengukuran tersebut di atas apakah perlu diulang atau tidak, maka di bawah ini diberikan batas toleransi kesalahan (Soetomo Wongsitjitro, Ilmu Ukur Tanah, Kanisius, th. 1980): Pengukuran pulang-pergi: Pengukuran yang tidak diikatkan pada titik tetap, maka toleransi kesalahan adalah: k1 =  2,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama k2 =  3,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua k3 =  6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga Pengukuran yang diikatkan pada titik tetap: Pengukuran yang diikatkan pada awal dan akhir pengukuran pada titik tetap, toleransi kesalahan adalah: k1’’=  2,0  2,0 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama k2’=  2,0  0,3 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua k3’ =  2,0  6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga Untuk pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap, kita ambil pada pengukuran yang diikatkan pada titik tetap dengan pengukuran tingkat tiga. k3 =  2,0  6,0(Skm)1/2 mm Diketahui : e = + 0,005 m = 5 mm; j = 420 m = 0,420 km k3 =  2,0  6,0(Skm)1/2 mm = 2,0 + 6,0(0,420)1/2 mm = 5,888 mm e  k3, maka pengukuran tidak perlu diulang.
59 
0,000 
120,000 
700,000 
700,400 
700,200 
700,600 
701,000 
700,800 
80,000 
40,000 
160,000 
280,000 
200,000 
240,000 
• 
• 
• 
A 
1 
• 
• 
• 
• 
• 
c 
2 
3 
4 
B 
PENAMPANG A – B 
Skala : horizontal 1:2000 
Skala : vertical 1:20 
m 
Gambar 3.31. Penampang jalur poligon 
700,101 
700,704 
700,905 
320,000 
360,000 
400,000 
420,000 
5
60 
Gambar 3.32. Gambar Alat ukur water
61
62 
IV. KOORDINAT TITIK 
Untuk menyatakan koordinat titik di atas permukaan bumi dinyatakan dengan koordinat geografi (, ). 
Greenwich dinyatakan Meredian 0, sedangkan Equator dinyatakan lintang 0. Di dalam peta setiap titik letaknya dihitung dari dua salib sumbu yang saling tegak lurus; yang horisontal di-sebut sumbu X dan yang tegak disebut sumbu Y. Perpotongan dari dua salib sumbu itu diberi angka 0 Sumbu X yang ada di sebelah kanan sumbu tegak diberi tanda positif (+) dan yang di sebelah kiri diberi tanda negative (-). Sedangkan sumbu Y yang di sebelah atas sumbu X diberi tanda positif (+) dan sumbu Y ada di sebelah bawah sumbu X diberi tanda negative (-). 
KWADRAN IV KWADRAN I 
KWADRAN III KWADRAN II 
Gambar 4.1. Kedudukan azimuth garis pada kwadran Keterangan:  = Kedudukan sudut yang dibentuk oleh sumbu Y dan garis 
bidik AB 
B 
0 
+Y 
+ 
- 
- 
+ 
-Y 
-X 
+X 
B 
B 
A 
B 
+dx 
+dy 
-dx 
-dy
63 
a. Menghitung azimut Ada dua macam besaran sudut yaitu : 1. Sudut sexsagesimal, dinyatakan dalam derajat, menit, sekon (, , “). 1 = 60 ; 1 = 60  satu lingkaran dibagi 360 bagian 2. Centicimal, dinyatakan dalam grade, centigrade, centicentigrade (gr, c, cc); 1gr = 100 c; 1c = 100 cc  satu lingkaran dibagi 400 bagian Pada gambar 4.1, memperlihatkan kedudukan azimuth garis AB pada masing-masing kwadran. Untuk menghitung azimuth garis pada masing-masing kwadran berlaku persamaan sebagai berikut: tgAB = (XB – XA)/(YA – YB) Keterangan: AB = Azimut garis AB XA, YA = Koordinat titi A XB, YB = Koordinat titik B Pada kwadran I :  =AB; Pada kwadran II : AB = 180 + ; Pada kwadran III : AB = 180 +  Pada kwadran IV : AB = 360+  Tabel 4.1. Kedudukan dalam kwadran 
Azimut (AB) 
K w a d r a n 
I 
II 
III 
IV 
sin(AB) 
(+) 
(+) 
(-) 
(-) 
cos(AB) 
(+) 
(-) 
(-) 
(+) 
tg(AB) 
(+) 
(-) 
(+) 
(-) 
Contoh 1. Diketahui koordinat titik: A : XA = 1000 m; YA = 1000 m B : XB = 2000 m; YB = 2000 m 
Ditanyakan Azimut AB (AB)
64 
Penyelesaian: dx = XB – XA = 2000 – 1000 = 1000 m dy = YB – YA = 2000 – 1000 = 1000 m tgAB = dx/dy = 1000/1000 = +1 dx = + dan dy = +  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran I ; = 45  AB = ; = 45 
Keterangan:  = sudut hasil perhitungan AB = Azimut garis AB  = AB Contoh 2. Diketahui koordinat titik: A : XA = 1000 m; YA = -1000 m B : XB = 2000 m; YB = -2000 m Ditanyakan Azimut AB (AB) Penyelesaian: dx = XB – XA = 2000 – 1000 = 1000 m dy = YB – YA = -2000 – (-1000) = -1000 m tgAB = dx/dy = 1000/-1000 = -1 dx = + dan dy = -  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran II ; = -45  AB = 180 + ; = 180 + (-45) = 135 
Gambar 4.2. Kedudukan garis AB pada kwadran I 
1000 
2000 
2000 
1000 
A 
B 
AB 
+1000 
-1000 
X 
Y 

65 
Contoh 3. Diketahui koordinat titik: A : XA = -1000 m; YA = -1000 m B : XB = -2000 m; YB = -2000 m Ditanyakan Azimut AB (AB) Penyelesaian: dx = XB – XA = -2000 – (-1000) = -1000 m dy = YB – YA = -2000 – (-1000) = -1000 m tgAB = dx/dy = -1000/-1000 = +1 dx = - dan dy = -  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran III ; = +45  AB = 180 + ; = 180 + (+45) = 225 
-2000 
-1000 
A 
B 
AB 
+1000 
-1000 
1000 
2000 
X 
Y 
Gambar 4.3. Kedudukan garis AB pada kwadran II 
 
-Y
66 
Contoh 4. Diketahui koordinat titik: A : XA = -1000 m; YA = +1000 m B : XB = -2000 m; YB = +2000 m Ditanyakan Azimut AB (AB) Penyelesaian: dx = XB – XA = -2000 – (-1000) = -1000 m dy = YB – YA = +2000 – (1000) = +1000 m tgAB = dx/dy = -1000/+1000 = -1 dx = - dan dy = +  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran IV ; = -45  AB = 360 + ; = 180 + (-45) = 315 
Gambar 4.4. Kedudukan garis AB pada kwadran III 
-2000 
-1000 
-1000 
-2000 
-1000 
-X 
Y 
A 
B 
AB 
-1000 
 
-Y
67 
b. Menghitung jarak Menghitung jarak antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya, berlaku rumus sebagai berikut: 1). J = (Xn – Xn-1)/sin;n 2). J = (Yn – Yn-1)/cos;n 3). J = ((Xn – Xn-1)2 + (Yn – Yn-1)2)1/2 Keterangan: n = Jumlah bilangan titik dari titik awal Contoh 1. Diketahui koordinat titik: A : XA = 1000 m; YA = 1000 m B : XB = 2000 m; YB = 2000 m Ditanyakan jarakt AB (jAB) Penyelesaian: dx = XB – XA = 2000 – 1000 = 1000 m 
dy = YB – YA = 2000 – 1000 = 1000 m 
Gambar 4.5. Kedudukan garis AB pada kwadran IV 
+2000 
+1000 
-2000 
-1000 
-X 
Y 
AB 
-Y 
+1000 
A 
B 
-1000 

68 
tgAB = dx/dy = 1000/1000 = +1 dx = + dan dy = +  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran I ; = 45  AB = ; = 45 1). J = dx/sinAB = 1000/sin45 = 1414,213562 m 2). J = dy/ cosAB = 1000/cos45 = 1414,213562 m 3). J = ((XB – XA)2 + (YB – YA)2 )1/2 = ((2000 – 1000)2 + (2000 – 1000)2)1/2 = 1414,213562 m 
Contoh 2. Diketahui koordinat titik: A : XA = 1000 m; YA = -1000 m B : XB = 2000 m; YB = -2000 m Ditanyakan jarakt AB (jAB) Penyelesaian: dx = XB – XA = 2000 – 1000 = 1000 m dy = YB – YA = -2000 – (-1000 = -1000 m tgAB = dx/dy = 1000/-1000 = -1 dx = + dan dy = -  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran II ; = - 45  AB = 180 + ; = 180 + (-45) = 135 1). J = dx/sinAB = 1000/sin135 = 1414,213562 m 
1000 
2000 
2000 
1000 
A 
B 
AB 
+1000 
-1000 
X 
Y 
Gambar 4.6. perhitungan jarak AB pada kwadran I 

69 
2). J = dy/cosAB = -1000/cos135 = 1414,213562 m 3). J = ((XB – XA)2 + (YB – YA)2 )1/2 = ((2000 – 1000)2 + ( (-2000 – (- 1000))2)1/2 = 1414,213562 m 
Contoh 3. Diketahui koordinat titik: A : XA = -1000 m; YA = -1000 m B : XB = -2000 m; YB = -2000 m Ditanyakan jarakt AB (jAB) Penyelesaian: dx = XB – XA = -2000 – (-1000) = -1000 m dy = YB – YA = -2000 – (-1000 = -1000 m tgAB = dx/dy = -1000/-1000 = +1 dx = + dan dy = -  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran III ; = + 45  AB = 180 + ; = 180 + 45 = 225 1). J = dx/sinAB = -1000/sin225 = 1414,213562 m 2). J = dy/cosAB = -1000/cos225 = 1414,213562 m 3). J = ((–2000-(-1000))2 + (-2000-(-1000))2 )1/2 = 1414,213562 m 
-2000 
-1000 
A 
B 
AB 
+1000 
-1000 
1000 
2000 
X 
Y 
Gambar 4.7. Perhitungan jarak AB pada kwadran II 
 
-Y
70 
Contoh 4. Diketahui koordinat titik: A : XA = -1000 m; YA = +1000 m B : XB = -2000 m; YB = +2000 m Ditanyakan jarakt AB (jAB) Penyelesaian: dx = XB – XA = -2000 – (-1000) = -1000 m dy = YB – YA = +2000 – 1000 = +1000 m tgAB = dx/dy = -1000/+1000 = -1 dx = - dan dy +  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran IV ; = - 45  AB = 360 + ; = 360 - 45 = 315 1). J = dx/sinAB = -1000/sin315 = 1414,213562 m 2). J = dy/cosAB = +1000/cos315 = 1414,213562 m 3). J = ((–2000-(-1000))2 + (2000-(1000))2 )1/2 = 1414,213562 m 
Gambar 4.8. Perhitungan jarak AB pada kwadran III 
-2000 
-1000 
-1000 
-2000 
-1000 
-X 
Y 
A 
B 
AB 
-1000 
 
-Y
71 
c. Menghitung koordinat titik. Koordinat suatu titik dapat dihitung apabila titik tersebut : 
 Diikatkan pada suatu titik yang diketahui koordinatnya 
 Jarak antara dua titik diukur 
 Azimut antara dua titik diketahui (lihat gambar 4.10) 
Gambar 4.9. Perhitungan jarak AB pada kwadran IV 
+2000 
+1000 
-2000 
-1000 
-X 
Y 
AB 
-Y 
+1000 
A 
B 
-1000 
 
Gambar 4.10. Gambar pengukuran titik AB 
-X 
Y 
AB 
-Y 
A 
B 
j
72 
Keterangan: 
= Jarak garis AB yang diukur AB = Azimut garis AB A = Titik yang telah diketahui koordinatnya B = Titik yang dihitung koordinatnya Untuk menghitung koordinat titik B terhadap titik A, persamaannya adalah: XB = XA + jAB x sinAB YB = YA + jAB x cosAB Contoh. Diketahui koordinat titik A : XA = -100 m; YA = +100 m Jarak AB (jAB) = 150 m; AB = 315 Ditanya koordinat titik B. Penyelesaian: XB = XA + jAB x sinAB = -100 + 150 x sin 315 = -206,066 m YB = YA + jAB x cosAB = 100 + 150 x cos315 = 206,066 m 
Gambar 4.11. Gambar penentuan lokasi titik A dan B 
-X 
Y 
AB 
-Y 
A 
B 
j 
-200 
-100 
+100 
+200 
+300 
-300
73 
V. PENGUKURAN POLYGOON 1. Tujuan dari pengukuran polygoon : Menetapkan koordinat dari titik-titik sudut yang diukur. Yang diukur adalah : a. Panjang sisi – sisi polygoon b. Besar sudut titik-titik ukur polygon c. Besar sudut miring titik-titik ukur polygon 2. Gunannya Pengukuran Polygoon adalah : a. Untuk membuat kerangka peta dari pada peta b. Pengukuran titik-titik tetap pada daerah tertentu c. Pengukuran-pengukuran: 
 lubang bukaan pada daerah pertambangan, 
 jalan raya, jalan kereta api, 
 saluran irigasi, 
 terowongan, dll 
3. Bentuk Pengukuran Polygoon Bentuk pengukuran polygoon ada 2 macam : 3.1. Bentuk polygoon tertutup 3.2. Bentuk polygoon terbuka 3.1. Bentuk polygoon tertutup 
Pada pengukuran polygoon tertutup, titik awal akan menjadi titik akhi pengukuran (lihat gambar 5.1). 
P1 
3 
5 
 
P2 
P4 
P5 
P6 
P7 
P8 
1 
2 
4 
6 
7 
8 
P3 
Gambar 5.1. Bentuk pengukuran tertutup 
Δ 
Δ 
Q
74 
Keterangan: P1 = Titik awal dan akhir pengukuran 1  8 = Sudut titik ukur poligon • = Titik ukur poligon 
P1 Q = Garis bidik azimuth awal Δ = Titik trianggulasi (diketahui koordinat dan ketinggiannya dari muka air laut 
= Garis ukur poligon 3.1. Bentuk polygon tertutup ada 2 bagian : 1). Bagian polygon tertutup tak terikat titik tetap 2). Bagian polygon tertutup terikat titik tetap 1). Bagian polygon tertutup tak terikat titik tetap Pada pengukuran polygoon tertutup tak terikat titik tetap, titik awal akan menjadi titik akhir pengukuran namun koordinat dan ketinggiannya setiap titik ukur dari permukaan air laut tidak bisa ditentukan (lihat gambar 5.2). Dalam perhitungan dan penggambarannya tidak diperlukan perhitungan - perhitungan dan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti : 
a. Tidak ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode) 
b. Tidak ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse 
Mercator,kerucut) 
c. Tidak ditentukan sistim koordinatnya 
d. Tidak ditentukan utara bumi, utara grid dan utara magnit 
Dalam penggambaran petanya cukup dilakukan: 
 Skala peta ditentukan 
 Jarak sisi-sisi polygon 
 Besar sudut-sudut titik ukur poligon
75 
Keterangan: P1 = Titik awal dan akhir pengukuran 1  8 = Sudut titik ukur poligon • = Titik ukur poligon 
= Garis ukur polygon Yang diukur pada polygon tertutup tak terikat titik tetap adalah : a. Panjang sisi – sisi polygoon b. Besar sudut miring antar dua titik ukur c. Besar sudut titik-titik ukur polygoon Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah: 1. Perhitungan jarak 
 Jarak optis dihitung dengan persamaan: 
Jo = (ba – bb) x 100 
P1 
3 
5 
P2 
P4 
P5 
P6 
P7 
P8 
1 
2 
4 
6 
7 
8 
P3 
Gambar 5.2. Pengukuran poligon tertutup tak terikat titik tetap
76 
Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah; bt = benang tengah 100 = konstanta jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut) 
ba – bb = jarak optis pada rambu ukur Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut horizontal) 
ba 
bb 
bv 
bt 
Gambar 5.4. Gambar benang diapragma dalam teropong 
ba 
0 
1 
jd 
ba - bb 
 
bb 
bt 
Gambar 5.3. Pembacaan benang jarak pada bak ukur 
P 
•
77 
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m 
2. Perhitungan sudut miring 
 Sudut miring zenith. 
Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90 
 Sudut miring nadir. 
Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0 
bb 
1,7 
1,8 
1,9 
2,0 
bt 
bb 
Gambar 5.5. Kedudukan benang diapragma pada bak 
ukur 
Gambar 5.6. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit 
90 
0 
180 
270
78 
 Sudut miring nadir ke sudut miring zenit 
Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya : Z = 90 - N Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir 90 = konstanta 
 Sudut miring zenit ke sudut miring nadir 
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya : N = 90 - Z 3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir: 
 Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: 
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
jd = jn x cos = jo x (cos)2 4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit: 
 Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: 
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
jd = jn x sin = jo x (sin)2 
180 
270 
90 
0 
Gambar 5.7. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
79 
Keterangan:  = sudut miring; Aba  AB; Bbb  AB; Pbt  AB. 0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur; 01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah 5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = jo x sin x cos 
Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0  1  = sudut miring P0 = Q1 
ba 
0 
1 
jd 
 
bb 
bt 
Gambar 5.8. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan tanah 
P 
• 
A 
B 
 
 
 
P 
0 
1 
 
 
 
Gambar 5.9. Pengukuran beda tinggi 
t 
t 
 
Q
80 
Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP = 0 2). Kalau salah  hP  h  (t+) + (t-)  0 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran 6. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi 
  t = = (t+) + (t-)  (jumlah total) 
 Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = e/ t 
 Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t 
t = beda tinggi antartitik ukur 
 Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ 
7. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap ketinggian lokal Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t’n = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari permuaan air laut 8. Perhitungan sudut horizontal Untuk mengetahui kebenaran hasil pengukuran sudut horizontal persamaannya sebagai berikut: 
 Sudut dalam  = (n -2) x 180 
 Sudut luar  = (n +2) x 180
81 
Keterangan:  = Jumlah sudut dalam/luar titik ukur polygon n = Jumlah titik ukur polygon 2 = Konstanta 180 = Konstanta 
= Jalannya jalur ukuran 
P1 
3 
5 
P2 
P4 
P5 
P6 
P7 
P8 
1 
2 
4 
6 
7 
8 
P3 
Gambar 5.10. Penentuan sudut dalam pada poligon tertutup tak 
terikat titik tetap 
P1 
3 
5 
P2 
P4 
P5 
P6 
P7 
P8 
1 
2 
4 
6 
7 
8 
P3 
Gambar 5.11. Penentuan sudut luar pada poligon tertutup tak 
terikat titik tetap
82 
9. Menghitung besar sudut tiap titik ukur 
Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 
 Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran 
Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah: 
 = M - B Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 
= Arah jalur ukuran 
= Arah pembacaan sudut jurusan 
 Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran 
Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah: 
 = B - M Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 
0 
1 
2 
 
B 
M 
Gambar 5.12. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran 
0 
1 
2 
 
B 
M 
Gambar 5.13. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
83 
= Arah jalur ukuran 
= Arah pembacaan sudut jurusan 
Catatan: 
 Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak 
 Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik 
Contoh. Dari data hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap pada tabel 5.1. di bawah ini akan dihitung : 1. Perhitungan jarak 
 Jarak optis dihitung dengan persamaan: 
Jo = (ba – bb) x 100 Jo1 = (1,800 – 1,200) x100 = 60 m Jo2 = (2,400 – 1,400) x100 = 100 m Jo3 = (1,700 – 0,500) x100 = 120 m Jo4 = (1,200 – 0,400) x100 = 80 m Jo5 = (2,020 – 0,380) x100 = 164 m 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
Jd = Jo x (sin)2 Jd1 = Jo1 x (sin)2 = 60 x (sin9730’)2 = 58,98 m 
Jd2 = Jo2 x (sin)2 = 100 x (sin93)2 = 99,73 m 
Gambar 5.14. Bagan lingkaran sudut horisontal 
0 
270 
90 
180
84 
Jd3 = Jo3 x (sin)2 = 120 x (sin85)2 = 119,09 m Jd4 = Jo4 x (sin)2 = 80 x (sin84)2 = 79,12 m Jd5 = Jo5 x (sin)2 = 164 x (sin92)2 = 163,80 m 2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = Jo x sin x cos t1 = Jo1 x sin x cos = 60 x sin9730’ x cos9730’ = -7,764 m t2 = Jo2 x sin x cos = 100 x sin93 x cos93 = -5,226 m t3 = Jo3 x sin x cos = 120 x sin85 x cos85 = 10,418 m t4 = Jo4 x sin x cos = 80 x sin84 x cos84 = 8,316 m t5 = Jo5 x sin x cos = 164 x sin92 x cos92 = -5,720 m
85 
Tinggi atas laut 
800,000 
Koreksi (-) 
Selisih tinggi 
- 
+ 
Sudut miring 
9730’ 
8230’ 
93’ 
87 
85 
95 
84 
96 
92 
88 
9730’ 
Jarak 
Datar 
Optis 
Sudut 
350 
80 
230 
95 
150 
55 
20 
250 
4048’ 
320 
2602’ 
16048’ 
Pembacaan benang 
Bawah 
1,200 
1,400 
1,400 
0,600 
0,500 
0,200 
0,400 
0,800 
0,380 
0,760 
1,280 
Atas 
1,800 
2,000 
2,400 
1,600 
1,700 
1,400 
1,200 
1,600 
2,020 
2,400 
1,880 
Tengah muka 
1,500 
1,700 
1,100 
0,800 
1,200 
1,580 
Tengah belakang 
1,700 
1,100 
0,800 
1,200 
1,500 
No. patokk 
Tinjau 
A 
1 
0 
2 
1 
3 
2 
4 
3 
0 
4 
1 
Berdiri 
0 
0 
0 
1 
1 
2 
2 
3 
3 
4 
4 
0 
0 
Tabel 5.1. Catatan data hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap 
ukur
86 
3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 5.1,diketahui: (t+) = 10,418 + 8,316 = 18,734 m (t-) = 7,764 + 5,20 =18,710 m Karena polygon tertutup maka : h = hP = 0 Dari hasil pengukuran hP = (t+) + (t-) = 18,734 – 18,710 = +0,024 m Kesalahan (e) = hP – h = 0,024 – 0 = 0,024 m Koreksi kesalahan (e) = - 0,024 m  t = 18,734 + 18,710 = 37,444 m (jumlah total). Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/ t k = - e/ t = - 0,024/37,444 = - 0,00064 m 
Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t 
0 
1 
2 
3 
4 
0 
1 
2 
3 
4 
Gambar 5.15. Sket lapangan polygon tertutup tak 
terikat titik tetap
87 
t = beda tinggi antartitik ukur Koreksi tinggi pada tiap patok titik ukur: 0  (k’0) = t0 x k = 7,764 x -0,00064 = - 0,005 m 1  (k’1) = t1 x k = 5,226 x -0,00064 = - 0,003 m 2  (k’2) = t2 x k = 10,418 x -0,00064 = -0,007 m 3 (k’3) = t3 x k = 8,316 x -0,00064 = - 0,005 m 4  (k’4) = t4 x k = 5,720 x -0,00064 = -0,004 m 4. Perhitungan beda tinggi setelah dikoreksi Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ t’0 = t0 + k’0 = -7,764 - 0,005 = -7,769m t’1 = t1 + k’1 = -5,226 - 0,003 = -5,229 m t’2 = t2 + k’2 = 10,418-0,007 = 10,411 m t’3 = t3 + k’3 = 8,316 - 0,005 = 8,311 m t’4 = t4 + k’4 = -5,720-0,004 = -5,724 m hP = t’0 + t’1 + t’2 + t’3 + t’4 = -7,769 – 5,229 + 10,411 +8,311-5,724 = 0,000 m h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama 
7. Perhitungan ketinggian local 
Untuk mempermudah dalam pembuatan peta penanpang topografi, sebaikanya pada pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap ini, ditentukan harga ketinggian local titik awal pengukuran dengan harga minimum dan bulat. Ditentukan harga ketinggian local titik 0 (H0) = 800,000 m. Ketinggian titik ukur tehadap ketinggian lokal persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari t’n = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya. Perhitungan ketinggian local untuk titik-titik ukur: Titik 1H1 = H0 + t’0 = 800,000 -7,769 = 792,231 m
88 
Titik 2H2 = H1 + t’1 = 792,231 – 5,229 = 787,002 m Titik 3H3 = H2 + t’2 = 787,002 + 10,411 = 797,413 m Titik 4H4 = H3 + t’3 = 797,413 +8,311 = 805,724 m m Titik 0H0 = H4 + t’4 = 805,724 – 5,724 = 800,000 m Cara pengisian jarak optis, jarak datar,beda tinggi dan ketinggian lokal pada blanko ukur lihat pada tabel 5.2.
89 
Ketinggian lokall 
800,000 
792,231 
787,002 
797,413 
805,724 
800,000 
Koreksi (-) 
0,005 
0,003 
0,007 
0,005 
0,004 
Selisih tinggi 
- 
7,764 
5,226 
5,720 
+ 
10,418 
8,316 
Sudut miring 
9730’ 
8230’ 
93’ 
87 
85 
95 
84 
96 
92 
88 
9730’ 
Jarak 
Datar 
58,98 
99,73 
119,09 
79,12 
163,80 
Optis 
60 
60 
100 
100 
120 
120 
80 
80 
164 
164 
60 
Sudut 
350 
80 
230 
95 
150 
55 
20 
250 
4048’ 
320 
2602’ 
16048’ 
Pembacaan benang 
Bawah 
1,200 
1,400 
1,400 
0,600 
0,500 
0,200 
0,400 
0,800 
0,380 
0,760 
1,280 
Atas 
1,800 
2,000 
2,400 
1,600 
1,700 
1,400 
1,200 
1,600 
2,020 
2,400 
1,880 
Tengah muka 
1,500 
1,700 
1,100 
0,800 
1,200 
1,580 
Tengah belakang 
1,700 
1,100 
0,800 
1,200 
1,500 
No. patokk 
Tinjau 
A 
1 
0 
2 
1 
3 
2 
4 
3 
0 
4 
1 
Berdiri 
0 
0 
0 
1 
1 
2 
2 
3 
3 
4 
4 
0 
0 
Tabel 5.2. Catatan data hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap 
ukur
90 
8. Perhitungan sudut horisontal 
Pada gambar 5.16, akan dihitung besarnya sudut horizontal dari masing- masing titik ukur: 
 Perhitungan sudut di sebelah kanan jalur ukuran dengan persamaan:  = B - M 
Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan 
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 
1 
0 
2 
3 
4 
0 
1 
2 
3 
4 
Gambar 5.16. Sket sudut dalam pada polygon 
tertutup tak terikat titik tetap 
0 
1 
2 
 
B 
M 
Gambar 5.17. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
91 
= Arah jalur ukuran 
= Arah pembacaan sudut jurusan Pada gambar 5.16, sudut dalam ada di sebelah kanan jalur ukuran, maka besarnya sudut sudut tersebut adalah : 1 = B1 - M1 = 230 - 95 = 135 2 = B2 - M2 = 150 - 55 = 95 3 = B3 - M3 = 20 - 250 = -230 = -230+ 360 = 130 4 = B4 - M4 = 4048’ - 320 = - 27912’ = - 27912’+ 360 = 8048’ 0 = B0 - M0 = 26002’ - 16048’ = 9914’ Catatan: Apabila besar   0, maka  harus ditambah 360 
 Perhitungan koreksi sudut 
 Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan: 
k =e/ 
 Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dihitung dengan 
persamaan: k‟ =   k x  Keterangan: k = koreksi sudut tiap 1 e = kesalahan sudut  = jumlah total sudut  = besar sudut tiap titik ukur Jumlah sudut hasil pengukuran:  = 1 + 2 + 3 + 4 + 0 = 135 + 95 + 130 + 8048’ + 9914’ = 54002’ = hP Jumlah sudut hasil hitungan: h = (n – 2) x 180 = (5 -2) x 180 = 540 Kesalahan sudut hasil pengukuran: e = hP – h = 54002’ - 540 = 0 2’ Koreksi kesalahan e = - 0 2’ 
 Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan: 
k = e/ = - 0 2’/54002’ = 0,22221”
92 
 Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dihitung dengan persamaan: k‟ = k x  
k’1 = 1 x k1 = 135 x 0,22221” = - 00’30” k’2 = 2 x k2 = 95 x 0,22221” = - 00’21” k’3 = 3 x k3 = 130 x 0,22221” = - 00’29” k’4 = 4 x k4 = 8048’ x 0,22221” = - 00’18” k’0 = 0 x k0 = 9914’ x 0,22221” = - 00’22” 
9. Perhitungan sudut horizontal setelah dikoreksi 
 Perhitungan besar sudut setelah dikoreksi persamaannya adalah: 
K =  + k‟ K1 =1 + k’1 = 135 - 00’30” = 134 59’30” K2 =2 + k’2 = 95 - 00’21” = 9459’39” K3 =3 + k’3 = 130 - 00’29” = 129 59’31” K4 =4 + k’4 = 8048’ - 00’18” = 8047’’42” K0 =0 + k’0 = 9914’ - 00’22” = 99 13’38” 
 Perhitungan jumlah sudut hasil pengukuran setelah dikoreksi persamaannya adalah: K = (n - 2) x 180 
K = K1 + K2 + K3 + K4 + K0 = 13459’30” + 9459’39” + 129 59’31” + 8047’’42” + 99 13’38” = 540 Dalam perhitungan sudut pada polygon tertutup, biasanya yang dihitung sudut dalam, karena jumlah sudutnya lebih kecil dari jumlah sudut luar, dan juga memudahkan pengontrolan bentuk gambar dengan bentuk daerah pengukuran. Dari hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini: 
 Toleransi kesalahan beda tinggi persamaannya: 
v = 0,3 x (L/100)1/22 + 4,51/2 Dari hasil pengukuran kesalahan beda tinggi (e) = 0,024 m j = 58,98 + 99,73 + 119,09 + 79,12 + 163,80 = 520,72 m v = 0,3 x (L/100)1/22 + 4,51/2 = 0,3 x (520,72/100)1/22 + 4,51/2 = 2,229 m
93 
ev  maka pengukuran tidak perlu diulang. 
 Toleransi kesalahan sudut, persamaannya: 
v = 1,5‟ (n)1/2 Dari hasil pengukuran kesalahan sudut horizontal (e) = 2’ Jumlah titik ukur = 5 buah titik v = 1,5‟ (n)1/2 = 1,5‟ (5)1/2 = 3,354 ev  maka pengukuran tidak perlu diulang. Keterangan: 1,5’ = konstanta n = jumlah titik sudut ukur 0,3; 100; 4,5 = konstanta L = jarak datar Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Catatan: Apabila perhitungan sudut dalam telah dikoreksi, maka koreksi perhitungan sudut luar tidak diperlukan, demikian juga sebaliknya untuk sudut dalam. Persamaan perhitungan sudut luar pada tiap titik ukur adalah: L = 360 - D Persamaan perhitungan sudut dalam pada tiap titik ukur adalah: D = 360 - L Keterangan: L = besar sudut luar 360 = konstanta D = besar sudut dalam
94 
2). Bagian polygon tertutup terikat titik tetap Pada pengukuran polygoon tertutup terikat titik tetap, titik awal akan menjadi titik akhir pengukuran. Koordinat dan ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut bisa ditentukan (lihat gambar 5.18). Dalam perhitungan dan penggambarannya diperlukan perhitungan - perhitungan dan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti : 
a. Ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode) 
b. Ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Kerucut) 
c. Ditentukan sistim koordinatnya 
d. Ditentukan azimuth garis polygon e. Ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi magnit f. Ditentukan skala peta Dalam penggambaran petanya dilakukan dengan cara: 1. Titik ukur polygon diplot dengan sistim koordinat 
• 
1 
• 
• 
4 
• 
0 
3 
2 
• 
Gambar 5.18. Peta poligon tak terikat titik tetap 
Skala 1: 2000
95 
2. Digambar berdasarkan jarak dan azimuth (kurang teliti). 
Keterangan: P1 = Titik awal dan akhir pengukuran 1  8 = Sudut titik ukur poligon • = Titik ukur poligon 
= Garis ukur polygon Δ = Titik trianggulasi Yang diukur pada polygon tertutup terikat titik tetap adalah : a. Azimut garis pengikatan pengukuran b. Panjang sisi – sisi polygoon c. Besar sudut miring antar dua titik ukur d. Besar sudut titik-titik ukur polygoon Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah: 1. Perhitungan jarak 
 Jarak optis dihitung dengan persamaan: 
Jo = (ba – bb) x 100 
Gambar 5.19. Pengukuran poligon tertutup terikat titik tetap 
P1 
3 
5 
P2 
P4 
P5 
P6 
P7 
P8 
1 
2 
4 
6 
7 
8 
P3 
A 
Δ 
Δ
96 
Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah; bt = benang tengah 100 = konstanta jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut) 
ba – bb = jarak optis pada rambu ukur Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut horizontal) 
ba 
bb 
bv 
bt 
Gambar 5.21. Gambar benang diapragma dalam teropong 
ba 
0 
1 
jd 
ba - bb 
 
bb 
bt 
Gambar 5.20. Pembacaan benang jarak pada bak ukur 
P 
•
97 
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m 2. Perhitungan sudut miring 
 Sudut miring zenith. 
Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90 
 Sudut miring nadir. 
Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0 
bb 
1,7 
1,8 
1,9 
2,0 
bt 
bb 
Gambar 5.22. Kedudukan benang diapragma pada bak 
ukur 
Gambar 5.23. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit 
90 
0 
180 
270
98 
 Sudut miring nadir ke sudut miring zenit 
Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya : Z = 90 - N Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir 90 = konstanta 
 Sudut miring zenit ke sudut miring nadir 
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya : N = 90 - Z 3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir: 
 Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: 
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
jd = jn x cos = jo x (cos)2 4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit: 
 Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: 
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
jd = jn x sin = jo x (sin)2 
180 
270 
90 
0 
Gambar 5.24. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
99 
Keterangan:  = sudut miring; Aba  AB; Bbb  AB; Pbt  AB. 0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur; 01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah 5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = jo x sin x cos 
Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0  1  = sudut miring P0 = Q1 
ba 
0 
1 
jd 
 
bb 
bt 
Gambar 5.25. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan tanah 
P 
• 
A 
B 
 
 
 
P 
0 
1 
 
 
 
Gambar 5.26. Pengukuran beda tinggi 
t 
t 
 
Q
100 
Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP = 0 2). Kalau salah  hP  h  (t+) + (t-)  0 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran 6. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi 
  t = = (t+) + (t-)  (jumlah total) 
 Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = e/ t 
 Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t 
t = beda tinggi antartitik ukur 
 Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ 
7. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t’n = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari permuaan air laut 8. Perhitungan sudut horizontal Untuk mengetahui kebenaran hasil pengukuran sudut horizontal persamaannya sebagai berikut: 
 Sudut dalam  = (n -2) x 180 
 Sudut luar  = (n +2) x 180
101 
Keterangan:  = Jumlah sudut dalam/luar titik ukur polygon n = Jumlah titik ukur polygon 2 = Konstanta 180 = Konstanta 
= Jalannya jalur ukuran 
P1 
3 
5 
P2 
P4 
P5 
P6 
P7 
P8 
1 
2 
4 
6 
7 
8 
P3 
Gambar 5.28. Penentuan sudut luar pada poligon tertutup 
terikat titik tetap 
P1 
3 
5 
P2 
P4 
P5 
P6 
P7 
P8 
1 
2 
4 
6 
7 
8 
P3 
Gambar 5.27. Penentuan sudut dalam pada poligon tertutup tak 
terikat titik tetap 
Δ 
A 
Δ 
1’
102 
9. Menghitung besar sudut tiap titik ukur 
Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 
 Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran 
Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah: 
 = M - B Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 
= Arah jalur ukuran 
= Arah pembacaan sudut jurusan 
 Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran 
Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah: 
 = B - M Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 
0 
1 
2 
 
B 
M 
Gambar 5.29. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran 
0 
1 
2 
 
B 
M 
Gambar 5.30. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
103 
= Arah jalur ukuran 
= Arah pembacaan sudut jurusan 
Catatan: 
 Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak 
 Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik 
10. Perhitungan azimuth awal pengikatan pengukuran dan azimuth sis-sisi 
polygon. 
 Perhitungan azimuth awal pengikatan pengukuran 
Diketahui koordinat titik A dan titik P1 Perhitungan azimuth awal dihitung dengan persamaan: tgP1A = (XA – XP1)/(YA – YP1), (lihat gambar 5.27) P1A  diketahui 
 Perhitungan azimuth sisi –sisi polygon 
Untuk memudahkan perhitungan azimuth setiap sisi polygon, sebaiknya ditentukan dahulu salah satu sisi polygon sebagai azimuth awal dari sisi polygon itu sendiri, missal pada gambar 5.27 adalah sisi P1 P2 (P1P2) (P1P2) dapat dihitung denga persamaan sebagai berikut: (P1P2) = P1A + 1’ 
Gambar 5.31. Bagan lingkaran sudut horisontal 
0 
270 
90 
180
104 
Maka azimuth sisi-sisi polygon lainnya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (P2P3) = P2P1 - 2 ; (P3P4) = P2P1 - 3 (P4P5) = P4P3 - 4; (P5P6) = P5P4 - 5 (P6P7) = P6P5 - 6 (P7P8) = P7P6 - 7 (P8P1) = P8P7 - 8 (P1P2) = P1P8 - 1 Catatan: Dalam perhitungan ini diambil sudut dalam, dan merupakan sudut kanan dari arah jalur pengukuran (lihat gambar 5.27) 
11. Perhitungan absis dan ordinat 
 Perhitungan absis 
Absis dapat dihitung dengan persamaan : dx = Jd x sin 
 Perhitungan ordinat 
Ordinat dapat dihitung dengan persamaan : dy = Jd x cos 
-Y 
P1 
+Y 
 
P2 
dy 
dx 
-X 
0 
+X 
Jd 
Gambar 5.32. Kedudukan absis dan ordinat
105 
Keterangan:  = Azimut; Jd = Jarak datar; dx = absis; dy = Ordinat Kalau hasil pengukuran benar: (dx+) + (dx-) = XAKHIR – XAWAL (dy+) + (dy-) = YAKHIR – YAWAL Karena polygon tertutup, maka: XAKHIR – XAWAL = hX = 0 YAKHIR – YAWAL = hY = 0 Keterangan: hX = hasil hitungan absis hY = hasil hitungan ordinat 
 Kesalahan pengukuran 
Kalau hasil pengukuran salah persamaannya: hXP = (dx+) + (dx-)  0 hYP = (dy+) + (dy-)  0 eX = hXP - hX ; eY = hYP - hY Keterangan: eX = kesalahan hasil pengukuran absis eY = kesalahan hasil pengukuran ordinat hXP = selisih hasil pengukuran absis akhir dan absis awal hYP = selisih hasil pengukuran ordinat akhir dan ordinat awal 
 Koreksi kesalahan 
 Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis, persamaannya: kX = eX/Jd 
 Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya : 
k’X = kX x Jd 
 Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat, 
persamaannya : kY = eY/Jd 
 Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat, 
persamaannya : k’Y = kY x Jd
106 
Keterangan: Jd = jumlah jarak datar 12. Perhitungan koordinat Perhitungan koordinat pada gambar 5.27, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: XP2 = XP1 + Jd1 x sinP1P2; YP2 = YP1 + Jd1 x cosP1P2 XP3 = XP2 + Jd2 x sinP2P3; YP3 = YP2 + Jd2 x cosP2P3 XP4 = XP3 + Jd3 x sinP3P4; YP4 = YP3 + Jd3 x cosP3P4 XP5 = XP4 + Jd4 x sinP4P5; YP5 = YP4 + Jd4 x cosP4P5 XP6 = XP5 + Jd5 x sinP5P6; YP6 = YP5 + Jd5 x cosP5P6 XP7 = XP6 + Jd6 x sinP6P7; YP7 = YP6 + Jd6 x cosP6P7 XP8 = XP7 + Jd7 x sinP7P8; YP8 = YP7 + Jd7 x cosP7P8 XP1 = XP8 + Jd8 x sinP8P1; YP1 = YP8 + Jd8 x cosP8P1 
13. Toleransi kesalahan koordinat 
Dari hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini: Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Keterangan: L = jarak datar Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran 0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta Contoh. Dari data hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap pada tabel 5.3. di bawah ini akan dihitung : 
2. Perhitungan jarak 
 Jarak optis dihitung dengan persamaan: 
Jo = (ba – bb) x 100 
Jo1 = (1,800 – 1,200) x100 = 60 m
107 
Jo2 = (2,400 – 1,400) x100 = 100 m Jo3 = (1,700 – 0,500) x100 = 120 m Jo4 = (1,200 – 0,400) x100 = 80 m Jo5 = (2,020 – 0,380) x100 = 164 m 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
Jd = Jo x (sin)2 Jd1 = Jo1 x (sin)2 = 60 x (sin9730’)2 = 58,98 m Jd2 = Jo2 x (sin)2 = 100 x (sin93)2 = 99,73 m Jd3 = Jo3 x (sin)2 = 120 x (sin85)2 = 119,09 m Jd4 = Jo4 x (sin)2 = 80 x (sin84)2 = 79,12 m Jd5 = Jo5 x (sin)2 = 164 x (sin92)2 = 163,80 m 2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = Jo x sin x cos t1 = Jo1 x sin x cos = 60 x sin9730’ x cos9730’ = -7,764 m t2 = Jo2 x sin x cos = 100 x sin93 x cos93 = -5,226 m t3 = Jo3 x sin x cos = 120 x sin85 x cos85 = 10,418 m t4 = Jo4 x sin x cos = 80 x sin84 x cos84 = 8,316 m t5 = Jo5 x sin x cos = 164 x sin92 x cos92 = -5,720 m
108 
Tinggi atas laut 
2250,000 
Koreksi (-) 
Selisih tinggi 
- 
+ 
Sudut miring 
9730’ 
8230’ 
93’ 
87 
85 
95 
84 
96 
92 
88 
9730’ 
Jarak 
Datar 
Optis 
Sudut 
350 
80 
230 
95 
150 
55 
20 
250 
4048’ 
320 
2602’ 
16048’ 
Pembacaan benang 
Bawah 
1,200 
1,400 
1,400 
0,600 
0,500 
0,200 
0,400 
0,800 
0,380 
0,760 
1,280 
Atas 
1,800 
2,000 
2,400 
1,600 
1,700 
1,400 
1,200 
1,600 
2,020 
2,400 
1,880 
Tengah muka 
1,500 
1,700 
1,100 
0,800 
1,200 
1,580 
Tengah belakang 
1,700 
1,100 
0,800 
1,200 
1,500 
No. patokk 
Tinjau 
A 
1 
A 
2 
1 
3 
2 
4 
3 
0 
4 
1 
Berdiri 
0 
0 
0 
1 
1 
2 
2 
3 
3 
4 
4 
0 
0 
Tabel 5.3. Catatan data hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap 
ukur
109 
3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 5.3,diketahui: (t+) = 10,418 + 8,316 = 18,734 m (t-) = 7,764 + 5,20 =18,710 m Karena polygon tertutup maka : h = hP = 0 Dari hasil pengukuran hP = (t+) + (t-) = 18,734 – 18,710 = +0,024 m Kesalahan (e) = hP – h = 0,024 – 0 = 0,024 m Koreksi kesalahan (e) = - 0,024 m  t = 18,734 + 18,710 = 37,444 m (jumlah total). Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/ t k = - e/ t = - 0,024/37,444 = - 0,00064 m Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t t = beda tinggi antartitik ukur 
0 
1 
2 
3 
4 
0 
1 
2 
3 
4 
Gambar 5.32. Sket lapangan polygon tertutup terikat 
titik tetap 
A
110 
Koreksi tinggi pada patok: 0  (k’0) = t0 x k = 7,764 x -0,00064 = - 0,005 m 1  (k’1) = t1 x k = 5,226 x -0,00064 = - 0,003 m 2  (k’2) = t2 x k = 10,418 x -0,00064 = -0,007 m 3 (k’3) = t3 x k = 8,316 x -0,00064 = - 0,005 m 4  (k’4) = t4 x k = 5,720 x -0,00064 = -0,004 m 4. Perhitungan beda tinggi setelah dikoreksi Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ t’0 = t0 + k’0 = -7,764 - 0,005 = -7,769m t’1 = t1 + k’1 = -5,226 - 0,003 = -5,229 m t’2 = t2 + k’2 = 10,418-0,007 = 10,411 m t’3 = t3 + k’3 = 8,316 - 0,005 = 8,311 m t’4 = t4 + k’4 = -5,720-0,004 = -5,724 m hP = t’0 + t’1 + t’2 + t’3 + t’4 = -7,769 – 5,229 + 10,411 +8,311-5,724 = 0,000 m h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama 5. Perhitungan ketinggian titik ukur dari permukaan air laut Ditentukan harga ketinggian titik ukur: 0 (H0) = 2250,000 m. Ketinggian titik ukur tehadap ketinggian muka air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari t’n = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian dari muka air laut Perhitungan ketinggiannya untuk titik-titik ukur: Titik 1H1 = H0 + t’0 = 2250,000 -7,769 = 2242,231m Titik 2H2 = H1 + t’1 = 2242,231 – 5,229 = 2237,002 m Titik 3H3 = H2 + t’2 = 2237,002 + 10,411 = 2247,413 m Titik 4H4 = H3 + t’3 = 2247,413 +8,311 = 2255,724m Titik 0H0 = H4 + t’4 = 2255,724 – 5,724 = 2250,000 m
111 
Cara pengisian jarak optis, jarak datar,beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut pada blanko ukur lihat pada tabel 5.4. 
Ketinggian lokall 
2250,000 
2242,231 
2237,002 
2247,413 
2255,724 
2250,000 
Koreksi (-) 
0,005 
0,003 
0,007 
0,005 
0,004 
Selisih tinggi 
- 
7,764 
5,226 
5,720 
+ 
10,418 
8,316 
Sudut miring 
9730’ 
8230’ 
93’ 
87 
85 
95 
84 
96 
92 
88 
9730’ 
Jarak 
Datar 
58,98 
99,73 
119,09 
79,12 
163,80 
Optis 
60 
60 
100 
100 
120 
120 
80 
80 
164 
164 
60 
Sudut 
350 
80 
230 
95 
150 
55 
20 
250 
4048’ 
320 
2602’ 
16048’ 
Pembacaan benang 
Bawah 
1,200 
1,400 
1,400 
0,600 
0,500 
0,200 
0,400 
0,800 
0,380 
0,760 
1,280 
Atas 
1,800 
2,000 
2,400 
1,600 
1,700 
1,400 
1,200 
1,600 
2,020 
2,400 
1,880 
Tengah muka 
1,500 
1,700 
1,100 
0,800 
1,200 
1,580 
Tengah belakang 
1,700 
1,100 
0,800 
1,200 
1,500 
No. patokk 
Tinjau 
A 
1 
0 
2 
1 
3 
2 
4 
3 
0 
4 
1 
Berdiri 
0 
0 
0 
1 
1 
2 
2 
3 
3 
4 
4 
0 
0 
Tabel 5.4. Cara pengisian hasil perhitungan pada blanko ukur 
ukur
112 
10. Perhitungan sudut horisontal 
Pada gambar 5.33, akan dihitung besarnya sudut horizontal dari masing- masing titik ukur: 
 Perhitungan sudut di sebelah kanan jalur ukuran dengan persamaan:  = B - M 
Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur 
M = Pembacaan sudut jurusan ke depan 
1 
0 
2 
3 
4 
0 
1 
2 
3 
4 
Gambar 5.33. Sket sudut dalam pada polygon 
tertutup tak terikat titik tetap 
0 
1 
2 
 
B 
M 
Gambar 5.34. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
113 
B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 
= Arah jalur ukuran 
= Arah pembacaan sudut jurusan Pada gambar 5.33, sudut dalam ada di sebelah kanan jalur ukuran, maka besarnya sudut sudut tersebut adalah : 1 = B1 - M1 = 230 - 95 = 135 2 = B2 - M2 = 150 - 55 = 95 3 = B3 - M3 = 20 - 250 = -230 = -230+ 360 = 130 4 = B4 - M4 = 4048’ - 320 = - 27912’ = - 27912’+ 360 = 8048’ 0 = B0 - M0 = 26002’ - 16048’ = 9914’ Catatan: Apabila besar   0, maka  harus ditambah 360 
 Perhitungan koreksi sudut 
 Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan: 
k =e/ 
 Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dihitung dengan 
persamaan: k‟ =   k x  Keterangan: k = koreksi sudut tiap 1 e = kesalahan sudut  = jumlah total sudut  = besar sudut tiap titik ukur Jumlah sudut hasil pengukuran:  = 1 + 2 + 3 + 4 + 0 = 135 + 95 + 130 + 8048’ + 9914’ = 54002’ = hP Jumlah sudut hasil hitungan: h = (n – 2) x 180 = (5 -2) x 180 = 540 Kesalahan sudut hasil pengukuran: e = hP – h = 54002’ - 540 = 0 2’ Koreksi kesalahan e = - 0 2’ 
 Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan:
114 
k = e/ = - 0 2’/54002’ = 0,22221” 
 Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dihitung dengan persamaan: k‟ = k x  
k’1 = 1 x k1 = 135 x 0,22221” = - 00’30” k’2 = 2 x k2 = 95 x 0,22221” = - 00’21” k’3 = 3 x k3 = 130 x 0,22221” = - 00’29” k’4 = 4 x k4 = 8048’ x 0,22221” = - 00’18” k’0 = 0 x k0 = 9914’ x 0,22221” = - 00’22” 
11. Perhitungan sudut horizontal setelah dikoreksi 
 Perhitungan besar sudut setelah dikoreksi persamaannya adalah: 
K =  + k‟ K1 =1 + k’1 = 135 - 00’30” = 134 59’30” K2 =2 + k’2 = 95 - 00’21” = 9459’39” K3 =3 + k’3 = 130 - 00’29” = 129 59’31” K4 =4 + k’4 = 8048’ - 00’18” = 8047’’42” K0 =0 + k’0 = 9914’ - 00’22” = 99 13’38” 
 Perhitungan jumlah sudut hasil pengukuran setelah dikoreksi persamaannya adalah: K = (n - 2) x 180 
K = K1 + K2 + K3 + K4 + K0 = 13459’30” + 9459’39” + 129 59’31” + 8047’’42” + 99 13’38” = 540 Dalam perhitungan sudut pada polygon tertutup, biasanya yang dihitung sudut dalam, karena jumlah sudutnya lebih kecil dari jumlah sudut luar, dan juga memudahkan pengontrolan bentuk gambar dengan bentuk daerah pengukuran. Dari hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini: 
 Toleransi kesalahan beda tinggi persamaannya: 
v = 0,3 x (L/100)1/22 + 4,51/2 Dari hasil pengukuran kesalahan beda tinggi (e) = 0,024 m j = 58,98 + 99,73 + 119,09 + 79,12 + 163,80 = 520,72 m v = 0,3 x (L/100)1/22 + 4,51/2
115 
= 0,3 x (520,72/100)1/22 + 4,51/2 = 2,229 m ev  maka pengukuran tidak perlu diulang. 
 Toleransi kesalahan sudut, persamaannya: 
v = 1,5‟ (n)1/2 Dari hasil pengukuran kesalahan sudut horizontal (e) = 2’ Jumlah titik ukur 5 titik v = 1,5‟ (n)1/2 = 1,5‟ (5)1/2 = 3,354 ev  maka pengukuran tidak perlu diulang. Keterangan: 1,5’ = konstanta n = jumlah titik sudut ukur 0,3; 100; 4,5 = konstanta L = jarak datar Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Catatan: Apabila perhitungan sudut dalam telah dikoreksi, maka koreksi perhitungan sudut luar tidak diperlukan, demikian juga sudut dalam. Persamaan perhitungan sudut luar pada tiap titik ukur adalah: L = 360 - D Persamaan perhitungan sudut dalam pada tiap titik ukur adalah: D = 360 - L Keterangan: L = besar sudut luar 360 = konstanta D = besar sudut dalam 
12. Perhitungan azimuth sisi-sisi polygon 
Telah diketahui bahwa sudut dalam dari hasil pengukuran setelah dikoreksi adalah: 0 = 99 13’38” 1 = 134 59’30” 2 = 9459’39” 3 = 129 59’31” 4 = 8047’’42” Diketahui koordinat titik: 0 : X0 = 3000,000 m; Y0 = 3000,000 m A : XA = 2000,000 m; YA = 4732,051 m P = 90 dihitung dari : P = (01) – (01) = 80 - 350 = - 270 P = - 270 + 360 = 90
116 
Keterangan: 
= azimuth garis pengikat pada polygon 
= azimuth garis awal pada polygon P = Sudut pengikat pengukuran Azimut dari 0A (0A) dapat dicari dengan persamaan: tg(0A) = (XA - X0)/(YA - Y0) = (2000,000 - 3000,000)/( 4732,051 - 3000,000) = -1000,000/1732,051 = -0,5773502 (kwadaran IV) Maka  0A = 330 
1 
0 
2 
3 
4 
0 
1 
2 
3 
4 
Gambar 5.35. Sket sudut dalam dan azimuth 
pada polygon tertutup terikat 
titik tetap 
A 
P = 90
117 
Untuk memudahkan perhitungan azimuth sisi-sisi polygon, ditentukan sisi polygon 01 sebagai azimuth awal dari sisi polygon, dengan persamaan sebagai berikut: 01 = 0A + P = 330 + 90 = 420 01 360, maka 01 = 420 - 360 = 60  ditentukan azimuth awal Maka azimuth sisi polygon lainnya dengan sudut dalam ada disebelah kanan jalur ukuran, dapat dihitung sebagai berikut 12 = 10 - 1 = (60 + 180) - 134 59’30” = 10500’30” 23 = 21 - 2 = (10500’30” + 180) - 9459’39” = 1900’51” 34 = 32 - 3 = (1900’51” + 180) - 12959’31” = 2401’20” 40 = 43 - 4 = (2401’20” + 180) - 8047’’42” = 33913’38” 01 = 04 - 0 = (33913’38” + 180) - 99 13’38” = 420 01 360 01 = 420 - 360 = 60   azimuth akhir = azimuth awal 
1 
0 
2 
3 
4 
0 
1 
2 
3 
4 
Gambar 5.36. Sket posisi azimuth sisi polygon 
U 
01 
12 
23 
34 
40
118 
13. Perhitungan absis dan ordinat 
Perhitungan absis dan ordinat seperti pada gambar polygon 5.35, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: 
 Perhitungan absis 
dx1 = J1 x sin01 = 58,98 x sin60 = 51,078 m dx2 = J2 x sin1; = 99,73 x sin10500’30” = 96,328 m dx3 = J3 x sin23 = 119,09 x sin1900’51” = -20,709 m dx4 = J4 x sin34 = 79,12 x sin2401’20” = -68,535 m dx5 = J5 x sin40 = 163,80 x sin33913’38” = -58,094 m dx+ = dx1 + dx2 = 51,078 + 96,328 = 147,406 m dx- = dx3 + dx4 + dx5 = - 20,709 - 68,535 - 58,094 = -147,338 eX = (dx+) + (dx-) = 147,406 -147,338 = 0,068 m J = J1 + J2 + J3 + J + J5 = 58,98 + 99,73 + 119,09 + 79,12 + 163,80 = 520,72 m 
 Koreksi kesalahan absis 
 Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis, persamaannya: kX = eX/Jd = -0,068/520,72 = -0,0001305 m 
 Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya : 
k’X = kX x Jd k’1X = k1X x Jd1 = = -0,0001305 x 58,98 = -0,008 m k’2X = k2X x Jd2 = = -0,0001305 x 99,73 = -0,013 m k’3X = k3X x Jd3 = = -0,0001305 x 119,09 = -0,015 m k’4X = k4X x Jd4 = = -0,0001305 x 79,12 = -0,010 m k’5X = k5X x Jd5 = = -0,0001305 x 163,8 = -0,022 m 
 Perhitungan absis setelah dikoreksi 
dx1K = dx1 + k’1X = 51,078 - 0,008 = 51,070 m dx2K = dx2 + k’2X = 96,328 – 0,013 = 96,315 m dx3K = dx3 + k’3X = -20,709 -0,015 = - 20,724 m dx4K = dx4 + k’4X = -68,535 – 0,010 = -68,545 m dx5K = dx5J5 + k’5X = -58,094 - 0,022 = -58,116 m 
 Perhitungan ordinat 
dy1 = J1 x cos01 = 58,98 x cos60 = 29,490 m
119 
dy2 = J2 x cos12 = 99,73 x cos10500’30” = -25,826 m dy3 = J3 x cos23 = 119,09 x cos1900’51” = -117,276 m dy4 = J4 x cos34 = 79,12 x cos2401’20” = -39,533 m dy5 = J5 x cos40 = 163,80 x cos33913’38” = 153,152 m dy+ = dy1 + dy5 = 29,490 + 153,152 = 182,642 m dy- = dy2 + dy3 + dy4 = -25,826 - 117,276 - 39,533 = -182,635 m ey = (dy+) + (dy-) = 182,642 - 182,635 = 0,007 m J = J1 + J2 + J3 + J + J5 = 58,98 + 99,73 + 119,09 + 79,12 + 163,80 = 520,72 m 
 Koreksi kesalahan ordinat 
 Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat, 
persamaannya : kY = eY/Jd = -0,007/520,72 = -0,0000134 
 Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat, 
persamaannya : k’Y = kY x Jd k’1y = k1y x Jd1 = = -0,0000134 x 58,98 = -0,001 m k’2y = k2y x Jd2 = = -0,0000134 x 99,73 = -0,001 m k’3y = k3y x Jd3 = = -0,0000134 x 119,09 = -0,002 m k’4y = k4y x Jd4 = = -0,0000134 x 79,12 = -0,001 m k’5y = k5y x Jd5 = = -0,0000134 x 163,8 = -0,002 m 
 Perhitungan ordinat setelah dikoreksi 
dy1K = dy1 + k’1y = 29,490 - 0,001 = 29,489 dy2K = dy2 +k’2y = -25,826- 0,001 = -25,827 m dy3K = dy3 + k’3y = -117,276 – 0,002 = -117,278 m dy4K = dy3 + k’4y = -39,533 – 0,001 = -39,534 m dy5K = dy5 + k’5y = 153,152 – 0,002 = 153,150 m
120 
14. Perhitungan koordinat 
Diketahui koordinat titik 0 X0 = 3000,000 m; Y0 = 3000,000 m Maka koordinat titik: 1  X1 = X0 + dx1K = 3000,000 + 51,070 = 3051,070 m  Y1 = Y0 + dy1K = 3000,000 + 29,489 = 3029,489 m 2  X2 = X1 + dx2K = 3051,070 + 96,315 = 3147,385 m  Y2 = Y1 + dy2K = 3029,489 – 25,827 = 3003,662 m 3  X3 = X2 + dx3K = 3147,385 – 20,724 = 3126,661 m  Y3 = Y2 + dy3K = 3003,662 – 117,278 = 2886,384 m 4  X4 = X3 + dx4K = 3126,661- 68,545 = 3058,116 m  Y4 = Y3 + dy4K = 2886,384 – 39,534 = 2846,850 m 
1 
0 
2 
3 
4 
Gambar 5.37. Sket posisi absis dan ordinat 
U 
+dx1 2 
+dy1 2 
-dy2 
+dx2 2 
-dx3 
-dy3 
-dy4 
-dx4 
-dx5 
+dy5
121 
0  X0 = X4 + dx5K = 3058,116 – 58,116 = 3000,000 m  Y0 = Y4 + dy5K = 2846,850 + 153,150 = 3000,000 m Cara pengisian sudut, azimuth, jarak, absis , ordinat dan koordinat lihat tabel 5.5. Tabel 5.5. Perhitungan koordinat polygon tertutup terikat titik tetap 
T I t I k 
S u d u t 
Koreksi 
Azimut 
J a r a k 
dx 
Koreksi 
dy 
Koreksi 
Koordinat 
X 
Y 
0 
3000 
3000 
60 
58,98 
51,078 
-0,008 
29,490 
-0,001 
1 
135 
-30” 
3051,070 
3029,489 
105 00 30 
99,73 
96,328 
-0,013 
-25,826 
-0,001 
2 
95 
-21” 
3147,385 
3003,662 
1900’5190 00 51 
119,09 
-20,709 
-0,015 
-117,276 
-0,002 
3 
130 
-29” 
3126,661 
2886,384 
240 01 20 
79,12 
-68,535 
-0,010 
-39,533 
-0,001 
4 
80 48 
-18 
3058,116 
2846,850 
339 13 38 
163,80 
-58,094 
-0,022 
153,152 
-0,002 
0 
99 14 
-22” 
3000,000 
3000,000 
60 
1 
540 02 
-120” 
520,72 
+147,406 
-0,068 
+182,642 
-0,007 
-147,338 
-182,635 
+0,068 
+0,007
122 
Dari hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 = ( (Δx)2 +(Δy)2 )1/2 Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Kesalahan perhitungan koordinat dari hasil pengukuran diketahui : ea = -0,068 m = Δx; eo = -0,007 m = Δy e =  (-0,068)2 + (-0,007)22 = 0,068 m v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 
Gambar 5.38. Peta poligon 
Skala 1 : 2000 
 
0 
2 
3 
4 
U 
1 
 
 
 
 
3040 
3000 
2960 
2920 
2880 
2840 
3000 
3040 
3080 
3120 
3160
123 
v = (0,0007 x 0,52072)2 + 0,02 x (0,52072)1/22 + 21/2 v = (1,329)-07 + (2,083)-05 + 21/2 = 1,414 m ev, maka pengukuran tidak perlu diulang. 5.2. Bentuk polygon terbuka Pada pengukuran polygoon terbuka, titik awal tidak menjadi titik akhi pengukuran (lihat gambar 5.39). 
Keterangan: B = Titik awal pengukuran C = Titik akhir pengukuran 8 … C = Sudut titik ukur poligon • = Titik ukur poligon 
B A = Garis bidik azimuth awal 
C D = Garis bidik azimuth akhir Δ = Titik trianggulasi (diketahui koordinat dan ketinggiannya dari muka air laut 
= Garis ukur poligon Bentuk polygon terbuka ada 3 bagian : 1). Bagian polygon terbuka tak terikat titik tetap 2). Bagian polygon terbuka terikat titik tetap 3). Bagian polygon terbuka terikat titik tetap sempurna 
B 
B 
C 
Gambar 5.39. Bentuk pengukuran polygon 
terbuka 
Δ 
Δ 
A 
Δ 
Δ 
1 
2 
D 
1 
2
124 
1). Bagian polygon terbuka tak terikat titik tetap Pada pengukuran polygoon tebuka tak terikat titik tetap, titik awal tidak menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 5.40) 
Dalam perhitungan dan penggambarannya tidak diperlukan perhitungan – perhitungan dengan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti : a. Harus ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode) b. Harus ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Kerucut) 
c. Harus ditentukan sistim koordinatnya 
d. Harus ditentukan azimuth garis polygon 
e. Harus ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi magnit 
Dalam penggambaran petanya cukup dilakukan dengan cara: 1. Ditentukan skalanya 2. Digambar besar sudut-sudut setiap titik ukur polygon 3. Digambar masing-masing jarak dari setiap sisi polygon. Yang diukur pada polygon terbuka tak terikat titik tetap adalah : a. Panjang sisi – sisi polygoon b. Besar sudut miring antar dua titik ukur c. Besar sudut titik-titik ukur polygon Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah: 1. Perhitungan jarak 
 Jarak optis dihitung dengan persamaan: 
1 
1 
4 
Gambar 5.40. Bentuk pengukuran polygon 
terbuka tak terikat titik tetap 
4 
0 
2 
3 
5 
2 
3
125 
Jo = (ba – bb) x 100 
Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah; bt = benang tengah 100 = konstanta jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut) ba – bb = jarak optis pada rambu ukur 
Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) 
ba 
bb 
bv 
bt 
Gambar 5.42. Gambar benang diapragma dalam teropong 
ba 
0 
1 
jd 
ba - bb 
 
bb 
bt 
Gambar 5.41. Pembacaan benang jarak pada bak ukur 
P 
•
126 
bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut horizontal) 
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m 2. Perhitungan sudut miring 
 Sudut miring zenith. 
Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90 
bb 
1,7 
1,8 
1,9 
2,0 
bt 
bb 
Gambar 5.43. Kedudukan benang diapragma pada bak 
ukur 
Gambar 5.44. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit 
90 
0 
180 
270
127 
 Sudut miring nadir. 
Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0 
 Sudut miring nadir ke sudut miring zenit 
Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya : Z = 90 - N Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir 90 = konstanta 
 Sudut miring zenit ke sudut miring nadir 
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya : N = 90 - Z 3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir: 
 Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: 
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
jd = jn x cos = jo x (cos)2 4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit: 
 Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: 
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin 
180 
270 
90 
0 
Gambar 5.45. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
128 
Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
jd = jn x sin = jo x (sin)2 
Keterangan:  = sudut miring; Aba  AB; Bbb  AB; Pbt  AB. 0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur; 01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah 5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = jo x sin x cos 
ba 
0 
1 
jd 
 
bb 
bt 
Gambar 5.46. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan 
tanah 
P 
• 
A 
B 
 
 
 
P 
0 
1 
 
 
 
Gambar 5.47. Pengukuran beda tinggi 
t 
t 
 
Q
129 
Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0  1  = sudut miring P0 = Q1 6. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap titik lokal Ketinggian titik ukur tehadap titik lokal persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya 
7. Menghitung besar sudut tiap titik ukur 
Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 
 Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran 
Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah: 
 = M - B Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 
= Arah jalur ukuran 
= Arah pembacaan sudut jurusan 
 Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran 
Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah:  = B - M 
0 
1 
2 
 
B 
M 
Gambar 5.48. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran
130 
Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 
= Arah jalur ukuran 
= Arah pembacaan sudut jurusan 
Catatan: 
 Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak 
 Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik 
Contoh. 
Dari data hasil pengukuran polygon terbuka tak terikat titik tetap pada tabel 5.6. di bawah ini akan dihitung : 
0 
1 
2 
 
B 
M 
Gambar 5.49. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran 
Gambar 5.50. Bagan lingkaran sudut horisontal 
0 
270 
90 
180
131 
Tinggi lokal 
800,000 
Koreksi (-) 
Selisih tinggi 
- 
+ 
Sudut miring 
7940’ 
8445’ 
9515’ 
7415’ 
10545’ 
9420’ 
8540’ 
8150’ 
Jarak 
Datar 
Optis 
Sudut 
20 
140 
350 
140 
340 
250 
200 
320 
Pembacaan benang 
Bawah 
1,000 
0,950 
1,2100 
1,150 
0,400 
0,375 
0,600 
0,575 
Atas 
1,800 
1,850 
2,000 
1,950 
1,200 
1,225 
1,450 
1,475 
Tengah muka 
1,400 
1,550 
0,800 
1,025 
Tengah belakang 
1,400 
1,550 
0,800 
1,025 
No. patok 
Tinjau 
0 
2 
1 
3 
2 
4 
3 
5 
Berdiri 
0 
1 
1 
2 
2 
3 
3 
4 
4 
Tabel 5.6. Catatan data hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap 
ukur
132 
1. Perhitungan jarak 
 Jarak optis dihitung dengan persamaan: 
Jo = (ba – bb) x 100 Jo1 = (1,800 – 1,000) x 100 = 80 m Jo2 = (,850 – 0,950) x 100 = 90 m Jo3 = (1,950 – 1,150) x 100 = 80 m Jo4 = (1,225 – 0,375) x 100 = 85 m Jo5 = (1,475 – 0,575) x 100 = 90 m 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
Jd = Jo x (sin)2 Jd1 = Jo1 x (sin)2 = 80 x (sin7940’)2 = 77,426 m Jd2 = Jo2 x (sin)2 = 90 x (sin8445’)2 = 89,246 m Jd3 = Jo3 x (sin)2 = 80 x (sin7415’)2 = 74,106 m Jd4 = Jo4 x (sin)2 = 85 x (sin8540’)2 = 84,515 m Jd5 = Jo5 x (sin)2 = 90 x (sin8150’)2 = 88,184 m 2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = Jo x sin x cos t1 = Jo1 x sin x cos = - 80 x sin7940’ x cos7740’ = -14,117m t2 = Jo2 x sin x cos = 90 x sin8445’ x cos8445’ = 8,200m 
1 
1 
4 
Gambar 5.51. Sket bentuk pengukuran polygon 
terbuka tak terikat titik tetap 
4 
0 
2 
3 
5 
2 
3
133 
t3 = Jo3 x sin x cos = 80 x sin7415’ x cos7415’ = 20,900m t4 = Jo4 x sin x cos = 85 x sin9420’ x cos9420’ = -6,404m t5 = Jo5 x sin x cos = 90 x sin8150’ x cos8150’ = 12,655m 3. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap ketinggian lokal Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya ut Diketahui ketinggian titik local 0 (H0) = 800,000 m H1 = H0 + t1 = 0,000 - 14,117 = -14,117 m H2 = H1 + t2 = -14,117 + 8,200 = -5,917 m H3 = H2 + t3 = -5,917 + 20,900 = 14,983 m H4 = H3 + t4 = 14,983 - 6,404 = 8,579 m H5 = H4 + t5 = 8,579 + 12,655 = 21,234 m 4. Menghitung sudut horisontal Dari data hasil pengukuran pada tabel 5.6, akan dihitung sudut di sebelah kiri dari jalur ukuran seperti gambar 5.52, dengan persamaan sebagai berikut:  = M -B 1 = M1 -B1 = 140 - 20 = 120 2 = M2 -B2 = 140 - 350 = - 210 = - 210 + 360 = 150 3 = M3 -B3 = 250 - 340 = - 90 = - 90 + 360 = 270 4 = M4 -B4 = 320 - 200 = 120 
1 
1 =120 
4 = 120 
Gambar 5.52. Sket posisi sudut di sebelah 
kiri jalur ukuran 
4 
0 
2 = 150 
3 = 270 
5 
2 
3
134 
Tinggi lokal 
0,000 
-14,117 
-5,917 
14,983 
8,579 
21,234 
Koreksi (-) 
Selisih tinggi 
- 
14,117 
6,404 
+ 
8,200 
20,900 
12,655 
Sudut miring 
7940’ 
8445’ 
9515’ 
7415’ 
10545’ 
9420’ 
8540’ 
8150’ 
Jarak 
Datar 
77,426 
89,246 
74,106 
84,515 
88,184 
Optis 
80,000 
90,000 
80,000 
85,000 
90,000 
Sudut 
20 
140 
350 
140 
340 
250 
200 
320 
Pembacaan benang 
Bawah 
1,000 
0,950 
1,2100 
1,150 
0,400 
0,375 
0,600 
0,575 
Atas 
1,800 
1,850 
2,000 
1,950 
1,200 
1,225 
1,450 
1,475 
Tengah muka 
1,400 
1,550 
0,800 
1,025 
Tengah belakang 
1,400 
1,550 
0,800 
1,025 
No. patok 
Tinjau 
0 
2 
1 
3 
2 
4 
3 
5 
Berdiri 
0 
1 
1 
2 
2 
3 
3 
4 
4 
Tabel 5.7. Cara mengisi jarak, beda tinggi dan ketinggian lokal 
ukur
135 
Catatan Pada pengukuran polygon terbuka tak terikat titik tetap, hasil perhitunganuntuk : 1. Kesalahan sudut horizontal tidak diketahui 2. Kesalahan beda tinggi tidak diketahui 
Catatan: Pada pengukuran polygon terbuka tatk terikat titik tetap yang tidak bisa dikonterol kesalahannya adalah: 
1. Hasil perhitungan sudut horizontal 
2. Hasil perhitungan beda tinggi 
Gambar 5.53. Peta topografi polygon terbuka tak terikat 
Skala 1:2500
136 
2). Bagian polygon terbuka terikat titik tetap Pada pengukuran polygoon tebuka terikat titik tetap, titik awal tidak menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 5.54) 
Dalam perhitungan dan penggambarannya diperlukan perhitungan – perhitungan dengan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti : a. Harus ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode) b. Harus ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Kerucut) 
c. Harus ditentukan sistim koordinatnya 
d. Harus ditentukan azimuth garis polygon 
e. Harus ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi magnit 
Dalam penggambaran petanya dilakukan dengan cara: 1. Ditentukan skalanya 2. Titik-titik ukur diplot pada peta dengan sistim koordinat 3. Ketinggian titik ukur ditentukan dari permukaan air laut 4. Harga garis kontur ditentukan sesuai dengan kaedah peta atau untuk peta teknis disesuaikan dengan ketelitian yang diperlukan. Yang diukur pada polygon terbuka terikat titik tetap adalah : a. Azimut awal pengukuran b. Panjang sisi – sisi polygoon c. Besar sudut miring antar dua titik ukur d. Besar sudut titik-titik ukur polygon 
B 
B 
Gambar 5.54. Bentuk pengukuran polygon 
terbuka terikat titik tetap 
C 
A 
1 
2 
1 
2 
 
 
 

137 
Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah: 1. Perhitungan jarak 
 Jarak optis dihitung dengan persamaan: 
Jo = (ba – bb) x 100 
Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah; bt = benang tengah 100 = konstanta jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut) ba – bb = jarak optis pada rambu ukur 
Keterangan : 
ba 
bb 
bv 
bt 
Gambar 5.56. Gambar benang diapragma dalam teropong 
ba 
0 
1 
jd 
ba - bb 
 
bb 
bt 
Gambar 5.55. Pembacaan benang jarak pada bak ukur 
P 
•
138 
ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut horizontal) 
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m 2. Perhitungan sudut miring 
 Sudut miring zenith. 
Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90 
bb 
1,7 
1,8 
1,9 
2,0 
bt 
bb 
Gambar 5.57. Kedudukan benang diapragma pada bak 
ukur 
Gambar 5.58. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit 
90 
0 
180 
270
139 
 Sudut miring nadir. 
Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0 
 Sudut miring nadir ke sudut miring zenit 
Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya : Z = 90 - N Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir 90 = konstanta 
 Sudut miring zenit ke sudut miring nadir 
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya : N = 90 - Z 3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir: 
 Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: 
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
jd = jn x cos = jo x (cos)2 4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit: 
180 
270 
90 
0 
Gambar 5.59. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
140 
 Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: 
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
jd = jn x sin = jo x (sin)2 
Keterangan:  = sudut miring; Aba  AB; Bbb  AB; Pbt  AB. 0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur; 01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah 5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = jo x sin x cos 
ba 
0 
1 
jd 
 
bb 
bt 
Gambar 5.60. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan 
tanah 
P 
• 
A 
B 
 
 
 
P 
0 
1 
 
 
 
Gambar 5.61. Pengukuran beda tinggi 
t 
t 
 
Q
141 
Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0  1  = sudut miring P0 = Q1 6. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut Ketinggian titik ukur tehadap titik lokal persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya 
7. Menghitung besar sudut tiap titik ukur 
Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 
 Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran 
Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah: 
 = M - B Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 
= Arah jalur ukuran 
= Arah pembacaan sudut jurusan 
 Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran 
0 
1 
2 
 
B 
M 
Gambar 5.62. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran
142 
Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah:  = B - M 
Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 
= Arah jalur ukuran 
= Arah pembacaan sudut jurusan 
Catatan: 
 Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak 
 Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik 
8. Perhitungan azimuth awal pengikatan pengukuran dan azimuth sis-sisi polygon. 
0 
1 
2 
 
B 
M 
Gambar 5.63. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran 
Gambar 5.64. Bagan lingkaran sudut horisontal 
0 
270 
90 
180
143 
Perhitungan azimuth awal pengikatan pengukuran Diketahui koordinat titik A dan titik B. Perhitungan azimuth awal dihitung dengan persamaan: tgBA = (XA – XB)/(YA – YB), (lihat gambar 5.54) BA  diketahui Maka azimuth sisi-sisi polygon lainnya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (B1) = BA + B ; (12) = 1B + 1 (2C) = 21 + C; Catatan: Dalam perhitungan ini diambil sudut kiri dari arah jalur pengukuran 
9. Perhitungan absis dan ordinat 
a. Perhitungan absis 
Absis dapat dihitung dengan persamaan : dx = Jd x sin 
-Y 
P1 
+Y 
 
P2 
dy 
dx 
-X 
0 
+X 
Jd 
Gambar 5.65. Kedudukan absis dan ordinat
144 
b. Perhitungan ordinat 
Ordinat dapat dihitung dengan persamaan : dy = Jd x cos Keterangan:  = Azimut; Jd = Jarak datar; dx = absis; dy = Ordinat Kalau hasil pengukuran benar: (dx+) + (dx-) = XAKHIR – XAWAL = hX (dy+) + (dy-) = YAKHIR – YAWAL = hY Keterangan: hX = hasil hitungan absis hY = hasil hitungan ordinat 
c. Kesalahan pengukuran 
Kalau hasil pengukuran salah persamaannya: hXP = (dx+) + (dx-)  hX hYP = (dy+) + (dy-)  hY eX = hXP - hX ; eY = hYP - hY Keterangan: eX = kesalahan hasil pengukuran absis eY = kesalahan hasil pengukuran ordinat hXP = selisih hasil pengukuran absis akhir dan absis awal hYP = selisih hasil pengukuran ordinat akhir dan ordinat awal 
d. Koreksi kesalahan 
 Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis, persamaannya: kX = eX/Jd 
 Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya : 
k’X = kX x Jd 
 Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat, 
persamaannya : kY = eY/Jd 
 Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat, 
persamaannya : k’Y = kY x Jd
145 
Keterangan: Jd = jumlah jarak datar 10. Perhitungan koordinat Perhitungan koordinat pada gambar 5.66, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: X1 = XB + Jd1 x sinB1; Y1 = YB + Jd1 x cosB1 X2 = X1 + Jd2 x sin12; Y2 = Y1 + Jd2 x cos12 XC = X2 + Jd3 x sin2C; YC = Y2 + Jd3 x cos2C 
11. Toleransi kesalahan koordinat Dari hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini: Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Keterangan: L = jarak datar Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran 0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta Contoh. Dari data hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap pada tabel 5.8. di bawah ini akan dihitung : 
B 
B 
Gambar 5.66. Bentuk pengukuran polygon 
terbuka terikat titik tetap 
C 
A 
1 
2 
1 
2 
 
 
 

146 
Tinggi lokal 
1600,000 
1623,700 
Koreksi (-) 
Selisih tinggi 
- 
+ 
Sudut miring 
9520’ 
8440’ 
7950’ 
10010’ 
8150’ 
Jarak 
Datar 
Optis 
Sudut 
350 
90 
200 
80 
340 
100 
Pembacaan benang 
Bawah 
0,490 
0,690 
0,575 
0,560 
0,770 
Atas 
1,500 
1,700 
1,815 
1,800 
1,590 
Tengah muka 
0,995 
1,195 
1,180 
Tengah belakang 
1,195 
1,180 
No. patok 
Tinjau 
A 
1 
B 
2 
1 
C 
Berdiri 
B 
B 
B 
1 
1 
2 
2 
Tabel 5.9. Catatan data hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap 
ukur
147 
1. Perhitungan jarak 
 Jarak optis dihitung dengan persamaan: 
Jo = (ba – bb) x 100 Jo1 = (1,500 – 0,490) x 100 = 101 m Jo2 = (1,815 – 0,575) x 100 = 124 m Jo3 = (1,590 – 0,770) x 100 = 82 m 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
Jd = Jo x (sin)2 Jd1 = Jo1 x (sin)2 = 101 x (sin9520’)2 = 100,12 m Jd2 = Jo2 x (sin)2 = 124 x (sin7950’)2 = 120,14 m Jd3 = Jo3 x (sin)2 = 82 x (sin8150’)2 = 80,34 m 2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = Jo x sin x cos t1 = Jo1 x sin x cos = 101 x sin9520’ x cos9520’ = -9,347 m t2 = Jo2 x sin x cos = 124 x sin7950’ x cos7950’ = 21,544 m t3 = Jo3 x sin x cos = 82 x sin8150’ x cos8150’ = 11,530 m Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP 2). Kalau salah  h  hP = (t+) + (t-) 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h t+ = Jumlah beda tinggi positif 
B 
B 
Gambar 5.67. Sket bentuk pengukuran polygon 
terbuka terikat titik tetap 
C 
A 
1 
2 
1 
2 
 
 
 

148 
t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi hasil hitungan dan pengukuran Diketahui tiketinggian titik dari permukaan air laut: Titik B (HB) = 1600 m. Titik C(HC) = 1623,700 m h = HC – HB = 1623,700 – 1600 = 23,700 m (t+) = 21,544 + 11,530 = 33,074 m (t-) = 9,347 m  t = (t+) + (t-) = 33,074 + 9,347 = 42,421 m hP = (t+) + (t-) = 33,074 – 9,347 = 23,727 m e = hP – h = 23,727 – 23,700 = 0,027 m 3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi 
  t = = (t+) + (t-) 42,421  (jumlah total) 
 Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = -e/ t 
(k) = -e/ t = -0,027/ 42,421 = -0,00064 m 
 Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t 
(k’1) = k x t1 = 9,347 x -0,00064 = -0,006 m (k’2) = k x t2 = 21,544 x -0,00064 = -0,014 m (k’3) = k x t3 = 11,530 x -0,00064 = -0,007 m 
 Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ 
(t’1) = (k’1) + t1 = - 0,006 + 9,347 = -9,353 m (t’2) = (k’2) + t2 = 21,544 - 0,014 = 21,530 m (t’3) = (k’2) + t3 = 11,530 - 0,007 = 11,523 m 4. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian dari permukaan air laut.
149 
Harga ketinggian titik ukur 1; 2 dan C dari permukaan air laut adalah: H1 = HB + (t’1) = 1600 - 9,353 = 1590,647 m H2 = H1 + (t’2) = 1590,647 + 21,530 = 1612,177 m HC = H2 + (t’3) = 1612,177 + 11,523 = 1623,700 m
150 
Tinggi dari muka air laut 
1600,000 
1590,647 
1612,177 
1623,700 
Koreksi (-) 
Selisih tinggi 
- 
9,353 
+ 
21,530 
11,523 
Sudut miring 
9520’ 
8440’ 
7950’ 
10010’ 
8150’ 
Jarak 
Datar 
100,120 
120,140 
80,340 
Optis 
101 
101 
124 
124 
82 
Sudut 
350 
90 
200 
80 
340 
100 
Pembacaan benang 
Bawah 
0,490 
0,690 
0,575 
0,560 
0,770 
Atas 
1,500 
1,700 
1,815 
1,800 
1,590 
Tengah muka 
0,995 
1,195 
1,180 
Tengah belakang 
1,195 
1,180 
No. patok 
Tinjau 
A 
1 
B 
2 
1 
C 
Berdiri 
B 
B 
B 
1 
1 
2 
2 
Tabel 5.10. Cara mengisi jarak, beda tinggi dan ketinggian muka air laut 
ukur
151 
5. Menghitung sudut horisontal Dari data hasil pengukuran pada tabel 5.9, akan dihitung: 
 Sudut di sebelah kiri dari jalur ukuran seperti gambar 5.68, dengan persamaan sebagai berikut: 
 = M -B B = M1 -B1 = 90 - 350 = -260 = -260 + 360 = 100 1 = M2 -B2 = 80 - 200 = -120 = -120 + 360 = 240 2 = M3 -B3 = 100 - 340 = -240 = -240 + 360 = 120 
 Sudut di sebelah kanan dari jalur ukuran seperti gambar 5.69, dengan persamaan sebagai berikut: 
 = M -B B = B1 - M1 = 350 - 90 = 260 1 = B2 - M2 = 200 - 80 = 120 2 = B3 - M3 = 340 - 100 = 240 
B =100 
1 = 240 
2 = 120 
B 
Gambar 5.68. Sket posisi sudut di sebelah kiri 
arah jalur ukuran polygon terbuka terikat 
C 
A 
1 
2 
 
 
 
 
B =260 
1 = 120 
2 = 240 
B 
Gambar 5.69. Sket posisi sudut di sebelah kanan arah jalur ukuran polygon terbuka terikat 
C 
A 
1 
2 
 
 

152 
Catatan: Kesalahan sudut horizontal tidak bisa dikontrol, karena akhir pengukuran tidak diikatkan pada garis polygon yang telah ditentukan azimutnya, seperti pada awal pengukuran. 6. Menghitung azimuth sisi-sisi polygon Pada gambar 5.68 akan dihitung azimuth dari sisi-sisi poligonnya dengan persamaan sebagai berikut: 
 Sudut di sebelah kiri jalur ukuran: 
Diketahui koordinat titik: A  XA = 6000 m; YA = 6000 m B  XB = 8000 m; YB = 4000 m tgBA = (XA - XB)/( YA - YB) = (6000 – 8000)/(6000 – 4000) = -2000/2000 = -1 (kw IV) BA = 315 AB = BA - 180 = 315 - 180 = 135 
 Azimut dari B1 (B1) = Azimut dari BA (BA) + B 
(B1) = (BA) + B = 315 + 100 = 415 = 415 - 360 = 55 
 Azimut dari 12 (12) = Azimut dari 1B (1B) + 1 
(12) = (1B) + 1 = 235 + 240 = 475 = 475 - 360 = 115 
 Azimut dari 2C (2C) = Azimut dari 21 (21) + 2 
(2C) = (21) + 2 = 295 + 120 = 415 = 415 - 360 = 55 
 Sudut di sebelah kanan jalur ukuran: 
Diketahui koordinat titik: A  XA = 6000 m; YA = 6000 m B  XB = 8000 m; YB = 4000 m tgBA = (XA - XB)/( YA - YB) = (6000 – 8000)/(6000 – 4000) = -2000/2000 = -1 (kw IV) BA = 315 
 Azimut dari B1 (B1) = Azimut dari BA (BA) - B 
(B1) = (BA) - B = 315 -260 = 55 Azimut dari 12 (12) = Azimut dari 1B (1B) - 1 (12) = (1B) - 1 = 235 - 120 = 115
153 
Azimut dari 2C (2C) = Azimut dari 21 (21) - 2 (2C) = (21) + 2 = 295 - 240 = 55 7. Perhitungan absis dan ordinat a. Perhitungan absis Absis dapat dihitung dengan persamaan : dx = Jd x sin Diketahui koordinat titik: A  XA = 6000 m; YA = 6000 m B  XB = 8000 m; YB = 4000 m dx1 = Jd1 x sinB1 = 100,12 x sin55 = 82,013 m dx2 = Jd2 x sin12 = 120,14 x sin115 = 108,884 m dx3 = Jd3 x sin2C = 80,34 x sin55 = 65,811 m b. Perhitungan ordinat Ordinat dapat dihitung dengan persamaan : dy = Jd x cos dy1 = Jd1 x cosB1 = 100,12 x cos55 = 57,426 m dy2 = Jd2 x cos12 = 120,14 x cos115 = -50,773 m dy3 = Jd3 x cos2C = 80,34 x cos55 = 46,081 m c. Hasil perhitungan absis dan ordinat dari hasil ukuran 
135 
115 
B 
Gambar 5.69a. Sket posisi azimuth pada 
pengukuran polygon terbuka terikat 
C 
A 
1 
2 
 
 
 
55 
55 
U 
U 
U 
U
154 
hXP = dx = dx1 + dx2 + dx3 = 82,013 + 108,884 + 65,811 = 256,708 m hYP = dy = dy1 + dy2 + dy3 = 57,426 - 50,773 + 46,081 = 52,734 m d. Hasil hitungan absis dan ordinat dari titik tetap hX = XAKHIR - XAWAL = XC - XB = 8256 – 8000 = 256 m hY = YAKHIR - YAWAL = YC - YB = 4052 – 4000 = 52 m 
e. Kesalahan pengukuran absis dan ordinat 
 eX = hXP - hX = 256,708 - = 256 = 0,708 m 
 eY = hYP - hY = 52,734 – 52 = 0,734 m 
f. Koreksi kesalahan 
 Jd = Jd1 + Jd2 + Jd3 = 100,12 + 120,14 + 80,34 = 300,60 m 
 Koreksi kesalahan: absis (-eX)= -0,708 m 
 Koreksi kesalahan ordinat (-eY) = -0,734 m 
 Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis, 
persamaannya: kX = -eX/Jd = -0,708/300,60 = -0,002355 m 
 Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya 
k’X = kX x Jd k’1X = k1x x Jd1 = 100,12 x -0,002355 = -0,236 m k’2X = k2x x Jd2 = 120,14 x -0,002355 = -0,283 m k’3X = k3x x Jd3 = 80,34 x -0,002355 = -0,189 m 
 Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat, 
persamaannya: kY = -eY/Jd = -0,734/300,60 = -0,00244178m 
 Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat, 
persamaannya k’Y = kY x Jd k’1Y = k1Y x Jd1 = 100,12 x -0,00244178 = -0,245 m k’2X = k2x x Jd2 = 120,14 x -0,00244178 = -0,293 m k’3X = k3x x Jd3 = 80,34 x -0,00244178 = -0,196 m 
g. Absis dan ordinat hasil koreksi 
 d’x1 = dx1 - k’1X = 82,013 – 0,236 = 81,777 m 
 d’x2 = dx2 - k’2X = 108,884 – 0,283 = 108,601 m 
 d’x3 = dx3- k’3X = 65,811 – 0,189 = 65,622 m 
 d’y1 = dy1 - k’1Y = 57,426 – 0,245 = 57,181 m 
 d’y2 = dy2 - k’2Y = -50,773 – 0,293 = -51,066 m
155 
 d’y3 = dy3- k’3Y = 46,081 – 0,196 = 45,885 m 
8. Perhitungan koordinat Diketahui koordinat titik : A XA = 6000 m; YA = 6000 m B XB = 8000 m; YB = 4000 m C XC = 8256 m; YC = 4052 m Dari gambar 5.70 akan dihitung koordinat titik: 1; 2; dan C 1 X1 = XB + d’x1 = 8000 + 81,777 = 8081,777m; Y1 = YB + d’y1 = 4000 +57,181 m = 4057,181 m 2 X2 = X1 + d’x2 = 8081,777 + 108,601 = 8190,378m; Y2 = Y1 + d’y2 = 4057,181-51,066 m = 4006,115 m C XC = X2 + d’x3 = 8190,378 + 65,622 = 8256 m; YC = Y2 + d’y3 = 4006,115 + 45,885 = 4052 m 
B 
Gambar 5.70. Sket posisi absis dan ordinat 
pada polygon terbuka terikat 
C 
A 
1 
2 
 
 
 
U 
U 
U 
U 
Y 
X 
81,777 
108,601 
U 
65,622 
57,181 
-51,066 
45,885
156 
9. Toleransi kesalahan koordinat Dari hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini: Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 Keterangan: L = jarak datar Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran 0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Kesalahan pengukuran: eX = Δx = 0,708 m; eY = Δy = 0,734 m e = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 = ((0,708 )2 + (0,734 )2 )1/2 = 1,0198 m v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 v = (0,0007 x 300,6)2 + 0,02(300,6)1/22 + 21/2 = 1,471 m ev  maka pengukuran tak perlu diulang
157 
Tabel 11. Cara mengisi sudut, azimuth, absis, ordinat dan koordinat pada blanko ukur 
Titik 
Sudut 
Kor 
Azimut 
Jarak 
J.sin 
Kor (-) 
J.cos 
Kor (-) 
X 
Y 
A 
6000 
6000 
135 
B 
100 
8000 
4000 
55 
100,12 
82,013 
0,236 
57,426 
0,245 
1 
240 
8081,777 
4057,181 
115 
120,14 
108,884 
0,283 
-50,773 
0,293 
2 
120 
8190,378 
4006,115 
55 
80,34 
65,811 
0,189 
46,081 
0,196 
C 
8256 
4052 
300,60 
256,708 
0,708 
52,734 
0,734 
256 
52
158 
PETA TOPOGRAFI 
1 : 2500
159 
3). Bagian polygon terbuka sempurna terikat titik tetap Pada pengukuran polygoon tebuka sempurna terikat titik tetap, titik awal tidak menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 5.71) 
Pada awal pengukuran dan akhir pengukuran diikatkan pada titik tetap dan garis bidik yang telah ditentukan azimutnya. Dalam perhitungan dan penggambarannya diperlukan perhitungan – perhitungan dengan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti : a. Harus ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode) b. Harus ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Kerucut) 
c. Harus ditentukan sistim koordinatnya 
d. Harus ditentukan azimuth garis polygon 
e. Harus ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi magnit 
Dalam penggambaran petanya dilakukan dengan cara: 1. Ditentukan skalanya 2. Titik-titik ukur diplot pada peta dengan sistim koordinat 3. Ketinggian titik ukur ditentukan dari permukaan air laut 4. Harga garis kontur ditentukan sesuai dengan kaedah peta atau untuk peta teknis disesuaikan dengan ketelitian yang diperlukan. Yang diukur pada polygon terbuka sempurna terikat titik tetap adalah : a. Azimut awal dan akhir pengukuran b. Panjang sisi – sisi polygoon c. Besar sudut miring antar dua titik ukur 
B 
B 
Gambar 5.71. Bentuk pengukuran polygon 
terbuka sempurna terikat titik tetap 
C 
A 
1 
2 
1 
2 
 
 
 
 
 
D 
C
160 
d. Besar sudut titik-titik ukur polygon Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah: 1. Perhitungan jarak 
 Jarak optis dihitung dengan persamaan: 
Jo = (ba – bb) x 100 
Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah; bt = benang tengah 100 = konstanta jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut) ba – bb = jarak optis pada rambu ukur 
ba 
bb 
bv 
bt 
Gambar 5.73. Gambar benang diapragma dalam teropong 
ba 
0 
1 
jd 
ba - bb 
 
bb 
bt 
Gambar 5.72. Pembacaan benang jarak pada bak ukur 
P 
•
161 
Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut horizontal) 
J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m 2. Perhitungan sudut miring 
 Sudut miring zenith. 
Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90 
bb 
1,7 
1,8 
1,9 
2,0 
bt 
bb 
Gambar 5.74. Kedudukan benang diapragma pada bak 
ukur
162 
 Sudut miring nadir. 
Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0 
 Sudut miring nadir ke sudut miring zenit 
Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya : Z = 90 - N Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir 90 = konstanta 
 Sudut miring zenit ke sudut miring nadir 
Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya : 
Gambar 5.75. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit 
90 
0 
180 
270 
180 
270 
90 
0 
Gambar 5.76. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
163 
N = 90 - Z 3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir: 
 Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: 
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
jd = jn x cos = jo x (cos)2 4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit: 
 Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: 
Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
jd = jn x sin = jo x (sin)2 
Keterangan:  = sudut miring; Aba  AB; Bbb  AB; Pbt  AB. 0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur; 01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah 5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: 
ba 
0 
1 
jd 
 
bb 
bt 
Gambar 5.77. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan 
tanah 
P 
• 
A 
B 
 
 

164 
t = jo x sin x cos 
Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0  1  = sudut miring P0 = Q1 6. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut Ketinggian titik ukur tehadap titik lokal persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya 7. Menghitung besar sudut tiap titik ukur Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 
 Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran 
Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah: 
 = M - B 
P 
0 
1 
 
 
 
Gambar 5.78. Pengukuran beda tinggi 
t 
t 
 
Q 
0 
1 
2 
 
B 
M 
Gambar 5.79. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran
165 
Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 
= Arah jalur ukuran 
= Arah pembacaan sudut jurusan 
 Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran 
Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah:  = B - M 
Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 
= Arah jalur ukuran 
= Arah pembacaan sudut jurusan 
0 
1 
2 
 
B 
M 
Gambar 5.80. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
166 
Catatan: 
 Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak 
 Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik 
8. Perhitungan sudut hasil pengukuran 
 Perhitungan jumlah sudut hasil pengukuran 
 Perhitungan jumlah sudut di sebelah kiri jalur ukuran, dengan persamaan sebagai berikut (lihat gambar 5.82). 
 = CD - BA + (n-1) x 180 = h 
Gambar 5.81. Bagan lingkaran sudut horisontal 
0 
270 
90 
180 
B 
B 
Gambar 5.82. Posisi sudut di sebelah kiri 
jalur ukuran. 
terbuka sempurna terikat titik tetap 
D 
A 
1 
2 
1 
2 
 
 
 
 
 
C 
C
167 
 Perhitungan jumlah sudut di sebelah kanan jalur ukuran, dengan persamaan sebagai berikut (lihat gambar 5.83). 
 = BA - CD + (n-1) x 180= h Keterangan:  = B + 1 + 2 + C n = Jumlah titik sudut 1 = Konstanta 180 = Konstanta h = Jumlah sudut hasil hitungan 9. Perhitungan koreksi sudut 
 Perhitungan koreksi sudut 
 Kesalahan sudut dihitung dengan persamaan: 
e =  - CD - BA + (n-1) x 180  untuk sudut kiri e =  - BA - CD + (n-1) x 180  untuk sudut kanan hP =  = Jumlah sudut hasil perhitungan pengukuran e = hP - h 
 Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan: 
k =e/ 
 Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dengan persamaan: 
k‟ =   k x  Keterangan: k = koreksi sudut tiap 1 e = kesalahan sudut 
B 
B 
Gambar 5.83. Posisi sudut di sebelah kanan 
jalur ukuran 
D 
A 
1 
2 
1 
2 
 
 
 
 
 
C 
C
168 
hP = Jumlah sudut hasil pengukuran  = jumlah total sudut  = besar sudut tiap titik ukur 
10. Perhitungan azimuth awal dan akhir pengikatan pengukuran 
serta azimuth sis-sisi polygon. Perhitungan azimuth awal dan akhir pengikatan pengukuran Diketahui koordinat titik A, B, C dan D. Perhitungan azimuth awal dan akhir dihitung dengan persamaan: tgBA = (XA – XB)/(YA – YB), (lihat gambar 5.84) tgCD = (XD – XC)/(YD – YC), (lihat gambar 5.84) BA  diketahui BA  diketahui Maka azimuth sisi-sisi polygon lainnya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (B1) = BA + B ; (12) = 1B + 1 (2C) = 21 + 2; (CD) = C2 + C Catatan: Dalam perhitungan ini diambil sudut kiri dari arah jalur Pengukuran 
11. Perhitungan absis dan ordinat 
a. Perhitungan absis 
Absis dapat dihitung dengan persamaan : dx = Jd x sin 
-Y 
P1 
+Y 
 
P2 
dy 
dx 
-X 
0 
+X 
Jd 
Gambar 5.85. Kedudukan absis dan ordinat
169 
b. Perhitungan ordinat 
Ordinat dapat dihitung dengan persamaan : dy = Jd x cos Keterangan:  = Azimut; Jd = Jarak datar; dx = absis; dy = Ordinat Kalau hasil pengukuran benar: (dx+) + (dx-) = XAKHIR – XAWAL = hX (dy+) + (dy-) = YAKHIR – YAWAL = hY hX = hasil hitungan absis hY = hasil hitungan ordinat 
c. Kesalahan pengukuran 
Kalau hasil pengukuran salah persamaannya: hXP = (dx+) + (dx-)  hXhYP = (dy+) + (dy-)  hY eX = hXP - hX ; eY = hYP - hY Keterangan: eX = kesalahan hasil pengukuran absis eY = kesalahan hasil pengukuran ordinat hXP = selisih hasil pengukuran absis akhir dan absis awal hYP = selisih hasil pengukuran ordinat akhir dan ordinat awal 
d. Koreksi kesalahan 
 Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis, 
persamaannya: kX = eX/Jd 
 Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya : 
k’X = kX x Jd 
 Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat, 
persamaannya : kY = eY/Jd 
 Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat, 
persamaannya : k’Y = kY x Jd Keterangan: Jd = jumlah jarak datar
170 
12. Perhitungan koordinat Perhitungan koordinat pada gambar 5.86, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: X1 = XB + Jd1 x sinB1; Y1 = YB + Jd1 x cosB1 X2 = X1 + Jd2 x sin12; Y2 = Y1 + Jd2 x cos12 XC = X2 + Jd3 x sin2C; YC = Y2 + Jd3 x cos2C dX1 = Jd1 x sinB1; dY1 = Jd1 x cosB1 dX2 = Jd2 x sin12; dY2 = Jd2 x cos12 dX3 = Jd3 x sin2C; dY2 = Jd3 x cos2C 
13. Toleransi kesalahan koordinat Dari hasil pengukuran polygon terbuka sempurna terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini: Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Keterangan: L = jarak datar 
Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran 
Gambar 5.86. Posisi koordinat pada poligon terbuka sempurna terikat titik tetap 
A(XA; YA) 
 
 
 
 
 
dY3 
X 
Y 
B(XB; YB) 
1(X1; Y1) 
2(X2; Y2) 
C(XC; YC) 
D(XD; YD)
171 
Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran 0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta
172 
Tabel 5.12. Data hasil pengukuran polygon terbuka terikat sempurna 
Berdiri 
Titik 
Tengah belakang 
Tengah muka 
Atas 
Bawah 
Sudut/azimut 
Jarak optis datar 
Sudut miring 
Selisih tinggi + - 
Koreksi (-) 
Tinggi atas laut 
Keterangan lapangan 
B 
1600 
A 
350 
1 
0,995 
1,500 
0,490 
90 
9520’ 
1 
B 
1,195 
1,700 
0,690 
200 
8440’ 
2 
1,195 
1,815 
0,575 
80 
7950’ 
2 
1 
1,180 
1,800 
0,560 
340 
10010’ 
C 
1,180 
1,590 
0,770 
100 
8150’ 
1623,700 
C 
2 
1,090 
1,500 
0,680 
200 
9810’ 
D 
35502’
173 
Contoh: Dari data hasil pengukuran polygon terbuka sempurna terikat titik tetap pada tabel 5.12. akan dihitung : 1. Perhitungan jarak 
 Jarak optis dihitung dengan persamaan: 
Jo = (ba – bb) x 100 Jo1 = (1,500 – 0,490) x 100 = 101 m Jo2 = (1,815 – 0,676) x 100 = 124 m Jo3 = (1,590 – 0,770) x 100 = 82 m 
 Jarak datar dihitung dengan persamaan: 
Jd = Jo x sin2 Jd1 = Jo1 x (sin1)2 = 101 x (sin9520’)2 = 100,12 m Jd2 = Jo2 x (sin2)2 = 124 x (sin7950’)2 = 120,14 m Jd3 = Jo3 x (sin3)2 = 82 x (sin8150’)2 = 89,34 m 2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = Jo x sin x cos t1 = Jo1 x sin x cos = 101 x sin9520’ x cos9520’ = -9,347 m t2 = Jo2 x sin x cos = 124 x sin7950’ x cos7950’ = 21,544 m t3 = Jo3 x sin x cos = 82 x sin8150’ x cos8150’ = 11,530 m Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP 2). Kalau salah  h  hP = (t+) + (t-) 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP – h Keterangan: t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negative h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi hasil hitungan dan pengukuran Diketahui tiketinggian titik dari permukaan air laut:
174 
Titik B (HB) = 1600 m. Titik C(HC) = 1623,700 m h = HC – HB = 1623,700 – 1600 = 23,700 m (t+) = 21,544 + 11,530 = 33,074 m (t-) = 9,347 m  t = (t+) + (t-) = 33,074 + 9,347 = 42,421 m  (jumlah total) hP = (t+) + (t-) = 33,074 – 9,347 = 23,727 m e = hP – h = 23,727 – 23,700 = 0,027 m 
 Koreksi kesalahan e = -0,027 m 
 Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = -e/ t 
(k) = -e/ t = -0,027/ 42,421 = -0,00064 m 
 Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t 
(k’1) = k x t1 = 9,347 x -0,00064 = -0,006 m (k’2) = k x t2 = 21,544 x -0,00064 = -0,014 m (k’3) = k x t3 = 11,530 x -0,00064 = -0,007 m 
 Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ 
(t’1) = (k’1) + t1 = - 0,006 + 9,347 = -9,353 m (t’2) = (k’2) + t2 = 21,544 - 0,014 = 21,530 m (t’3) = (k’2) + t3 = 11,530 - 0,007 = 11,523 m 3. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari t = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian dari permukaan air laut. Harga ketinggian titik ukur 1; 2 dan C dari permukaan air laut adalah: H1 = HB + (t’1) = 1600 - 9,353 = 1590,647 m H2 = H1 + (t’2) = 1590,647 + 21,530 = 1612,177 m HC = H2 + (t’3) = 1612,177 + 11,523 = 1623,700 m Cara pengisian jarak optis, jarak datar, beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut pada blanko ukur lihat tabel 5.13.
175 
Tabel 5.13. Pengisian jarak optis, jarak datar, beda tinggi dan ketinggian dari muka air laut pada blanko ukur 
Berdiri 
Titik 
Tengah belakang 
Tengah muka 
Atas 
Bawah 
Sudut/azimut 
Jarak optis datar 
Sudut miring 
Selisih tinggi + - 
Koreksi (-) 
Tinggi atas laut 
Keterangan lapangan 
B 
1600 
A 
350 
1 
0,995 
1,500 
0,490 
90 
101 
100,12 
9520’ 
9,347 
0,006 
1590,647 
1 
B 
1,195 
1,700 
0,690 
200 
101 
8440’ 
2 
1,195 
1,815 
0,575 
80 
124 
120,14 
7950’ 
21,544 
0,014 
1612,177 
2 
1 
1,180 
1,800 
0,560 
340 
124 
10010’ 
C 
1,180 
1,590 
0,770 
100 
82 
80,34 
8150’ 
11,530 
0,007 
1623,700 
C 
2 
1,090 
1,500 
0,680 
200 
82 
9810’ 
D 
35502’ 
33,074 
9,347 
1623,700 
9,347 
1600 
hP = 
0,727 
h = 
0,700
176 
4. Menghitung sudut horisontal Dari data hasil pengukuran pada tabel 5.12, akan dihitung: 
 Sudut di sebelah kiri dari jalur ukuran seperti gambar 5.68, dengan persamaan sebagai berikut: 
 = M -B B = M1 -B1 = 90 - 350 = -260 = -260 + 360 = 100 1 = M2 -B2 = 80 - 200 = -120 = -120 + 360 = 240 2 = M3 -B3 = 100 - 340 = -240 = -240 + 360 = 120 C = M4 -B4 = 35502’ - 200 = 15502’  = B + 1 + 2 + C = 100 + 240 + 120 + 15502’ = 61502’ 
 Sudut di sebelah kanan dari jalur ukuran seperti gambar 5.88, dengan persamaan sebagai berikut: 
 = M -B B = B1 - M1 = 350 - 90 = 260 1 = B2 - M2 = 200 - 80 = 120 2 = B3 - M3 = 340 - 100 = 240 C = B4 - M4 = 200 - 35502’ + 360 = 204 58’ 
B =100 
1 = 240 
2 = 120 
B 
Gambar 5.87. Sket posisi sudut di sebelah kiri 
arah jalur ukuran polygon terbuka terikat sempurna 
C 
A 
1 
2 
 
 
 
 
 
D 
C=15502’
177 
5. Perhitungan jumlah sudut 1). Menghitung azimuth awal dan akhir Diketahui koordinat titik: A  XA = 6000 m; YA = 6000 m B  XB = 8000 m; YB = 4000 m C  XC = 8256 m; YC = 4052 m D  XD = 9256 m; YD = 5784 m 
 Azimut awal (AWAL) = BA 
tgBA = (XA - XB)/(YA -YB) = (6000 – 8000)/(6000 – 4000) = -2000/2000 = -1 (kwadran IV) BA = -45 = -45 + 360 = 315 
 Azimut akhir (AKHIR) = CD 
tgCD = (XD - XC)/(YD -YC) = (9256 – 88256)/(5784 – 4052) = +1000/1732 = +0,577367205 (kwadran I) CD = 30 2). Perhitungan jumlah sudut di sebelah kiri jalur ukuran: 
 Jumlah sudut hasil perhitungan: 
hP =  = B + 1 + 2 + C 
= 100 + 240 + 120 + 15502’ = 61502’ 
B =260 
1 = 120 
2 = 240 
B 
Gambar 5.88. Sket posisi sudut di sebelah kanan arah jalur ukuran polygon terbuka terikat sempurna 
C 
A 
1 
2 
 
 
 
D 
 
C = 20458’
178 
 Jumlah sudut hasil hitungan: 
h =  = AKHIR - AWAL + (n – 1) x 180 = (30 -315 + 360) + (4-1) x 180 = 615 6. Perhitungan koreksi sudut 
 Perhitungan koreksi sudut 
 Kesalahan sudut dihitung dengan persamaan: 
e = hP – h = 61502’ - 615 = 2’ 
 Koreksi kesalahan: 
e = -2’ 
 Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan: 
k = -e/ = -120’/61502’ = -0,195111376” 
 Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dengan persamaan: 
kB’ = kB x B = 100 x -0,195111376” = - 20” k2’ = k2 x 2 = 100 x -0,195111376” = - 47” k3’ = k3 x 3 = 100 x -0,195111376” = - 23” kC’ = kC x C = 100 x -0,195111376” = - 30” 
 Besar sudut tiap titik ukur setelah dikoreksi: 
B’ = B - kB’ = 100 - 20” = 9959’40” 2’ = 2 - k2’ = 240 - 47” = 23959’13” 3’ = 3 - k3’ = 120 - 23” = 11959’37” C’ = C - kC’ = 15502’ - 30” = 15501’30” 
B =9959’40” 
1 = 23959’13” 
2 = 11959’37” 
B 
Gambar 5.89. Sket posisi sudut di sebelah kiri 
arah jalur ukuran polygon terbuka terikat sempurna 
C 
A 
1 
2 
 
 
 
 
 
D 
C=15501’30”
179 
7 Menghitung azimuth sisi – sisi poligon B1 = BA + B’ = 315 + 9959’40” = 40459’40” = 40459’40” - 360 = 5459’40” 12 = 1B + 1’ = (5459’40” + 180) + 23959’13” = 47458’53” = 47458’53” - 360 = 11458’53” 2C = 21 + 2’ = (11458’53” + 180) + 11959’37” = 41458’30” = 5458’30” CD = 2C + C’ = (5458’30” + 180) + 15501’30” = 390 = 390 - 360 = 30 
8. Perhitungan absis dan ordinat 
a. Perhitungan absis 
Absis dapat dihitung dengan persamaan : dx = Jd x sin Diketahui koordinat titik: A  XA = 6000 m; YA = 6000 m B  XB = 8000 m; YB = 4000 m dx1 = Jd1 x sinB1 = 100,12 x sin5459’40” = 82,008 m dx2 = Jd2 x sin12 = 120,14 x sin11458’53” = 108,900 m dx3 = Jd3 x sin2C = 80,34 x sin5458’30” = 65,790 m 
b. Perhitungan ordinat 
Ordinat dapat dihitung dengan persamaan : 
135 
11458’53” 
B 
Gambar 5.90. Sket posisi azimuth pada 
pengukuran polygon terbuka sempurna terikat titik tetap 
D 
A 
1 
2 
 
 
 
5459’40” 
5458’30” 
U 
U 
U 
U 
 
C 
U 
30
180 
dy = Jd x cos dy1 = Jd1 x cosB1 = 100,12 x cos5459’40” = 57,434 m dy2 = Jd2 x cos12 = 120,14 x cos 11458’53” = -50,738 m dy3 = Jd3 x cos2C = 80,34 x cos 5458’30” = 46,110 m 
c. Hasil perhitungan absis dan ordinat dari hasil ukuran 
hXP = dx = dx1 + dx2 + dx3 = 82,008 + 108,900 + 65,790 = 256,698 m hYP = dy = dy1 + dy2 + dy3 = 57,434 - 50,738 + 46,110 = 52,806 m 
d. Hasil hitungan absis dan ordinat dari titik tetap 
hX = XAKHIR - XAWAL = XC - XB = 8256 – 8000 = 256 m hY = YAKHIR - YAWAL = YC - YB = 4052 – 4000 = 52 m 
e. Kesalahan pengukuran absis dan ordinat 
 eX = hXP - hX = 256,698 - 256 = 0,698 m 
 eY = hYP - hY = 52,806 – 52 = 0,806 m 
f. Koreksi kesalahan 
 Jd = Jd1 + Jd2 + Jd3 = 100,12 + 120,14 + 80,34 = 300,60 m 
 Koreksi kesalahan: absis (-eX)= -0,698 m 
 Koreksi kesalahan ordinat (-eY) = -0,698 m 
 Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis, 
persamaannya: kX = -eX/Jd = -0,698/300,60 = -0,002322 m 
 Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya 
k’X = kX x Jd k’1X = k1x x Jd1 = 100,12 x -0,002322 = -0,232 m k’2X = k2x x Jd2 = 120,14 x -0,002322 = -0,279 m k’3X = k3x x Jd3 = 80,34 x -0,002322 = -0,187 m 
 Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat, 
persamaannya: kY = -eY/Jd = -0,806/300,60 = -0,002681m 
 Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat, 
persamaannya k’Y = kY x Jd k’1Y = k1Y x Jd1 = 100,12 x -0,002681 = -0,269 m k’2X = k2x x Jd2 = 120,14 x -0,002681 = -0,322 m k’3X = k3x x Jd3 = 80,34 x -0,002681 = -0,215 m g. Absis dan ordinat hasil koreksi 
 d’x1 = dx1 - k’1X = 82,008 – 0,232 = 81,776 m 
 d’x2 = dx2 - k’2X = 108,900 – 0,279 = 108,621 m
181 
 d’x3 = dx3- k’3X = 65,790 – 0,187 = 65,603 m 
 d’y1 = dy1 - k’1Y = 57,434 – 0,269 = 57,165 m 
 d’y2 = dy2 - k’2Y = -50,738 – 0,322 = -51,060 m 
 d’y3 = dy3- k’3Y = 46,110 – 0,215 = 45,895 m 
9. Perhitungan koordinat 
Diketahui koordinat titik : A XA = 6000 m; YA = 6000 m B XB = 8000 m; YB = 4000 m C XC = 8256 m; YC = 4052 m Dari gambar 5.70 akan dihitung koordinat titik: 1; 2; dan C 1 X1 = XB + d’x1 = 8000 + 81,776 = 8081,776m; Y1 = YB + d’y1 = 4000 +57,165 m = 4057,165 m 2 X2 = X1 + d’x2 = 8081,776 + 108,621 = 8190,397m; Y2 = Y1 + d’y2 = 4057,165 - 51,060 m = 4006,105 m C XC = X2 + d’x3 = 8190,397 + 65,603 = 8256 m; YC = Y2 + d’y3 = 4006,105 + 45,895 = 4052 m 
B 
Gambar 5.91. Sket posisi absis dan ordinat 
pada polygon terbuka terikat sempurna 
C 
A 
1 
2 
 
 
 
U 
U 
U 
U 
Y 
X 
81,776 
108,621 
U 
65,603 
57,165 
-51,060 
45,895 
 
D
182 
Cara pengisian sudut, azimuth, jarak, absis, ordinat, pada blanko ukur lihat tabel 5.14. 10. Toleransi kesalahan koordinat Dari hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini: Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 Keterangan: L = jarak datar Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran 0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Kesalahan pengukuran: eX = Δx = 0,698 m; eY = Δy = 0,806 m e = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 = ((0,698 )2 + (0,806 )2 )1/2 = 1,066 m v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 v = (0,0007 x 300,6)2 + 0,02(300,6)1/22 + 21/2 = 1,471 m ev  maka pengukuran tak perlu diulang
183 
Tabel 5.14. Perhitungan koordinat polygon terbuka terikat sempurna 
T I t I k 
S u d u t 
Koreksi 
Azimut 
J a r a k 
dx 
Koreksi 
dy 
Koreksi 
Koordinat 
X 
Y 
A 
6000 
6000 
135 
B 
100 
-20” 
8000 
4000 
5459’40” 
100,12 
82,008 
-0,232 
57,434 
-0,269 
1 
240 
-47” 
8081,776 
4057,165 
11458’53” 
120,14 
108,900 
-0,279 
-50,738 
-0,322 
2 
120 
-23” 
8190,397 
4006,105 
5458’30” 
80,34 
65,790 
-0,187 
46,110 
-0,215 
C 
155 02 
-30” 
8256 
4052 
30 
D 
9256 
5784
184 
PETA TOPOGRAFI 
Skala 1:2500
185
186
187
188 
VI. PENGUKURAN SITUASI DAN DETIL 
1. Pengukuran situasi dan detil untuk pembuatan topografi umum 
 Pengukuran situasi 
Pengukuran situasi biasanya dilakukan pada bentuk yang umum, seperti: punggungan gunung, bukit, lembah, sungai, pantai, kawah, danau dan sebagainya. Tujuan pengukuran situasi, untuk menentukan ketinggian dari permukaan air laut dari setiap titik ukur; sedang gunanya untuk membuat garis tinggi/kontur, dalam rangka menentukan bentuk topografi dari daerah yang diukur. Yang diukur pada pengukuran situasi adalah: 1). Jarak 2). Sudut miring 3). Azimut 
Keterangan: Po dan P10 = Titik ukur polygon S1 dan S2 = Titik ukur situasi 
= Garis ukur situasi melalui punggungan dan sadel 
= Sket garis kontur Dari data hasil pengukuran yang dihitung: 1). Jarak a. Jarak optis b. Jarak datar 2). Beda tinggi antar titik ukur 3). Tinggi titik ukur dari permukaan air laut 4). Koordinat dari setiap titik ukur (kalau diperlukan) 
Gambar 6.1. Sket pengukuran situasi 
P0 
P10 
S1 
S2
189 
Dari hasil perhitungan yang digambar pada peta : 1). Plot titik-titik ukur berdasarkan harga koordinat atau dengan cara mengopdrah berdasarkan azimuth dan jarak 2). Tulis tinggi dari permukaan air laut dari setiap titik ukur pada peta 3). Tarik batas –batas fisik bumi pada peta, seperti: batas sawah, kebun, kampong, lading, kuburan, jalan dan sebagainya. 4). Gambar garis kontur sesuai dengan interval yang telah ditentukan. Garis kontur menurut kaedah peta: Skala peta 100.000  Harga garis kontur = 100.000/(2 x 1000) x 1 m = 50 m Skala peta 50.000  Harga garis kontur = 50.000/(2 x 1000) x 1 m = 25 m Skala peta 25.000  Harga garis kontur = 25.000/(2 x 1000) x 1 m = 12,5 m Untuk peta –peta teknis harga interval kontur disesuaikan dengan keperluan proyek. Contoh: Dari data hasil pengukuran situasi pada tabel 6.1, akan dihitung: 000000 
 Pengukuran detil 
Pengukuran detil biasanya dilakukan pada bentuk yang khusus, seperti: pojok batas sawah, kampung, ladang, kehutanan, kuburan, jalan, tebing, dan sebagainya. Tujuan pengukuran detil, untuk menentukan ketinggian dari permukaan air laut dari setiap titik ukur; sedang gunanya untuk membuat garis tinggi/kontur secara mendetil dari bentuk fisik bumi yang diukur, dalam rangka menentukan bentuk topografi dari daerah yang diukur. 
P0 
Gambar 6.2. Sket pengukuran detil 
P10 
S1 
S2 
a 
d 
e 
f 
 
g 
 
 
 
 
 
b 
 
c 
Tarogong
190 
Keterangan: a, b, c, d = Titik pojok batas kampung dan sawah 
= Garis ukur detil 
= Kampung = Sawah 
= Jalan setapak Po dan P10 = Titik ukur polygon S1 dan S2 = Titik ukur situasi 
= Garis ukur situasi melalui punggungan dan sadel 
= Garis kontur e, f, g = Batas jalan setapak Pengukuran situasi dan detil untuk pembuatan peta topografi ini, biasanya alat ukur yang digunakan alat ukur Theodolit kompas (TO), yaitu arah jurusan pengukuran garis ukur menggunakan jarum magnit. Dengan menggunakan kompas, maka pengukuran pada jalur situasi tidak perlu alat ukur berdiri pada setiap titik ukur, tapi dapat dilakukan dengan loncat satu titik ukur. 
Po dan P10 = Titik ukur polygon S1, S2 dan S3 = Titik ukur situasi 
= Tempat alat ukur berdiri 
P0 
S1 
P10 
S2 
S3 
Gambar 6.3. Pengukuran spring station
191 
2. Pengukuran situasi dan detil untuk pembuatan topografi khusus 
 Pengukuran situasi 
Dalam teknik pertambangan dan geologi untuk merencanakan daerah yang akan ditambang, diperlukan pemetaan topografi dengan skala yang besar, misal skala 1: 500, 1 : 1000, 1 : 2500 dan seterusnya, tergantung kepada tingkat ketelitian yang diperlukan. Dan untuk selanjutnya rencana di atas peta itu dapat diletakkan kembali /stake out di lapangan sesuai dengan rencana kerja. Pengukuran situasi biasanya dilakukan dengan metoda pengukuran grid, dengan ukuran : 10 m x 10 m; 20 m x 20 m; 25 m x 25 m. Tujuan pengukuran situasi, untuk menentukan ketinggian dari permukaan air laut dari setiap titik ukur; sedang gunanya untuk membuat garis tinggi/kontur, dalam rangka menentukan bentuk topografi dari daerah yang diukur. 
Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur theodolit. Metoda pengukuran grid dilakukan dengan cara pengukuran sudut, artinya pada setiap titik ukur alat ukur didirikan. Keterangan: 1 6 = Titik pengukuran grid 
= Petak grid 
 Pengukuran detil 
Pengukuran detil pada daerah ini dilakukan dalam keadaan darurat, yaitu apabila dalam pengukuran dengan jarak yang telah ditentukan mendapat rintangan alam, seperti sungai, pohon, bukit dan sebagainya. 
 
 
 
 
 
 
2 
5 
4 
3 
6 
1 
Gambar 6.4. Pengukuran grid 
 
a 
b 
 
 
 
 
 
 
 
2 
5 
4 
3 
6 
1 
Gambar 6.5. Pengukuran detil
192 
Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur theodolit. Metoda pengukuran grid dilakukan dengan cara pengukuran sudut, artinya pada setiap titik ukur alat ukur didirikan. Keterangan: 1 6 = Titik pengukuran grid 
= Petak grid 
= Sungai 
= Garis kontur a dan b = titik ukur bantu Catatan: Apabila di daerah pengukuran mengandung besi, maka poengukuran spring station tidak berlaku, dan pengukuran harus dilakukan dengan cara pengukuran sudut.
193 
Alat Ukur Theodolit Kompas (TO)
194 
Contoh: Pada tabel 6. 15. di bawah ini akan diproses data hasil pengukuran polygon dan situasi. Data hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap dan peyelesaian perhitungannya 
No.Patok 
Benang 
Sudut/ 
Azimuth 
Jarak 
Sudut niring 
Selisih Tinggi 
Tinggi atas laut 
Keterangan 
Berdiri 
Ditinjau 
Tengah belakang 
Tengah muka 
Atas 
Bawah 
 „ “ 
Optis 
Rantai 
Datar 
 „ “ 
 
 
m 
Keadaan lapangan 
495,200 
P1 
P1 
P0 
1,750 
2,028 
1,472 
20 00 00 
55,60 
55,416 
86 42 01 
- 2 
1,750 
P2 
1,750 
2,100 
1,400 
192 24 38 
70,00 
69,803 
86 58 00 
3,699 
498,897 
P2 
P1 
1,450 
1,800 
1,100 
300 10 30 
70,00 
93 02 00 
-2 
1,450 
P3 
1,450 
1,645 
1,254 
125 01 50 
39,10 
38,912 
93 57 59 
2,698 
496,197 
P3 
P2 
0,995 
1,191 
0,800 
76 20 25 
39,10 
86 02 01 
-2 
0,995 
P4 
0,995 
1,189 
0,802 
338 58 54 
38,70 
38,322 
95 39 57 
3,802 
492,393 
P4 
P3 
1,394 
1,587 
1,200 
200 45 28 
38,70 
84 20 03 
-1 
1,394 
P5 
1,394 
1,649 
1,139 
339 59 39 
51,00 
50,961 
88 25 03 
1,408 
493,800 
P5 
P4 
1,255 
1,510 
1,000 
150 47 48 
51,00 
91 34 57 
1,255 
P6 
1,255 
1,488 
1,022 
1 45 38 
46,60 
46,592 
90 43 58 
0,596 
493,204 
P6 
P5 
1,633 
1,866 
1,400 
78 28 24 
46,60 
89 16 02 
-1 
1,633 
P7 
1,633 
1,865 
1,402 
260 1014 
46,30 
46,251 
88 08 02 
1,507 
494,710 
P7 
P6 
1,032 
1,263 
0,800 
300 26 28 
46,30 
91 51 58 
- 2 
1,032 
P8 
1,032 
1,420 
0,644 
183 42 41 
77,60 
77,426 
86 58 08 
4,100 
498,808 
P8 
P7 
1,588 
1,976 
1,200 
56 29 35 
77,60 
93 01 52 
- 1 
1,588 
P9 
1,588 
2,018 
1,158 
256 49 42 
86,00 
85,933 
91 35 59 
2,400 
496,407 
P9 
P8 
1,230 
1,660 
0,800 
128 28 40 
86,00 
88 24 01 
- 1 
1,230 
P10 
1,230 
1,562 
0,899 
35 17 46 
66,30 
66,285 
89 08 02 
1,002 
497,408 
P10 
P9 
1,632 
1,963 
1,300 
47 29 26 
66,30 
90 51 58 
1,632 
P11 
1,632 
1,875 
1,385 
204 24 20 
49,00 
48,978 
88 50 02 
0,997 
498,404 
P11 
P10 
1,445 
1,690 
1,200 
26 30 30 
49,00 
91 09 58
195 
No.Patok 
Benang 
Sudut/ Azimuth 
Jarak 
Sudut niring 
Selisih Tinggi 
Tinggi atas laut 
Keterangan 
Berdiri 
Ditinjau 
Tengah belakang 
Tengah muka 
Atas 
Bawah 
 „ “ 
Optis 
Rantai 
Datar 
 „ “ 
 
 
m 
Keadaan lapangan 
P11 
P12 
1,445 
1,720 
1,170 
233 32 21 
55,00 
54,988 
90 49 57 
0,799 
497,605 
P12 
P11 
1,378 
1,655 
1,100 
50 24 26 
55,00 
89 10 03 
- 1 
1,378 
P13 
1,378 
1,652 
1,105 
229 28 19 
54,70 
54,626 
92 06 00 
2,003 
495,601 
P13 
P12 
1,573 
1,847 
1,300 
78 20 40 
54,70 
87 54 00 
- 2 
1,573 
P0 
1,573 
1,814 
1,322 
290 52 33 
48,20 
48,037 
86 39 59 
2,798 
498,397 
P0 
P13 
1,441 
1,682 
1,200 
35 26 30 
48,20 
93 20 01 
- 2 
1,441 
P1 
1,441 
1,719 
1,163 
297 40 15 
55,60 
55,416 
93 17 59 
3,195 
495,200 
P1 
T 
150 15 51 
P2 
254 15 51 
XP1 
4000.000 
YP1 
4000.000 
XT 
2777.908 
YT 
1819.062
196 
Tabel 6.16. Data pengukuran situasi dan penyelesaian perhitungannya 
No.Patok 
Benang 
Sudut/ Azimuth 
Jarak 
Sudut niring 
Selisih Tinggi 
Tinggi atas laut 
Keterangan 
Berdiri 
Ditinjau 
Tengah belakang 
Tengah muka 
Atas 
Bawah 
 „ “ 
Optis 
Rantai 
Datar 
 „ “ 
 
 
m 
Keadaan lapangan 
S1 
P1 
1,354 
1,600 
1,109 
212 00 20 
49,10 
47,187 
101 23 00 
9,500 
- 9 
504,691 
1,354 
S2 
1,354 
1,587 
1,121 
32 39 39 
46,60 
46,365 
94 04 00 
- 3 
3,296 
501,392 
S3 
S2 
1,054 
1,300 
0,809 
180 00 00 
49,10 
49,000 
87 26 00 
- 2 
2,196 
499,194 
1,054 
S4 
1,054 
1,350 
0,758 
00 00 00 
59,20 
58,979 
86 30 00 
3,607 
- 3 
502,798 
S4 
P8 
1,261 
1,500 
1,022 
30 20 36 
47,80 
47,465 
94 48 00 
- 4 
3,986 
498,808 
S5 
S1 
1,564 
1,800 
1,329 
114 36 19 
47,10 
46,646 
84 22 00 
+ 1 
4,601 
500,091 
1,564 
S6 
1,564 
1,802 
1,327 
00 00 00 
47,50 
47,071 
95 27 00 
+ 1 
4,491 
495,601 
S6 
S4 
1,071 
1,400 
0,742 
53 07 48 
65,80 
65,000 
83 41 00 
7,195 
+ 2 
502,798 
P0 
a 
1,253 
1,400 
1,107 
20 19 34 
29,30 
28,848 
97 08 00 
3,610 
494,788 
P2 
a 
1,315 
1,500 
1,130 
110 22 35 
37,60 
37,326 
94 54 00 
3,199 
495,698 
P5 
a 
1,075 
1,200 
0,950 
87 42 34 
25,00 
24,960 
92 17 00 
0,995 
492,806 
P7 
a 
0,899 
1,000 
0,799 
178 24 05 
20,10 
20,050 
92 51 00 
0,998 
493,714 
P10 
a 
1,136 
1,300 
0,973 
293 25 43 
32,70 
32,688 
91 04 00 
0,608 
496,800 
P12 
a 
1,585 
1,700 
1,470 
304 22 49 
23,00 
22,996 
89 15 00 
0,301 
497,907 
P13 
a 
1,436 
1,600 
1,272 
12 20 21 
32,80 
32,798 
89 39 00 
0,200 
495,802 
S4 
a 
1,221 
1,500 
0,942 
341 53 46 
55,80 
54,660 
98 13 00 
7,892 
494,906 
S6 
a 
1,101 
1,300 
0,903 
132 57 16 
39,70 
39,674 
87 42 00 
1,592 
497,193 
SAMPAI DISINI DULU
197 
Tabel 6.17. PERHITUNGAN KOORDINAT 
TITIK 
SUDUT 
AZIMUT 
JARAK 
X 
Y 
KOORDINAT 
 
 
 
Kor 
 
 
 
d.sin  
Kor 
d.Cos  
Kor 
X 
Y 
P1 
4000,000 
4000,000 
313 
15 
51 
69,823 
-20,831 
-0,024 
+ 47,840 
+ 0,036 
P2 
175 
08 
40 
3949,145 
4047,876 
318 
07 
11 
38,912 
-25,976 
-0,013 
+28,971 
+ 0,020 
P3 
97 
21 
31 
3923,156 
4076,867 
40 
45 
40 
38,322 
+ 25,020 
- 0,013 
+29,026 
+0,020 
P4 
220 
45 
49 
3948,163 
4105,913 
359 
59 
51 
50,961 
- 0,002 
- 0,018 
+50,961 
+0,026 
P5 
149 
02 
10 
3948,143 
4156,900 
30 
57 
41 
46,592 
+23,970 
-0,016 
+ 39,953 
+0,024 
P6 
178 
18 
10 
3972,097 
4196,877 
32 
39 
31 
46,251 
+ 24,958 
- 0,016 
+ 38,938 
+ 0,024 
P7 
116 
43 
47 
3997,039 
4235,839 
95 
55 
44 
77,426 
77,012 
- 0,027 
- 7,998 
+0,040 
P8 
159 
39 
53 
4074,024 
4227,839 
116 
15 
51 
85,933 
+77,122 
- 0,030 
-38,056 
+0,045 
P9 
93 
10 
54 
4151,116 
4189,870 
203 
04 
57 
66,285 
-25,988 
- 0,023 
- 60,978 
+ 0,034 
P10 
203 
05 
06 
4125,105 
4128,926 
179 
59 
51 
48,978 
+0,002 
- 0,017 
- 48,978 
+0,025 
P11 
152 
58 
09 
4125,090 
4079,973 
207 
01 
42 
54,988 
- 24,993 
- 0,019 
- 48,993 
+ 0,028 
P12 
180 
56 
07 
4100,078 
4031,008 
206 
05 
35 
54,626 
- 24,026 
-0,019 
- 49,059 
+ 0,028 
P13 
147 
28 
07 
4076,003 
3981,977 
238 
37 
38 
48,037 
- 41,013 
-0,017 
- 25,010 
+ 0,025 
P0 
97 
46 
15 
4035,003 
3956,992 
320 
51 
13 
55,416 
- 34,984 
- 0,019 
+ 42,977 
+ 0,031 
P1 
4000,000 
4000,000
198 
Gambar 2.6. Contoh membuat garis kontur 
P1 
.495,2 
4000 
Garis ukur situasi 
Nomor titik dan ketinggian dari muka air laut 
Harga koordinat grid 
Interval kontur a 1 meter 
Garis ukur poligon
199 
VII. TABEL TOLERANSI KESALAHAN Rumus 1) Alat Ukur Theodolit 1. Toleransi Kesalahan Sudut v = 1½’ x (n)½ n = Jumlah sudut (titik ukur) Kesalahan sudut pengukuran  e = 10’ Contoh: n = 100 buah titik ukur  v = 1½’ x (n)½ = 1½’ x (100)½ = 15’ e  v  Pengukuran sudut baik 2. Toleransi Kesalahan Koordinat. v = [(0,0007L)2 + 0,02(L)½2 + 2]½ = (Δx2 + Δy2)½ L = Jarak Contoh: Diketahui kesalahan koordinat  eX = Δx = 2 m; eY = Δy = 1 m e = (Δx2 + Δy2)½ = (22 + 12)½ = 2,236 m L =3000 m v = [(0,0007L)2 + 0,02(L)½2 + 2]½ = 2,759 m e  v  Pengukuran jarak baik . 3. Toleransi Kesalahan Ketinggian v = [(0,3L)2 x (L : 100)½2 + 4,5]½ L = Jarak Contoh: L = 3000 m Kesalahan pengukuran  e = 2 m; v = [(0,3L)2 x (L : 100)½2 + 4,5]½ v = [(0,3 x 3000)2 x (3000 : 100)½2 + 4,5]½ = 2,682 m e  v  Pengukuran sudut miring baik Alat Ukur Waterpas 4. Toleransi Kesalahan 1. v = 4 x (L)½ + 0,2 x L 3. v = 12 x (L)½ 2. v = 8 x (L)½ + 0,3 x L 4. v = 18 x (L)½ L = Jarak datar dalam km dijadikan mm Kesalahan pengukuran: e = 12,8 mm 
L = 9 km
200 
1. v = 4 x (L)½ + 0,2 x L v = 4 x (L)½ + 0,2 x L = 4 x (9)½ + 0,2 x 9 = 13,8 mm e  v  Pengukuran beda tinggi baik Penggambaran Peta 5. Toleransi Kesalahan Opdrach v = [(0,0011 x L)2 + (0,032 x L½)2 + 0,1 x (L : 100)½2 + (0,031xS½ x L½)2 +0,1 x S x (L : 100)½2 + 2 + (0,1 x S x 2½)2]½ L = Jarak ; S = Skala peta Contoh: Skala peta 1 : 2000 Kesalahan opdrach  e = 1,5 mm (di peta)  e = 2000 x 1,5 mm = 3 m (di lapangan) L = 2000 m v = [(0,0011 x L)2 + (0,032 x L½)2 + 0,1 x (L : 100)½2 + (0,031xS½ x L½)2 +0,1 x S x (L : 100)½2 + 2 + (0,1 x S x 2½)2]½ v = [(0,0011 x 2000)2 + (0,032 x 2000½)2 + 0,1 x (2000 : 100)½2 + 0,031x(1:2000)½ x 2000½2+0,1 x (1:2000) x (2000 : 100)½2 + 2 + 0,1 x (1:2000) x 2½2]½ = 3,014 m e  v  Pengopdrachan benar 1) Foutengrenzen, Topografische Diens Btavia Hendruk, 1949
201 
VII. PENGUKURAN TITIK TETAP Titik tetap sangat penting bagi keperluan pengukuran-pengukuran tanah. Oleh karena itu apabila pada daerah yang akan diukur atau dipetakan belum ada titik tetapnya sebagai pengikat pengukuran, hal ini perlu dibuatkan. Cara pembuatannya dapat dilakukan sebagai berikut. 
1. Cara mengikat pengukuran ke belakang 
2. Cara mengikat pengukuran ke depan 
1. Cara mengikat pengukuran ke belakang 
1.1. Cara pengukuran Collins 
Titik P ialah titik yang akan dibuat di lapangan dan akan dicari koordinatnya dan ketinggiannya. Oleh karena itu pada titik P akan merupakan tempat alat berdiri, dengan demikian titik A, B dan C adalah titik-titik tetap yang telah diketahui koordinatnya dan ketinggiannya dari muka air laut. Supaya titik A, B dan C dapat dilihat dengan jelas dari titik P, maka perlu dipasang pilar-pilar dari bambu. 
Keterangan: A = Titik trianggulasi tb = Tinggi benang tengah 
tb 
A 
Gambar 7.1. Pilar bambu di titik A
202 
Keterangan : A, B dan C = Titik trianggulasi 
= Wilayah daerah pengukuran Diketahui koordinat titik-titik: A XA=2460,909355 m; YA=8228,6167794 m B XB=6366,662266 m; YB=9075,323607 m C XC=9078,742675 m; YC=7556,173905 m Pembacaan sudut horizontal dari : PA = 350; PB = 35; PC = 65; Ditanyakan koordinat titik P. Penyelesaian: =35+360-350=45; =65-35=30 tgAB = (XB-XA)/(YB-YA) = (6366,662266-2460,909355)/(9075,323607-8228,616794) = 3905,752911/846,706876=4,612874018 AB = 7746’6,33” tgBC = (XC-XB)/ (YC-YB) = (9078,742675-6366,662266) / (7556,173905-8228,616794) = 2712,080409 / -1519,1497= -1,78526211 BC = 11915’18” AB = (XB-XA) / sinAB = 3905,752911 / sin7746’6,33” = 3996,475759 m 
 
 
P 
Gambar 7.2. Bagan pengukuran di 
lapangan 
B = 35 
C = 65 
A = 350
203 
’ = 180 -  -  = 180 - 45 - 30 = 105 
sin / AB = sin / BH  BH = (AB x sin) / sin = (3996,475759 x sin30) / sin45 = 2825,935111 m BH = BA - ’ = 25746’6,33” - 105 = 15246’6,33” XH = XB + BH x sinBH = 6366,662266+2825,935111xsin15246’6,33” = 7659,776273 m YH = YB + BH x cosBH = 9075,323607 + 2825,935111 x sin15246’6,33” = 6562,602887 m tgHC = (XC - XH) / (YC-YH) = (9075,323607-7659,776273) / (7556,173905-6562,602887) =1418,966402 / 933,571018=1,428147939 HC = 55;  = HC - HB = 55 + 360 - 33246’6,33” = 8213’53,67”  = 180 -  -  = 180 - 45 - 8213’53,67” = 5246’6,33” AP = AB +  = 7746’6,33” + 8213’53,67” = 160 sin : AB = sin / AP AP = (AB x sin) / sin = (3996,475759 x sin5246’6,33”) / sin45 = 4500,000 m XP = XA + AP x sinAP = 4500 x sin160 = 4000 m YP = YA + AP x cosAP = 4500 x cos160 = 4000 m sin / BP = sin / AB  BP = (AB x sin) : sin) = (3996,475759 x sin8213’53,67”) : sin 45 = 5600 m BP = BA -  = 7746’6,33” + 180 - 5246’6,33” = 205 
 
 
B 
 
’ 
 
 
 
 
P 
C 
H 
A 
Gambar metoda perhitungan Collins
204 
XP = XB + BP x sinBP = 6366,662266 + 5600 x sin205 = 4000 m YP = YB + BP x cosBP = 9075,323607 + 5600 x cos205 = 4000 m Hasil ukuran sudut miring dari P ke A (A) = 8615’ Tinggi alat ukur diatas pilar P(tP) = 0,70 m Tinggi benang tengah diatas pilar A(tA) = 5,80 m Kelengkunagan bumi (kB) = AP2 / 2 x R Kelengkungan sinar (kS) = 0,14 x kB Tinggi titik A diatas permukaan air laut (HA) = 1750,70 m HA = HP + PA x cotgA + tP - tA + kB - kS HP = HA – PA x cotA – tP + tA – kB + kS = 1750,70 m – 4500 x cotg8615’ – 0,70 + 5,80 – 45002 / (2 x 6377397,155) + 0,14 x (45002 / (2 x 6377397,155)) = 1459,489048 m HB = 2098,293776 m; B = 8327’; tB = 7 m; tP = 0,70 m HB = HP + PB x cotgB + tP – tB + kB - kS HP = HB – PB x cotgB – tP + tB – kB + kS = 2098,293776 – 5600 x cotg8327’ – 0,70 + 7 - 56002 / (2 x 6377397,155 + 0,14 x (56002 / (2 x 6377397,155)) = 1459,493032 m 
1.2. Cara pengukuran Cassini 
Pada cara pengukuran Cassini pada prinsipnya sama dengan cara Collins, hanya yang berbeda pada metoda perhitungannya. Cara perhitungan Cassini dapat dilakukan sebagai berikut dibawah ini:  = 180 -  - 90 = 180 - 45 - 90 = 45 sin : AB = sin : AQ  AQ = (AB x sin) : sin = (3996,475759 x sin45) : sin45 = 3996,475759 m AQ = AB + 90 = 7746’6,33” = 16746’6,33” XQ = XA + AQ x sinAQ = 2460,909355 + 3996,475759 x sin16746’6,33” = 3307,616323 m YQ = YA + AQ x cosAQ = 8228,616794 + 3996,475759 x cos16746’6,33” = 4322,863883 m  = 180 -  - 90 = 180 - 30 - 90 = 60
205 
Catatan :  BAQ dan  BCR sama dengan 90 ( dibuat ) sin : BC = sin : CR  CR = (BC x sin) : sin = (3108,567773 x sin60) : sin30 = 5384,197321 m CR = CB - 90 = 29915’18” - 90 = 20915’18” XR = XC + CR x sinCR = 9078,742675 + 5384,197321 x sin20915’18’ = 6447,499555 m YR = YC + CR x cosCR = 7556,173905 + 5384,197321 x cos20915’18” = 2858,712843 m tgQR = (XR – XQ ) : (YR – YQ) = (6447,499555 – 3307,616323) : (2858,712843 – 4322,863883) =3139,883232 : -1464,15104 = -2,14450773 QR = 115  = QR - QA = 115 + 360 - 34746’6,33” = 12713’53,6”  = 180 -  -  = 180 - 12713’53,6” - 45 = 746’6,33”  = 90 -  = 90 - 746’6,33” = 8213’53,67” AP = AB +  = 7746’6,33” + 8213’53,67” = 160  = 180 -  -  = 180 - 8213’53,67” - 45 = 5246’6,33” sin : AP = sin : AB  AP = (AB x sin) : sin = (3996,475759 x sin5246’6,33”) : sin45 = 4500 m XP = XA + AP x sinAP = 2460,909355 + 4500 x sin160 = 4000 m 
 
 
 
 
 
B 
A 
C 
R 
Q 
P 
 
 
 
 
 
 
 
Gambar metoda perhitungan Cassini
206 
YP = YA + AP x cosAP = 8228,616794 + 4500 x cos160 = 4000 m Cara pengukuran ke belakang dewasa ini dapat dilakukan dengan alat ukur tanah yang canggih, yaitu dengan alat ukur tanah Global Positioning System (GPS). Dengan menggunakan alat ukur ini ada beberapa hal yang menguntungkan, yaitu: 1. Pengukuran dengan GPS tidak tergantung kepada waktu dan keadaan cuaca. 2. Pengukuran dengan GPS akan meliputi wilayah yang cukup luas, mengingat GPS mempunyai ketinggian orbit yang cukup tinggi, yaitu sekitar 20000 km di atas permukaan bumi. Oleh karena itu pemakaiannya tidak terpengaruh pada batas politik dan batas alam. 
2. 3. Pengukuran dengan GPS, titik lokasi yang diukur tidak perlu saling kelihatan satu 
3. sama lainnya. Oleh karena itu alat GPS ini sangat baik digunakan pada negara yang 
4. terdiri dari pulau pulau seperti Negara Indonesia. 
Posisi yang ditentukan akan mengacu kepada suatu datum global, yang dinamakan WGS 1984 4. Pengukuran dengan GPS mempunyai ketelitian yang sangat teliti. 
5. 5. Hasil data pengukuran tidak dapat dimanipulasi 
Hal yang kurang menguntungkan: 1. GPS tidak dapat digunakan untuk pengukuran di bawah tanah, misal pada bukaan lubang tambang. 
2. GPS untuk pengukuran secara detail biaya operasinya sangat tinggi. Oleh karena itu GPS pada pengukuran pemetaan sangat baik untuk penentuan pembuatan titik ikat/titik tetap atau sebagai penentuan titik batas wilayah. 
3. Harga GPS masih terlalu mahal. 4. Penggunaan GPS masih menggunakan satelit negara lain (Amerika). Maka kalau terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, akan terjadi kepakuman/tidak jalannya semua GPS. 
6. 5. Posisi titik di permukaan bumi dapat ditentukan dengan cara Sistim Koordinat 
7. Geosentrik dan Toposentrik.
207
208 
Sistim koordinat geosentrik, titik pusatnya terletak pada pusat bumi, sedangkan untuk sistim koordinat toposentrik tergantung kepada bidang proyeksi yang dibutuhkan. Penentuan sistim koordinat-koodinat tersebut dapat dilihat pada di bawah.. 
2 . Pengukuran kedepan Cara pengukuran kedepan ini diperlukan adanya dua tititk tetap (titik trianggulasi). Sedangkan titik yang akan ditentukan harus dapat dilihat dengan jelas dari kedua titik tetap itu. Biasanya pada titik-titik yang akan dibidik dipasang pilar-pilar dari bambu dan dipasang tanda yang jelas (bendera yang berwarna). Pada kedua titik tetap itu diukur sudut-sudut horisontanya dan juga sudut miringnya yang ditujukan kepada titik tetap yang dibuat. 
Z 
Zp 
 
 
 
0 
 
P 
N 
h 
X 
Y 
Kutub 
Greenwich 
y 
x 
Gambar posisi titik dalam sistim koordinat geosentrik geosentrik 
N 
X 
P 
Y 
Titik dipermukaan bumi 
Zenit 
E 
Gambar posisi titik dalam sistim koordinat toposentrik
209 
Penjelasan selanjutnya lihat metoda pengukuran dilapangan seperti dibawah ini. 
Keterangan: Titik A dan B = Titik trianggulasi Titik P = Titik yang akan dicari koordinat dan ketinggiannya dari permukaan air laut Pembacaan sudut horisontaladari: AB = 25825’; AP = 34038’53,67” - = 8213’53,67” BA = 1017’ ; BP = 31730’53,67” Diketahui: Koordinat titik: A X = 2460,909355 m; Y = 8228,616794 m B X = 6366,662266 m; Y = 9075,323607 m Ditanyakan koordinat titik P. Penyelesaian:  = 34038’53,67” - 25825’ = 8213’53,67”  = 1017’ + 360 - 31730’53,67” = 5246’6,33”  = 180 -  -  = 180 - 8213’53,67” - 5246’6,33” = 45 Koordinat A dan B telah diketahui. 
tgAB = (XB – XA) : (YB – YA) 
25825’ 
1017’ 
34038’53,67” 
31730’53,67” 
A 
 
Bagan pengukuran di lapangan 
B 
P
210 
= (6366,662266 - 2460,909355) : (9075,323607 – 8228,616794) = 3905,752911 : 846,706813 = 4,612875261 AB =7746’6,33” AB = (XB – XA) : sinAB = (6366,662266 – 2460,909355) : sin7746’6,33” = 3996,475759 m 
sin : BP = sin : AB  BP = (AB x sin) : sin = (3996,475759 x sin8213’53,67”) : sin45 = 5600 m BP = BA -  = 7746’6,33” + 180 - 5246’6,33” = 205 XP = XB + BP x sinBP = 6366,662266 + 5600 x sin205 = 4000 m YP = YB + BP x cosBP = 9075,323607 + 5600 x cos205 = 4000 m sin : AP = sin : AB  AP = (AB x sin) : sin = (3996,475759 x sin5246’6,33”) : sin45 
= 4500 m 
 
 
A 
 
 
Bagan metoda perhitungan 
B 
P
211 
AP = AB +  = 7746’6,33” + 8213’53,67” = 160 XP = XA + AP x sinAP = 2460,909355 + 4500 x sin160 = 4000 m YP = YA + AP x cosAP = 8228,616794 + 4500 x cos160 = 4000 m
212 
VIII. PENGAMATAN MATAHARI Cara pengamatan matahari ini dilakukan apabila di daerah pengukuran hanya ada satu titik trianggulasi, sedangkan untuk pengukuran polygon diperlukan azimuth dari salah satu garis polygon. Untuk mengatasi ini maka diperlukan pengamatan matahari dengan cara sebagai berikut: Alat ukur teodolit berdiri di titik P .Teropong dlam keadaan biasa diarahkan ke matahari (pengukuran I), dengan cara pinggir bayangan matahari ditadah pada kertas putih dan harus menyinggung benang tengah diapragma yang vertical dan horizontal. Pada saat bayangan matahari bagian bawah menyinggung benang tengah diapragma yang horizontal , segera catat pada jam waktu pengukuran, yatu: sekon, menit, dan jam. Selanjutnya baca sudt horizontaldan vertical. Sekarang teropong dibalik (pengukuran II). Setelah pinggir bayangan matahari menyinggung pada benang tengah diapragma, baca jam waktu penunjuk dimulai dari sekon, menit kemudian jam. Selanjutnya baca sudut horizontal dan vertical. Untuk pengukuran ke III, teropong masih dalam luar biasa, kemudian teropong diarahkan ke matahari, dan pembacaannya dilakukan seperti pada pengukuran ke II. Sekarang teropong dibuat seperti pada keadaan biasa, kemudian teropong diarahkan ke matahari (pengukuran IV). Pembacaan selanjutnya seperti di atas. Bagan pengukuran lighat gambar di bawah. 
Di bawah ini contoh pengukuran matahari untuk penentuan azimuth, yang dilakukan di komplek LIPI daerak Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, pada tanggal 15 Pebruari 1983 lihat tabel. 
I, II 
III, IV 
P 
Kertas 
Bagan pengukuran matahari 
Bagan bayangan matahari dan 
benang diapragma pada kertas
213 
KURSUS SURVEYOR TOPOGRAFI PERTAMBANGAN 
KEDUDUKAN 
MATAHARI 
WAKTU 
VERIKAL 
HORISONTAL 
I. Biasa 
07h 44m12s 
6412’03” 
23735’09” 
II. Balik 
07h 50m15s 
29710’27” 
5731’57” 
III. Balik 
07h 55m03s 
29750’27” 
5808’45” 
IV. Biasa 
07h 58m57s 
6123’54” 
23805’12” 
Waktu rata-rata 
07h 52m16,75s 
P  Q : Bi = 18939’18” 
Deklinasi matahari 
 = -1255’56,1” 
sin = -0,223798 
P  Q : Ba = 939’12” 
Lintang 
 = -732’46,762” 
sin = -0,131329 
 diberi tanda : 
Tinggi tempat dpl 
H = 56,398 m 
Positif : Utara Negatif: Selatan 
I 
II 
III 
IV 
h 
2547’57” 
2710’27” 
2750’27” 
2836’06” 
r 
-0001’44,2” 
-0001’38,7” 
-0001’35,3” 
-0001’32,1” 
 1/2d 
-0016’13,0” 
-0016’13,0” 
+0016’13,0” 
+0016’13,0” 
h 
2529’59,8” 
2652’35,3” 
2805’04,7” 
2850’46,9” 
sinh 
0,43051 
0,452068 
0,470775 
0,482463 
cosh 
0,902586 
0,891983 
0,882253 
0,875916 
-sinh cos 
0,056538 
0,059369 
0,061826 
0,063361 
sin 
-0,223798 
-0,223798 
-0,223798 
-0,223798 
I 
-0,167260 
-0,164429 
-0,161971 
-0,160437 
II = cosh cos 
0,894768 
0,884258 
0,874612 
0,868329 
cos(-) = I : II 
-0,186931 
-0,185951 
-0,185192 
-0,184765 
 
10046’25,4” 
10042’59,7” 
10040’20,3” 
10038’50,8” 
 1/2d’ 
-0017’58,2” 
-0018’11” 
+0018’23,1” 
+0018’31,1” 
Azimut matahari 
10028’27,2” 
10024’48,7” 
10058’43,4” 
10057’21,9” 
Sudut 
4755’51” 
4752’45” 
4829’33” 
4825’54” 
Azimut 
5232’36,2” 
5232’03,7” 
5229’10,4” 
5231’27,9” 
Azimut rata-rata 
5231‟19,55” 
sin = sinh sin + cosh cos cos(-) Diperiksa :………………………….  = Deklinasi Matahari  = Lintang tempat Tanggal : ………………………….. h = Tinggi matahari 1/2d = Diameter bayangan matahari 1/2d’ = 1/2d : cosh 
Gambar posisi garis P ke Matahari dan ke titik Q Penjelasan perhitungan pada tabel dapat dijelaskan sebagai berikut: 
1. Rata-rata waktu pengukuran (wr): 
P  
 = -732’47” 
 = -1255’56,1” 
Kwadran II 
Kwadran I 
Kwadran IV 
Kwadran III 
Q
214 
wr = (07h 44m12s + 07h 50m15s + 07h 55m03s + 07h 58m57s) : 4 = 07h 52m16,75s 2. Hitung deklinasi matahari () tanggal 15 Pebruari 1983 pada jam 07h 52m17s Pada tanggal 15-2-1983, jam 07h00m00s  15 = - 1256’40,9” Pada tanggal 16-2-1983, jam 07h00m00s  16 = - 1236’07,5” Selisih deklinasi matahari () dari tanggal 2526 adalah :  = 16 - 15 - 1236’07,5” – (- 1256’40,9”) = 020’33,4” ( perubahan dalam waktu 24 jam Perubahan dalam waktu 1 jam (’) = 020’33,4” :24 = 00’51,39” wr = 07h 52m16,75s Batas pengukuran minimum (wm) = 07h00m00s  15 = - 1256’40,9” Selisih waktu pengukuran (w) = wr – wm = 07h 52m16,75s-07h00m00s= 0h 52m16,75s Deklinasi pengukuran (p) = 15 + w . (’) = - 1256’40,9” + (0h 52m16,75s : 60) . 00’51,39” = - 1256’40,9” + 0000’44,8” = - 1255’56,1” 
3. Hitung lintang tempat berdiri alat ukur theodolit pada peta topografi atau kalau sudah ada harga koordinatnya, hitung harga koordinat geografinya. 
Pada pengukuran ini, tempat berdiri alat telah diketahui harga koordinat dan ketinggiannya dari permukaan air laut, yaitu: X = 3338,569 m; Y = -5122,614 m; HP = 56,398 m Rumus untuk menghitung koordinat geografi sebagai berikut: Lintang utara: ” = (A‟) . X – (C‟) . X . Y; ” = (B‟) . Y + (d‟) . X2 Lintang selatan: ” = (A‟) . X – (C‟) . X . Y; ” = - (B‟) . Y + (D‟) . X2 Karena tempat pengukuran ada pada lembar peta 45/Xli-l, daerah Karangsambung – Kebumen-Jawa Tengah dan koordinat geografi titik pusatnya adalah: 0 = 250’; 0 = -730’; maka tempat pengukuran ada di sebelah selatan equator Pada tabel diketahui: (A’) = 0,0326203 (B’) = 0,0325549 (C’) = 0,0006734. 10-6; (D’) =0,0003360 . 10-6
215 
Lintang selatan: ” = (A‟) . X – (C‟) . X . Y; ” = - (B‟) . Y + (D‟) . X2 ” = (A‟) . X – (C‟) . X . Y = 0,0326203 . 3338,569 - 0,0006734. 10-6 . 3338,569 . -5122,614 = 108,905 + 0,011 = 108,916” ’ = 0001’48,916”  = 0 +’ = 250’ + 0001’48,916” = 251’48,916” ” = - (B‟) . Y + (D‟) . X2 = -0,0325549 . -5122,614 - 0,0003360 . 10-6 . 3338,5692 = 166,766 – 0,004 = 166,762” ’ = 0002’46,762”  = 0 +’ =730’ + 0002’46,762” = 732’46,762” (lintang selatan) 4. Hitung hitung sudut vertical dari setiap pengukuran ke matahari (h): h1 = 90 - 6412’03” = 2547’57” hII = 29710’27” - 270 = 2710’27” hIII = 29750’27” - 270 = 2750’27” hIV = 90 - 6123’54” = 2836’06” 5. Hitung refraksi (r) dan diberi tanda negatif (-): Lihat tabel refraksi. a. Untuk sudut vertical (h25) = 25 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’49,2” Untuk sudut vertical (h) = 26 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’43,8” Untuk sudut miring naik (h) = 26 - 25 = 1 maka  (r) = 1’43,8” - 1’49,2” = -5,4” Untuk h1 = 2547’57” dengan H = 0 m Maka  r = 1’49,2” + (2547’57” - 25) x -5,4” = 1’49,2” – 4,3” = 1’44,9” Untuk sudut vertical (h) = 25 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’46,2” Untuk sudut vertical (h) = 26 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’40,8” Untuk sudut miring naik (h) = 26 - 25 = 1 maka  (r) = 1’40,8” - 1’46,2” = -5,4” Untuk hI = 2547’57” dengan H = 250 m
216 
Maka  r = 1’46,2” + (2547’57” - 25) x -5,4” = 1’46,2” – 4,3” = 1’41,9” hI = 2547’57”; H = 0 m; r = 1’44,9” hI = 2547’57”; H = 250 m; r = 1’41,9” Untuk hI = 2547’57” dengan H = 56,398 m Maka  rI = 1‟44,9” + (56,398 :250) x (1‟41,9” -1‟44,9”) = 1‟44,9” - 0,7” = 1‟44,2” b. Untuk sudut vertical (h) = 27 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’40,2” Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’34,8” Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 27 = 1 maka  (r) = 1’34,8” - 1’40,2” = -5,4” Untuk h2 = 2710’27” dengan H = 0 m Maka  r = 1’40,2” + (2710’27” - 27) x -5,4” = 1’40,2” – 0,9” = 1’39,3” Untuk sudut vertical (h) = 27 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’37,2” Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’33,0” Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 27 = 1 maka  (r) = 1’33,0” - 1’37,2” = -4,2” Untuk h2 = 2710’27” dengan H = 250 m Maka  r = 1’37,2” + (2710’27” - 27) x -4,2” = 1’37,2” – 0,7” = 1’36,5” h2 = 2710’27” ; H = 0 m; r = 1’39,3” h2 = 2710’27” ; H = 250 m; r = 1’36,5” Untuk h2 = 2710’27” dengan H = 56,398 m Maka  r2 = 1‟39,3” + (56,398 :250) x (1‟36,5” -1‟39,3”) = 1‟39,3” - 0,6” = 1‟38,7” c. Untuk sudut vertical (h) = 27 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’40,2” Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’34,8”
217 
Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 27 = 1 maka  (r) = 1’34,8” - 1’40,2” = -5,4” Untuk h3 = 2750’27” dengan H = 0 m Maka  r = 1’40,2” + (2750’27” - 27) x -5,4” = 1’40,2” – 4,5” = 1’35,7” Untuk sudut vertical (h) = 27 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’37,2” Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’33,0” Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 27 = 1 maka  (r) = 1’33,0” - 1’37,2” = -4,2” Untuk h3 = 2750’27” dengan H = 250 m Maka  r = 1’37,2” + (2710’27” - 27) x -4,2” = 1’37,2” – 3,5” = 1’33,7” h3 = 2750’27” ; H = 0 m; r = 1’35,7” h3 = 2750’27” ; H = 250 m; r = 1’33,7” Untuk h3 = 2750’27” dengan H = 56,398 m Maka  r3 = 1‟35,7” + (56,398 :250) x (1‟33,7” -1‟35,7”) = 1‟35,7” - 2” = 1‟35,3” d. Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’34,8” Untuk sudut vertical (h) = 29 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’30,9” Untuk sudut miring naik (h) = 29 - 28 = 1 maka  (r) = 1’30,9” - 1’34,8” = -3,9” Untuk h4 = 2836’06” dengan H = 0 m Maka  r = 1’30,9” + (2836’06” - 28) x -3,9” = 1’34,8” – 2,3” = 1’32,5” Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’33” Untuk sudut vertical (h) = 29 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’29,1” Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 29 = 1
218 
maka  (r) = 1’29,1” - 1’33” = -3,9” Untuk h4 = 2836’06” dengan H = 250 m Maka  r = 1’33” + (2836’06” - 28) x -3,9” = 1’33” – 2,7” = 1’30,7” h4 = 2836’06” ; H = 0 m; r = 1’32,5” h4 = 2836’06” ; H = 250 m; r = 1’30,7” Untuk h4 = 2836’06” dengan H = 56,398 m Maka  r4 = 1‟32,5” + (56,398 :250) x (1‟30,7” -1‟32,5”) = 1‟32,5” – 0,4” = 1‟32,1” 6. Hitung setengah diameter matahari (1/2d) pada pengukuran I,II, III dan IV 
Perngukuran bayangan matahari 
I, II 
1/2d 
III, IV 
1/2d 
1/2d’ 
III, IV 
I, II 
1/2d’
219 
Lihat pada tabel deklinasi, diketahui 1/2d dari tanggal 15-16 Pebruari: 1/2d = 016’13,0”. Untuk pengukuran I dan II, maka 1/2d = -016’13,0”. Untuk pengukuran III dan IV, maka 1/2d = +016’13,0” Tinggi matahari sebenarnya: 
a. hI = h1 - 1/2d – r1 = 2547’57”-016’13,0”- 01’44,2” = 2529’59,8”. 
b. hII = h2 - 1/2d – r2 = 2710’27”-016’13,0”- 01’38,7” = 2652’35,3”. 
c. hIII = h3 + 1/2d – r3 = 2750’27”+016’13,0”- 01’35,3” = 2805’04,7”. 
d. hIV = h4 + 1/2d – r4 = 2836’06”+016’13,0”+ 01’35,3” = 2850’46,9” 
sinhI = sin2529’59,8”. = 0,430510; coshI = cos2529’59,8”. = 0,902586 sinhII = sin2652’35,3”.= 0,452068; coshII = cos2652’35,3”. = 0,891983 sinhIII = sin2805’04,7”.. = 0,470776; coshIII = cos2805’04,7” = 0,902586 sinhIV = sin2850’46,9”.= 0,482463; coshIiV = cos2850’46,9” = 0,875916. -sinhI . sin = - 0,430509 . -0,131329 = 0,056538; sin = -0,223798 -sinhII . sin = - 0,452067 . -0,131329 = 0,059369; sin = -0,223798 -sinhIII . sin = - 0,470776 . -0,131329 = 0,061826; sin = -0,223798 -sinhIV . sin = - 0,482463 . -0,131329 = 0,063361; sin = -0,223798 (II) = -sinhIV . sin + sin = 0,056538 - 0,223798 = -0,167260 (III) =-sinhII . sin + sin = 0,059369 - 0,223798 = -0,164429 (IIII) = -sinhIII . sin + sin = 0,061826 - 0,223798 = -161971 (IIV) = -sinhIV . sin + sin = 0,063361. -0,223798 = -0,160437 (III) = coshI . cos = 0,902586 . 0,991339 = 0,894768 (IIII) = = coshII . cos = 0,891984 . 0,991339 = 0,884258 (IIIII) = coshIII . cos = 0,902586 . 0,991339 = 0,874612 (IIIV) = coshIV . cos = 0,875916 . 0,991339 = 0,868329 cos(-I) = II:/III = -0,167260/0,894768 = -0,186931 cos(-II) = III /IIII = -0,164429/0,884258 = -0,185951 cos(-III) = IIII /IIIII =-161971/ 0,874612 = -0,185192 cos(-IV) = IIV /IIIV = -0,160437/0,868329 = -0,184765 I = 10046’25,4” ;II = 10042’59,7” III = 10040’20,3; IV = 10038’50,8” 
1/2d’I = 1/2dI/cosh1 = -017’58,2”; 1/2d’II = 1/2dII/coshII = -018’11”;
220 
1/2d’III = 1/2dIII/coshIII = +018’23,1”; 1/2d’IV = 1/2dIV/coshIV =+018’31,1” PM I = I + 1/2d’I = 10046’25,4”-017’58,2” = 10028’27,2” PM II = II +1/2d’II = 10042’59,7”-018’11” = 10024’48,7” PM III = III +1/2d’III = 10040’20,3+018’23,1” = 10058’43,4” PM IV = IV+1/2d’IV = 10038’50,8”+ 018’31,1” = 10057’21,9” I = (PM) – (PQ) = 23735’09”- 18939’18 = 4755’51” 2= (PM) – (PQ) = 5731’57”- 939’12” = 4752’45” 3= (PM) – (PQ) = 5808’45” -939’12”= 4829’33” 4 (PM) – (PQ) = 23805’12”-18939’18” = 4825’54” Azimut dari titik P ke Q : 1. PQ = PMI - I = 10028’27,2” - 4755’51” = 5232’36,2” 
3. PQ = PMII - 2 = 10024’48,7” - 4752’45” = 5232’03,7” 
4. PQ = PMIII - 3 = 10058’43,4” - 4829’33” = 5229’10,4” 
4. PQ = PMIV - 4 = 10057’21,9” - 4825’54” = 5231’27,9” Azimut rata-rata dari titik PQ (PQ) : PQ = (5232’36,2” +5232’03,7”+5229’10,4”+5231’27,9”)/4 = 5231’19,55” 
P  
Kwadran II 
Kwadran I 
Kwadran IV 
Kwadran III 
Q 
U 
PQ 
Gambar bagan azimuth garis PQ (azimuth awal pengukuran)
221 
DEKLINASI MATAHARI PEBRUARI 1983 
Tanggal 
Waktu jam Ind. Bar 7.00 Ind. Tng 8.00 Ind. Tim. 9.00 
Perubahan tiap jam 
Waktu jam Ind. Bar 15.00 Ind. Tng 16.00 Ind. Tim. 17.00 
Perubahan tiap jam 
Setengah dimeter matahari (1/2d) 
Paralak mendatar 
1. 
-1719’14,3” 
+ 42,4” 
-1713’36,7” 
+42,7” 
16’15,5” 
8,9” 
2. 
-1702’15,5” 
+43,2” 
-1656’31,8” 
+43,5” 
16’15,4” 
8,9” 
3 
-1644’58,6” 
+43,9” 
-1639’09,1” 
+44,2” 
16’15,2” 
8,9” 
4 
-1627’24,2” 
+44,7” 
-1621’28,9” 
+44,9” 
16’15,1” 
8,9” 
5. 
-1609’32,5” 
+45,4” 
-1603’31,6” 
+45,7” 
16’14,9” 
8,9” 
6. 
-1551’24,1” 
+46,0” 
-1545’17,6” 
+46,1” 
16’14,8” 
8,9” 
7. 
-1532’59,2” 
+46,7” 
-1526’47,3” 
+46,9” 
16’14,6” 
8,9” 
8. 
.1514’18,4” 
+47,3” 
-1508’01,3” 
+47,6” 
16’14,2” 
8,9” 
9. 
.1455’22,1” 
+48,0” 
-1448’59,9” 
+48,2” 
16’14,1” 
8,9” 
10. 
.1436’10,6” 
+48,6” 
-1429’43,4” 
+48,8” 
16’13,9” 
8,9” 
11. 
.1416’44,4” 
+49,2” 
-1410’12,4” 
+49,4” 
16’13,7” 
8,9” 
12. 
.1357’05,9” 
+49,8” 
-1350’27,2” 
+50,0” 
16’13,5” 
8,9” 
13. 
.1337’09,5” 
+50,3” 
-1330’28,3” 
+50,9” 
16’13,3” 
8,9” 
14. 
-1317’01,6” 
+50,9” 
-1310’16,2” 
+51,0” 
16’13,2” 
8,9” 
15. 
-1256’40,9” 
+51,4” 
-1249’51,2” 
+51,6” 
16’13,0” 
8,9” 
16. 
-1236’07,5” 
+51,9” 
-1229’13,7” 
+52,1” 
16’12,8” 
8,9” 
17. 
-1215’22,0” 
+52,4” 
-120824,2” 
+52,5” 
16’12,8” 
8,9” 
18. 
-1154’24,8” 
+52,9” 
-1147’23,2” 
+53,0” 
16’12,6” 
8,9” 
19. 
-1133’16,3” 
+53,3” 
-1126’11,0” 
+53,5” 
16’12,4” 
8,9” 
20. 
-1111’56,9” 
+53,7” 
-1104’48,1” 
+53,9” 
16’12,2” 
8,9” 
21. 
-1050’27,1” 
+54,2” 
-1043’14,9” 
+54,3” 
16’12,0” 
8,9” 
22. 
-1028’47,2” 
+54,6” 
-1021’31,7” 
+54,7” 
16’11,8” 
8,9” 
23. 
-1006’57,8” 
+54,9” 
-0959’39,3” 
+55,1” 
16’11,5” 
8,9” 
24. 
-0944’59,3” 
+55,3” 
-0937’37,8” 
+55,4” 
16’11,3” 
8,9” 
25. 
-0922’52,0” 
+55,7” 
-0915’27,6” 
+55,8” 
16’11,1” 
8,9” 
26. 
-0900’36,3” 
+56,0” 
-0853’09,2” 
+56,1” 
16’10,9” 
8,9” 
27. 
-0838’12,6” 
+56,3” 
-0830’43,0” 
+56,4” 
16’10,6” 
8,9” 
28. 
-0815’41,4” 
+56,6” 
-0808’09,3” 
+56,7” 
16’110,4” 
8,9” 
29.
222 
Koreksi refraksi dan parallaks mendatar seksama untuk tinggi matahari menurut L.P.I van der Tas 
Tinggi matahari yang diukur 
Harga-harga yang harus dikurangkan untuk tempat-tempat yang tingginya: 
0 m 
250 m 
500 m 
750 m 
1000 m 
1000’ 
4‟52,8” 
4‟46,2” 
4’40,2” 
4’33,0” 
4’27,0” 
20’ 
4‟43,8” 
4‟37,2” 
4‟31,2” 
4‟24,0” 
4‟18,0” 
40’ 
4‟34,8” 
4‟28,8” 
4‟22,2” 
4‟16,2” 
4‟10,2” 
1100’ 
4‟27,0” 
4‟19,8” 
4‟13,8” 
4‟07,8” 
4‟01,8” 
20’ 
4‟19,2” 
4‟13,2” 
4‟07,2” 
4‟01,2” 
3‟55,2” 
40’ 
4‟12,0” 
4‟04,8” 
4‟00,0” 
3‟54,0” 
3‟48,0” 
1200’ 
4‟04,8” 
3‟58,8” 
3‟52,8” 
3‟46,8” 
3‟42,0” 
30’ 
3‟55,2” 
3‟49,2” 
3‟43,8” 
3‟37,8” 
3‟33,0” 
1300’ 
3‟45,0” 
3‟40,2” 
3‟34,2” 
3‟28,8” 
3‟24,0” 
30’ 
3‟37,2” 
3‟31,2” 
3‟25,8” 
3‟21,0” 
3‟16,2” 
1400’ 
3‟28,8” 
3‟22,8” 
3‟18,0” 
3‟13,8” 
3‟09,0” 
30’ 
3‟21,0” 
3‟16,2” 
3‟10,8” 
3‟07,2” 
3‟01,8” 
1500’ 
3‟13,8” 
3‟09,0” 
3‟04,2” 
3‟00,0” 
2‟55,9” 
30’ 
3‟07,2” 
3‟03,0” 
2‟58,2” 
2‟54,0” 
2‟49,8” 
1600’ 
3‟01,2” 
2‟55,8” 
2‟52,2” 
2‟48,0” 
2‟43,8” 
30’ 
2‟55,2” 
2‟51,0” 
2‟46,8” 
2‟43,2” 
2‟39,0” 
1700’ 
2‟49,8” 
2‟45,0” 
2‟40,8” 
2‟37,8” 
2‟34,2” 
1800’ 
2‟39,0” 
2‟34,8” 
2‟31,2” 
2‟28,2” 
2‟24,0” 
1900’ 
2‟30,0” 
2‟25,8” 
2‟22,8” 
2‟19,2” 
2‟16,2” 
2000’ 
2‟21,0” 
2‟18,0” 
2‟15,0” 
2‟10,8” 
2‟07,8” 
2100’ 
2‟13,8” 
2‟10,8” 
2‟07,2” 
2‟04,2” 
2‟01,2” 
2200’ 
2‟07,2” 
2‟03,2” 
2‟01,2” 
1‟58,2” 
1‟55,2” 
2300’ 
2‟01,2” 
1‟58,2” 
1‟55,2” 
1‟52,2” 
1‟49,8” 
2400’ 
1‟55,2” 
1‟52,2” 
1‟49,2” 
1‟46,2” 
1‟43,8” 
2500’ 
1‟49,2” 
1‟46,2” 
1‟43,8” 
1‟40,8” 
1‟39,0” 
2600’ 
1‟43,8” 
1‟40,8” 
1‟39,0” 
1‟36,0” 
1‟34,2” 
2700’ 
1‟40,2” 
1‟37,2” 
1‟34,8” 
1‟31,8” 
1‟30,0” 
2800’ 
1‟34,8” 
1‟33,0” 
1‟30,0” 
1‟28,2” 
1‟25,8” 
3000’ 
1‟27,0” 
1‟25,2” 
1‟22,8” 
1‟21,0” 
1‟19,2” 
3200’ 
1‟19,8” 
1‟18,0 
1‟16,0” 
1‟13,8” 
1‟12,0” 
3400’ 
1‟13,8” 
1‟12,0” 
1‟10,2” 
1‟07,8” 
1‟07,2” 
3600’ 
1‟07,8” 
1‟07,2” 
1‟04,8 
1‟03,0” 
1‟01,2” 
3800’ 
1‟03,0” 
1‟01,8” 
1‟00,0” 
1‟00,0” 
0‟57,0” 
4000’ 
1‟13,8” 
0‟57,0” 
0‟55,2” 
0‟58,2” 
0‟52,0”
223 
IX. PERHITUNGAN LUAS DAN VOLUME 
1. Perhitungan Luas Cara Simpson 
1. 1. Cara 1/3 Simpson (2 bagian dianggap satu set). 
Apabila batasnya merupakan lengkung yang merata perhitungannya dianggap sebagai parabola. Luas A1 = (Trapesium abcd + Parabola ced) = 2l x (y0 + y2)/2 + 2/3 (y1 – (y0 + y2)/2) x 2l = l x (y0 + y2) +2/3 x (2y1 – y0 - y2) x l = (3l x (y0 + y2) +2l x (2y1 – y0 - y2))/3 = (l x (3y0 + 3y2) + l x (4y1 – 2y0 - 2y2))/3 = l/3 (3y0 + 3y2 + 4y1 – 2y0 – 2y2) = l/3 (y0 + 4y1 + y2 ) Contoh. Diketahui : y0 = 4 m; y2 = 6 m; l = 5 m Ditanyakan : Luas A1 Penyelesaian: Y1 = 1/2x (y0 + y2) = ½ x ( 4 + 6) = 5 m Luas A1 = (Trapesium abcd + Parabola ced) = 2l x (y0 + y2)/2 + 2/3 x y1 – (y0 + y2)/2x 2l = l x (y0 + y2) +2/3 x (2y1 – y0 - y2) x l = 3 x l x (y0 + y2)/3 +2/3l x (2y1 – y0 - y2) = 1/3 x l x ((3y0 + 3y2) + l x (4y1 – 2y0 - 2y2))/3 
= l/3 x l x (3y0 + 3y2 + 4y1 – 2y0 – 2y2) 
a 
b 
c 
l 
d 
l 
A1 
e 
Y0 
Y1 
Y2 
Gambar cara 1/3 Simpson
224 
= l/3 x l x (y0 + 4y1 + y2 ) = 1/3 x 5 x (4 + 4 x 5 + 6) = 50 m2 
1. 2. Cara 3/8 simpson (3 bagian dianggap satu set) A = (Trapesium abcd) + (Parabola dfc) = 3 x l x (y0 + y3)/2 + 3/4 x (y1 + y2)/2 – (y0 + y3)/2x 3l = 3/2 x l x (y0 + y3) + 3/8 x l x (3y1 + 3y2 – 3y0 – 3y3) = 3/8 x l x 4(y0 + y3) + 3/8 x l x (3y1 + 3y2) – 3y0 - 3y3) = 3/8 x l x (4y0 + 4y3) + 3/8 l x (3y1 + 3y2 – 3y0 - 3y3) = 3/8 x l x (4y0 + 4y3 + 3y1 + 3y2 – 3y0 - 3y3) 
= 3/8 x l x (y0 + y3 + 3y1 + 3y2 ) 
a 
b 
c 
l 
d 
l 
A1 
e 
Y0 
Y1 
Y2 
Gambar cara 1/3 Simpson 
l 
a 
b 
e 
l 
l 
A 
d 
f 
c 
Y0 
Y1 
Y2 
Y3 
Gambar cara 3/8 Simson
225 
Contoh. Diketahui: l =3 m; y0 = 4 m; y1 = 5 m; y2 =6 m; y3 = 4,5 m Ditanyakan luas A Penyelesaian: A = 3/8 x l x (y0 + y3 + 3y1 + 3y2 ) = 3/8 x 3 x (4 + 4,5 + 3 x 5 + 3 x 6 ) = 9/8 x (8,5 + 15 + 18 ) = 9/8 x 41,5 = 46,6875 m2 
2. Perhitungan luas dengan koordinat 
Diketahui harga koordinat titik: XA = 3000,000 m; YA = 3000,000 m XB = 3051,070 m; YB = 3029,489 m XC = 3147,385 m; YC = 3003,662 m XD = 3126,661 m; YD = 2886,384 m XE = 3058,116 m; YE = 2846,850 m Dari data tersebut di atas hitung luasnya: Penyelesaian: Penyelesaian dan perhitungannya lihat tabel di bawah. Tabel perhitungan luas 
Titik 
X 
Y 
X Yn+1 
Yn+1 X 
A B C D E A 
3000,000 3051,070 3147,385 3126,661 3058,116 3000,000 
3000,000 3029,489 3003,662 2886,384 2846,850 3000,000 
9088467,000 9164383,018 9084561,706 8901134,868 9174348,000 
9153210,000 9534968,236 9391432,833 8826897,093 8540550,000 
45412894,590 2L= L= 
45447058,160 45412894,590 34163,572 17081,786 
Luas ABCDE = 17081,786 m2
226 
PETA SITUASI TANAH 
3. PERHITUNGAN LUAS DENGAN PLANIMETER Perhitungan luas dengan planimeter ini, dilakukan pada peta yang sudah ada dengan bentuk batas wilayah yang tidak teratur, seperti pada gambar di bawah. 
Gambar batas tanah tidak teratur
227 
Alat Planimeter Konvensional 
Gambar Alat Planimeter Konvensional
228 
Pada buku petunjuk planimeter, tercantum daftar skala, harga satu satuan nonius, panjang penyetelan stang kutub penggerak, dan harga satuan nonius di lapangan. Lihat tabel berikut : 
Skala 
Stang (mm) 
Satuan nonius 
Lapangan ( m2) 
Peta (mm2) 
1:1000 1:200 1:1500 1:500 1:250 1:400 1:000 1 : 500 
149,2 149,2 130,6 116 116 86,8 65,8 48,6 
10 0,4 20 2 0,5 1 5 1 
10 10 8,8 8 8 6,25 5 1 
Tabel . Planimeter konvensional Cara menggunakan alat planimeter sebagai berikut : 
1. Tentukan dahulu skala peta yang akan dihitung 
2. Tentukan panjang stang planimeter 
3. Tentukan harga satu satuan nonius 
4. Siapkan peta yang akan dihitung luasnya, serta pasang pada meja yang rata 
5. Pasang alat planimeter di atas peta yang akan dihitung luasnya, dengan kedudukan jarum ada di tengah-tengah peta serta stang kutub dan stang penggerak kedudukannya kurang lebih 90º (llihat gambar bagan) 
6. Setelah itu jarum lyang ada pada roda dipasang pada batas areal dan catat harga satu satuan nonius yang ada pada tromol roda angka satuan nonius 
7. Kemudian jarum diputar mengelilingi batas areal ke kanan atau ke kiri sampai kembali ke titik asal, titik awal menjadi titik akhir. 
8. Selisih pembacaan akhir dikurangi pembacaan awal dikalikan harga satu satuan nonius adalah luas peta.
229 
Gambar bagan planimeter 
Contoh perhitungan : Diketahui : Skala peta 1 : 1000 Harga satu satuan nonius 10 mm2 di peta = 10 m2 di lapangan Pada permulaan pengukuran angka pada tromol tercatat 0 satu satuan nonius,dan titik pengukur tepat pada titik A , lihat gambar di bawah. Setelah diputar dan kembali ke titik awal tercatat 1156 satu satuan nonius. Selisih pembacaan akhir – pembacaan awal = 1156 – 0 = 1156 satu satuan nonius, maka luas peta adalah : 
L = 1156 x 10mm2 
= 11560 mm2 di peta 
L = 11560 x 10m2 
= 11560 m 2 di lapangan 
º 
Batang penggerak 
Stang kutub 
Titik pengukur 
Kotak pencatat
230 
Gambar peta situasi tanah dengan batas tidak teratur 
A 
 
Skala 1:1000
231 
Dalam pelaksanaan pekerjaan ini tentunya ada kesalahan-kesalahan. Toleransi kesalahan maksimum yang diperbolehkan pada pengukuran luas dengan menggunakan angka-angka yang diukur pada lapangan adalah : Untuk lapangan yang mudah : f1 = 0,2 L + 0,0003 L Untuk lapangan yang sedang : f2 = 0,25 L + 0,00045 L Untuk lapangan yang sukar : f3 = 0,3 L + 0,0006 L Kesalahan maksimum dengan cara grafis berlaku rumus : 
F4 = 0,0004 S L + 0,0003 L 
S = Skala Peta 
Tabel toleransi kesalahan 
L dalam ha 
f1m 
f 2 m 
f 3 m 
F4 1:500 
f 4 1:1000 
F4 1 :2500 
0,01 0,05 0,20 1,00 10,00 
2 4 10 23 93 
2 6 12 30 124 
3 7 14 36 155 
2 4 10 23 93 
4 9 18 43 156 
10 22 45 103 346 
Sumber : Soetomo Wongsotjiro, Ilmu Ukur Tanah, Jakarta : Swadaya, thn 1974. Contoh : f1 = 0,2 (L)1/2 + (0,0003 L) dalam hektar  0,01 hektar = 100m2 Kesalahan yang diperbolehkan (f1 = 0,2 (L)1/2 + (0,0003 L) = 0,2 (100)1/2 + (0,0003 . 100) = 2m Ternyata pada tabel untuk menghitung luas peta, skala yang tercantum hanya dari 1: 200  1 : 1500. Kalau sekiranya peta yang akan dihitung luasnya lebih kecil dari skala 1 : 1500, maka perlu dicari harga satuan noniusnya untuk peta yang akan dihitung luasnya Contoh : Umpama skala peta 1:10.000 akan dihitung luasnya dengan mempergunakan skala 1 : 1000. Penyelesaian perhitungan :
232 
V = (s2 / S2) x 10m2 = (100002 / 10002) x 10 m2 =1000 m2 Keterangan: V = Harga satu satuan nonius skala peta 1:10000 s = Skala peta 1:10000 S = Skala peta 1:1000 Untuk peta yang tercantum di bawah ini ukurannya di atas peta 5 cmx 5 cm = 25 cm2 = luas di peta. 
Gambar batas situasi suatu daerah dalam peta 1 cm2 di peta untuk skala 1:1000 = 100 m2 di lapangan 25 cm2 di peta untuk skala 1:1000 = 25 x 100 m2 = 2500 m2 lapangan 1 cm2 di peta untuk skala 1:10000 = 10000 m2 di lapangan 25 cm2 di peta untuk skala 1:10000 = 25 x 10000 m2 = 250000 m2 lapangan Kalau dihitung dengan satu satuan nonius = 250000/1000 x satu satuan nonius = 250 satu satuan nonius. 
Peta 1 : 10000 
5 cm 
5 cm 
5 cm 
5 cm
233 
4. PERHITUNGAN VOLUME 4. 1. Perhitungan volume berdasarkan kotak-kotak empat persegi panjang 
1 
Luas kotak = 10 m2 Angka 1,35; 1,20; 1,40 m………adalah beda tinggi terhadap titik tertentu. Ta= (1,35+1,20+1,25+1,30):4 =1,275 m Tb = (1,20+1,40+1,50+1,30):4 =1,350 m Tc = (1,40+1,50+1,40+1,50):4 =1,450 m Td = (1,25+1,30+1,50+1,40):4 =1,3625 m Te = (1,30+1,50+1,60+1,50):4 =1,475 m T =6,9125 m V = 10 x 6,9125 = 69,125 m3 h1 = 1,35+1,1,50+1,40+1,60+1,40 = 7,25 h2 = 1,2+1,40+1,50+1,25 = 5,35 h3 = 1,50 = 1,50 h4 = 1,30 = 1,30 V = 10/4(7,25 +2.5,35+3.1,50+4,1,30) = 69,125 m3 Rumus umum: V = 10/4(j1h1+2k1h2+3l1h3+4m1h4) 
1,25 
1,40 
1,20 
1,35 
1,50 
1,40 
1,60 
1,50 
1,40 
1,30 
1,50 
2 
2 
1 
b 
1 
1 
1 
4 
2 
3 
a 
2 
d 
e 
c
234 
4.2. PERHITUNGAN VOLUME BERDASARKAN GARIS TINGGI MORFOLOGI SITUASI TANAH 
6 5 4 3 2 1 Gambar kontur berbentuk lingkaran Keterangan: Diameter 1 = 21 m Diameter 2 = 35 m Diameter 3 = 42 m Diameter 4 = 56 m Diameter 5 = 63 m Diameter 6 = 70 m Interval kontur a 10 m Perhitungan volumenya dapat dilakukan dengan metoda: a. Volume rata-rata luas antara dua kontur V1 = ½(L1+L2)xh = ½ (346,5+962,5) x 10 m = 6545,0 m3 V2 = ½(L2+L3)xh = ½ (962,5+1386) x 10 m = 11742,5 m3 V3 = ½(L3+L4)xh = ½ (1386+2464) x 10 m = 19250,0 m3 V4 = ½(L4+L5)xh = ½ (2464+3118,5) x 10 m = 27912,5 m3 V5 = ½(L5+L6)xh = ½ (3118,5+3850) x 10 m = 34842,5 m3 V = 100292,5 m3
235 
b. Volume perbedaan antara luas dua kontur terhadap ketinggian dasar V1 = L1x 5h = 17325,0 m3 V2 = (L2-L1) x (4h + 1/2h) = 27720,0 m3 V3 = (L3-L2) x (3h + 1/2h) = 14822,5 m3 V4 = (L4-L3) x (2h + 1/2h) = 26950,0 m3 V5 = (L5-L4) x (1h + 1/2h) = 9817,5 m3 V6 = (L6-L5) x 1/2h = 3657,5 m3 V =100292,5 m3 L1 = ¼ D12 = ¼ x  x 212 = 346,5 m2 L2 = ¼ D22 = ¼ x  x 352 = 962,5 m2 
150 
140 
120 
100 
110 
130 
B 
A 
PENAMPANG A - B 
2 
3 
1 
4 
6 
5 
Gambar kontur berbentuk lingkaran
236 
L3 = ¼ D32 = ¼ x  x 422 = 1386,0 m2 L4 = ¼ D42 = ¼ x  x 562 = 2464,0 m2 L5 = ¼ D52 = ¼ x  x 632 = 3118,5 m2 L6 = ¼ D62 = ¼ x  x 702 = 3850,0 m2 Untuk menghitung volume jangan sekali-kali luas paling atas ditambah luas paling bawah dibagi dua dikalikan tingginya; karena bisa salah kalau sekiranya lereng tanah tidak kontinyu. Contoh: ½ (L1+L6) x 5h = ½ x (346,5+3850) x 50 = 104912,5 m3 
150 
140 
120 
100 
110 
130 
B 
A 
PENAMPANG A - B 
5 
4 
6 
3 
2 
1 
Gambar kontur berbentuk lingkaran
237 
X. TRANSFORMASI KOORDINAT 
1. Transformasi Toposentrik 
Proyeksi Polyeder 
Transformasi dari koordinat kartesian ke koordinat geografi 
Lintang Utara 
” = (A’) X + (C’) XY ” = (B’) Y - (D’) X2 Lintang Selatan ” = (A’) X - (C’) XY ” = - (B’) Y - (D’) X2 Diketahui : XP = -2316,7954 m XP = -3755,2012 m Lembar Peta 39/XXXIX Lintang Selatan ” = (A’) X - (C’) XY ” = - (B’) Y - (D’) X2 lo = 0o50’ ; qo = 6o50’ LS Untuk qo = 6o50’ LS, pada tabel harga : (A’) = 0,0325730 (B’) = 0,0325558 (C’) = 0,0006120 . 10-6 (D’) = 0,0003059 . 10-6 ” = (A’) X - (C’) XY = 0,0325730 . –2316,7954 = -75,4649 
-0,0006120 . 10-6 . –2316,7954 . –3755,2012 = -0,0053 ” = -75,4702”  = -1’15,4” l = lo +  = 0o50’ – 1’15,4702” = 0o48’44,53” ” = -(B’) Y – (D’) X2 = -0,0325558 . –3755,2012 = 122,2536 
= -0,0003059 . 10-6 . (-2316,7954)2 = - 0,0016 ” = 122,252”  = 2’2,252”
238 
q = qo +  = 6o50’ + 2’2,252” = 6o52’2,252” LS 2. Transformsi dari Koordinat Geografi ke Koordinat Kartesian 
Lintang utara: 
X = (A) - (C)  Y = (B) + (D)2 + (1) (D)2 + (2)3 Lintang selatan: X = (A) - (C) Y = - (B) - (D)2 – (1) (D)2 – (2)3 
Lembar peta 39/XXXIX 
lo = 0o50’ ; qo = 6o50’ l = 0o48’44,53” ; q = 6o52’2,252” (A) = 30,700314 ; (B) = 30,716486 (C) = 0,17719 . 10-4 ; (D) = 0,08855 . 10-4 (1) = 0,019907 ; (2) = 0,000122 . 10-6 X = (A)  - (C) . Y = -(B)  - (D) 2 – (1) (D) 2 – (2) 3 ” = l – lo = 0o48’44,53” – 0o50’ = -0o1’15,47” = -75,47” ” = q – qo = 6o52’2,252” – 6o50’ = 2’2,252” = 122,252” X = 30,7003`4 . (-75,47) -0,17719 . 10-4 . (-75,47) . 122,252 = -2316,789 m Y = -30,716486 . 122,252 – 0,08855 . 10-4 . (75,47)2 -0,019907 . 0,08855 . 10-4 . 122,2522 -0,000122 . 10-6 . 122,2523 = -3755,2051 m
239 
Tabel perhitungan koordinat polyeder dari koordinat geografi 
Qo 
(A) 
(B) 
(C) x 10 4 
(D) x 10 4 
0o 10’ 30’ 50’ 
30,918364 30,917324 30,915246 
30,712135 30,712156 30,712197 
0,00433 0,01299 0,02166 
0,00218 0,00654 0,01090 
1o 10’ 30’ 50’ 
30,912127 30,907969 30,902773 
30,712260 30,712343 30,712447 
0,03032 0,03898 0,04764 
0,01526 0,01961 0,02397 
2o 10’ 30’ 50’ 
30,896537 30,889262 30,880949 
30,712572 30,712717 30,712883 
0,05269 0,06495 0,07360 
0,02832 0,03266 0,03700 
3o 10’ 30’ 50’ 
30,871593 30,861209 30,849781 
30,713071 30,713279 30,713506 
0,08225 0,09090 0,09955 
0,04134 0,04567 0,05000 
4o 10’ 30’ 50’ 
30,837318 30,823816 30,809278 
30,713756 30,714026 30,714315 
0,10819 0,11683 0,12546 
0,05431 0,05862 0,06293 
5o 10’ 30’ 50’ 
30,793704 30,777095 30,759450 
30,714626 30,714957 30,715309 
0,13410 0,14272 0,15135 
0,06722 0,07151 0,07578 
6o 10’ 30’ 50’ 
30,740772 30,721059 30,700314 
30,715681 30,716073 30,716486 
0,15996 0,16587 0,17719 
0,08005 0,08430 0,08855 
7o 10’ 30’ 50’ 
30,678535 30,655725 30,631885 
30,716919 30,717372 30,717845 
0,18578 0,19438 0,20297 
0,09278 0,09700 0,10120 
8o 10’ 30’ 50’ 
30,607012 30,581111 30,554181 
30,718338 30,718851 30,719384 
0,21155 0,22013 0,22870 
0,10540 0,10957 0,11374 
9o 10’ 30’ 50’ 
30,526223 30,497238 30,467227 
30,719937 30,721103 30,721103 
0,23726 0,24582 0,25437 
0,11788 0,12201 0,12713 
(1) = 0,019907 
(2) x 106 = 0,000122
240 
Tabel perhitungan koordinat geografi dari koordinat polyeder 
Qo 
(A) 
(B) 
(C) x 10 6 
(D) x 10 6 
0o 10’ 30’ 50’ 
0,0323432 0,0323443 0,0323465 
0,0325604 0,0325604 0,0325603 
0,0000148 0,0000443 0,0000738 
0,0000074 0,0000223 0,0000371 
1o 10’ 30’ 50’ 
0,0323498 0,0323541 0,0323596 
0,0325603 0,0325602 0,0325601 
0,0001033 0,0001328 0,0001624 
0,0000520 0,0000668 0,0000817 
2o 10’ 30’ 50’ 
0,0323661 0,0323737 0,0323824 
0,0325600 0,0325598 0,0325596 
0,0001920 0,0002216 0,0002513 
0,0000966 0,0001115 0,0001263 
3o 10’ 30’ 50’ 
0,0323922 0,0324031 0,0324151 
0,0325594 0,0325592 0,0325590 
0,0002810 0,0003106 0,0003406 
0,0001412 0,0001561 0,0001710 
4o 10’ 30’ 50’ 
0,0324282 0,0324424 0,0324578 
0,0325587 0,0325584 0,0325581 
0,0003704 0,0004004 0,0004303 
0,0001860 0,0002009 0,0002153 
5o 10’ 30’ 50’ 
0,0324748 0,0324917 0,0325103 
0,0325578 0,0325574 0,0325571 
0,0004604 0,0004906 0,0005208 
0,0002308 0,0002458 0,0002608 
6o 10’ 30’ 50’ 
0,0325201 0,0325510 0,0325730 
0,0325567 0,0325562 0,0325558 
0,0005511 0,0005815 0,0006120 
0,0002758 0,0002908 0,0003059 
7o 10’ 30’ 50’ 
0,0325961 0,0326203 0,0326457 
0,0325553 0,0325549 0,0325544 
0,0006426 0,0006734 0,0007042 
0,0003209 0,0003360 0,0003511 
8o 10’ 30’ 50’ 
0,0326723 0,0326999 0,0327287 
0,0325538 0,0325533 0,0325527 
0,0007352 0,0007662 0,0007975 
0,0003662 0,0003814 0,0003966 
9 10’ 30’ 50’ 
0,0327587 0,0327899 0,0328222 
0,0325522 0,0325515 0,0325509 
0,0008288 0,0008603 0,0008920 
0,0004118 0,0003270 0,0004423
241 
Proyeksi UniverseTransverse Mercator 1. Transformasi Dari Koordinat Geografi Ke Koordinat Kartesian A. BESSEL : a = 6377397 ; b= 6356079 ; ko = 0,9996 = 107 37’ 12,32” = 6’52’ 02,252” h= 702,7603 0= 105; cm=500000 m =  - 0 = 10737’12,32” - 105 = 237’12,32” e2= (a2 - b2):a2= 6,674312317-03 e12=(a2 - b2):b2= 6,719158076-03 n = (a - b):(a + b) = 1,674169724-03 v = a: (1- e2 sin2 ) 1/2 = 6377701,296 = 652’02,252” = 412,0375333’ 0 = 412,0375333. 0,000290888208666 = 0,119856774 A’= a1-n+(5/4)(n2 - n3) + (81/64) (n4 - n5) + ...  = 6366742,461 B’= (3/2) a n - n2 + (7/8) ( n3-n4) + (55/64) n5  = 15988,4944 C’= (15/16) a n2 - n3+(3/4) (n4- n5 ) = 16,72965248 D’= (35/48) a n3 - n4 + (11/16) n5  = 0,021784212 E’= (315/512 ) a n4 - n5  = 3,077189835-05 “ = 2 37’ 12, 32” = 9432,32” p = 0,0001. “= 0,0001 . 9432,32” = 0,943232 P2 = 0,889686605; P3 = 0,839180876 P4 = 0,791542256 S = A’0 - B’Sin 2 + C’ Sin 4 - D’ Sin 6 + E’ Sin 8 = 759308,8536 (I) = S ko = 759005,13 (II) = v Sin  Cos  Sin2 1” . ko . 108 : 2 = 889,4177114 (III) = Sin4 1”v Sin  Cos3 (5-tg2 +9e’2 Cos2 + 4e’4 Cos4) ko.1016 : 24 = 0,866374213
242 
A6 = p6. Sin6 1” v Sin  Cos  (61-58tg2  + tg4  + 270e’2 Cos2  - 330 e’2 Sin2  ko.1024 :720 = 5,7823632-04 B5 = p5 Sin 51 “ v Cos5  (5-18tg2 +tg4 14e’2 Cos2 - 58 e’2 Sin2  ) ko.1020 : 120 = 0,049460002 (IV) = v Cos  Sin1” ko.104 = 306858,6193 (V) = Sin3 1”v Cos3  (1-tg2  +e’2 Cos2  ) ko.1012 : 6 = 117,5564676 N = (I) + (II) p2 + (III) p4 + A6 = 759797,643 m  Selatan N = 9240202,357 m E = 500000 + (IV) p + (V) p3 + B5 = 789537, 577 m B. WGS‟84 : a = 6378137 ; b = 635752,314 ; ko = 0,9996 = 107 37’ 12,32” = 6’52’ 02,252” h= 702,7603 0= 105; cm=500000 m =  - 0 = 10737’12,32” - 105 = 237’12,32” e2= (a2 - b2):a2 = 6,694380061-03 e12=(a2 - b2):b2= 6,739496814-03 n = (a - b):(a + b) = 1,679220406-03 v = a: (1- e2 sin2 ) 1/2 = 6378442,246 = 652’02,252” = 412,0375333’ 0 = 412,0375333. 0,000290888208666 = 0,119856774 A’= a1-n+(5/4) (n2 - n3) + (81/64) (n4 - n5) + ...  = 6367449,146 B’= (3/2) a n - n2 + (7/8) ( n3-n4) + (55/64) n5  = 16038,50891 C’= (15/16) a n2 - n3+(3/4) (n4- n5 ) = 16,83261371 D’= (35/48) a n3 - n4 + (11/16) n5  = 0,022020393 E’= (315/512) a n4 - n5  = 3,12001982-05 “ = 2 37’ 12, 32” = 9432,32”= 9432,32” 
p = 0,0001. “= 0,0001 . 9432,32” = 0,943232
243 
p2 = 0,889686605; P3 = 0,839180876 p4 = 0,791542256 S = A’0 - B’Sin 2 + C’ Sin 4 - D’ Sin 6 + E’ Sin 8 = 759381,7275 (I) = S ko = 759077,9748 (II) = v Sin  Cos  Sin2 1” . ko . 108 : 2 = 889,5210424 (III) = Sin4 1”v Sin  Cos3 (5-tg2 +9e’2 Cos2 + 4e’4 Cos4) ko.1016 : 24 = 0,8665606037 A6 = p6. Sin61 ” v Sin  Cos5  (61-58tg2  + tg4  + 270e’2 Cos2  e’2 Sin2 ) ko.1024 :720 = 5,783254826-04 B5 = p5 Sin 51 “v Cos5  (5-18tg2 +tg4 14e’2 Cos2 - 58 e’2 Sin2  ) ko.1020 : 120 = 0,049468452 (IV) = v Cos  Sin1” ko.104 = 306894,2696 (V) = Sin3 1” v Cos3  (1-tg2  +e’2 Cos2  ) ko.1012 :6 = 117,5725009 N = (I) + (II) p2 + (III) p4 + A6 = 759870,599 Selatan N = 9240129,401 m E = 500000 + (IV) p + (V) p3 + B5 =789571,210 m
244 
2. Transformasi dari Koordinat Kartesian ke Koordinat Geografi Diketahui : X = 789537,577 m; Y = 759797,643 m Zone 48 M BESSEL 1841: a = 6377397,155 m; b = 6356079 m Ditanyakan : ,  Tentukan : e2 = (a2 – b2) : a2 = (6377397,1552 – 63560792) : 6377397,1552 = 6,674360602-03 e1 = (a2 – b2) : b2 = (6377397,1552 – 63560792) : 63560792 = 6,719207012-03 ko = 0,9996; q = 10-6 . (789537,577 – 500000) = 0,289537577 500000 = ( harga sentral meredian) Rumus untuk mencari  dan  : (VII) = tg’. (1+e1.cos2’).1012 : (2.v2.sin1”.ko2) (VIII) = tg’.1024.(5+3.tg2+6.e12.cos2’-6.e1.sin2’-3.e14.cos4-9.e14.cos2’.sin2 24.v4.sin1”ko4 (IX) = sec’.106 : (v.sin1”.ko (X) = sec’.1018. (1+2.tg2’+e12.cos2’) : (6.v3.sin1”.ko3) D6 = q6.tg’.1036.(61+90.tg2’+45tg4’+107.e12.cos2’-162.e12.sin2’ -45.e12 .tg2’sin2’) : (720.v6.sin1”.ko6) E5 = q5.sec’.1030.(5+28.tg2’+24.tg4’+6.e12cos2’+8.e12.sin2’) : (120.v5.sin1”.ko5)  = ’ – (VII)q2 + (VIII)q4 – D6 ;  = q(IX) – (X)q2 + E5 Untuk mencari ’ perlu diketahui harga (I) seperti yang telah diterangkan untuk mencar harga koordinat. Sebagai perkiraan dapat dilakukan sebagai berikut: Cari jari-jari kelengkungan meredian (M), dengan  = 0 M = a2b2 : (a2cos2 + b2sin2)3/2 = 6377397,1552.63560792 : (6377397,1552.cos2 + 63560792sin2)3/2 = 6377397,1552.63560792 : (6377397,1552.cos0 + 63560792sin20)3/2 = 6334832,108 m Keliling lingkaran = 2M = 39802924,02 m = 360 1 = 110563,6778 m
245 
Telah diketahui Y = 759797,643 m ’ perkiraan = (759797,643 : 110563,6778).1 = 652’19,33” ’ perkiraan ini terletak antara 652’ dan 653’ Untuk 652’  (I) = 758936,504 m Untuk 653’  (I) = 760778,759 m 1’ (I) =1842,255 m Untuk Y = 759797,643 m  ’ = 652’ + (759797,643-758936,504):1842,255.1’ = 652’28,05” ( ’ ini akan menjadi acuan hitungan). v = a : (1-e2sin2’)1/2 = 6377397,155 : (1-6,674360602-03sin2652’28,05”)1/2 = 6377702,085 m Sekarang ’ telah diktahui yaitu : ’ = 652’28,05” (VII) = tg’. (1+e1.cos2’).1012 : (2.v2.sin1”.ko2) = 307,9553851 (VII)q2 =25,81654218” (VIII) = tg’.1024.(5+3.tg2+6.e12.cos2’-6.e1.sin2’-3.e14.cos4-9.e14.cos2’.sin2 24.v4.sin1”.ko4 = 3,18820892 (VIII)q4 = 0,022406153” (IX) = sec’.106 : (v.sin1”.ko) = 32588,7846 (X) = sec’.1018. (1+2.tg2’+e12.cos2’) : (6.v3.sin1”.ko3) = 138,4098323 D6 = q6.tg’.1036.(61+90.tg2’+45tg4’+107.e12.cos2’-162.e12.sin2’ -45.e12 .tg2’sin2’) : (720.v6.sin1”.ko6) = 2,419548925-06” E5 = q5.sec’.1030.(5+28.tg2’+24.tg4’+6.e12cos2’+8.e12.sin2’) : (120.v5.sin1”.ko5) = 0,0018”  = ’ – (VII)q2 + (VIII)q4 – D6 = 652’02’2,252”  = q(IX) – (X)q2 + E5 = 237’12,32” Titik P(X = 789537,577; Y = 759797,6430) terletak di zone 48M; maka sentral merediannya adalah 105 = o  = o +  = 105 + 237’12,32” = 10737’12,32” Titik P mempunyai koordinat geografi:  =10737’12,32”;  = 652’02,252”
246 
XI. TRANSFORMASI KOORDINAT GLOBAL POSITIONING SYSTEM Tranformasi Geosentrik Transformasi dari Koordinat Geografi ke Koordinat Kartesian BESSEL: Diketahui: a = 6377397,155 m; b = 6356079 m; e2 = 6,674360602-03  = 652’2,252”;  = 10737’12,32”; h =1459,489 m N = a2 : (a2 cos2 + b2sin2)1/2 = 6377397,1552 : (6377397,1552.cos2652’2,252” + 63560792.sin2652’2,252”)1/2 = 6377701,446 m X = (N+h).cos.cos = (6377701,446+1459,489).cos652’2,252”.cos10737’12,32” = -1917144,58 m Y = (N+h).cos.sin = (6377701,446+1459,489).cos652’2,252”.sin10737’12,32” = 6036261,494 m Z = ((b2:a2).N+h).sin = ((63560792:6377397,1552).6377701,446+1459,489).sin652’2,252” = 757667,1318 m
247 
Diketahui:  = 652’2,252”;  = 10737’12,32”; h= 1459,489 m a = 6377397,155 m; b = 6356079 m; e2 =6,674360602-03 e12 = 6,719207012-03 Transformasi dari Koordinat Kartesian ke Koordinat Geografi Diketahui: a = 6377397,155 m; b = 6356079 m; X = -1917144,58 m; Y = 6036261,494 m; Z = 757667,1318 m; h = 1459,489 m Ditanyakan:  dan . N = a2 : (a2cos2 + b2sin2)1/2 ; p = (X2 + Y2)1/2 = (N + h)cos; h = (p : cos) - N p = (X2 + Y2)1/2 = (N+h).cos = (-1917144,582 + 6036261,4942)1/2 = 6333395,311 m h = (p : cos) – N = 1459,489 m (telah dihitung) tg = (Z : p) : (1 – e2. N/(N + h) = (757667,1318 : 6333395,311) : 1-6,674360602-03. 677701,446/(6377701,446 + 1459,480) = 0,120434119   = 652’2,252” 
x 
a 
 
 
X 
y 
N 
h 
z 
P 
 
Z 
Gambar : Koordinat kartesian (X, Y, Z) dan koordinat ellissoid 
Y 
b
248 
tg = Y : X = 6036261,494 : -1917144,58 = - 3,14856874  = 10737’12,32” e2 = (a2 – b2) : a2 = 6,674360602-03; e12 = 6,719207012-03 Z = (N + h – e2N) sin; Z = (N + h)1 – e2N : (N +h) sin (Z : p) = 1 – e2N : (N + h) tg tg = (Z : p) 1 – e2N : (N + H)-1; tg = Y : X;  = arctg = Y : X  = arctg = (Z + e12 b sin3) : (p – e2 a cos3) ;  = arctg Za : pb
249 
XII. PERHITUNGAN JARAK GEODESI Jarak geodesi adalah jarak yang menghubungkan dua titik pada permukaan ellipsoid. Diketahui koordinat geografi dari titik: P1 1 = 2; 1 = 106 P2  2 = 4; 2 = 107 Ditanya jarak P1P2 Penyelesaian 1: P1P2 = R x / Keterangan: R = Jari-jari bumi p = 180/ R = 6377397,155 m;  = 57,29577951 cos = sin1 x sin2 + cos1 x cosn2 x cosn(2 - 1) = sin2 x sin4 + cos2 x cos4 + cos(107 - 106) = 0,034899496 x 0,069756473 + 0,999390827 x 0,99756405 x 0,999847695 = 0,999238985  = 2,235432568 P1P2 = R x / = (6377397,155 x 2,235432568)/ 57,29577951= 248818,3496 m Penyelesaian 2 tg = (2 - 1)//ln tg(45 +1/22) – ln tg(45 +1/21) = (107 - 106)/ 57,29577951/(ln tg47 – ln tg46) = 0,017453292/(0,069869949 – 0,034913675) = 0,017453292/0,034956273 = 0,499289267  = 26,53246431 (2 – 1)/ = 0,034906585 P1P2 = (R/cos) x ((2 – 1)/) = (6377397,155/cos26,53246431) x ((4-2)/57,29577951)) = 248818,3574 m 
 
P1 
P2 
 
 
 
1 
2 
1 
2
250 
DAFTAR PUSTAKA Ir. Aryono Prihandito M.Sc., Proyeksi Peta, IKAPI, Yogyakarta, 1988 Bessel Spheroid (meters), Volume I, Transformation of Coordinates from Grid to Geographic,Headquartes, Department of the Army, July, 1958 D. Hidayat, Muchidin Noor, Teori dan Praktek Ukur Tanah 2, Direktorat Pendidikan Menegah Kejuruan Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Idi Sutardi, Ilmu Ukur Tanah, Kursus Surveyor Topografi Pertambanagan, Pusat Pengembangan Tenaga Pertambangan, Bandung, 1997 Ir. Heinzfrick, Ilmu dan Alat Ukur Tanah, Kanisius, Yogyakarta, 1993 Madhardjo Marsudiman, Praktis Kartografi, Bandung Soeyono Sostrodarsono, Masayoshi Takasaki, Pengukuran Topografi Dan Teknik Pemetaan,PT.Pradnya Paramita Yogyakarta, 1992 Soetomo Wongsotjitro, Ilmu Ukur Tanah, Swada, Jakarta, 1974
251
252
1
2

Ilmu ukur tambang

  • 1.
    1 ILMU UKURTANAH Oleh: IDI SUTARDI BANDUNG 2007
  • 2.
    2 KATA PENGANTARIlmu Ukur Tanah ini disajikan untuk Para Mahasiswa Program Pendidikan Diploma DIII, Jurusan Geologi, Jurusan Tambang mengingat tugas-tugasnya yang selalu berhubungan dengan kegiatan di lapangan dan peta-peta yang terkait dengan penyelidikannya. Oleh karena itu dengan mempelajari Mata Pelajaran Ilmu Ukur Tanah ini diharapkan Para Mahasiswa dapat dengan mudah mengenal keadaan medan, baik medan yang bersifat buatan alam maupun medan yang bersifat buatan manusia. Sekaligus juga dapat mengaplikasikan/menerapkan ilmu yang telah di dapat di sekolah, sehingga memperlancar tugas-tugasnya di lapangan, baik dalam penentuan lokasi setiap titik pada peta maupun penentuan posisi setiap titik di lapangan. Dengan data yang cukup akurat tentunya akan menghasilkan suatu peta yang dapat dipertanggungjawabkan tingkat ketelitiannya.
  • 3.
    3 D AF T A R I S I KATA PENGANTAR i I. PENDAHULUAN 1 II. KOMPAS GEOLOGI 2 A. Cara Pengontrolan 4 B. Cara membaca 5 C. Kegunaannya 8 Jalur ukuran tegak lurus strike 11 Jalur ukuran tidak tegak lurus strike 12 III. PENGUKURAN WATERPAS 15 Pengukuran waterpas tak terikat 15 Pengukuran waterpas terikat 15 Alat ukur waterpas 21 IV. KOORDINAT TITIK 22 4.1. Menentukan azimut 22 4.2. Menentukan jarak datar 22 4.3. Menghitug koordinat titik 23 V. PENGUKURAN POLIGON 24 5.1. Tujuan dari pengukuran poligon 24 5.2. Gunananya pengukuran poligon 24 5.3. Bentuk pengukuran poligon a. Bentuk poligon tertutup 24 b. Bentuk poligon terbuka 24 Alat Ukur Theodolit 41 VI. PENGUKURAN SITUASI 43 Alat Ukur Theodolit Kompas 46 Metoda pengukuran dengan magnit 47 Gambar peta topografi 52 VII. PENGUKURAN TITIK TETAP 53 1. Cara Mengikat Pengukuran Ke Belakang 53 2. Cara Mengikat Pengukuran Ke Muka 53 VIII. MENGHITUNG LUAS DAN VOLUME 62 Cara Simpson 62 Cara 1/3 Simpson 62 Cara 3/8 Simpson 62 Cara System Koordinat 63 Peta Situasi Tanah 64 Perhitungan volume pada daerah berbentuk kontur : 66 1. Metoda rata-rata luas antara dua kontur 66 2. Metoda perbedaan antara luas dua kontur terhadap ketinggian dasar 67
  • 4.
    4 IX. TRANSFORMASIKOORDINAT 69 Transformasi Koordinat Toposentrik: 69 Proyeksi polyeder 69 Proyeksi Universe Transverse Mercator 74 Transformasi Koordinat Global Positioning System : 82 Transformasi Geosentrik 82 DAFTAR ISI PERLU ADA PENYESUAIAN
  • 5.
    5 I. PENDAHULUAN Diktat Ilmu Ukur Tanah ini disajikan untuk menambah pengetahuan Para Peserta Program S1 Jurusan Geologi dalam memperlancar tugas-tugas di lapangan dan di kantor, baik dalam penentuan posisi di lapangan, pengeplotan posisi di peta dasar, pembuatan kerangka dasar peta geologi, pembuatan peta topografi dan pembuatan peta sejenisnya. Di dalam diktat ini akan dibahas mengenai koordinat titik, cara pengukuran poligon, cara pengukuran situasi, menghitung luas dan cara menghitung volume. Koordinat dapat memberi gambaran tentang letak lokasi tertentu di peta dan di lapangan; sedangkan pengukuran polygoon merupakan kerangka dasar bagi pembuatan peta, baik peta topografi, peta tambang, peta pengairan, peta kehutanan dan jenis-jenis peta lainnya. Pengukuran situasi adalah pengukuran untuk memperoleh secara detail mengenai keadaan fisik bumi, yaitu yang meliputi: gunung, punggungan, bukit-bukit, lembah, sungai, sawah, kebun, batas wilayah, jalan kereta api jalan raya, batas pantai d.l.l. Biasanya pengukuran situasi yang dilakukan secara detail ini guna kepentingan pembuatan peta topografi, atau untuk pembuatan peta-peta teknis yang diperlukan untuk jenis proyek tertentu. Pembuatan titik tetap adalah sebagai landasan untuk menentukan azimut awal dan azimut akhir, harga koordinat serta ketinggian dari muka air laut atau dari muka bidang datum pada daerah pengukuran. Hal ini dilakukan apabila pada daerah pengukuran tidak terdapat titik tetap/titik trianggulasi. Transformasi koordinat adalah untuk menentukan jenis proyeksi yang diperlukan, baik pada bidang datum atau bidang proyeksi. Perhitungan luas dan volume berdasarkan metoda tertentu sesuai dengan ketelitian yang diperlukan. Diharapkan setelah mempelajari materi pelajaran ini, Para Peserta Program S1 dapat melakukan pengukuran pemetaan, mengolah data lapangan dan membuat peta.
  • 6.
    6 II. KOMPASGEOLOGI Pada umumnya Kompas Geologi adalah sama, walaupun bentuknya berbeda-beda. Bagian-bagian yang paling utama pada Kompas Geologi ialah : bulatan bidang datar, sebagai alat pembacaan azimut/arah lapisan batuan, jarum magnit sebagai alat penunujuk untuk menentukan besarnya azimut, klinometer untuk menunjukan besarnya sudut miring lapisan batuan. Ditinjau pada cara pembacaan azimutnya Kompas Geologi itu ada 2 (dua) macam : 1. Pembacaan azimut timur; 2. Pembacaan azimut barat. 1. Pembacaan azimut timur. Yang dimaksud dengan pembacaan azimut timur ialah apabila pembagian skala pembacaan pada lingkaran datar membesarnya pembagian angkanya dimulai dari kanan ke kiri (lihat gambar 2). 2. Pembacaan azimut barat Pembacaan azimat Barat ialah apabila pembagian sekala pembacaan pada lingkaran datar membesarnya pembagian angkanya dimulai dari kiri ke kanan (lihat gambar 3). Gambar: Kompas Geologi
  • 7.
    7 AZIMUT TIMUR Adapula kompas yang pembacaan lingkaran datarnya dibagi dalam kwadran (lihat gambar 4). A. Cara Pengontrolan Sebelum kompas dipergunakan di lapangan terlebih dahulu perlu diteliti kebenarannya. Yang perlu diteliti antara lain : 1. Inklinasi Inklinasi adalah sudut yang dibentuk oleh bidang datar dan jarum magnit. Artinya disini bahwa jarum magnit kedudukannya tidak seimbang.  0 N W 270o 90oE S 180o GAMBAR 2. Besaran angka pada kompas azimuth timur  0 N W 90o 270oE S 180o AZIMUTH BARAT GAMBAR 3. Besaran angka pada kompas azimuth barat
  • 8.
    8 Untuk inidigeser gelang pemberatnya yang ada pada jarum magnit, sehingga kedudukan jarum magnit dalam keadaan horizontal. 2. Deklinasi Deklinasi adalah sudut yang dibentuk oleh arah Utara Bumi dengan arah Utara Magnit. Oleh karena itu untuk mengetahui deklinasi di suatu wilayah perlu melihat pada peta topografi yang biasanya selalu ditulis dibagian bawah lembar peta. Atau kalau sekiranya tidak diketahui deklinasinya pada wilayah/daerah itu perlu diadakan pengamatan matahari. Umpama diketahui pada daerah itu deklinasi antara Utara Bumi dan Utara Magnit adalah 10o ke arah Timur. Maka apabila alat ini ingin dijadikan Utara Bumi, angka 0 pada lingkaran datar diputar ke arah Barat, sehingga indeks pin menunjuk kepada angka 350o (alat ini adalah azimuth Timur). 3. Cek Kelancaran Putaran Jarum Magnit Untuk ini perlu kompas diletakan pada meja yang datar dan terhindar dari pengaruh besi yang dapat mengganggu jalannya jarum magnit. Sekarang baca jarum magnit utara berapa azimuthnya. Putar lingkaran 180o, kemudian kunci jarum magnit. Kembalikan kompas pada kedudukan pertama. Buka jarum magnit kuncinya. Baca sekarang azimuthnya. Kalau pembacaan kedua sama dengan pembacaan pertama, maka putaran jarum magnit baik. Kaluat tidak sama maka hal ini mungkin jarum magnit tumpul. Hal ini perlu diruncingkan. Atau kemungkinan terlalu runcing, dan ini juga perlu sedikit ditumpulkan sampai putaran jarum magnit baik. B. Cara Membaca Kompas dengan lingkaran pembagian 360o. Telah disebutkan dimuka bahwa cara pembacaan itu ada azimuth Timur dan azimuth Barat.
  • 9.
    9 Arah Bidik  0 N W 90o 90oE S 0 GAMBAR 4. Besaran angka pada azimuth bearing Deklinasi Gambar 6. Kedudukan utara bumi dan utara magnit UB UM Gambar 7. Pembacaan jarum magnit pada kompas  60 W 270o 90oE 0 N S 180o AZIMUTH TIMUR Gambar 5. Kedudukan jarum dengan bidang datar Inklinasi  Jarum magnit  Kawat pemberat
  • 10.
    10 Arah Bidikan Gambar 8. Posisi garis bidik di peta /di bumi 60o U 45o U Gambar 12. Posisi garis bidik di peta/di bumi  50 S 180o W 90o 0 N Gambar 9. Pembacaan jarum magnit pada kompas E 270o AZIMUTH BARAT Arah Bidik 50o U Arah Bidikan Gambar 10. Posisi garis bidik di peta/di bumi  45 S 0o W 90o 0 N Gambar 11. Pembacaan jarum magnit pada kompas E 90o Arah Bidikan N 45oW
  • 11.
    11 Sebelum pergike lapangan hendaknya diketahui lebih dahulu mana jarum Utara dan mana jarum Selatan. Biasanya memang dibedakan antara jarum magnit utara dan jarum magnit selatan, yaitu dengan diberi tanda tertentu. Namun kalau tidak diketahui sebelumnya tanda tersebut akan membingungkan di lapangan. Dalam membaca azimuth selalu dimulai dari 0 (utara) ke arah bidikan. Pada saat membaca, bukan arah bidikan yang dibaca, tapi pada jarum magnit utara, berapa angka yang ditunjuk oleh jarum magnit utara itu pada sekala lingkaran datar. Kalau membaca pada arah bidikan biasanya angka akan tetap menunjukan 0 (N); karena berputar pada kompas ini bukan jarum magnitnya tapi lingkaran datarnya. Perlu diingat bahwa, pada saat membidik ke arah suatu obyek selalu angka 0 ( N ) ada dihadapan kita.Cara membaca azimuth pada lingkaran yang dibagi 4 kwadran, akan nampak bahwa, pembacaan azimuth disini ada 2 macam yaitu pembacaan azimuth timur dan azimuth barat. Karena pada kompas ini ada harga 0 pada N dan harga 0 pada S, maka garis Utara magnit dan garis selatan magnit berfungsi sebagai penentu besarnya sudut atau azimuth. C. Kegunaannya Kegunaan kompas geologi ini dapat dipergunakan sebagai berikut : 1. Penunjuk arah dari setiap lintasan yang dilalui; Arah Bidikan 40o S Gambar 13. Posisi garis bidik di peta/di bumi  40 S 0o W 90o 0 N Gambar 14. Pembacaan jarum magnit pada kompas E 90o Arah Bidik S 40oE
  • 12.
    12 2. Sebagaipenunjuk arah lapisan batuan; 3. Untuk mengetahui sudut kemiringan lapisan batuan dan kemiringan tanah. Dalam hal ini yang digunakan bukan jarum magnitnya tapi jarum kilometer. Cara pembacaan untuk pengukuran azimuth/arah dari lapisan batuan dan sudut kemiringan ditulis seperti berikut : N30oE/25o, artinya arah lapisan azimuthnya 30o dan kemiringan lapisan batuan sudut miringnya 25o. Adapula pengukuran arah lapisan sudut miringnya dilakukan dengan cara mengukur dari arah kemiringan lapisan. Cara penulisannya ialah : 35o/20o (diketahui kompas azimuth timur). U 30o 25o Gambar 15. Posisi strike dan dip di peta/di bumi peta/dibumi N30oE/25o Bidang Lapisan 25o Gambar 16. Posisi bidang datar dan bidang lapisan Bidang Datar 25o Gambar 15a. Simbol strike dan dip di peta 30o 25o Gambar 17. Posisi strike dan dip di peta/di bumi N30oW/25o U
  • 13.
    13 Untuk menentukanposisi kemiringan dibuat pada gambarnya berputar searah jarum jam terhadap arah lapisan. Untuk mengetahui arah lapisan /azimutnya ialah: 360o + 35o – 90o = 305o Arah lapisan/azimuthnya ialah: 125o - 90o = 35o Cara pengukuran lapisan batuan yang tersebut di atas mempergunakan kompas geologi yang berazimuth timur. Untuk pengukuran yang mempergunakan kompas geologi yang berazimuth barat digambarkan seperti berikut : Untuk mengetahui arah lapisan dari batuan tersebut ialah: 35o + 90o = 125o (lihat gambar 20). Untuk mengetahui arah lapisan dari batuan tersebut ialah: 125o + 90o = 215o (lihat gambar 21). Gambar 18. Posisi dip dan strike di peta/di bumi 35o/20o U 35o 20o U 35o 40o Gambar 20. Posisi strike dan dip dipeta/di bumi 35o/40o Gambar 19. Posisi dip dan strike di peta /di bumi U 125o 40o 125o/40o 125o 40o 125o/40o U Gambar 21. Posisi strike dan dip dipeta/di bumi
  • 14.
    14 Untuk caraini dalam penggambarannya dapat dilakukan sebagai berikut : Setelah arah kemiringan lapisan dari batuan itu digambar, maka untuk menggambarkan arah lapisannya dibuat garis tegak lurus dengan arah kemiringan lapisan. Untuk mengetahui tebal lapisan dapat dilakukan seperti pada gambar 22, dimana jalur ukuran tegak lurus arah lapisan (strike). Jalur ukuran tegak lurus strike Keterangan: Tebal lapisan dapat dihitung dengan persamaan: tL = sin ( + ) . d Contoh :  = 200 ;  = 350; d = 60,00 m tL = d. sin ( +  ) = 60. Sin (200 + 35) = 60. Sin 550 = 49,149 m d = Jarak singkapan lapisan  = Kemiringan dari singkapan/kemiringan tanah  = Kemiringan lapisan batuan t = Tebal lapisan batuan yang dicari Gambar 22a Kedudukan struktur lapisan batuan d A B tL   90 A B Strike Arah jalur ukuran d Gambar 22. Singkapan batuan tampak atas
  • 15.
    15 Jalur ukurantidak tegak lurus strike U C B Keterangan: Strike // BC Diketahui: AC = 114,615 m (panjang singkapan) h = 1018’51” (slope tanah/singkapan)  = 35 (kemiringan lapisan batuan Strike = 60 (N60E) AB  strike Dari data hasil pengukuran di atas akan dihitung: 1. Sudut kemiringan normal tanah 2. Tebal lapisan singkapan batuan Penyelesaian: Buat gambar penampang jalur ukuran AC (lihat gambar 23a) Jalur ukuran normal Jalur ukuran Strike 90 60 60 A Gambar 23. Singkapan tampak atas
  • 16.
    16 AC’ CC’ Hitung: 1. Jarak AC’ 2. Tinggi CC’ (th) Penyelesaian: 1. Jarak AC’ dapat dihitung dengan persamaan: AC’ = (AC) x Cos = 114,615 x cos1018’51” = 112,763 m 2. Tinggi CC’ dapat dihitung dengan persamaan: th = ( AC) x sinh = 114,615 x sin 1018’51 = 20,521 m Keterangan: AB’  BB’ ; AB  BC; AB’ BC’  = 60 (Sudut B’AC’) Dari gambar 23b, akan dihitung: Gambar 23a. Penampang jalur ukuran AC th h C’ C A B C’ Jalur ukuran n C B’ th th h A Gambar 23b. Penampang tiga dimensi topografi jalur ukuran 
  • 17.
    17 1. JarakAB’ 2. n (sudut normal kemiringan tanah) Penyelesaian: 1. AB’ = (AC’) x cos 60 = 112,763 x cos 60 = 56,382 m 2. tgn = th : (AB’ ) = 20,521: 56,382= 0,363963676 n = 20 Pada gambar 23c akan dihitung tebal lapisan batuan (tL) Penyelesaian: AB = th : sin = 20,521: sin20 = 60 m tL = (AB) x sin(n+) = 60 x sin(20+35) = 49,149 m A n  B tL Gambar 23c. Penampang jalur ukuran tegak lurus strike 90
  • 18.
    18 III. PENGUKURANWATERPAS 1. Tujuan dari pengukuran waterpas : Menetapkan ketinggian titik-titik pada jalur penampang topografi yang diukur.. Yang diukur adalah : a. Panjang jalur penampang topografi antar titik ukur b. Beda tinggi antar titik ukur 2. Gunannya Pengukuran waterpas adalah : a. Untuk membuat kerangka peta penampang dari peta penampang b. Pengukuran titik-titik ketinggian pada daerah tertentu c. Pengukuran ketinggian peta penampang topografi pada daerah lubang bukaan (daerah pertambangan, terowongan jalan kereta api), peta penampng topografi jalur irigasi, jalan kereta api, jalan raya dan lain sebagainya. . 3. Bentuk Pengukuran Waterpas. Bentuk pengukuran waterpas ada 2 macam : 3.1. Bentuk pengukuran waterpas tertutup 3.2. Bentuk pengukuran waterpas terbuka 3.1. Bentuk Pengukuran Waterpas Tertutup Pada pengukuran waterpas tertutup, titik awal akan menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 3.1). P1 4 P2 P3 P4 1 b 3 2 Gambar 3.1. Bentuk pengukuran waterpas tertutup Δ • • • a d • c
  • 19.
    19 Keterangan: P1= Titik awal dan akhir pengukuran 1  4 = Sudut titik ukur poligon • P1 P4 = Titik ukur polygon • a• d = Titik tempat berdiri alat ukur Δ = Titik trianggulasi (diketahui koordinat dan ketinggiannya dari muka air laut = Garis ukur poligon Keterangan: P1 = Titik awal dan akhir pengukuran • P1 P4 = Titik ukur polygon • a• d = Titik tempat berdiri alat ukur a1 d2 = Pembacaan benang tengah pada rambu ukur Biasanya pengukuran waterpas tertutup ini dilakukan pada titik-titik pengukuran polygon yang sudah diukur, untuk menentukan ketinggian titik ukur dalam rangka untuk pembuatan peta:  Pemetaan daerah waduk/danau,  Pemetaan daerah pertambangan;  Pemetaan daerah komplek perumahan,  Pemetaan daerah pengairan dan lain sebagainya. P1 P2 P3 P4 b Gambar 3.1a. Bentuk penampang pengukuran waterpas tertutup  • • • a d • c     P1 a1 a2 b1 d1 c1 c2 b2 d2
  • 20.
    20 Bentuk PengukuranWaterpas Tertutup ada 2 bagian : 1). Bagian pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap 2). Bagian pengukuran waterpas tertutup terikat titik tetap 1). Bagian Pengukuran Waterpas Tertutup Tak Terikat Titik Tetap Pada pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap, titik awal akan menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasil pengukuran dapat diketahui. Karena awal pengukuran dan akhir pengukuran tidak diikatkan pada titik tetap, maka ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut tak dapat ditentukan (lihat gambar 3.2) Keterangan: P1 = Titik awal dan akhir pengukuran 1  4 = Sudut titik ukur poligon • P1 P4 = Titik ukur polygon • a• d = Titik tempat berdiri alat ukur = Garis ukur poligon Yang diukur pada pengukuran waterpas tak terikat titik tetap adalah a. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100 Keterangan: ba = benang atas, bb = benang bawah, 100 = kosntanta P1 4 P2 P3 P4 1 b 3 2 Gambar 3.2. Bagian pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap • • • a d • c
  • 21.
    21 Keterangan: ba= benang atas; bb = benang bawah bt = benang tengah; ba  bb = jarak pada rambu ukur j = jarak dari titik 0  1 (jarak horizontal di lapangan) Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik horizontal) ba 0 1 j ba - bb  bb bt Gambar 3.3. Pembacaan benang jarak pada bak ukur ba bb bv bt Gambar 3.4. Gambar benang diapragma dalam teropong
  • 22.
    22 J =(ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m b. Beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Keterangan: tb = benang tengah belakang tm = benang tengah muka t = beda tinggi antara titik 0  2 Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi pada pengukuran waterpas tertutup, persamaannya sebagai berikut: bb 1,7 1,8 1,9 2,0 bt bb Gambar 3.5. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur tb 0 1 2   tm Gambar 3.6. Pengukuran beda tinggi t
  • 23.
    23 1). Kalaubenar  h = (t+) + (t-) = 0 2). Kalau salah  hP  h  (t+) + (t-)  0 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h Keterangan t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tionggi antara titik awal dan akhir pengukuran Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik awal pengukuran ditentukan harga ketinggian local, dan usahakan harga keyinggian local ini dengan harga minimum. Contoh. Dari data hasil pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap pada tabel 3.1 di bawah ini akan dihitung : 1. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100 Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila : bt = ½(ba + bb)
  • 24.
    24 Tabel 3.1.Catatan data pengukuran waterpas tertutup tak terikat titik tetap pada titik ukur poligon Titik Pembacaan benang Jarak Beda tinggi Tinggi dari muka air luat Berdiri Tinjau Belakang Muka Belakang Muka Positif Negatif ba bt bb ba bt bb P0 1,251 1,220 1,189 a P1 1,422 1,335 1,245 1,411 1,382 1,351 b P2 1,452 1,414 1,376 1,589 1,518 1,448 C P3 1,884 1,730 1,564 1,492 1,421 d P0 1,572 1,382 1,300 1,223 Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.1, maka jarak dari: JaP0 = (1,251 – 1,189) x 100 = 0,062 x 100 = 6,200 m JaP1 = (1,411 – 1,351) x 100 = 0,060 x 100 = 6,000 m JbP1 = (1,422 – 1,245) x 100 = 0,177 x 100 = 17,100 m JbP2 = (1,589 – 1,448) x 100 = 0,141 x 100 = 14,100 m JcP2 = (1,452 – 1,376) x 100 = 0,076 x 100 = 7,600 m JcP3 = (1,564-1,421) x 100 = 0,143 x 100 =14,300 m JdP3 = (1,884 – 1,572) x 100 = 0,312 x 100 = 31,200 m JcP0 = (1,382 – 1,223) x 100 = 0,159 x 100 = 15,900 m 2. Beda tinggi antartitik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.1, maka beda tinggi dari:
  • 25.
    25 P0P1 (t1)= 1,220 – 1,382 = -0,162 m P1P2 (t2) = 1,335 – 1,518 = - 0,183 m P2P3 (t3) = 1,414-1,492 = – 0,078 m P3P0 (t4) = 1,730 – 1,300 = + 0,430 m t+ = 0,430 m t- = t1 + t2 + t3 = -0,162 - 0,183 - 0,078 m = -0,423 m hP = (t+) + (t-) = 0,430 – 423 = + 0,007 m Tabel 3.2. Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur Titik Pembacaan benang Jarak Beda tinggi Ketinggian lokal Berdiri Tinjau Belakang Muka Belakang Muka Positif Negatif ba bt bb ba bt bb P0 1,251 1,220 1,189 a 6,200 6,000 0,162 P1 1,422 1,335 1,245 1,411 1,382 1,351 b 17,700 14,100 0,183 P2 1,452 1,414 1,376 1,589 1,518 1,448 C 7,600 14,300 0,078 P3 1,884 1,730 1,564 1,492 1,421 d 31,200 15,900 0,430 P0 1,572 1,382 1,300 1,223 5,699 5,692 62,700 50,300 0,430 0,423 5,699 62,700 0,430 5,692 50,300 0,423 0,007 113,000 0,007 Karena pengukuran waterpas tertutup, maka beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran kalau benar  h = hP = 0 Kesalahan pengukuran (e) = hP - h = 0,007 – 0 = 0,007 m 3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.2, ada kesalahan
  • 26.
    26 (e) =+ 0,007 m. Koreksi kesalahan (e) = - 0,007 m  t = = (t+) + (t-) = 0,430 + 423 = 0,853 m (jumlah total). Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/ t k = - e/ t = - 0,007/0,853 = - 0,008206 m Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t t = beda tinggi antartitik ukur Koreksi tinggi pada patok: P1  (k’1) = t1 x k = 0,162 x -0,008206 = - 0,002 m P2  (k’2) = t2 x k = 0,183 x -0,008206 = - 0,002 m P3  (k’3) = t3 x k = 0,078 x -0,008206 = 0,000 m P0 (k’0) = t0 x k = 0,430 x -0,008206 = - 0,003 m Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ t’1 = t1 + k’1 = -0,162 - 0,002 = -0,164m t’2 = t2 + k’2 = -0,183 - 0,002 = -0,185 m t’3 = t3 + k’3 = -0,078 - 0,000 = -0,078 m t’0 = t0 + k’0 = 0,430 - 0,003 = 0,427 m hP = t’1 + t’2 + t’3 + t’0 = -0,164 - 0,185 - 0,078 + 0,427 = 0,000 m h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama) 4. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap titik lokal. Ketinggian titik ukur tehadap titrik local persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t’n = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya (ketinggian local). Ditentukan ketinggian local titik P0 (H0) = 114,000 m. Perhitungan ketinggian titik-titik ukur setelah dikoreksi: Titik P1H1 = H0 + t’1 = 114,000 - 0,164 = 113,836 m Titik P2H2 = H1 + t’2 = 113,836 - 0,185 = 113,651 m
  • 27.
    27 Titik P3H3= H2 + t’3 = 113,651- 0,078 = 113,573 m Titik P0H0 = H3 + t’0 = 113,573 + 0,427 = 114,000 m Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian local pada blanko ukur lihat pada tabel 3.3. Tabel 3.3. Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian local setelah dikoreksi pada blanko ukur Titik Pembacaan benang Jarak Beda tinggi Ketinggian lokal Berdiri Tinjau Belakang Muka Belakang Muka Positif Negatif ba bt bb ba bt bb P0 1,251 1,220 1,189 114,000 a 6,200 6,000 0,164 P1 1,422 1,335 1,245 1,411 1,382 1,351 113,836 b 17,700 14,100 0,185 P2 1,452 1,414 1,376 1,589 1,518 1,448 113,851 C 7,600 14,300 0,078 P3 1,884 1,730 1,564 1,492 1,421 113,573 d 31,200 15,900 0,427 P0 1,572 1,382 1,300 1,223 114,000 62,700 50,300 0,427 0,427 62,700 0,427 Awal 114,000 50,300 -0,427 Akhir 114,000 113,000 hP = 0,000 h0 = 0,000
  • 28.
    28 Gambar 3.7.Pengukuran waterpas pada polygon Skala 1 : 250 • P3 • P0 P1 • • P2 a • b • d • c •
  • 29.
    29 0,000 48,000 113,400 113,800 113,600 114,000 114,400 114,200 32,000 16,000 128,000 64,000 112,000 80,000 96,000 • • • a P0 P1 • • • • • • c P2 P3 b P0 d PENAMPANG P0 – P0 Skala : horizontal 1:800 Skala : vertical 1:20 m m Gambar 3.8. Penampang jalur poligon
  • 30.
    30 Dari hasilpengukuran tersebut di atas apakah perlu diulang atau tidak, maka di bawah ini diberikan batas toleransi kesalahan (Soetomo Wongsitjitro, Ilmu Ukur Tanah, Kanisius, th. 1980): Pengukuran pulang-pergi: Pengukuran yang tidak diikatkan pada titik tetap, maka toleransi kesalahan adalah: k1 =  2,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama k2 =  3,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua k3 =  6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga Pengukuran yang diikatkan pada titik tetap: Pengukuran yang diikatkan pada awal dan akhir pengukuran pada titik tetap, toleransi kesalahan adalah: k1’’=  2,0  2,0 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama k2’=  2,0  0,3 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua k3’ =  2,0  6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga Untuk pengukuran waterpas tertutup tak terikat tetap, kita ambil pada pengukuran pulang – pergi dengan toleransi tingkat tiga : k3 =  6,0(Skm)1/2 mm Diketahui : e = 0,007 m = 7 mm; j = 113 m = 0,113 km k3 =  6,0(Skm)1/2 mm = 6,0(0113)1/2 mm = 2,017 mm e > k3, maka pengukuran perlu diulang. 2). Bagian Pengukuran Waterpas Tertutup Terikat Titik Tetap Pada pengukuran waterpas tertutup terikat titik tetap, titik awal akan menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasil pengukuran dapat diketahui. Karena awal pengukuran dan akhir pengukuran diikatkan pada titik tetap, maka ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut dapat ditentukan (lihat gambar 3.9).
  • 31.
    31 Keterangan: P1= Titik awal dan akhir pengukuran 1  4 = Sudut titik ukur poligon • P1 P4 = Titik ukur polygon • a• d = Titik tempat berdiri alat ukur = Garis ukur poligon Δ = Titik trianggulasi Yang diukur pada pengukuran waterpas terikat titik tetap adalah a. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100 Keterangan: ba = benang atas, bb = benang bawah, 100 = kosntanta ba 0 1 j ba - bb  bb bt Gambar 3.10. Pembacaan benang jarak pada bak ukur P1 4 P2 P3 P4 1 b 3 2 Gambar 3.9. Bentuk pengukuran waterpas tertutup Δ • • • a d • c
  • 32.
    32 Keterangan: ba= benang atas; bb = benang bawah bt = benang tengah; ba  bb = jarak pada rambu ukur j = jarak dari titik 0  1 (jarak horizontal di lapangan) Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik horizontal) ba bb bv bt Gambar 3.11. Gambar benang diapragma dalam teropong bb 1,7 1,8 1,9 2,0 bt bb Gambar 3.12. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
  • 33.
    33 J =(ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m b. Beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Keterangan: tb = benang tengah belakang tm = benang tengah muka t = beda tinggi antara titik 0  2 Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = (t+) + (t-) = 0 2). Kalau salah  hP  h  (t+) + (t-)  0 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik awal pengukuran ditentukan harga ketinggian yang bulat terhadap ketinggian dari permukaan air laut. Contoh. Dari data hasil pengukuran waterpas tertutup terikat titik tetap pada tabel 3.4 di bawah ini akan dihitung : tb 0 1 2   tm Gambar 3.13. Pengukuran beda tinggi t
  • 34.
    34 1. Jarakantartitik ukur Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100 Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila : bt = ½(ba + bb) Keterangan: ba = benang atas; bt = benang tengah bb = benang bawah 100 = konstanta Tabel 3.4. Catatan data pengukuran waterpas tertutup terikat titik tetap pada titik ukur poligon Titik Pembacaan benang Jarak Beda tinggi Tinggi dari muka air luat Berdiri Tinjau Belakang Muka Belakang Muka Positif Negatif ba bt bb ba bt bb P0 1,251 1,220 1,189 a P1 1,422 1,335 1,245 1,411 1,382 1,351 b P2 1,452 1,414 1,376 1,589 1,518 1,448 C P3 1,884 1,730 1,564 1,492 1,421 d P0 1,572 1,382 1,300 1,223 Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.4, maka jarak dari: JaP0 = (1,251 – 1,189) x 100 = 0,062 x 100 = 6,200 m JaP1 = (1,411 – 1,351) x 100 = 0,060 x 100 = 6,000 m JbP1 = (1,422 – 1,245) x 100 = 0,177 x 100 = 17,700 m JbP2 = (1,589 – 1,448) x 100 = 0,141 x 100 = 14,100 m JcP2 = (1,452 – 1,376) x 100 = 0,076 x 100 = 7,600 m
  • 35.
    35 JcP3 =(1,564-1,421) x 100 = 0,143 x 100 =14,300 m JdP3 = (1,884 – 1,572) x 100 = 0,312 x 100 = 31,200 m JcP0 = (1,382 – 1,223) x 100 = 0,159 x 100 = 15,900 m 2. Beda tinggi antartitik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Keterangan: tb = benang tengah belakang tm = benang tengah muka Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.4, maka beda tinggi dari: P0P1 (t1) = 1,220 – 1,382 = -0,162 m P1P2 (t2) = 1,335 – 1,518 = - 0,183 m P2P3 (t3) = 1,414-1,492 = – 0,078 m P3P0 (t4) = 1,730 – 1,300 = + 0,430 m t+ = 0,430 m t- = t1 + t2 + t3 = -0,162 - 0,183 - 0,078 m = - 0,423 m hP = (t+) + (t-) = 0,430 – 423 = + 0,007 Tabel 3.5. Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur Titik Pembacaan benang Jarak Beda tinggi Ketinggian dari muka air laut Berdiri Tinjau Belakang Muka Belakang Muka Positif Negatif ba bt bb ba bt bb P0 1,251 1,220 1,189 714,000 a 6,200 6,000 0,162 P1 1,422 1,335 1,245 1,411 1,382 1,351 b 17,700 14,100 0,183 P2 1,452 1,414 1,376 1,589 1,518 1,448 C 7,600 14,300 0,078 P3 1,884 1,730 1,564 1,492 1,421 d 31,200 15,900 0,430 P0 1,572 1,382 1,300 1,223 714,000 5,699 5,692 62,700 50,300 0,430 0,423 5,699 62,700 +0,430 5,692 50,300 -0,423 0,007 113,000 +0,007
  • 36.
    36 Karena pengukuranwaterpas tertutup, maka beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran kalau benar  h = hP = 0 Kesalahan pengukuran (e) = hP - h = 0,007 – 0 = 0,007 m 3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.5, ada kesalahan (e) = + 0,007 m. Koreksi kesalahan (e) = - 0,007 m  t = = (t+) + (t-) = 0,430 + 423 = 0,853 m (jumlah total). Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/ t k = - e/ t = - 0,007/0,853 = - 0,008206 m Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t t = beda tinggi antartitik ukur Koreksi tinggi pada patok: P1  (k’1) = t1 x k = 0,162 x -0,008206 = - 0,002 m P2  (k’2) = t2 x k = 0,183 x -0,008206 = - 0,002 m P3  (k’3) = t3 x k = 0,078 x -0,008206 = 0,000 m P0 (k’0) = t0 x k = 0,430 x -0,008206 = - 0,003 m Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ t’1 = t1 + k’1 = -0,162 - 0,002 = -0,164m t’2 = t2 + k’2 = -0,183 - 0,002 = -0,185 m t’3 = t3 + k’3 = -0,078 - 0,000 = -0,078 m t’0 = t0 + k’0 = 0,430 - 0,003 = +0,427 m hP = t’1 + t’2 + t’3 + t’0 = -0,164 - 0,185 - 0,078 + 0,427 = 0,000 m h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama) 5. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t’n = Beda tinggi antar titik ukur
  • 37.
    37 Hn-1 =Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari permuaan air laut Diketahui ketinggian titik P0 (H0) = 714,000 m. Perhitungan ketinggian titik-titik ukur setelah dikoreksi: Titik P1H1 = H0 + t’1 = 714,000 - 0,164 = 713,836 m Titik P2H2 = H1 + t’2 = 113,836 - 0,185 = 713,651 m Titik P3H3 = H2 + t’3 = 113,651- 0,078 = 713,573 m Titik P0H0 = H3 + t’0 = 113,573 + 0,427 = 714,000 m Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut pada blanko ukur lihat pada tabel 3.6. Tabel 3.6. Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut setelah dikoreksi pada blanko ukur Titik Pembacaan benang Jarak Beda tinggi Ketinggian dari muka air laut Berdiri Tinjau Belakang Muka Belakang Muka Positif Negatif ba bt bb ba bt bb 714,000 P0 1,251 1,220 1,189 a 6,200 6,000 0,164 P1 1,422 1,335 1,245 1,411 1,382 1,351 713,836 b 17,700 14,100 0,185 P2 1,452 1,414 1,376 1,589 1,518 1,448 713,851 C 7,600 14,300 0,078 P3 1,884 1,730 1,564 1,492 1,421 713,573 d 31,200 15,900 0,427 P0 1,572 1,382 1,300 1,223 714,000 62,700 50,300 0,427 0,427 62,700 -0,427 Awal 714,000 50,300 0,427 Akhir 714,000 113,000 hP = 0,000 h = 0,000
  • 38.
    38 Gambar 3.14.Pengukuran waterpas pada polygon Skala 1 : 250 • P3 • P0 P1 • • P2 a • b • d • c •
  • 39.
    39 0,000 48,000 713,400 713,800 713,600 714,000 714,400 714,200 32,000 16,000 128,000 64,000 112,000 80,000 96,000 • • • a P0 P1 • • • • • • c P2 P3 b P0 d PENAMPANG P0 – P0 Skala : horizontal 1:800 Skala : vertical 1:20 m Gambar 3.15. Penampang jalur poligon 713,836 713,651 713,573 714,000
  • 40.
    40 Dari hasilpengukuran tersebut di atas apakah perlu diulang atau tidak, maka di bawah ini diberikan batas toleransi kesalahan (Soetomo Wongsitjitro, Ilmu Ukur Tanah, Kanisius, th. 1980): Pengukuran pulang-pergi: Pengukuran yang tidak diikatkan pada titik tetap, maka toleransi kesalahan adalah: k1 =  2,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama k2 =  3,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua k3 =  6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga Pengukuran yang diikatkan pada titik tetap: Pengukuran yang diikatkan pada awal dan akhir pengukuran pada titik tetap, toleransi kesalahan adalah: k1’’=  2,0  2,0 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama k2’=  2,0  0,3 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua k3’ =  2,0  6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga Untuk pengukuran waterpas tertutup terikat tetap, kita ambil pada pengukuran pulang – pergi dengan toleransi tingkat tiga : k3 =  6,0(Skm)1/2 mm Diketahui : e = 0,007 m = 7 mm; j = 113 m = 0,113 km k3 =  6,0(Skm)1/2 mm = 6,0(0113)1/2 mm = 2,017 mm e > k3, maka pengukuran perlu diulang. 3.2. Bentuk Pengukuran Waterpas Terbuka Pada pengukuran waterpas terbuka, titik awal tidak menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 3.16) Δ Δ A B 1 2 3 4 5 Gambar 3.16. Pengukuran waterpas terbuka tampak atas
  • 41.
    41 Biasanya pengukuranwaterpas terbuka ini dilakukan pada titik-titik pengukuran polygon terbuka yang sudah diukur, untuk menentukan ketinggian titik ukur dalam rangka untuk pembuatan peta:  Pemetaan daerah saluran irigasi;  Pemetaan daerah terowongan;  Pemetaan daerah lubang bukaan pertambangan;  Pemetaan daerah rel jalan kereta api dan lain sebagainya. Keterangan: A = Titik awal pengukuran B = Titik akhir pengukuran • 2; 4 = Titik ukur polygon terbuka • 1, 3, 5 = Titik tempat berdiri alat ukur Δ = Titik tetap/rtitik trianggulasi Bentuk Pengukuran Waterpas Terbuka ada 2 bagian : 1). Bagian pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap 2). Bagian pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap 1). Bagian Pengukuran Waterpas Terbuka Tak Terikat Titik Tetap Pada pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap, titik awal tidak menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasil pengukuran tidak dapat diketahui. Karena awal dan akhir pengukuran tidak diikatkan pada titik tetap, maka kesalahan beda tinggi dan ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut tak dapat ditentukan (lihat gambar 3.17) 0 6 1 2 3 4 5 Gambar 3.17. Pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap tampak atas
  • 42.
    42 Keterangan: 0= Titik awal pengukuran 6 = Titik akhir pengukuran • 1; 3; 5 = Titik tempat berdiri alat ukur = Garis ukur polygon terbuka Yang diukur pada pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap adalah a. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100 Keterangan: ba = benang atas, bb = benang bawah, 100 = kosntanta ba 0 1 j ba - bb  bb bt Gambar 3.19. Pembacaan benang jarak pada bak ukur a 0 1 2 3 4 5 c f 6     e d b Gambar 3.18. Pengukuran penampang waterpas terbuka tak terikat titik tetap
  • 43.
    43 Keterangan: ba= benang atas; bb = benang bawah bt = benang tengah; ba  bb = jarak pada rambu ukur j = jarak dari titik 0  1 (jarak horizontal di lapangan) Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik horizontal) J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m ba bb bv bt Gambar 3.20. Gambar benang diapragma dalam teropong bb 1,7 1,8 1,9 2,0 bt bb Gambar 3.21. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
  • 44.
    44 b. Bedatinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Keterangan: tb = benang tengah belakang tm = benang tengah muka t = beda tinggi antara titik 0  2 Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP 2). Kalau salah  hP  h  (t+) + (t-) 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik awal pengukuran ditentukan harga minimum dan bulat dari ketinggian local. tb 0 1 2   tm Gambar 3.22. Pengukuran beda tinggi t
  • 45.
    45 Contoh. Daridata hasil pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap pada tabel 3.7. di bawah ini akan dihitung : Tabel 3.7. Catatan data hasil pengukuran waterpas tak terikat pada blanko ukur Titik Pembacaan Benang Belakang Muka Jarak Beda Tinggi Tinggi dari Laut Berdiri Tinjau ba bt bb ba bt bb Belakang Muka + - 1 3 5 0 2 4 6 1,400 1,800 1,400 1,100 1,400 1,050 0,800 1,000 0,700 1,200 1,300 1,200 1,000 0,800 0,850 0,800 0,300 0,500 1. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100 Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila : bt = ½(ba + bb) Keterangan: ba = benang atas; bt = benang tengah a 0 1 2 3 4 5 c f 6     e d b Gambar 3.23. Sket pengukuran penampang waterpas terbuka tak terikat titik tetap
  • 46.
    46 bb =benang bawah; 100 = konstanta Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.7, maka jarak dari: J01 = (1,400 – 0,800) x 100 = 0,600 x 100 = 60,000 m J12 = (1,200 – 0,800) x 100 = 0,400 x 100 = 40,000 m J23 = (1,800 – 1,000) x 100 = 0,800 x 100 = 80,000 m J34 = (1,300 – 0,300) x 100 = 1,000 x 100 = 100,000 m J45 = (1,400 – 0,700) x 100 = 0,700 x 100 = 70,000 m J56 = (1,200 – 0,500) x 100 = 0,700 x 100 = 70,000 m 2. Beda tinggi antartitik ukur Beda tinggi antartitik dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Keterangan: tb = benang tengah belakang tm = benang tengah muka Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.7, maka beda tinggi dari: 02 (t1) = 1,100 – 1,000 = 0,100 m 24 (t2) = 1,400 – 0,800 = 0,600 m 46 (t3) = 1,050 – 0,850 = 0,200 m Tabel 3.8. Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur Titik Pembacaan Benang Belakang Muka Jarak Beda Tinggi Tinggi dari Laut/lokal Berdiri Tinjau ba bt bb ba bt bb Belakang Muka + - 1 3 5 0 2 4 6 1,400 1,800 1,400 1,100 1,400 1,050 0,800 1,000 0,700 1,200 1,300 1,200 1,000 0,800 0,850 0,800 0,300 0,500 60,000 80,000 70,000 40,000 100,000 70,000 0,100 0,600 0,200 3,550 2,650 210,000 210,000 0,900 0,000 3,550 210,000 0,900 2,650 210,000 0,000 0,900 420,000 0,900
  • 47.
    47 3. Perhitungankoreksi kesalahan beda tinggi Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.8. antara titik 06 adalah: hP = (t+) + (t-) = t1 + t2 + t3 = 0,900 + 0,000 = 0,100 + 0,600 + 0,200 = 0,900 m Ternyata dari pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik teta ini perhitungan kesalahan beda tinggi tidak bisa dikontrol, oleh karena perhitungan ketinggian setiap titik ukur hanya berdasarkan beda tingi yang langsung didapat dari hasil pengukuran (beda tinggi tidak perlu dikoreksi). Penjelasan lebih lanjut lihat pada perhitungan ketinggian titik ukur di bawah. 4. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap ketinggian local. Ketinggian titik ukur tehadap ketinggian local persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + tn Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari .tn = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian local. Ditentukan ketinggian local titik 0 (H0) = 700,000 m. Perhitungan ketinggian titik-titik ukur:: Titik 1H1 = H0 + t1 = 700,000 + 0,100 = 700,100 m Titik 2H2 = H1 + t2 = 700,100 + 0,600 = 700,700 m Titik3H3 = H2 + t3 = 700,700 + 0,200 = 700,900 m Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian local pada blanko ukur lihat pada tabel 3.9.
  • 48.
    48 Tabel 3.9.Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian local pada blanko ukur Titik Pembacaan Benang Belakang Muka Jarak Beda Tinggi Tinggi dari lokal Berdiri Tinjau ba bt bb ba bt bb Belakang Muka + - 1 3 5 0 2 4 6 1,400 1,800 1,400 1,100 1,400 1,050 0,800 1,000 0,700 1,200 1,300 1,200 1,000 0,800 0,850 0,800 0,300 0,500 60,000 80,000 70,000 40,000 100,000 70,000 0,100 0,600 0,200 700,000 700,100 700,700 700,900 3,550 2,650 210,000 210,000 0,900 0,000 3,550 210,000 0,900 2,650 210,000 0,000 0,900 420,000 0,900
  • 49.
    49 0,000 120,000 700,000 700,400 700,200 700,600 701,000 700,800 80,000 40,000 160,000 280,000 200,000 240,000 • • • 0 1 • • • • • c 2 3 4 6 PENAMPANG 0 – 6 Skala : horizontal 1:2000 Skala : vertical 1:20 m Gambar 3.24. Penampang jalur poligon 700,100 700,700 700,900 320,000 360,000 400,000 420,000 5
  • 50.
    50 2). BagianPengukuran Waterpas Terbuka Terikat Titik Tetap Pada pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap, titik awal tidak menjadi titik akhir pengukuran dan kesalahan beda tinggi hasil pengukuran dapat diketahui. Karena awal dan akhir pengukuran diikatkan pada titik tetap, maka ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut dapat ditentukan (lihat gambar 3.25) Keterangan: A = Titik awal pengukuran B = Titik akhir pengukuran • 1; 3; 5 = Titik tempat berdiri alat ukur = Garis ukur polygon terbuka = Titik tetap A B 1 2 3 4 5 Gambar 3.25. Pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap tampak atas a A 1 2 3 4 5 c f B     e d b Gambar 3.26. Pengukuran penampang waterpas terbuka terikat titik tetap Δ Δ Δ =
  • 51.
    51 Yang diukurpada pengukuran waterpas terbuka tak terikat titik tetap adalah a. Jarak antartitik ukur Jarak antartitik ukur dapat dicari dengan persamaan : j = (ba – bb) x 100 Keterangan: ba = benang atas, bb = benang bawah, 100 = kosntanta Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah bt = benang tengah; ba  bb = jarak pada rambu ukur j = jarak dari titik 0  1 (jarak horizontal di lapangan) ba 0 1 j ba - bb  bb bt Gambar 3.27. Pembacaan benang jarak pada bak ukur ba bb bv bt Gambar 3.28. Gambar benang diapragma dalam teropong
  • 52.
    52 Keterangan :ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik horizontal) J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m b. Beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Keterangan: tb = benang tengah belakang bb 1,7 1,8 1,9 2,0 bt bb Gambar 3.29. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur tb 0 1 2   tm Gambar 3.30. Pengukuran beda tinggi t
  • 53.
    53 tm =benang tengah muka t = beda tinggi antara titik 0  2 Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP 2). Kalau salah  hP  h  (t+) + (t-) 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran Untuk memudahkan dalam pembuatan peta penampang, sebaiknya pada titik awal pengukuran ditentukan harga minimum dan bulat dari ketinggian permukaan air laut. Contoh. Dari data hasil pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap pada tabel 3.10. di bawah ini akan dihitung : Tabel 3.10. Catatan data hasil pengukuran waterpas terikat pada blanko Ukur Titik Pembacaan Benang Belakang Muka Jarak Beda Tinggi Tinggi dari Laut Berdiri Tinjau ba bt bb ba bt bb Belakang Muka + - 1 3 5 A 2 4 B 1,400 1,800 1,400 1,100 1,400 1,050 0,800 1,000 0,700 1,200 1,300 1,200 1,000 0,800 0,850 0,800 0,300 0,500
  • 54.
    54 1. Jarakantartitik ukur Jarak antartitik ukur dihitung dengan persamaan: j = (ba-bb) x100 Pembacaan benang pada rambu ukur dikatakan benar apabila : bt = ½(ba + bb) Keterangan: ba = benang atas; bt = benang tengah bb = benang bawah; 100 = konstanta Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.10, maka jarak dari: J01 = (1,400 – 0,800) x 100 = 0,600 x 100 = 60,000 m J12 = (1,200 – 0,800) x 100 = 0,400 x 100 = 40,000 m J23 = (1,800 – 1,000) x 100 = 0,800 x 100 = 80,000 m J34 = (1,300 – 0,300) x 100 = 1,000 x 100 = 100,000 m J45 = (1,400 – 0,700) x 100 = 0,700 x 100 = 70,000 m J56 = (1,200 – 0,500) x 100 = 0,700 x 100 = 70,000 m 2. Beda tinggi antartitik ukur Beda tinggi antartitik dihitung dengan persamaan: t = tb – tm Keterangan: tb = benang tengah belakang tm = benang tengah muka Dari data hasil pengukuran pada tabel 3.10, maka beda tinggi dari: A2 (t1) = 1,100 – 1,000 = 0,100 m 24 (t2) = 1,400 – 0,800 = 0,600 m 4B (t3) = 1,050 – 0,850 = 0,200 m a A 1 2 3 4 5 c f B     e d b Gambar 3.31. Sket pengukuran penampang waterpas terbuka tak terikat titik tetap
  • 55.
    55 Tabel 3.11.Pengisian hasil perhitungan jarak dan beda tinggi pada blanko ukur Titik Pembacaan Benang Belakang Muka Jarak Beda Tinggi Tinggi dari dari muka air laut Berdiri Tinjau ba bt bb ba bt bb Belakang Muka + - 1 3 5 A 2 4 B 1,400 1,800 1,400 1,100 1,400 1,050 0,800 1,000 0,700 1,200 1,300 1,200 1,000 0,800 0,850 0,800 0,300 0,500 60,000 80,000 70,000 40,000 100,000 70,000 0,100 0,600 0,200 700,000 700,905 210,000 210,000 0,900 0,000 210,000 0,900 700,905 210,000 0,905 700,000 420,000 -0,005 0,905 3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 3.11, ada kesalahan (e) = - 0,005 m. Koreksi kesalahan (e) = + 0,005 m  t = = (t+) + (t-) = 0,900 + 0,000 = 0,900 m (jumlah total). Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = e/ t k = e/ t = 0,005/0,900 = + 0,00555 m Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t t = beda tinggi antartitik ukur Koreksi tinggi pada patok: 2  (k’1) = t1 x k = 0,100 x 0,00555 = 0,001 m 4  (k’2) = t2 x k = 0,600 x 0,00555 = 0,003 m B  (k’3) = t3 x k = 0,200 x 0,00555 = 0,001 m Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ t’1 = t1 + k’1 = 0,100 + 0,001 = + 0,101m t’2 = t2 + k’2 = 0,600 + 0,003 = + 0,603 m
  • 56.
    56 t’3 =t3 + k’3 = 0,200 + 0,001= +0,201 m hP = t’1 + t’2 + t’3 + t’0 = 0,101 + 0,603 + 0,201 = 0,905 m h = HB – HA = 700,905 – 700,000 = 0,905 h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama) HA = ketinggian titik A dari permukaan air laut HB = ketinggian titik B dari permukaan air laui 6. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t’n = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari permuaan air laut Diketahui ketinggian titik : A (HA) = 700,000 m. B (HB) = 700,905 m. Perhitungan ketinggian titik-titik ukur setelah dikoreksi: Titik 2H2 = HA + t’1 = 700,000 + 0,101 = 700,101 m Titik 4H4 = H2 + t’2 = 700,101 + 0,603 = 700,704 m Titik BHB = H4 + t’3 = 700,704 + 0,201 = 700,905 Cara pengisian jarak, beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut pada blanko ukur lihat pada tabel 3.12.
  • 57.
    57 Tabel 3.12.Pengisian hasil perhitungan jarak, beda tinggi dan ketinggian dari muka air laut Titik Pembacaan Benang Belakang Muka Jarak Beda Tinggi Tinggi dari Laut Berdiri Tinjau ba bt bb ba bt bb Belakang Muka + - 1 3 5 A 2 4 B 1,400 1,800 1,400 1,100 1,400 1,050 0,800 1,000 0,700 1,200 1,300 1,200 1,000 0,800 0,850 0,800 0,300 0,500 60,000 80,000 70,000 40,000 100,000 70,000 0,101 0,603 0,201 700,000 700.101 700,704 700,905 210,000 210,000 0,905 0,000 0,905 210,000 0,905 700,905 210,000 0,000 700,000 420,000 0,905 0,905
  • 58.
    58 Dari hasilpengukuran tersebut di atas apakah perlu diulang atau tidak, maka di bawah ini diberikan batas toleransi kesalahan (Soetomo Wongsitjitro, Ilmu Ukur Tanah, Kanisius, th. 1980): Pengukuran pulang-pergi: Pengukuran yang tidak diikatkan pada titik tetap, maka toleransi kesalahan adalah: k1 =  2,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama k2 =  3,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua k3 =  6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga Pengukuran yang diikatkan pada titik tetap: Pengukuran yang diikatkan pada awal dan akhir pengukuran pada titik tetap, toleransi kesalahan adalah: k1’’=  2,0  2,0 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat pertama k2’=  2,0  0,3 (Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat dua k3’ =  2,0  6,0(Skm)1/2 mm, untuk pengukuran tingkat tiga Untuk pengukuran waterpas terbuka terikat titik tetap, kita ambil pada pengukuran yang diikatkan pada titik tetap dengan pengukuran tingkat tiga. k3 =  2,0  6,0(Skm)1/2 mm Diketahui : e = + 0,005 m = 5 mm; j = 420 m = 0,420 km k3 =  2,0  6,0(Skm)1/2 mm = 2,0 + 6,0(0,420)1/2 mm = 5,888 mm e  k3, maka pengukuran tidak perlu diulang.
  • 59.
    59 0,000 120,000 700,000 700,400 700,200 700,600 701,000 700,800 80,000 40,000 160,000 280,000 200,000 240,000 • • • A 1 • • • • • c 2 3 4 B PENAMPANG A – B Skala : horizontal 1:2000 Skala : vertical 1:20 m Gambar 3.31. Penampang jalur poligon 700,101 700,704 700,905 320,000 360,000 400,000 420,000 5
  • 60.
    60 Gambar 3.32.Gambar Alat ukur water
  • 61.
  • 62.
    62 IV. KOORDINATTITIK Untuk menyatakan koordinat titik di atas permukaan bumi dinyatakan dengan koordinat geografi (, ). Greenwich dinyatakan Meredian 0, sedangkan Equator dinyatakan lintang 0. Di dalam peta setiap titik letaknya dihitung dari dua salib sumbu yang saling tegak lurus; yang horisontal di-sebut sumbu X dan yang tegak disebut sumbu Y. Perpotongan dari dua salib sumbu itu diberi angka 0 Sumbu X yang ada di sebelah kanan sumbu tegak diberi tanda positif (+) dan yang di sebelah kiri diberi tanda negative (-). Sedangkan sumbu Y yang di sebelah atas sumbu X diberi tanda positif (+) dan sumbu Y ada di sebelah bawah sumbu X diberi tanda negative (-). KWADRAN IV KWADRAN I KWADRAN III KWADRAN II Gambar 4.1. Kedudukan azimuth garis pada kwadran Keterangan:  = Kedudukan sudut yang dibentuk oleh sumbu Y dan garis bidik AB B 0 +Y + - - + -Y -X +X B B A B +dx +dy -dx -dy
  • 63.
    63 a. Menghitungazimut Ada dua macam besaran sudut yaitu : 1. Sudut sexsagesimal, dinyatakan dalam derajat, menit, sekon (, , “). 1 = 60 ; 1 = 60  satu lingkaran dibagi 360 bagian 2. Centicimal, dinyatakan dalam grade, centigrade, centicentigrade (gr, c, cc); 1gr = 100 c; 1c = 100 cc  satu lingkaran dibagi 400 bagian Pada gambar 4.1, memperlihatkan kedudukan azimuth garis AB pada masing-masing kwadran. Untuk menghitung azimuth garis pada masing-masing kwadran berlaku persamaan sebagai berikut: tgAB = (XB – XA)/(YA – YB) Keterangan: AB = Azimut garis AB XA, YA = Koordinat titi A XB, YB = Koordinat titik B Pada kwadran I :  =AB; Pada kwadran II : AB = 180 + ; Pada kwadran III : AB = 180 +  Pada kwadran IV : AB = 360+  Tabel 4.1. Kedudukan dalam kwadran Azimut (AB) K w a d r a n I II III IV sin(AB) (+) (+) (-) (-) cos(AB) (+) (-) (-) (+) tg(AB) (+) (-) (+) (-) Contoh 1. Diketahui koordinat titik: A : XA = 1000 m; YA = 1000 m B : XB = 2000 m; YB = 2000 m Ditanyakan Azimut AB (AB)
  • 64.
    64 Penyelesaian: dx= XB – XA = 2000 – 1000 = 1000 m dy = YB – YA = 2000 – 1000 = 1000 m tgAB = dx/dy = 1000/1000 = +1 dx = + dan dy = +  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran I ; = 45  AB = ; = 45 Keterangan:  = sudut hasil perhitungan AB = Azimut garis AB  = AB Contoh 2. Diketahui koordinat titik: A : XA = 1000 m; YA = -1000 m B : XB = 2000 m; YB = -2000 m Ditanyakan Azimut AB (AB) Penyelesaian: dx = XB – XA = 2000 – 1000 = 1000 m dy = YB – YA = -2000 – (-1000) = -1000 m tgAB = dx/dy = 1000/-1000 = -1 dx = + dan dy = -  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran II ; = -45  AB = 180 + ; = 180 + (-45) = 135 Gambar 4.2. Kedudukan garis AB pada kwadran I 1000 2000 2000 1000 A B AB +1000 -1000 X Y 
  • 65.
    65 Contoh 3.Diketahui koordinat titik: A : XA = -1000 m; YA = -1000 m B : XB = -2000 m; YB = -2000 m Ditanyakan Azimut AB (AB) Penyelesaian: dx = XB – XA = -2000 – (-1000) = -1000 m dy = YB – YA = -2000 – (-1000) = -1000 m tgAB = dx/dy = -1000/-1000 = +1 dx = - dan dy = -  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran III ; = +45  AB = 180 + ; = 180 + (+45) = 225 -2000 -1000 A B AB +1000 -1000 1000 2000 X Y Gambar 4.3. Kedudukan garis AB pada kwadran II  -Y
  • 66.
    66 Contoh 4.Diketahui koordinat titik: A : XA = -1000 m; YA = +1000 m B : XB = -2000 m; YB = +2000 m Ditanyakan Azimut AB (AB) Penyelesaian: dx = XB – XA = -2000 – (-1000) = -1000 m dy = YB – YA = +2000 – (1000) = +1000 m tgAB = dx/dy = -1000/+1000 = -1 dx = - dan dy = +  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran IV ; = -45  AB = 360 + ; = 180 + (-45) = 315 Gambar 4.4. Kedudukan garis AB pada kwadran III -2000 -1000 -1000 -2000 -1000 -X Y A B AB -1000  -Y
  • 67.
    67 b. Menghitungjarak Menghitung jarak antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya, berlaku rumus sebagai berikut: 1). J = (Xn – Xn-1)/sin;n 2). J = (Yn – Yn-1)/cos;n 3). J = ((Xn – Xn-1)2 + (Yn – Yn-1)2)1/2 Keterangan: n = Jumlah bilangan titik dari titik awal Contoh 1. Diketahui koordinat titik: A : XA = 1000 m; YA = 1000 m B : XB = 2000 m; YB = 2000 m Ditanyakan jarakt AB (jAB) Penyelesaian: dx = XB – XA = 2000 – 1000 = 1000 m dy = YB – YA = 2000 – 1000 = 1000 m Gambar 4.5. Kedudukan garis AB pada kwadran IV +2000 +1000 -2000 -1000 -X Y AB -Y +1000 A B -1000 
  • 68.
    68 tgAB =dx/dy = 1000/1000 = +1 dx = + dan dy = +  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran I ; = 45  AB = ; = 45 1). J = dx/sinAB = 1000/sin45 = 1414,213562 m 2). J = dy/ cosAB = 1000/cos45 = 1414,213562 m 3). J = ((XB – XA)2 + (YB – YA)2 )1/2 = ((2000 – 1000)2 + (2000 – 1000)2)1/2 = 1414,213562 m Contoh 2. Diketahui koordinat titik: A : XA = 1000 m; YA = -1000 m B : XB = 2000 m; YB = -2000 m Ditanyakan jarakt AB (jAB) Penyelesaian: dx = XB – XA = 2000 – 1000 = 1000 m dy = YB – YA = -2000 – (-1000 = -1000 m tgAB = dx/dy = 1000/-1000 = -1 dx = + dan dy = -  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran II ; = - 45  AB = 180 + ; = 180 + (-45) = 135 1). J = dx/sinAB = 1000/sin135 = 1414,213562 m 1000 2000 2000 1000 A B AB +1000 -1000 X Y Gambar 4.6. perhitungan jarak AB pada kwadran I 
  • 69.
    69 2). J= dy/cosAB = -1000/cos135 = 1414,213562 m 3). J = ((XB – XA)2 + (YB – YA)2 )1/2 = ((2000 – 1000)2 + ( (-2000 – (- 1000))2)1/2 = 1414,213562 m Contoh 3. Diketahui koordinat titik: A : XA = -1000 m; YA = -1000 m B : XB = -2000 m; YB = -2000 m Ditanyakan jarakt AB (jAB) Penyelesaian: dx = XB – XA = -2000 – (-1000) = -1000 m dy = YB – YA = -2000 – (-1000 = -1000 m tgAB = dx/dy = -1000/-1000 = +1 dx = + dan dy = -  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran III ; = + 45  AB = 180 + ; = 180 + 45 = 225 1). J = dx/sinAB = -1000/sin225 = 1414,213562 m 2). J = dy/cosAB = -1000/cos225 = 1414,213562 m 3). J = ((–2000-(-1000))2 + (-2000-(-1000))2 )1/2 = 1414,213562 m -2000 -1000 A B AB +1000 -1000 1000 2000 X Y Gambar 4.7. Perhitungan jarak AB pada kwadran II  -Y
  • 70.
    70 Contoh 4.Diketahui koordinat titik: A : XA = -1000 m; YA = +1000 m B : XB = -2000 m; YB = +2000 m Ditanyakan jarakt AB (jAB) Penyelesaian: dx = XB – XA = -2000 – (-1000) = -1000 m dy = YB – YA = +2000 – 1000 = +1000 m tgAB = dx/dy = -1000/+1000 = -1 dx = - dan dy +  maka arah jurusan garis AB ada di kwadran IV ; = - 45  AB = 360 + ; = 360 - 45 = 315 1). J = dx/sinAB = -1000/sin315 = 1414,213562 m 2). J = dy/cosAB = +1000/cos315 = 1414,213562 m 3). J = ((–2000-(-1000))2 + (2000-(1000))2 )1/2 = 1414,213562 m Gambar 4.8. Perhitungan jarak AB pada kwadran III -2000 -1000 -1000 -2000 -1000 -X Y A B AB -1000  -Y
  • 71.
    71 c. Menghitungkoordinat titik. Koordinat suatu titik dapat dihitung apabila titik tersebut :  Diikatkan pada suatu titik yang diketahui koordinatnya  Jarak antara dua titik diukur  Azimut antara dua titik diketahui (lihat gambar 4.10) Gambar 4.9. Perhitungan jarak AB pada kwadran IV +2000 +1000 -2000 -1000 -X Y AB -Y +1000 A B -1000  Gambar 4.10. Gambar pengukuran titik AB -X Y AB -Y A B j
  • 72.
    72 Keterangan: =Jarak garis AB yang diukur AB = Azimut garis AB A = Titik yang telah diketahui koordinatnya B = Titik yang dihitung koordinatnya Untuk menghitung koordinat titik B terhadap titik A, persamaannya adalah: XB = XA + jAB x sinAB YB = YA + jAB x cosAB Contoh. Diketahui koordinat titik A : XA = -100 m; YA = +100 m Jarak AB (jAB) = 150 m; AB = 315 Ditanya koordinat titik B. Penyelesaian: XB = XA + jAB x sinAB = -100 + 150 x sin 315 = -206,066 m YB = YA + jAB x cosAB = 100 + 150 x cos315 = 206,066 m Gambar 4.11. Gambar penentuan lokasi titik A dan B -X Y AB -Y A B j -200 -100 +100 +200 +300 -300
  • 73.
    73 V. PENGUKURANPOLYGOON 1. Tujuan dari pengukuran polygoon : Menetapkan koordinat dari titik-titik sudut yang diukur. Yang diukur adalah : a. Panjang sisi – sisi polygoon b. Besar sudut titik-titik ukur polygon c. Besar sudut miring titik-titik ukur polygon 2. Gunannya Pengukuran Polygoon adalah : a. Untuk membuat kerangka peta dari pada peta b. Pengukuran titik-titik tetap pada daerah tertentu c. Pengukuran-pengukuran:  lubang bukaan pada daerah pertambangan,  jalan raya, jalan kereta api,  saluran irigasi,  terowongan, dll 3. Bentuk Pengukuran Polygoon Bentuk pengukuran polygoon ada 2 macam : 3.1. Bentuk polygoon tertutup 3.2. Bentuk polygoon terbuka 3.1. Bentuk polygoon tertutup Pada pengukuran polygoon tertutup, titik awal akan menjadi titik akhi pengukuran (lihat gambar 5.1). P1 3 5  P2 P4 P5 P6 P7 P8 1 2 4 6 7 8 P3 Gambar 5.1. Bentuk pengukuran tertutup Δ Δ Q
  • 74.
    74 Keterangan: P1= Titik awal dan akhir pengukuran 1  8 = Sudut titik ukur poligon • = Titik ukur poligon P1 Q = Garis bidik azimuth awal Δ = Titik trianggulasi (diketahui koordinat dan ketinggiannya dari muka air laut = Garis ukur poligon 3.1. Bentuk polygon tertutup ada 2 bagian : 1). Bagian polygon tertutup tak terikat titik tetap 2). Bagian polygon tertutup terikat titik tetap 1). Bagian polygon tertutup tak terikat titik tetap Pada pengukuran polygoon tertutup tak terikat titik tetap, titik awal akan menjadi titik akhir pengukuran namun koordinat dan ketinggiannya setiap titik ukur dari permukaan air laut tidak bisa ditentukan (lihat gambar 5.2). Dalam perhitungan dan penggambarannya tidak diperlukan perhitungan - perhitungan dan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti : a. Tidak ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode) b. Tidak ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator,kerucut) c. Tidak ditentukan sistim koordinatnya d. Tidak ditentukan utara bumi, utara grid dan utara magnit Dalam penggambaran petanya cukup dilakukan:  Skala peta ditentukan  Jarak sisi-sisi polygon  Besar sudut-sudut titik ukur poligon
  • 75.
    75 Keterangan: P1= Titik awal dan akhir pengukuran 1  8 = Sudut titik ukur poligon • = Titik ukur poligon = Garis ukur polygon Yang diukur pada polygon tertutup tak terikat titik tetap adalah : a. Panjang sisi – sisi polygoon b. Besar sudut miring antar dua titik ukur c. Besar sudut titik-titik ukur polygoon Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah: 1. Perhitungan jarak  Jarak optis dihitung dengan persamaan: Jo = (ba – bb) x 100 P1 3 5 P2 P4 P5 P6 P7 P8 1 2 4 6 7 8 P3 Gambar 5.2. Pengukuran poligon tertutup tak terikat titik tetap
  • 76.
    76 Keterangan: ba= benang atas; bb = benang bawah; bt = benang tengah 100 = konstanta jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut) ba – bb = jarak optis pada rambu ukur Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut horizontal) ba bb bv bt Gambar 5.4. Gambar benang diapragma dalam teropong ba 0 1 jd ba - bb  bb bt Gambar 5.3. Pembacaan benang jarak pada bak ukur P •
  • 77.
    77 J =(ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m 2. Perhitungan sudut miring  Sudut miring zenith. Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90  Sudut miring nadir. Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0 bb 1,7 1,8 1,9 2,0 bt bb Gambar 5.5. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur Gambar 5.6. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit 90 0 180 270
  • 78.
    78  Sudutmiring nadir ke sudut miring zenit Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya : Z = 90 - N Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir 90 = konstanta  Sudut miring zenit ke sudut miring nadir Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya : N = 90 - Z 3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir:  Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100  Jarak datar dihitung dengan persamaan: jd = jn x cos = jo x (cos)2 4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit:  Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100  Jarak datar dihitung dengan persamaan: jd = jn x sin = jo x (sin)2 180 270 90 0 Gambar 5.7. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
  • 79.
    79 Keterangan: = sudut miring; Aba  AB; Bbb  AB; Pbt  AB. 0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur; 01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah 5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = jo x sin x cos Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0  1  = sudut miring P0 = Q1 ba 0 1 jd  bb bt Gambar 5.8. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan tanah P • A B    P 0 1    Gambar 5.9. Pengukuran beda tinggi t t  Q
  • 80.
    80 Untuk mengetahuikebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP = 0 2). Kalau salah  hP  h  (t+) + (t-)  0 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran 6. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi   t = = (t+) + (t-)  (jumlah total)  Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = e/ t  Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t t = beda tinggi antartitik ukur  Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ 7. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap ketinggian lokal Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t’n = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari permuaan air laut 8. Perhitungan sudut horizontal Untuk mengetahui kebenaran hasil pengukuran sudut horizontal persamaannya sebagai berikut:  Sudut dalam  = (n -2) x 180  Sudut luar  = (n +2) x 180
  • 81.
    81 Keterangan: = Jumlah sudut dalam/luar titik ukur polygon n = Jumlah titik ukur polygon 2 = Konstanta 180 = Konstanta = Jalannya jalur ukuran P1 3 5 P2 P4 P5 P6 P7 P8 1 2 4 6 7 8 P3 Gambar 5.10. Penentuan sudut dalam pada poligon tertutup tak terikat titik tetap P1 3 5 P2 P4 P5 P6 P7 P8 1 2 4 6 7 8 P3 Gambar 5.11. Penentuan sudut luar pada poligon tertutup tak terikat titik tetap
  • 82.
    82 9. Menghitungbesar sudut tiap titik ukur Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:  Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah:  = M - B Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang = Arah jalur ukuran = Arah pembacaan sudut jurusan  Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah:  = B - M Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 0 1 2  B M Gambar 5.12. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran 0 1 2  B M Gambar 5.13. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
  • 83.
    83 = Arahjalur ukuran = Arah pembacaan sudut jurusan Catatan:  Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak  Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik Contoh. Dari data hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap pada tabel 5.1. di bawah ini akan dihitung : 1. Perhitungan jarak  Jarak optis dihitung dengan persamaan: Jo = (ba – bb) x 100 Jo1 = (1,800 – 1,200) x100 = 60 m Jo2 = (2,400 – 1,400) x100 = 100 m Jo3 = (1,700 – 0,500) x100 = 120 m Jo4 = (1,200 – 0,400) x100 = 80 m Jo5 = (2,020 – 0,380) x100 = 164 m  Jarak datar dihitung dengan persamaan: Jd = Jo x (sin)2 Jd1 = Jo1 x (sin)2 = 60 x (sin9730’)2 = 58,98 m Jd2 = Jo2 x (sin)2 = 100 x (sin93)2 = 99,73 m Gambar 5.14. Bagan lingkaran sudut horisontal 0 270 90 180
  • 84.
    84 Jd3 =Jo3 x (sin)2 = 120 x (sin85)2 = 119,09 m Jd4 = Jo4 x (sin)2 = 80 x (sin84)2 = 79,12 m Jd5 = Jo5 x (sin)2 = 164 x (sin92)2 = 163,80 m 2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = Jo x sin x cos t1 = Jo1 x sin x cos = 60 x sin9730’ x cos9730’ = -7,764 m t2 = Jo2 x sin x cos = 100 x sin93 x cos93 = -5,226 m t3 = Jo3 x sin x cos = 120 x sin85 x cos85 = 10,418 m t4 = Jo4 x sin x cos = 80 x sin84 x cos84 = 8,316 m t5 = Jo5 x sin x cos = 164 x sin92 x cos92 = -5,720 m
  • 85.
    85 Tinggi ataslaut 800,000 Koreksi (-) Selisih tinggi - + Sudut miring 9730’ 8230’ 93’ 87 85 95 84 96 92 88 9730’ Jarak Datar Optis Sudut 350 80 230 95 150 55 20 250 4048’ 320 2602’ 16048’ Pembacaan benang Bawah 1,200 1,400 1,400 0,600 0,500 0,200 0,400 0,800 0,380 0,760 1,280 Atas 1,800 2,000 2,400 1,600 1,700 1,400 1,200 1,600 2,020 2,400 1,880 Tengah muka 1,500 1,700 1,100 0,800 1,200 1,580 Tengah belakang 1,700 1,100 0,800 1,200 1,500 No. patokk Tinjau A 1 0 2 1 3 2 4 3 0 4 1 Berdiri 0 0 0 1 1 2 2 3 3 4 4 0 0 Tabel 5.1. Catatan data hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap ukur
  • 86.
    86 3. Perhitungankoreksi kesalahan beda tinggi Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 5.1,diketahui: (t+) = 10,418 + 8,316 = 18,734 m (t-) = 7,764 + 5,20 =18,710 m Karena polygon tertutup maka : h = hP = 0 Dari hasil pengukuran hP = (t+) + (t-) = 18,734 – 18,710 = +0,024 m Kesalahan (e) = hP – h = 0,024 – 0 = 0,024 m Koreksi kesalahan (e) = - 0,024 m  t = 18,734 + 18,710 = 37,444 m (jumlah total). Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/ t k = - e/ t = - 0,024/37,444 = - 0,00064 m Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 Gambar 5.15. Sket lapangan polygon tertutup tak terikat titik tetap
  • 87.
    87 t =beda tinggi antartitik ukur Koreksi tinggi pada tiap patok titik ukur: 0  (k’0) = t0 x k = 7,764 x -0,00064 = - 0,005 m 1  (k’1) = t1 x k = 5,226 x -0,00064 = - 0,003 m 2  (k’2) = t2 x k = 10,418 x -0,00064 = -0,007 m 3 (k’3) = t3 x k = 8,316 x -0,00064 = - 0,005 m 4  (k’4) = t4 x k = 5,720 x -0,00064 = -0,004 m 4. Perhitungan beda tinggi setelah dikoreksi Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ t’0 = t0 + k’0 = -7,764 - 0,005 = -7,769m t’1 = t1 + k’1 = -5,226 - 0,003 = -5,229 m t’2 = t2 + k’2 = 10,418-0,007 = 10,411 m t’3 = t3 + k’3 = 8,316 - 0,005 = 8,311 m t’4 = t4 + k’4 = -5,720-0,004 = -5,724 m hP = t’0 + t’1 + t’2 + t’3 + t’4 = -7,769 – 5,229 + 10,411 +8,311-5,724 = 0,000 m h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama 7. Perhitungan ketinggian local Untuk mempermudah dalam pembuatan peta penanpang topografi, sebaikanya pada pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap ini, ditentukan harga ketinggian local titik awal pengukuran dengan harga minimum dan bulat. Ditentukan harga ketinggian local titik 0 (H0) = 800,000 m. Ketinggian titik ukur tehadap ketinggian lokal persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari t’n = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya. Perhitungan ketinggian local untuk titik-titik ukur: Titik 1H1 = H0 + t’0 = 800,000 -7,769 = 792,231 m
  • 88.
    88 Titik 2H2= H1 + t’1 = 792,231 – 5,229 = 787,002 m Titik 3H3 = H2 + t’2 = 787,002 + 10,411 = 797,413 m Titik 4H4 = H3 + t’3 = 797,413 +8,311 = 805,724 m m Titik 0H0 = H4 + t’4 = 805,724 – 5,724 = 800,000 m Cara pengisian jarak optis, jarak datar,beda tinggi dan ketinggian lokal pada blanko ukur lihat pada tabel 5.2.
  • 89.
    89 Ketinggian lokall 800,000 792,231 787,002 797,413 805,724 800,000 Koreksi (-) 0,005 0,003 0,007 0,005 0,004 Selisih tinggi - 7,764 5,226 5,720 + 10,418 8,316 Sudut miring 9730’ 8230’ 93’ 87 85 95 84 96 92 88 9730’ Jarak Datar 58,98 99,73 119,09 79,12 163,80 Optis 60 60 100 100 120 120 80 80 164 164 60 Sudut 350 80 230 95 150 55 20 250 4048’ 320 2602’ 16048’ Pembacaan benang Bawah 1,200 1,400 1,400 0,600 0,500 0,200 0,400 0,800 0,380 0,760 1,280 Atas 1,800 2,000 2,400 1,600 1,700 1,400 1,200 1,600 2,020 2,400 1,880 Tengah muka 1,500 1,700 1,100 0,800 1,200 1,580 Tengah belakang 1,700 1,100 0,800 1,200 1,500 No. patokk Tinjau A 1 0 2 1 3 2 4 3 0 4 1 Berdiri 0 0 0 1 1 2 2 3 3 4 4 0 0 Tabel 5.2. Catatan data hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap ukur
  • 90.
    90 8. Perhitungansudut horisontal Pada gambar 5.16, akan dihitung besarnya sudut horizontal dari masing- masing titik ukur:  Perhitungan sudut di sebelah kanan jalur ukuran dengan persamaan:  = B - M Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 1 0 2 3 4 0 1 2 3 4 Gambar 5.16. Sket sudut dalam pada polygon tertutup tak terikat titik tetap 0 1 2  B M Gambar 5.17. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
  • 91.
    91 = Arahjalur ukuran = Arah pembacaan sudut jurusan Pada gambar 5.16, sudut dalam ada di sebelah kanan jalur ukuran, maka besarnya sudut sudut tersebut adalah : 1 = B1 - M1 = 230 - 95 = 135 2 = B2 - M2 = 150 - 55 = 95 3 = B3 - M3 = 20 - 250 = -230 = -230+ 360 = 130 4 = B4 - M4 = 4048’ - 320 = - 27912’ = - 27912’+ 360 = 8048’ 0 = B0 - M0 = 26002’ - 16048’ = 9914’ Catatan: Apabila besar   0, maka  harus ditambah 360  Perhitungan koreksi sudut  Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan: k =e/  Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dihitung dengan persamaan: k‟ =   k x  Keterangan: k = koreksi sudut tiap 1 e = kesalahan sudut  = jumlah total sudut  = besar sudut tiap titik ukur Jumlah sudut hasil pengukuran:  = 1 + 2 + 3 + 4 + 0 = 135 + 95 + 130 + 8048’ + 9914’ = 54002’ = hP Jumlah sudut hasil hitungan: h = (n – 2) x 180 = (5 -2) x 180 = 540 Kesalahan sudut hasil pengukuran: e = hP – h = 54002’ - 540 = 0 2’ Koreksi kesalahan e = - 0 2’  Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan: k = e/ = - 0 2’/54002’ = 0,22221”
  • 92.
    92  Koreksikesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dihitung dengan persamaan: k‟ = k x  k’1 = 1 x k1 = 135 x 0,22221” = - 00’30” k’2 = 2 x k2 = 95 x 0,22221” = - 00’21” k’3 = 3 x k3 = 130 x 0,22221” = - 00’29” k’4 = 4 x k4 = 8048’ x 0,22221” = - 00’18” k’0 = 0 x k0 = 9914’ x 0,22221” = - 00’22” 9. Perhitungan sudut horizontal setelah dikoreksi  Perhitungan besar sudut setelah dikoreksi persamaannya adalah: K =  + k‟ K1 =1 + k’1 = 135 - 00’30” = 134 59’30” K2 =2 + k’2 = 95 - 00’21” = 9459’39” K3 =3 + k’3 = 130 - 00’29” = 129 59’31” K4 =4 + k’4 = 8048’ - 00’18” = 8047’’42” K0 =0 + k’0 = 9914’ - 00’22” = 99 13’38”  Perhitungan jumlah sudut hasil pengukuran setelah dikoreksi persamaannya adalah: K = (n - 2) x 180 K = K1 + K2 + K3 + K4 + K0 = 13459’30” + 9459’39” + 129 59’31” + 8047’’42” + 99 13’38” = 540 Dalam perhitungan sudut pada polygon tertutup, biasanya yang dihitung sudut dalam, karena jumlah sudutnya lebih kecil dari jumlah sudut luar, dan juga memudahkan pengontrolan bentuk gambar dengan bentuk daerah pengukuran. Dari hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini:  Toleransi kesalahan beda tinggi persamaannya: v = 0,3 x (L/100)1/22 + 4,51/2 Dari hasil pengukuran kesalahan beda tinggi (e) = 0,024 m j = 58,98 + 99,73 + 119,09 + 79,12 + 163,80 = 520,72 m v = 0,3 x (L/100)1/22 + 4,51/2 = 0,3 x (520,72/100)1/22 + 4,51/2 = 2,229 m
  • 93.
    93 ev maka pengukuran tidak perlu diulang.  Toleransi kesalahan sudut, persamaannya: v = 1,5‟ (n)1/2 Dari hasil pengukuran kesalahan sudut horizontal (e) = 2’ Jumlah titik ukur = 5 buah titik v = 1,5‟ (n)1/2 = 1,5‟ (5)1/2 = 3,354 ev  maka pengukuran tidak perlu diulang. Keterangan: 1,5’ = konstanta n = jumlah titik sudut ukur 0,3; 100; 4,5 = konstanta L = jarak datar Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Catatan: Apabila perhitungan sudut dalam telah dikoreksi, maka koreksi perhitungan sudut luar tidak diperlukan, demikian juga sebaliknya untuk sudut dalam. Persamaan perhitungan sudut luar pada tiap titik ukur adalah: L = 360 - D Persamaan perhitungan sudut dalam pada tiap titik ukur adalah: D = 360 - L Keterangan: L = besar sudut luar 360 = konstanta D = besar sudut dalam
  • 94.
    94 2). Bagianpolygon tertutup terikat titik tetap Pada pengukuran polygoon tertutup terikat titik tetap, titik awal akan menjadi titik akhir pengukuran. Koordinat dan ketinggian setiap titik ukur dari permukaan air laut bisa ditentukan (lihat gambar 5.18). Dalam perhitungan dan penggambarannya diperlukan perhitungan - perhitungan dan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti : a. Ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode) b. Ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Kerucut) c. Ditentukan sistim koordinatnya d. Ditentukan azimuth garis polygon e. Ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi magnit f. Ditentukan skala peta Dalam penggambaran petanya dilakukan dengan cara: 1. Titik ukur polygon diplot dengan sistim koordinat • 1 • • 4 • 0 3 2 • Gambar 5.18. Peta poligon tak terikat titik tetap Skala 1: 2000
  • 95.
    95 2. Digambarberdasarkan jarak dan azimuth (kurang teliti). Keterangan: P1 = Titik awal dan akhir pengukuran 1  8 = Sudut titik ukur poligon • = Titik ukur poligon = Garis ukur polygon Δ = Titik trianggulasi Yang diukur pada polygon tertutup terikat titik tetap adalah : a. Azimut garis pengikatan pengukuran b. Panjang sisi – sisi polygoon c. Besar sudut miring antar dua titik ukur d. Besar sudut titik-titik ukur polygoon Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah: 1. Perhitungan jarak  Jarak optis dihitung dengan persamaan: Jo = (ba – bb) x 100 Gambar 5.19. Pengukuran poligon tertutup terikat titik tetap P1 3 5 P2 P4 P5 P6 P7 P8 1 2 4 6 7 8 P3 A Δ Δ
  • 96.
    96 Keterangan: ba= benang atas; bb = benang bawah; bt = benang tengah 100 = konstanta jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut) ba – bb = jarak optis pada rambu ukur Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut horizontal) ba bb bv bt Gambar 5.21. Gambar benang diapragma dalam teropong ba 0 1 jd ba - bb  bb bt Gambar 5.20. Pembacaan benang jarak pada bak ukur P •
  • 97.
    97 J =(ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m 2. Perhitungan sudut miring  Sudut miring zenith. Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90  Sudut miring nadir. Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0 bb 1,7 1,8 1,9 2,0 bt bb Gambar 5.22. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur Gambar 5.23. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit 90 0 180 270
  • 98.
    98  Sudutmiring nadir ke sudut miring zenit Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya : Z = 90 - N Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir 90 = konstanta  Sudut miring zenit ke sudut miring nadir Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya : N = 90 - Z 3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir:  Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100  Jarak datar dihitung dengan persamaan: jd = jn x cos = jo x (cos)2 4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit:  Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100  Jarak datar dihitung dengan persamaan: jd = jn x sin = jo x (sin)2 180 270 90 0 Gambar 5.24. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
  • 99.
    99 Keterangan: = sudut miring; Aba  AB; Bbb  AB; Pbt  AB. 0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur; 01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah 5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = jo x sin x cos Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0  1  = sudut miring P0 = Q1 ba 0 1 jd  bb bt Gambar 5.25. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan tanah P • A B    P 0 1    Gambar 5.26. Pengukuran beda tinggi t t  Q
  • 100.
    100 Untuk mengetahuikebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP = 0 2). Kalau salah  hP  h  (t+) + (t-)  0 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran 6. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi   t = = (t+) + (t-)  (jumlah total)  Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = e/ t  Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t t = beda tinggi antartitik ukur  Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ 7. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t’n = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggiannya dari permuaan air laut 8. Perhitungan sudut horizontal Untuk mengetahui kebenaran hasil pengukuran sudut horizontal persamaannya sebagai berikut:  Sudut dalam  = (n -2) x 180  Sudut luar  = (n +2) x 180
  • 101.
    101 Keterangan: = Jumlah sudut dalam/luar titik ukur polygon n = Jumlah titik ukur polygon 2 = Konstanta 180 = Konstanta = Jalannya jalur ukuran P1 3 5 P2 P4 P5 P6 P7 P8 1 2 4 6 7 8 P3 Gambar 5.28. Penentuan sudut luar pada poligon tertutup terikat titik tetap P1 3 5 P2 P4 P5 P6 P7 P8 1 2 4 6 7 8 P3 Gambar 5.27. Penentuan sudut dalam pada poligon tertutup tak terikat titik tetap Δ A Δ 1’
  • 102.
    102 9. Menghitungbesar sudut tiap titik ukur Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:  Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah:  = M - B Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang = Arah jalur ukuran = Arah pembacaan sudut jurusan  Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah:  = B - M Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang 0 1 2  B M Gambar 5.29. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran 0 1 2  B M Gambar 5.30. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
  • 103.
    103 = Arahjalur ukuran = Arah pembacaan sudut jurusan Catatan:  Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak  Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik 10. Perhitungan azimuth awal pengikatan pengukuran dan azimuth sis-sisi polygon.  Perhitungan azimuth awal pengikatan pengukuran Diketahui koordinat titik A dan titik P1 Perhitungan azimuth awal dihitung dengan persamaan: tgP1A = (XA – XP1)/(YA – YP1), (lihat gambar 5.27) P1A  diketahui  Perhitungan azimuth sisi –sisi polygon Untuk memudahkan perhitungan azimuth setiap sisi polygon, sebaiknya ditentukan dahulu salah satu sisi polygon sebagai azimuth awal dari sisi polygon itu sendiri, missal pada gambar 5.27 adalah sisi P1 P2 (P1P2) (P1P2) dapat dihitung denga persamaan sebagai berikut: (P1P2) = P1A + 1’ Gambar 5.31. Bagan lingkaran sudut horisontal 0 270 90 180
  • 104.
    104 Maka azimuthsisi-sisi polygon lainnya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (P2P3) = P2P1 - 2 ; (P3P4) = P2P1 - 3 (P4P5) = P4P3 - 4; (P5P6) = P5P4 - 5 (P6P7) = P6P5 - 6 (P7P8) = P7P6 - 7 (P8P1) = P8P7 - 8 (P1P2) = P1P8 - 1 Catatan: Dalam perhitungan ini diambil sudut dalam, dan merupakan sudut kanan dari arah jalur pengukuran (lihat gambar 5.27) 11. Perhitungan absis dan ordinat  Perhitungan absis Absis dapat dihitung dengan persamaan : dx = Jd x sin  Perhitungan ordinat Ordinat dapat dihitung dengan persamaan : dy = Jd x cos -Y P1 +Y  P2 dy dx -X 0 +X Jd Gambar 5.32. Kedudukan absis dan ordinat
  • 105.
    105 Keterangan: = Azimut; Jd = Jarak datar; dx = absis; dy = Ordinat Kalau hasil pengukuran benar: (dx+) + (dx-) = XAKHIR – XAWAL (dy+) + (dy-) = YAKHIR – YAWAL Karena polygon tertutup, maka: XAKHIR – XAWAL = hX = 0 YAKHIR – YAWAL = hY = 0 Keterangan: hX = hasil hitungan absis hY = hasil hitungan ordinat  Kesalahan pengukuran Kalau hasil pengukuran salah persamaannya: hXP = (dx+) + (dx-)  0 hYP = (dy+) + (dy-)  0 eX = hXP - hX ; eY = hYP - hY Keterangan: eX = kesalahan hasil pengukuran absis eY = kesalahan hasil pengukuran ordinat hXP = selisih hasil pengukuran absis akhir dan absis awal hYP = selisih hasil pengukuran ordinat akhir dan ordinat awal  Koreksi kesalahan  Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis, persamaannya: kX = eX/Jd  Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya : k’X = kX x Jd  Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat, persamaannya : kY = eY/Jd  Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat, persamaannya : k’Y = kY x Jd
  • 106.
    106 Keterangan: Jd= jumlah jarak datar 12. Perhitungan koordinat Perhitungan koordinat pada gambar 5.27, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: XP2 = XP1 + Jd1 x sinP1P2; YP2 = YP1 + Jd1 x cosP1P2 XP3 = XP2 + Jd2 x sinP2P3; YP3 = YP2 + Jd2 x cosP2P3 XP4 = XP3 + Jd3 x sinP3P4; YP4 = YP3 + Jd3 x cosP3P4 XP5 = XP4 + Jd4 x sinP4P5; YP5 = YP4 + Jd4 x cosP4P5 XP6 = XP5 + Jd5 x sinP5P6; YP6 = YP5 + Jd5 x cosP5P6 XP7 = XP6 + Jd6 x sinP6P7; YP7 = YP6 + Jd6 x cosP6P7 XP8 = XP7 + Jd7 x sinP7P8; YP8 = YP7 + Jd7 x cosP7P8 XP1 = XP8 + Jd8 x sinP8P1; YP1 = YP8 + Jd8 x cosP8P1 13. Toleransi kesalahan koordinat Dari hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini: Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Keterangan: L = jarak datar Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran 0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta Contoh. Dari data hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap pada tabel 5.3. di bawah ini akan dihitung : 2. Perhitungan jarak  Jarak optis dihitung dengan persamaan: Jo = (ba – bb) x 100 Jo1 = (1,800 – 1,200) x100 = 60 m
  • 107.
    107 Jo2 =(2,400 – 1,400) x100 = 100 m Jo3 = (1,700 – 0,500) x100 = 120 m Jo4 = (1,200 – 0,400) x100 = 80 m Jo5 = (2,020 – 0,380) x100 = 164 m  Jarak datar dihitung dengan persamaan: Jd = Jo x (sin)2 Jd1 = Jo1 x (sin)2 = 60 x (sin9730’)2 = 58,98 m Jd2 = Jo2 x (sin)2 = 100 x (sin93)2 = 99,73 m Jd3 = Jo3 x (sin)2 = 120 x (sin85)2 = 119,09 m Jd4 = Jo4 x (sin)2 = 80 x (sin84)2 = 79,12 m Jd5 = Jo5 x (sin)2 = 164 x (sin92)2 = 163,80 m 2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = Jo x sin x cos t1 = Jo1 x sin x cos = 60 x sin9730’ x cos9730’ = -7,764 m t2 = Jo2 x sin x cos = 100 x sin93 x cos93 = -5,226 m t3 = Jo3 x sin x cos = 120 x sin85 x cos85 = 10,418 m t4 = Jo4 x sin x cos = 80 x sin84 x cos84 = 8,316 m t5 = Jo5 x sin x cos = 164 x sin92 x cos92 = -5,720 m
  • 108.
    108 Tinggi ataslaut 2250,000 Koreksi (-) Selisih tinggi - + Sudut miring 9730’ 8230’ 93’ 87 85 95 84 96 92 88 9730’ Jarak Datar Optis Sudut 350 80 230 95 150 55 20 250 4048’ 320 2602’ 16048’ Pembacaan benang Bawah 1,200 1,400 1,400 0,600 0,500 0,200 0,400 0,800 0,380 0,760 1,280 Atas 1,800 2,000 2,400 1,600 1,700 1,400 1,200 1,600 2,020 2,400 1,880 Tengah muka 1,500 1,700 1,100 0,800 1,200 1,580 Tengah belakang 1,700 1,100 0,800 1,200 1,500 No. patokk Tinjau A 1 A 2 1 3 2 4 3 0 4 1 Berdiri 0 0 0 1 1 2 2 3 3 4 4 0 0 Tabel 5.3. Catatan data hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap ukur
  • 109.
    109 3. Perhitungankoreksi kesalahan beda tinggi Dari hasil perhitungan beda tinggi pada tabel 5.3,diketahui: (t+) = 10,418 + 8,316 = 18,734 m (t-) = 7,764 + 5,20 =18,710 m Karena polygon tertutup maka : h = hP = 0 Dari hasil pengukuran hP = (t+) + (t-) = 18,734 – 18,710 = +0,024 m Kesalahan (e) = hP – h = 0,024 – 0 = 0,024 m Koreksi kesalahan (e) = - 0,024 m  t = 18,734 + 18,710 = 37,444 m (jumlah total). Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = - e/ t k = - e/ t = - 0,024/37,444 = - 0,00064 m Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t t = beda tinggi antartitik ukur 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 Gambar 5.32. Sket lapangan polygon tertutup terikat titik tetap A
  • 110.
    110 Koreksi tinggipada patok: 0  (k’0) = t0 x k = 7,764 x -0,00064 = - 0,005 m 1  (k’1) = t1 x k = 5,226 x -0,00064 = - 0,003 m 2  (k’2) = t2 x k = 10,418 x -0,00064 = -0,007 m 3 (k’3) = t3 x k = 8,316 x -0,00064 = - 0,005 m 4  (k’4) = t4 x k = 5,720 x -0,00064 = -0,004 m 4. Perhitungan beda tinggi setelah dikoreksi Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ t’0 = t0 + k’0 = -7,764 - 0,005 = -7,769m t’1 = t1 + k’1 = -5,226 - 0,003 = -5,229 m t’2 = t2 + k’2 = 10,418-0,007 = 10,411 m t’3 = t3 + k’3 = 8,316 - 0,005 = 8,311 m t’4 = t4 + k’4 = -5,720-0,004 = -5,724 m hP = t’0 + t’1 + t’2 + t’3 + t’4 = -7,769 – 5,229 + 10,411 +8,311-5,724 = 0,000 m h = hP (hasil hitungan dan perhitungan sama 5. Perhitungan ketinggian titik ukur dari permukaan air laut Ditentukan harga ketinggian titik ukur: 0 (H0) = 2250,000 m. Ketinggian titik ukur tehadap ketinggian muka air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t‟n Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari t’n = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian dari muka air laut Perhitungan ketinggiannya untuk titik-titik ukur: Titik 1H1 = H0 + t’0 = 2250,000 -7,769 = 2242,231m Titik 2H2 = H1 + t’1 = 2242,231 – 5,229 = 2237,002 m Titik 3H3 = H2 + t’2 = 2237,002 + 10,411 = 2247,413 m Titik 4H4 = H3 + t’3 = 2247,413 +8,311 = 2255,724m Titik 0H0 = H4 + t’4 = 2255,724 – 5,724 = 2250,000 m
  • 111.
    111 Cara pengisianjarak optis, jarak datar,beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut pada blanko ukur lihat pada tabel 5.4. Ketinggian lokall 2250,000 2242,231 2237,002 2247,413 2255,724 2250,000 Koreksi (-) 0,005 0,003 0,007 0,005 0,004 Selisih tinggi - 7,764 5,226 5,720 + 10,418 8,316 Sudut miring 9730’ 8230’ 93’ 87 85 95 84 96 92 88 9730’ Jarak Datar 58,98 99,73 119,09 79,12 163,80 Optis 60 60 100 100 120 120 80 80 164 164 60 Sudut 350 80 230 95 150 55 20 250 4048’ 320 2602’ 16048’ Pembacaan benang Bawah 1,200 1,400 1,400 0,600 0,500 0,200 0,400 0,800 0,380 0,760 1,280 Atas 1,800 2,000 2,400 1,600 1,700 1,400 1,200 1,600 2,020 2,400 1,880 Tengah muka 1,500 1,700 1,100 0,800 1,200 1,580 Tengah belakang 1,700 1,100 0,800 1,200 1,500 No. patokk Tinjau A 1 0 2 1 3 2 4 3 0 4 1 Berdiri 0 0 0 1 1 2 2 3 3 4 4 0 0 Tabel 5.4. Cara pengisian hasil perhitungan pada blanko ukur ukur
  • 112.
    112 10. Perhitungansudut horisontal Pada gambar 5.33, akan dihitung besarnya sudut horizontal dari masing- masing titik ukur:  Perhitungan sudut di sebelah kanan jalur ukuran dengan persamaan:  = B - M Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan 1 0 2 3 4 0 1 2 3 4 Gambar 5.33. Sket sudut dalam pada polygon tertutup tak terikat titik tetap 0 1 2  B M Gambar 5.34. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
  • 113.
    113 B =Pembacaan sudut jurusan ke belakang = Arah jalur ukuran = Arah pembacaan sudut jurusan Pada gambar 5.33, sudut dalam ada di sebelah kanan jalur ukuran, maka besarnya sudut sudut tersebut adalah : 1 = B1 - M1 = 230 - 95 = 135 2 = B2 - M2 = 150 - 55 = 95 3 = B3 - M3 = 20 - 250 = -230 = -230+ 360 = 130 4 = B4 - M4 = 4048’ - 320 = - 27912’ = - 27912’+ 360 = 8048’ 0 = B0 - M0 = 26002’ - 16048’ = 9914’ Catatan: Apabila besar   0, maka  harus ditambah 360  Perhitungan koreksi sudut  Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan: k =e/  Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dihitung dengan persamaan: k‟ =   k x  Keterangan: k = koreksi sudut tiap 1 e = kesalahan sudut  = jumlah total sudut  = besar sudut tiap titik ukur Jumlah sudut hasil pengukuran:  = 1 + 2 + 3 + 4 + 0 = 135 + 95 + 130 + 8048’ + 9914’ = 54002’ = hP Jumlah sudut hasil hitungan: h = (n – 2) x 180 = (5 -2) x 180 = 540 Kesalahan sudut hasil pengukuran: e = hP – h = 54002’ - 540 = 0 2’ Koreksi kesalahan e = - 0 2’  Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan:
  • 114.
    114 k =e/ = - 0 2’/54002’ = 0,22221”  Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dihitung dengan persamaan: k‟ = k x  k’1 = 1 x k1 = 135 x 0,22221” = - 00’30” k’2 = 2 x k2 = 95 x 0,22221” = - 00’21” k’3 = 3 x k3 = 130 x 0,22221” = - 00’29” k’4 = 4 x k4 = 8048’ x 0,22221” = - 00’18” k’0 = 0 x k0 = 9914’ x 0,22221” = - 00’22” 11. Perhitungan sudut horizontal setelah dikoreksi  Perhitungan besar sudut setelah dikoreksi persamaannya adalah: K =  + k‟ K1 =1 + k’1 = 135 - 00’30” = 134 59’30” K2 =2 + k’2 = 95 - 00’21” = 9459’39” K3 =3 + k’3 = 130 - 00’29” = 129 59’31” K4 =4 + k’4 = 8048’ - 00’18” = 8047’’42” K0 =0 + k’0 = 9914’ - 00’22” = 99 13’38”  Perhitungan jumlah sudut hasil pengukuran setelah dikoreksi persamaannya adalah: K = (n - 2) x 180 K = K1 + K2 + K3 + K4 + K0 = 13459’30” + 9459’39” + 129 59’31” + 8047’’42” + 99 13’38” = 540 Dalam perhitungan sudut pada polygon tertutup, biasanya yang dihitung sudut dalam, karena jumlah sudutnya lebih kecil dari jumlah sudut luar, dan juga memudahkan pengontrolan bentuk gambar dengan bentuk daerah pengukuran. Dari hasil pengukuran polygon tertutup tak terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini:  Toleransi kesalahan beda tinggi persamaannya: v = 0,3 x (L/100)1/22 + 4,51/2 Dari hasil pengukuran kesalahan beda tinggi (e) = 0,024 m j = 58,98 + 99,73 + 119,09 + 79,12 + 163,80 = 520,72 m v = 0,3 x (L/100)1/22 + 4,51/2
  • 115.
    115 = 0,3x (520,72/100)1/22 + 4,51/2 = 2,229 m ev  maka pengukuran tidak perlu diulang.  Toleransi kesalahan sudut, persamaannya: v = 1,5‟ (n)1/2 Dari hasil pengukuran kesalahan sudut horizontal (e) = 2’ Jumlah titik ukur 5 titik v = 1,5‟ (n)1/2 = 1,5‟ (5)1/2 = 3,354 ev  maka pengukuran tidak perlu diulang. Keterangan: 1,5’ = konstanta n = jumlah titik sudut ukur 0,3; 100; 4,5 = konstanta L = jarak datar Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Catatan: Apabila perhitungan sudut dalam telah dikoreksi, maka koreksi perhitungan sudut luar tidak diperlukan, demikian juga sudut dalam. Persamaan perhitungan sudut luar pada tiap titik ukur adalah: L = 360 - D Persamaan perhitungan sudut dalam pada tiap titik ukur adalah: D = 360 - L Keterangan: L = besar sudut luar 360 = konstanta D = besar sudut dalam 12. Perhitungan azimuth sisi-sisi polygon Telah diketahui bahwa sudut dalam dari hasil pengukuran setelah dikoreksi adalah: 0 = 99 13’38” 1 = 134 59’30” 2 = 9459’39” 3 = 129 59’31” 4 = 8047’’42” Diketahui koordinat titik: 0 : X0 = 3000,000 m; Y0 = 3000,000 m A : XA = 2000,000 m; YA = 4732,051 m P = 90 dihitung dari : P = (01) – (01) = 80 - 350 = - 270 P = - 270 + 360 = 90
  • 116.
    116 Keterangan: =azimuth garis pengikat pada polygon = azimuth garis awal pada polygon P = Sudut pengikat pengukuran Azimut dari 0A (0A) dapat dicari dengan persamaan: tg(0A) = (XA - X0)/(YA - Y0) = (2000,000 - 3000,000)/( 4732,051 - 3000,000) = -1000,000/1732,051 = -0,5773502 (kwadaran IV) Maka  0A = 330 1 0 2 3 4 0 1 2 3 4 Gambar 5.35. Sket sudut dalam dan azimuth pada polygon tertutup terikat titik tetap A P = 90
  • 117.
    117 Untuk memudahkanperhitungan azimuth sisi-sisi polygon, ditentukan sisi polygon 01 sebagai azimuth awal dari sisi polygon, dengan persamaan sebagai berikut: 01 = 0A + P = 330 + 90 = 420 01 360, maka 01 = 420 - 360 = 60  ditentukan azimuth awal Maka azimuth sisi polygon lainnya dengan sudut dalam ada disebelah kanan jalur ukuran, dapat dihitung sebagai berikut 12 = 10 - 1 = (60 + 180) - 134 59’30” = 10500’30” 23 = 21 - 2 = (10500’30” + 180) - 9459’39” = 1900’51” 34 = 32 - 3 = (1900’51” + 180) - 12959’31” = 2401’20” 40 = 43 - 4 = (2401’20” + 180) - 8047’’42” = 33913’38” 01 = 04 - 0 = (33913’38” + 180) - 99 13’38” = 420 01 360 01 = 420 - 360 = 60   azimuth akhir = azimuth awal 1 0 2 3 4 0 1 2 3 4 Gambar 5.36. Sket posisi azimuth sisi polygon U 01 12 23 34 40
  • 118.
    118 13. Perhitunganabsis dan ordinat Perhitungan absis dan ordinat seperti pada gambar polygon 5.35, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:  Perhitungan absis dx1 = J1 x sin01 = 58,98 x sin60 = 51,078 m dx2 = J2 x sin1; = 99,73 x sin10500’30” = 96,328 m dx3 = J3 x sin23 = 119,09 x sin1900’51” = -20,709 m dx4 = J4 x sin34 = 79,12 x sin2401’20” = -68,535 m dx5 = J5 x sin40 = 163,80 x sin33913’38” = -58,094 m dx+ = dx1 + dx2 = 51,078 + 96,328 = 147,406 m dx- = dx3 + dx4 + dx5 = - 20,709 - 68,535 - 58,094 = -147,338 eX = (dx+) + (dx-) = 147,406 -147,338 = 0,068 m J = J1 + J2 + J3 + J + J5 = 58,98 + 99,73 + 119,09 + 79,12 + 163,80 = 520,72 m  Koreksi kesalahan absis  Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis, persamaannya: kX = eX/Jd = -0,068/520,72 = -0,0001305 m  Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya : k’X = kX x Jd k’1X = k1X x Jd1 = = -0,0001305 x 58,98 = -0,008 m k’2X = k2X x Jd2 = = -0,0001305 x 99,73 = -0,013 m k’3X = k3X x Jd3 = = -0,0001305 x 119,09 = -0,015 m k’4X = k4X x Jd4 = = -0,0001305 x 79,12 = -0,010 m k’5X = k5X x Jd5 = = -0,0001305 x 163,8 = -0,022 m  Perhitungan absis setelah dikoreksi dx1K = dx1 + k’1X = 51,078 - 0,008 = 51,070 m dx2K = dx2 + k’2X = 96,328 – 0,013 = 96,315 m dx3K = dx3 + k’3X = -20,709 -0,015 = - 20,724 m dx4K = dx4 + k’4X = -68,535 – 0,010 = -68,545 m dx5K = dx5J5 + k’5X = -58,094 - 0,022 = -58,116 m  Perhitungan ordinat dy1 = J1 x cos01 = 58,98 x cos60 = 29,490 m
  • 119.
    119 dy2 =J2 x cos12 = 99,73 x cos10500’30” = -25,826 m dy3 = J3 x cos23 = 119,09 x cos1900’51” = -117,276 m dy4 = J4 x cos34 = 79,12 x cos2401’20” = -39,533 m dy5 = J5 x cos40 = 163,80 x cos33913’38” = 153,152 m dy+ = dy1 + dy5 = 29,490 + 153,152 = 182,642 m dy- = dy2 + dy3 + dy4 = -25,826 - 117,276 - 39,533 = -182,635 m ey = (dy+) + (dy-) = 182,642 - 182,635 = 0,007 m J = J1 + J2 + J3 + J + J5 = 58,98 + 99,73 + 119,09 + 79,12 + 163,80 = 520,72 m  Koreksi kesalahan ordinat  Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat, persamaannya : kY = eY/Jd = -0,007/520,72 = -0,0000134  Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat, persamaannya : k’Y = kY x Jd k’1y = k1y x Jd1 = = -0,0000134 x 58,98 = -0,001 m k’2y = k2y x Jd2 = = -0,0000134 x 99,73 = -0,001 m k’3y = k3y x Jd3 = = -0,0000134 x 119,09 = -0,002 m k’4y = k4y x Jd4 = = -0,0000134 x 79,12 = -0,001 m k’5y = k5y x Jd5 = = -0,0000134 x 163,8 = -0,002 m  Perhitungan ordinat setelah dikoreksi dy1K = dy1 + k’1y = 29,490 - 0,001 = 29,489 dy2K = dy2 +k’2y = -25,826- 0,001 = -25,827 m dy3K = dy3 + k’3y = -117,276 – 0,002 = -117,278 m dy4K = dy3 + k’4y = -39,533 – 0,001 = -39,534 m dy5K = dy5 + k’5y = 153,152 – 0,002 = 153,150 m
  • 120.
    120 14. Perhitungankoordinat Diketahui koordinat titik 0 X0 = 3000,000 m; Y0 = 3000,000 m Maka koordinat titik: 1  X1 = X0 + dx1K = 3000,000 + 51,070 = 3051,070 m  Y1 = Y0 + dy1K = 3000,000 + 29,489 = 3029,489 m 2  X2 = X1 + dx2K = 3051,070 + 96,315 = 3147,385 m  Y2 = Y1 + dy2K = 3029,489 – 25,827 = 3003,662 m 3  X3 = X2 + dx3K = 3147,385 – 20,724 = 3126,661 m  Y3 = Y2 + dy3K = 3003,662 – 117,278 = 2886,384 m 4  X4 = X3 + dx4K = 3126,661- 68,545 = 3058,116 m  Y4 = Y3 + dy4K = 2886,384 – 39,534 = 2846,850 m 1 0 2 3 4 Gambar 5.37. Sket posisi absis dan ordinat U +dx1 2 +dy1 2 -dy2 +dx2 2 -dx3 -dy3 -dy4 -dx4 -dx5 +dy5
  • 121.
    121 0 X0 = X4 + dx5K = 3058,116 – 58,116 = 3000,000 m  Y0 = Y4 + dy5K = 2846,850 + 153,150 = 3000,000 m Cara pengisian sudut, azimuth, jarak, absis , ordinat dan koordinat lihat tabel 5.5. Tabel 5.5. Perhitungan koordinat polygon tertutup terikat titik tetap T I t I k S u d u t Koreksi Azimut J a r a k dx Koreksi dy Koreksi Koordinat X Y 0 3000 3000 60 58,98 51,078 -0,008 29,490 -0,001 1 135 -30” 3051,070 3029,489 105 00 30 99,73 96,328 -0,013 -25,826 -0,001 2 95 -21” 3147,385 3003,662 1900’5190 00 51 119,09 -20,709 -0,015 -117,276 -0,002 3 130 -29” 3126,661 2886,384 240 01 20 79,12 -68,535 -0,010 -39,533 -0,001 4 80 48 -18 3058,116 2846,850 339 13 38 163,80 -58,094 -0,022 153,152 -0,002 0 99 14 -22” 3000,000 3000,000 60 1 540 02 -120” 520,72 +147,406 -0,068 +182,642 -0,007 -147,338 -182,635 +0,068 +0,007
  • 122.
    122 Dari hasilpengukuran polygon tertutup terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 = ( (Δx)2 +(Δy)2 )1/2 Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Kesalahan perhitungan koordinat dari hasil pengukuran diketahui : ea = -0,068 m = Δx; eo = -0,007 m = Δy e =  (-0,068)2 + (-0,007)22 = 0,068 m v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 Gambar 5.38. Peta poligon Skala 1 : 2000  0 2 3 4 U 1     3040 3000 2960 2920 2880 2840 3000 3040 3080 3120 3160
  • 123.
    123 v =(0,0007 x 0,52072)2 + 0,02 x (0,52072)1/22 + 21/2 v = (1,329)-07 + (2,083)-05 + 21/2 = 1,414 m ev, maka pengukuran tidak perlu diulang. 5.2. Bentuk polygon terbuka Pada pengukuran polygoon terbuka, titik awal tidak menjadi titik akhi pengukuran (lihat gambar 5.39). Keterangan: B = Titik awal pengukuran C = Titik akhir pengukuran 8 … C = Sudut titik ukur poligon • = Titik ukur poligon B A = Garis bidik azimuth awal C D = Garis bidik azimuth akhir Δ = Titik trianggulasi (diketahui koordinat dan ketinggiannya dari muka air laut = Garis ukur poligon Bentuk polygon terbuka ada 3 bagian : 1). Bagian polygon terbuka tak terikat titik tetap 2). Bagian polygon terbuka terikat titik tetap 3). Bagian polygon terbuka terikat titik tetap sempurna B B C Gambar 5.39. Bentuk pengukuran polygon terbuka Δ Δ A Δ Δ 1 2 D 1 2
  • 124.
    124 1). Bagianpolygon terbuka tak terikat titik tetap Pada pengukuran polygoon tebuka tak terikat titik tetap, titik awal tidak menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 5.40) Dalam perhitungan dan penggambarannya tidak diperlukan perhitungan – perhitungan dengan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti : a. Harus ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode) b. Harus ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Kerucut) c. Harus ditentukan sistim koordinatnya d. Harus ditentukan azimuth garis polygon e. Harus ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi magnit Dalam penggambaran petanya cukup dilakukan dengan cara: 1. Ditentukan skalanya 2. Digambar besar sudut-sudut setiap titik ukur polygon 3. Digambar masing-masing jarak dari setiap sisi polygon. Yang diukur pada polygon terbuka tak terikat titik tetap adalah : a. Panjang sisi – sisi polygoon b. Besar sudut miring antar dua titik ukur c. Besar sudut titik-titik ukur polygon Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah: 1. Perhitungan jarak  Jarak optis dihitung dengan persamaan: 1 1 4 Gambar 5.40. Bentuk pengukuran polygon terbuka tak terikat titik tetap 4 0 2 3 5 2 3
  • 125.
    125 Jo =(ba – bb) x 100 Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah; bt = benang tengah 100 = konstanta jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut) ba – bb = jarak optis pada rambu ukur Keterangan : ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) ba bb bv bt Gambar 5.42. Gambar benang diapragma dalam teropong ba 0 1 jd ba - bb  bb bt Gambar 5.41. Pembacaan benang jarak pada bak ukur P •
  • 126.
    126 bv =benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut horizontal) J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m 2. Perhitungan sudut miring  Sudut miring zenith. Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90 bb 1,7 1,8 1,9 2,0 bt bb Gambar 5.43. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur Gambar 5.44. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit 90 0 180 270
  • 127.
    127  Sudutmiring nadir. Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0  Sudut miring nadir ke sudut miring zenit Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya : Z = 90 - N Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir 90 = konstanta  Sudut miring zenit ke sudut miring nadir Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya : N = 90 - Z 3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir:  Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100  Jarak datar dihitung dengan persamaan: jd = jn x cos = jo x (cos)2 4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit:  Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin 180 270 90 0 Gambar 5.45. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
  • 128.
    128 Pada permukaantanah : jn = (ba – bb) x sin x100  Jarak datar dihitung dengan persamaan: jd = jn x sin = jo x (sin)2 Keterangan:  = sudut miring; Aba  AB; Bbb  AB; Pbt  AB. 0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur; 01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah 5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = jo x sin x cos ba 0 1 jd  bb bt Gambar 5.46. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan tanah P • A B    P 0 1    Gambar 5.47. Pengukuran beda tinggi t t  Q
  • 129.
    129 Keterangan: t= beda tinggi antara titik 0  1  = sudut miring P0 = Q1 6. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap titik lokal Ketinggian titik ukur tehadap titik lokal persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya 7. Menghitung besar sudut tiap titik ukur Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:  Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah:  = M - B Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang = Arah jalur ukuran = Arah pembacaan sudut jurusan  Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah:  = B - M 0 1 2  B M Gambar 5.48. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran
  • 130.
    130 Keterangan: = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang = Arah jalur ukuran = Arah pembacaan sudut jurusan Catatan:  Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak  Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik Contoh. Dari data hasil pengukuran polygon terbuka tak terikat titik tetap pada tabel 5.6. di bawah ini akan dihitung : 0 1 2  B M Gambar 5.49. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran Gambar 5.50. Bagan lingkaran sudut horisontal 0 270 90 180
  • 131.
    131 Tinggi lokal 800,000 Koreksi (-) Selisih tinggi - + Sudut miring 7940’ 8445’ 9515’ 7415’ 10545’ 9420’ 8540’ 8150’ Jarak Datar Optis Sudut 20 140 350 140 340 250 200 320 Pembacaan benang Bawah 1,000 0,950 1,2100 1,150 0,400 0,375 0,600 0,575 Atas 1,800 1,850 2,000 1,950 1,200 1,225 1,450 1,475 Tengah muka 1,400 1,550 0,800 1,025 Tengah belakang 1,400 1,550 0,800 1,025 No. patok Tinjau 0 2 1 3 2 4 3 5 Berdiri 0 1 1 2 2 3 3 4 4 Tabel 5.6. Catatan data hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap ukur
  • 132.
    132 1. Perhitunganjarak  Jarak optis dihitung dengan persamaan: Jo = (ba – bb) x 100 Jo1 = (1,800 – 1,000) x 100 = 80 m Jo2 = (,850 – 0,950) x 100 = 90 m Jo3 = (1,950 – 1,150) x 100 = 80 m Jo4 = (1,225 – 0,375) x 100 = 85 m Jo5 = (1,475 – 0,575) x 100 = 90 m  Jarak datar dihitung dengan persamaan: Jd = Jo x (sin)2 Jd1 = Jo1 x (sin)2 = 80 x (sin7940’)2 = 77,426 m Jd2 = Jo2 x (sin)2 = 90 x (sin8445’)2 = 89,246 m Jd3 = Jo3 x (sin)2 = 80 x (sin7415’)2 = 74,106 m Jd4 = Jo4 x (sin)2 = 85 x (sin8540’)2 = 84,515 m Jd5 = Jo5 x (sin)2 = 90 x (sin8150’)2 = 88,184 m 2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = Jo x sin x cos t1 = Jo1 x sin x cos = - 80 x sin7940’ x cos7740’ = -14,117m t2 = Jo2 x sin x cos = 90 x sin8445’ x cos8445’ = 8,200m 1 1 4 Gambar 5.51. Sket bentuk pengukuran polygon terbuka tak terikat titik tetap 4 0 2 3 5 2 3
  • 133.
    133 t3 =Jo3 x sin x cos = 80 x sin7415’ x cos7415’ = 20,900m t4 = Jo4 x sin x cos = 85 x sin9420’ x cos9420’ = -6,404m t5 = Jo5 x sin x cos = 90 x sin8150’ x cos8150’ = 12,655m 3. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap ketinggian lokal Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya ut Diketahui ketinggian titik local 0 (H0) = 800,000 m H1 = H0 + t1 = 0,000 - 14,117 = -14,117 m H2 = H1 + t2 = -14,117 + 8,200 = -5,917 m H3 = H2 + t3 = -5,917 + 20,900 = 14,983 m H4 = H3 + t4 = 14,983 - 6,404 = 8,579 m H5 = H4 + t5 = 8,579 + 12,655 = 21,234 m 4. Menghitung sudut horisontal Dari data hasil pengukuran pada tabel 5.6, akan dihitung sudut di sebelah kiri dari jalur ukuran seperti gambar 5.52, dengan persamaan sebagai berikut:  = M -B 1 = M1 -B1 = 140 - 20 = 120 2 = M2 -B2 = 140 - 350 = - 210 = - 210 + 360 = 150 3 = M3 -B3 = 250 - 340 = - 90 = - 90 + 360 = 270 4 = M4 -B4 = 320 - 200 = 120 1 1 =120 4 = 120 Gambar 5.52. Sket posisi sudut di sebelah kiri jalur ukuran 4 0 2 = 150 3 = 270 5 2 3
  • 134.
    134 Tinggi lokal 0,000 -14,117 -5,917 14,983 8,579 21,234 Koreksi (-) Selisih tinggi - 14,117 6,404 + 8,200 20,900 12,655 Sudut miring 7940’ 8445’ 9515’ 7415’ 10545’ 9420’ 8540’ 8150’ Jarak Datar 77,426 89,246 74,106 84,515 88,184 Optis 80,000 90,000 80,000 85,000 90,000 Sudut 20 140 350 140 340 250 200 320 Pembacaan benang Bawah 1,000 0,950 1,2100 1,150 0,400 0,375 0,600 0,575 Atas 1,800 1,850 2,000 1,950 1,200 1,225 1,450 1,475 Tengah muka 1,400 1,550 0,800 1,025 Tengah belakang 1,400 1,550 0,800 1,025 No. patok Tinjau 0 2 1 3 2 4 3 5 Berdiri 0 1 1 2 2 3 3 4 4 Tabel 5.7. Cara mengisi jarak, beda tinggi dan ketinggian lokal ukur
  • 135.
    135 Catatan Padapengukuran polygon terbuka tak terikat titik tetap, hasil perhitunganuntuk : 1. Kesalahan sudut horizontal tidak diketahui 2. Kesalahan beda tinggi tidak diketahui Catatan: Pada pengukuran polygon terbuka tatk terikat titik tetap yang tidak bisa dikonterol kesalahannya adalah: 1. Hasil perhitungan sudut horizontal 2. Hasil perhitungan beda tinggi Gambar 5.53. Peta topografi polygon terbuka tak terikat Skala 1:2500
  • 136.
    136 2). Bagianpolygon terbuka terikat titik tetap Pada pengukuran polygoon tebuka terikat titik tetap, titik awal tidak menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 5.54) Dalam perhitungan dan penggambarannya diperlukan perhitungan – perhitungan dengan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti : a. Harus ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode) b. Harus ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Kerucut) c. Harus ditentukan sistim koordinatnya d. Harus ditentukan azimuth garis polygon e. Harus ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi magnit Dalam penggambaran petanya dilakukan dengan cara: 1. Ditentukan skalanya 2. Titik-titik ukur diplot pada peta dengan sistim koordinat 3. Ketinggian titik ukur ditentukan dari permukaan air laut 4. Harga garis kontur ditentukan sesuai dengan kaedah peta atau untuk peta teknis disesuaikan dengan ketelitian yang diperlukan. Yang diukur pada polygon terbuka terikat titik tetap adalah : a. Azimut awal pengukuran b. Panjang sisi – sisi polygoon c. Besar sudut miring antar dua titik ukur d. Besar sudut titik-titik ukur polygon B B Gambar 5.54. Bentuk pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap C A 1 2 1 2    
  • 137.
    137 Dari hasilpengukuran yang dihitung adalah: 1. Perhitungan jarak  Jarak optis dihitung dengan persamaan: Jo = (ba – bb) x 100 Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah; bt = benang tengah 100 = konstanta jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut) ba – bb = jarak optis pada rambu ukur Keterangan : ba bb bv bt Gambar 5.56. Gambar benang diapragma dalam teropong ba 0 1 jd ba - bb  bb bt Gambar 5.55. Pembacaan benang jarak pada bak ukur P •
  • 138.
    138 ba, bb= benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut horizontal) J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m 2. Perhitungan sudut miring  Sudut miring zenith. Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90 bb 1,7 1,8 1,9 2,0 bt bb Gambar 5.57. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur Gambar 5.58. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit 90 0 180 270
  • 139.
    139  Sudutmiring nadir. Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0  Sudut miring nadir ke sudut miring zenit Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya : Z = 90 - N Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir 90 = konstanta  Sudut miring zenit ke sudut miring nadir Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya : N = 90 - Z 3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir:  Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100  Jarak datar dihitung dengan persamaan: jd = jn x cos = jo x (cos)2 4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit: 180 270 90 0 Gambar 5.59. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
  • 140.
    140  Jaraknormal dapat dihitung dengan persamaan: Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100  Jarak datar dihitung dengan persamaan: jd = jn x sin = jo x (sin)2 Keterangan:  = sudut miring; Aba  AB; Bbb  AB; Pbt  AB. 0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur; 01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah 5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = jo x sin x cos ba 0 1 jd  bb bt Gambar 5.60. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan tanah P • A B    P 0 1    Gambar 5.61. Pengukuran beda tinggi t t  Q
  • 141.
    141 Keterangan: t= beda tinggi antara titik 0  1  = sudut miring P0 = Q1 6. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut Ketinggian titik ukur tehadap titik lokal persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya 7. Menghitung besar sudut tiap titik ukur Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:  Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah:  = M - B Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang = Arah jalur ukuran = Arah pembacaan sudut jurusan  Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran 0 1 2  B M Gambar 5.62. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran
  • 142.
    142 Sudut disebelahkanan jalur persamaannya adalah:  = B - M Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang = Arah jalur ukuran = Arah pembacaan sudut jurusan Catatan:  Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak  Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik 8. Perhitungan azimuth awal pengikatan pengukuran dan azimuth sis-sisi polygon. 0 1 2  B M Gambar 5.63. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran Gambar 5.64. Bagan lingkaran sudut horisontal 0 270 90 180
  • 143.
    143 Perhitungan azimuthawal pengikatan pengukuran Diketahui koordinat titik A dan titik B. Perhitungan azimuth awal dihitung dengan persamaan: tgBA = (XA – XB)/(YA – YB), (lihat gambar 5.54) BA  diketahui Maka azimuth sisi-sisi polygon lainnya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (B1) = BA + B ; (12) = 1B + 1 (2C) = 21 + C; Catatan: Dalam perhitungan ini diambil sudut kiri dari arah jalur pengukuran 9. Perhitungan absis dan ordinat a. Perhitungan absis Absis dapat dihitung dengan persamaan : dx = Jd x sin -Y P1 +Y  P2 dy dx -X 0 +X Jd Gambar 5.65. Kedudukan absis dan ordinat
  • 144.
    144 b. Perhitunganordinat Ordinat dapat dihitung dengan persamaan : dy = Jd x cos Keterangan:  = Azimut; Jd = Jarak datar; dx = absis; dy = Ordinat Kalau hasil pengukuran benar: (dx+) + (dx-) = XAKHIR – XAWAL = hX (dy+) + (dy-) = YAKHIR – YAWAL = hY Keterangan: hX = hasil hitungan absis hY = hasil hitungan ordinat c. Kesalahan pengukuran Kalau hasil pengukuran salah persamaannya: hXP = (dx+) + (dx-)  hX hYP = (dy+) + (dy-)  hY eX = hXP - hX ; eY = hYP - hY Keterangan: eX = kesalahan hasil pengukuran absis eY = kesalahan hasil pengukuran ordinat hXP = selisih hasil pengukuran absis akhir dan absis awal hYP = selisih hasil pengukuran ordinat akhir dan ordinat awal d. Koreksi kesalahan  Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis, persamaannya: kX = eX/Jd  Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya : k’X = kX x Jd  Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat, persamaannya : kY = eY/Jd  Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat, persamaannya : k’Y = kY x Jd
  • 145.
    145 Keterangan: Jd= jumlah jarak datar 10. Perhitungan koordinat Perhitungan koordinat pada gambar 5.66, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: X1 = XB + Jd1 x sinB1; Y1 = YB + Jd1 x cosB1 X2 = X1 + Jd2 x sin12; Y2 = Y1 + Jd2 x cos12 XC = X2 + Jd3 x sin2C; YC = Y2 + Jd3 x cos2C 11. Toleransi kesalahan koordinat Dari hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini: Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Keterangan: L = jarak datar Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran 0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta Contoh. Dari data hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap pada tabel 5.8. di bawah ini akan dihitung : B B Gambar 5.66. Bentuk pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap C A 1 2 1 2    
  • 146.
    146 Tinggi lokal 1600,000 1623,700 Koreksi (-) Selisih tinggi - + Sudut miring 9520’ 8440’ 7950’ 10010’ 8150’ Jarak Datar Optis Sudut 350 90 200 80 340 100 Pembacaan benang Bawah 0,490 0,690 0,575 0,560 0,770 Atas 1,500 1,700 1,815 1,800 1,590 Tengah muka 0,995 1,195 1,180 Tengah belakang 1,195 1,180 No. patok Tinjau A 1 B 2 1 C Berdiri B B B 1 1 2 2 Tabel 5.9. Catatan data hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap ukur
  • 147.
    147 1. Perhitunganjarak  Jarak optis dihitung dengan persamaan: Jo = (ba – bb) x 100 Jo1 = (1,500 – 0,490) x 100 = 101 m Jo2 = (1,815 – 0,575) x 100 = 124 m Jo3 = (1,590 – 0,770) x 100 = 82 m  Jarak datar dihitung dengan persamaan: Jd = Jo x (sin)2 Jd1 = Jo1 x (sin)2 = 101 x (sin9520’)2 = 100,12 m Jd2 = Jo2 x (sin)2 = 124 x (sin7950’)2 = 120,14 m Jd3 = Jo3 x (sin)2 = 82 x (sin8150’)2 = 80,34 m 2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = Jo x sin x cos t1 = Jo1 x sin x cos = 101 x sin9520’ x cos9520’ = -9,347 m t2 = Jo2 x sin x cos = 124 x sin7950’ x cos7950’ = 21,544 m t3 = Jo3 x sin x cos = 82 x sin8150’ x cos8150’ = 11,530 m Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP 2). Kalau salah  h  hP = (t+) + (t-) 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP - h t+ = Jumlah beda tinggi positif B B Gambar 5.67. Sket bentuk pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap C A 1 2 1 2    
  • 148.
    148 t- =Jumlah beda tinggi negatif h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi hasil hitungan dan pengukuran Diketahui tiketinggian titik dari permukaan air laut: Titik B (HB) = 1600 m. Titik C(HC) = 1623,700 m h = HC – HB = 1623,700 – 1600 = 23,700 m (t+) = 21,544 + 11,530 = 33,074 m (t-) = 9,347 m  t = (t+) + (t-) = 33,074 + 9,347 = 42,421 m hP = (t+) + (t-) = 33,074 – 9,347 = 23,727 m e = hP – h = 23,727 – 23,700 = 0,027 m 3. Perhitungan koreksi kesalahan beda tinggi   t = = (t+) + (t-) 42,421  (jumlah total)  Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = -e/ t (k) = -e/ t = -0,027/ 42,421 = -0,00064 m  Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t (k’1) = k x t1 = 9,347 x -0,00064 = -0,006 m (k’2) = k x t2 = 21,544 x -0,00064 = -0,014 m (k’3) = k x t3 = 11,530 x -0,00064 = -0,007 m  Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ (t’1) = (k’1) + t1 = - 0,006 + 9,347 = -9,353 m (t’2) = (k’2) + t2 = 21,544 - 0,014 = 21,530 m (t’3) = (k’2) + t3 = 11,530 - 0,007 = 11,523 m 4. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian dari permukaan air laut.
  • 149.
    149 Harga ketinggiantitik ukur 1; 2 dan C dari permukaan air laut adalah: H1 = HB + (t’1) = 1600 - 9,353 = 1590,647 m H2 = H1 + (t’2) = 1590,647 + 21,530 = 1612,177 m HC = H2 + (t’3) = 1612,177 + 11,523 = 1623,700 m
  • 150.
    150 Tinggi darimuka air laut 1600,000 1590,647 1612,177 1623,700 Koreksi (-) Selisih tinggi - 9,353 + 21,530 11,523 Sudut miring 9520’ 8440’ 7950’ 10010’ 8150’ Jarak Datar 100,120 120,140 80,340 Optis 101 101 124 124 82 Sudut 350 90 200 80 340 100 Pembacaan benang Bawah 0,490 0,690 0,575 0,560 0,770 Atas 1,500 1,700 1,815 1,800 1,590 Tengah muka 0,995 1,195 1,180 Tengah belakang 1,195 1,180 No. patok Tinjau A 1 B 2 1 C Berdiri B B B 1 1 2 2 Tabel 5.10. Cara mengisi jarak, beda tinggi dan ketinggian muka air laut ukur
  • 151.
    151 5. Menghitungsudut horisontal Dari data hasil pengukuran pada tabel 5.9, akan dihitung:  Sudut di sebelah kiri dari jalur ukuran seperti gambar 5.68, dengan persamaan sebagai berikut:  = M -B B = M1 -B1 = 90 - 350 = -260 = -260 + 360 = 100 1 = M2 -B2 = 80 - 200 = -120 = -120 + 360 = 240 2 = M3 -B3 = 100 - 340 = -240 = -240 + 360 = 120  Sudut di sebelah kanan dari jalur ukuran seperti gambar 5.69, dengan persamaan sebagai berikut:  = M -B B = B1 - M1 = 350 - 90 = 260 1 = B2 - M2 = 200 - 80 = 120 2 = B3 - M3 = 340 - 100 = 240 B =100 1 = 240 2 = 120 B Gambar 5.68. Sket posisi sudut di sebelah kiri arah jalur ukuran polygon terbuka terikat C A 1 2     B =260 1 = 120 2 = 240 B Gambar 5.69. Sket posisi sudut di sebelah kanan arah jalur ukuran polygon terbuka terikat C A 1 2   
  • 152.
    152 Catatan: Kesalahansudut horizontal tidak bisa dikontrol, karena akhir pengukuran tidak diikatkan pada garis polygon yang telah ditentukan azimutnya, seperti pada awal pengukuran. 6. Menghitung azimuth sisi-sisi polygon Pada gambar 5.68 akan dihitung azimuth dari sisi-sisi poligonnya dengan persamaan sebagai berikut:  Sudut di sebelah kiri jalur ukuran: Diketahui koordinat titik: A  XA = 6000 m; YA = 6000 m B  XB = 8000 m; YB = 4000 m tgBA = (XA - XB)/( YA - YB) = (6000 – 8000)/(6000 – 4000) = -2000/2000 = -1 (kw IV) BA = 315 AB = BA - 180 = 315 - 180 = 135  Azimut dari B1 (B1) = Azimut dari BA (BA) + B (B1) = (BA) + B = 315 + 100 = 415 = 415 - 360 = 55  Azimut dari 12 (12) = Azimut dari 1B (1B) + 1 (12) = (1B) + 1 = 235 + 240 = 475 = 475 - 360 = 115  Azimut dari 2C (2C) = Azimut dari 21 (21) + 2 (2C) = (21) + 2 = 295 + 120 = 415 = 415 - 360 = 55  Sudut di sebelah kanan jalur ukuran: Diketahui koordinat titik: A  XA = 6000 m; YA = 6000 m B  XB = 8000 m; YB = 4000 m tgBA = (XA - XB)/( YA - YB) = (6000 – 8000)/(6000 – 4000) = -2000/2000 = -1 (kw IV) BA = 315  Azimut dari B1 (B1) = Azimut dari BA (BA) - B (B1) = (BA) - B = 315 -260 = 55 Azimut dari 12 (12) = Azimut dari 1B (1B) - 1 (12) = (1B) - 1 = 235 - 120 = 115
  • 153.
    153 Azimut dari2C (2C) = Azimut dari 21 (21) - 2 (2C) = (21) + 2 = 295 - 240 = 55 7. Perhitungan absis dan ordinat a. Perhitungan absis Absis dapat dihitung dengan persamaan : dx = Jd x sin Diketahui koordinat titik: A  XA = 6000 m; YA = 6000 m B  XB = 8000 m; YB = 4000 m dx1 = Jd1 x sinB1 = 100,12 x sin55 = 82,013 m dx2 = Jd2 x sin12 = 120,14 x sin115 = 108,884 m dx3 = Jd3 x sin2C = 80,34 x sin55 = 65,811 m b. Perhitungan ordinat Ordinat dapat dihitung dengan persamaan : dy = Jd x cos dy1 = Jd1 x cosB1 = 100,12 x cos55 = 57,426 m dy2 = Jd2 x cos12 = 120,14 x cos115 = -50,773 m dy3 = Jd3 x cos2C = 80,34 x cos55 = 46,081 m c. Hasil perhitungan absis dan ordinat dari hasil ukuran 135 115 B Gambar 5.69a. Sket posisi azimuth pada pengukuran polygon terbuka terikat C A 1 2    55 55 U U U U
  • 154.
    154 hXP =dx = dx1 + dx2 + dx3 = 82,013 + 108,884 + 65,811 = 256,708 m hYP = dy = dy1 + dy2 + dy3 = 57,426 - 50,773 + 46,081 = 52,734 m d. Hasil hitungan absis dan ordinat dari titik tetap hX = XAKHIR - XAWAL = XC - XB = 8256 – 8000 = 256 m hY = YAKHIR - YAWAL = YC - YB = 4052 – 4000 = 52 m e. Kesalahan pengukuran absis dan ordinat  eX = hXP - hX = 256,708 - = 256 = 0,708 m  eY = hYP - hY = 52,734 – 52 = 0,734 m f. Koreksi kesalahan  Jd = Jd1 + Jd2 + Jd3 = 100,12 + 120,14 + 80,34 = 300,60 m  Koreksi kesalahan: absis (-eX)= -0,708 m  Koreksi kesalahan ordinat (-eY) = -0,734 m  Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis, persamaannya: kX = -eX/Jd = -0,708/300,60 = -0,002355 m  Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya k’X = kX x Jd k’1X = k1x x Jd1 = 100,12 x -0,002355 = -0,236 m k’2X = k2x x Jd2 = 120,14 x -0,002355 = -0,283 m k’3X = k3x x Jd3 = 80,34 x -0,002355 = -0,189 m  Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat, persamaannya: kY = -eY/Jd = -0,734/300,60 = -0,00244178m  Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat, persamaannya k’Y = kY x Jd k’1Y = k1Y x Jd1 = 100,12 x -0,00244178 = -0,245 m k’2X = k2x x Jd2 = 120,14 x -0,00244178 = -0,293 m k’3X = k3x x Jd3 = 80,34 x -0,00244178 = -0,196 m g. Absis dan ordinat hasil koreksi  d’x1 = dx1 - k’1X = 82,013 – 0,236 = 81,777 m  d’x2 = dx2 - k’2X = 108,884 – 0,283 = 108,601 m  d’x3 = dx3- k’3X = 65,811 – 0,189 = 65,622 m  d’y1 = dy1 - k’1Y = 57,426 – 0,245 = 57,181 m  d’y2 = dy2 - k’2Y = -50,773 – 0,293 = -51,066 m
  • 155.
    155  d’y3= dy3- k’3Y = 46,081 – 0,196 = 45,885 m 8. Perhitungan koordinat Diketahui koordinat titik : A XA = 6000 m; YA = 6000 m B XB = 8000 m; YB = 4000 m C XC = 8256 m; YC = 4052 m Dari gambar 5.70 akan dihitung koordinat titik: 1; 2; dan C 1 X1 = XB + d’x1 = 8000 + 81,777 = 8081,777m; Y1 = YB + d’y1 = 4000 +57,181 m = 4057,181 m 2 X2 = X1 + d’x2 = 8081,777 + 108,601 = 8190,378m; Y2 = Y1 + d’y2 = 4057,181-51,066 m = 4006,115 m C XC = X2 + d’x3 = 8190,378 + 65,622 = 8256 m; YC = Y2 + d’y3 = 4006,115 + 45,885 = 4052 m B Gambar 5.70. Sket posisi absis dan ordinat pada polygon terbuka terikat C A 1 2    U U U U Y X 81,777 108,601 U 65,622 57,181 -51,066 45,885
  • 156.
    156 9. Toleransikesalahan koordinat Dari hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini: Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 Keterangan: L = jarak datar Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran 0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Kesalahan pengukuran: eX = Δx = 0,708 m; eY = Δy = 0,734 m e = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 = ((0,708 )2 + (0,734 )2 )1/2 = 1,0198 m v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 v = (0,0007 x 300,6)2 + 0,02(300,6)1/22 + 21/2 = 1,471 m ev  maka pengukuran tak perlu diulang
  • 157.
    157 Tabel 11.Cara mengisi sudut, azimuth, absis, ordinat dan koordinat pada blanko ukur Titik Sudut Kor Azimut Jarak J.sin Kor (-) J.cos Kor (-) X Y A 6000 6000 135 B 100 8000 4000 55 100,12 82,013 0,236 57,426 0,245 1 240 8081,777 4057,181 115 120,14 108,884 0,283 -50,773 0,293 2 120 8190,378 4006,115 55 80,34 65,811 0,189 46,081 0,196 C 8256 4052 300,60 256,708 0,708 52,734 0,734 256 52
  • 158.
  • 159.
    159 3). Bagianpolygon terbuka sempurna terikat titik tetap Pada pengukuran polygoon tebuka sempurna terikat titik tetap, titik awal tidak menjadi titik akhir pengukuran (lihat gambar 5.71) Pada awal pengukuran dan akhir pengukuran diikatkan pada titik tetap dan garis bidik yang telah ditentukan azimutnya. Dalam perhitungan dan penggambarannya diperlukan perhitungan – perhitungan dengan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan peta, seperti : a. Harus ditentukan bidang datumnya (elipsoide, geode) b. Harus ditentukan bidang proyeksinya (Universe Transverse Mercator, Kerucut) c. Harus ditentukan sistim koordinatnya d. Harus ditentukan azimuth garis polygon e. Harus ditentukan azimuth garis utara bumi, magnit, grid dan deklinasi magnit Dalam penggambaran petanya dilakukan dengan cara: 1. Ditentukan skalanya 2. Titik-titik ukur diplot pada peta dengan sistim koordinat 3. Ketinggian titik ukur ditentukan dari permukaan air laut 4. Harga garis kontur ditentukan sesuai dengan kaedah peta atau untuk peta teknis disesuaikan dengan ketelitian yang diperlukan. Yang diukur pada polygon terbuka sempurna terikat titik tetap adalah : a. Azimut awal dan akhir pengukuran b. Panjang sisi – sisi polygoon c. Besar sudut miring antar dua titik ukur B B Gambar 5.71. Bentuk pengukuran polygon terbuka sempurna terikat titik tetap C A 1 2 1 2      D C
  • 160.
    160 d. Besarsudut titik-titik ukur polygon Dari hasil pengukuran yang dihitung adalah: 1. Perhitungan jarak  Jarak optis dihitung dengan persamaan: Jo = (ba – bb) x 100 Keterangan: ba = benang atas; bb = benang bawah; bt = benang tengah 100 = konstanta jd = jarak datar (akan dibahas lebih lanjut) ba – bb = jarak optis pada rambu ukur ba bb bv bt Gambar 5.73. Gambar benang diapragma dalam teropong ba 0 1 jd ba - bb  bb bt Gambar 5.72. Pembacaan benang jarak pada bak ukur P •
  • 161.
    161 Keterangan :ba, bb = benang jarak (untuk menentukan jarak) bt = benang tengah horizontal (untuk menentukan garis bidik beda tinggi) bv = benang tengah vertical (untuk menentukan garis bidik sudut horizontal) J = (ba – bb) x 100 = (2 -1,8) x100 = 20 m 2. Perhitungan sudut miring  Sudut miring zenith. Sudut miring zenith dihitung dari bidang vertical 90 bb 1,7 1,8 1,9 2,0 bt bb Gambar 5.74. Kedudukan benang diapragma pada bak ukur
  • 162.
    162  Sudutmiring nadir. Sudut miring nadir dihitung dari bidang vertical = 0  Sudut miring nadir ke sudut miring zenit Sudut miring nadir ke sudut miring zenith, persamaannya : Z = 90 - N Keterangan: Z = sudut zenith; N = sudut nadir 90 = konstanta  Sudut miring zenit ke sudut miring nadir Sudut miring zenit ke sudut miring nadir, persamaannya : Gambar 5.75. Bagan lingkaran vertical/sudut miring zenit 90 0 180 270 180 270 90 0 Gambar 5.76. Bagan lingkaran vertical/sudut miring nadir
  • 163.
    163 N =90 - Z 3. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring nadir:  Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x cos Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x cos x100  Jarak datar dihitung dengan persamaan: jd = jn x cos = jo x (cos)2 4. Perhitungan jarak normal dan datar dengan sudut miring zenit:  Jarak normal dapat dihitung dengan persamaan: Pada rambu ukur: jn = (ba – bb) x sin Pada permukaan tanah : jn = (ba – bb) x sin x100  Jarak datar dihitung dengan persamaan: jd = jn x sin = jo x (sin)2 Keterangan:  = sudut miring; Aba  AB; Bbb  AB; Pbt  AB. 0bt = 1P; AB = jarak normal pada rambu ukur; 01 = Pbt = jarak normal (jn) pada permukaan tanah 5. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: ba 0 1 jd  bb bt Gambar 5.77. Bagan jarak optis dan jarak di permukaan tanah P • A B   
  • 164.
    164 t =jo x sin x cos Keterangan: t = beda tinggi antara titik 0  1  = sudut miring P0 = Q1 6. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut Ketinggian titik ukur tehadap titik lokal persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari . t = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian lokalnya 7. Menghitung besar sudut tiap titik ukur Perhitungan besar sudut horizontal pada setiap titik ukur dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:  Perhitungan sudut disebelah kiri jalur ukuran Sudut disebelah kiri jalur persamaannya adalah:  = M - B P 0 1    Gambar 5.78. Pengukuran beda tinggi t t  Q 0 1 2  B M Gambar 5.79. Kedudukan sudut di kiri jalur ukuran
  • 165.
    165 Keterangan: = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang = Arah jalur ukuran = Arah pembacaan sudut jurusan  Perhitungan sudut disebelah kanan jalur ukuran Sudut disebelah kanan jalur persamaannya adalah:  = B - M Keterangan:  = Besar sudut tiap titik ukur M = Pembacaan sudut jurusan ke depan B = Pembacaan sudut jurusan ke belakang = Arah jalur ukuran = Arah pembacaan sudut jurusan 0 1 2  B M Gambar 5.80. Kedudukan sudut di kanan jalur ukuran
  • 166.
    166 Catatan: Kedudukan lingkaran horizontal tidak bergerak  Kedudukan teropong dapat bergerak ke posisi titik bidik 8. Perhitungan sudut hasil pengukuran  Perhitungan jumlah sudut hasil pengukuran  Perhitungan jumlah sudut di sebelah kiri jalur ukuran, dengan persamaan sebagai berikut (lihat gambar 5.82).  = CD - BA + (n-1) x 180 = h Gambar 5.81. Bagan lingkaran sudut horisontal 0 270 90 180 B B Gambar 5.82. Posisi sudut di sebelah kiri jalur ukuran. terbuka sempurna terikat titik tetap D A 1 2 1 2      C C
  • 167.
    167  Perhitunganjumlah sudut di sebelah kanan jalur ukuran, dengan persamaan sebagai berikut (lihat gambar 5.83).  = BA - CD + (n-1) x 180= h Keterangan:  = B + 1 + 2 + C n = Jumlah titik sudut 1 = Konstanta 180 = Konstanta h = Jumlah sudut hasil hitungan 9. Perhitungan koreksi sudut  Perhitungan koreksi sudut  Kesalahan sudut dihitung dengan persamaan: e =  - CD - BA + (n-1) x 180  untuk sudut kiri e =  - BA - CD + (n-1) x 180  untuk sudut kanan hP =  = Jumlah sudut hasil perhitungan pengukuran e = hP - h  Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan: k =e/  Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dengan persamaan: k‟ =   k x  Keterangan: k = koreksi sudut tiap 1 e = kesalahan sudut B B Gambar 5.83. Posisi sudut di sebelah kanan jalur ukuran D A 1 2 1 2      C C
  • 168.
    168 hP =Jumlah sudut hasil pengukuran  = jumlah total sudut  = besar sudut tiap titik ukur 10. Perhitungan azimuth awal dan akhir pengikatan pengukuran serta azimuth sis-sisi polygon. Perhitungan azimuth awal dan akhir pengikatan pengukuran Diketahui koordinat titik A, B, C dan D. Perhitungan azimuth awal dan akhir dihitung dengan persamaan: tgBA = (XA – XB)/(YA – YB), (lihat gambar 5.84) tgCD = (XD – XC)/(YD – YC), (lihat gambar 5.84) BA  diketahui BA  diketahui Maka azimuth sisi-sisi polygon lainnya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (B1) = BA + B ; (12) = 1B + 1 (2C) = 21 + 2; (CD) = C2 + C Catatan: Dalam perhitungan ini diambil sudut kiri dari arah jalur Pengukuran 11. Perhitungan absis dan ordinat a. Perhitungan absis Absis dapat dihitung dengan persamaan : dx = Jd x sin -Y P1 +Y  P2 dy dx -X 0 +X Jd Gambar 5.85. Kedudukan absis dan ordinat
  • 169.
    169 b. Perhitunganordinat Ordinat dapat dihitung dengan persamaan : dy = Jd x cos Keterangan:  = Azimut; Jd = Jarak datar; dx = absis; dy = Ordinat Kalau hasil pengukuran benar: (dx+) + (dx-) = XAKHIR – XAWAL = hX (dy+) + (dy-) = YAKHIR – YAWAL = hY hX = hasil hitungan absis hY = hasil hitungan ordinat c. Kesalahan pengukuran Kalau hasil pengukuran salah persamaannya: hXP = (dx+) + (dx-)  hXhYP = (dy+) + (dy-)  hY eX = hXP - hX ; eY = hYP - hY Keterangan: eX = kesalahan hasil pengukuran absis eY = kesalahan hasil pengukuran ordinat hXP = selisih hasil pengukuran absis akhir dan absis awal hYP = selisih hasil pengukuran ordinat akhir dan ordinat awal d. Koreksi kesalahan  Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis, persamaannya: kX = eX/Jd  Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya : k’X = kX x Jd  Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat, persamaannya : kY = eY/Jd  Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat, persamaannya : k’Y = kY x Jd Keterangan: Jd = jumlah jarak datar
  • 170.
    170 12. Perhitungankoordinat Perhitungan koordinat pada gambar 5.86, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: X1 = XB + Jd1 x sinB1; Y1 = YB + Jd1 x cosB1 X2 = X1 + Jd2 x sin12; Y2 = Y1 + Jd2 x cos12 XC = X2 + Jd3 x sin2C; YC = Y2 + Jd3 x cos2C dX1 = Jd1 x sinB1; dY1 = Jd1 x cosB1 dX2 = Jd2 x sin12; dY2 = Jd2 x cos12 dX3 = Jd3 x sin2C; dY2 = Jd3 x cos2C 13. Toleransi kesalahan koordinat Dari hasil pengukuran polygon terbuka sempurna terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini: Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Keterangan: L = jarak datar Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran Gambar 5.86. Posisi koordinat pada poligon terbuka sempurna terikat titik tetap A(XA; YA)      dY3 X Y B(XB; YB) 1(X1; Y1) 2(X2; Y2) C(XC; YC) D(XD; YD)
  • 171.
    171 Δy =selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran 0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta
  • 172.
    172 Tabel 5.12.Data hasil pengukuran polygon terbuka terikat sempurna Berdiri Titik Tengah belakang Tengah muka Atas Bawah Sudut/azimut Jarak optis datar Sudut miring Selisih tinggi + - Koreksi (-) Tinggi atas laut Keterangan lapangan B 1600 A 350 1 0,995 1,500 0,490 90 9520’ 1 B 1,195 1,700 0,690 200 8440’ 2 1,195 1,815 0,575 80 7950’ 2 1 1,180 1,800 0,560 340 10010’ C 1,180 1,590 0,770 100 8150’ 1623,700 C 2 1,090 1,500 0,680 200 9810’ D 35502’
  • 173.
    173 Contoh: Daridata hasil pengukuran polygon terbuka sempurna terikat titik tetap pada tabel 5.12. akan dihitung : 1. Perhitungan jarak  Jarak optis dihitung dengan persamaan: Jo = (ba – bb) x 100 Jo1 = (1,500 – 0,490) x 100 = 101 m Jo2 = (1,815 – 0,676) x 100 = 124 m Jo3 = (1,590 – 0,770) x 100 = 82 m  Jarak datar dihitung dengan persamaan: Jd = Jo x sin2 Jd1 = Jo1 x (sin1)2 = 101 x (sin9520’)2 = 100,12 m Jd2 = Jo2 x (sin2)2 = 124 x (sin7950’)2 = 120,14 m Jd3 = Jo3 x (sin3)2 = 82 x (sin8150’)2 = 89,34 m 2. Perhitungan beda tinggi antar titik ukur Beda tinggi antartitik ukur dihitung dengan persamaan: t = Jo x sin x cos t1 = Jo1 x sin x cos = 101 x sin9520’ x cos9520’ = -9,347 m t2 = Jo2 x sin x cos = 124 x sin7950’ x cos7950’ = 21,544 m t3 = Jo3 x sin x cos = 82 x sin8150’ x cos8150’ = 11,530 m Untuk mengetahui kebenaran/kesalahan hasil pengukuran beda tinggi, persamaannya sebagai berikut 1). Kalau benar  h = HAKHIR - HAWAL= (t+) + (t-) = hP 2). Kalau salah  h  hP = (t+) + (t-) 3). Kesalahan beda tinggi  e = hP – h Keterangan: t+ = Jumlah beda tinggi positif t- = Jumlah beda tinggi negative h = Hitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran hP = Perhitungan beda tinggi antara titik awal dan akhir pengukuran e = Kesalahan beda tinggi hasil hitungan dan pengukuran Diketahui tiketinggian titik dari permukaan air laut:
  • 174.
    174 Titik B(HB) = 1600 m. Titik C(HC) = 1623,700 m h = HC – HB = 1623,700 – 1600 = 23,700 m (t+) = 21,544 + 11,530 = 33,074 m (t-) = 9,347 m  t = (t+) + (t-) = 33,074 + 9,347 = 42,421 m  (jumlah total) hP = (t+) + (t-) = 33,074 – 9,347 = 23,727 m e = hP – h = 23,727 – 23,700 = 0,027 m  Koreksi kesalahan e = -0,027 m  Koreksi kesalahan tiap m beda tinggi (k) = -e/ t (k) = -e/ t = -0,027/ 42,421 = -0,00064 m  Koreksi beda tinggi tiap titik ukur (k’) = k x t (k’1) = k x t1 = 9,347 x -0,00064 = -0,006 m (k’2) = k x t2 = 21,544 x -0,00064 = -0,014 m (k’3) = k x t3 = 11,530 x -0,00064 = -0,007 m  Beda tinggi antartitik ukur setelah dikoreksi (t’) = t + k’ (t’1) = (k’1) + t1 = - 0,006 + 9,347 = -9,353 m (t’2) = (k’2) + t2 = 21,544 - 0,014 = 21,530 m (t’3) = (k’2) + t3 = 11,530 - 0,007 = 11,523 m 3. Menghitung ketinggian titik ukur tehadap permukaan air laut Ketinggian titik ukur tehadap titik permukaan air laut persamaannya adalah: Hn = Hn-1 + t Keterangan: Hn = Ketinggian titik ukur yang dicari t = Beda tinggi antar titik ukur Hn-1 = Titik ukur yang telah ditentukan harga ketinggian dari permukaan air laut. Harga ketinggian titik ukur 1; 2 dan C dari permukaan air laut adalah: H1 = HB + (t’1) = 1600 - 9,353 = 1590,647 m H2 = H1 + (t’2) = 1590,647 + 21,530 = 1612,177 m HC = H2 + (t’3) = 1612,177 + 11,523 = 1623,700 m Cara pengisian jarak optis, jarak datar, beda tinggi dan ketinggian dari permukaan air laut pada blanko ukur lihat tabel 5.13.
  • 175.
    175 Tabel 5.13.Pengisian jarak optis, jarak datar, beda tinggi dan ketinggian dari muka air laut pada blanko ukur Berdiri Titik Tengah belakang Tengah muka Atas Bawah Sudut/azimut Jarak optis datar Sudut miring Selisih tinggi + - Koreksi (-) Tinggi atas laut Keterangan lapangan B 1600 A 350 1 0,995 1,500 0,490 90 101 100,12 9520’ 9,347 0,006 1590,647 1 B 1,195 1,700 0,690 200 101 8440’ 2 1,195 1,815 0,575 80 124 120,14 7950’ 21,544 0,014 1612,177 2 1 1,180 1,800 0,560 340 124 10010’ C 1,180 1,590 0,770 100 82 80,34 8150’ 11,530 0,007 1623,700 C 2 1,090 1,500 0,680 200 82 9810’ D 35502’ 33,074 9,347 1623,700 9,347 1600 hP = 0,727 h = 0,700
  • 176.
    176 4. Menghitungsudut horisontal Dari data hasil pengukuran pada tabel 5.12, akan dihitung:  Sudut di sebelah kiri dari jalur ukuran seperti gambar 5.68, dengan persamaan sebagai berikut:  = M -B B = M1 -B1 = 90 - 350 = -260 = -260 + 360 = 100 1 = M2 -B2 = 80 - 200 = -120 = -120 + 360 = 240 2 = M3 -B3 = 100 - 340 = -240 = -240 + 360 = 120 C = M4 -B4 = 35502’ - 200 = 15502’  = B + 1 + 2 + C = 100 + 240 + 120 + 15502’ = 61502’  Sudut di sebelah kanan dari jalur ukuran seperti gambar 5.88, dengan persamaan sebagai berikut:  = M -B B = B1 - M1 = 350 - 90 = 260 1 = B2 - M2 = 200 - 80 = 120 2 = B3 - M3 = 340 - 100 = 240 C = B4 - M4 = 200 - 35502’ + 360 = 204 58’ B =100 1 = 240 2 = 120 B Gambar 5.87. Sket posisi sudut di sebelah kiri arah jalur ukuran polygon terbuka terikat sempurna C A 1 2      D C=15502’
  • 177.
    177 5. Perhitunganjumlah sudut 1). Menghitung azimuth awal dan akhir Diketahui koordinat titik: A  XA = 6000 m; YA = 6000 m B  XB = 8000 m; YB = 4000 m C  XC = 8256 m; YC = 4052 m D  XD = 9256 m; YD = 5784 m  Azimut awal (AWAL) = BA tgBA = (XA - XB)/(YA -YB) = (6000 – 8000)/(6000 – 4000) = -2000/2000 = -1 (kwadran IV) BA = -45 = -45 + 360 = 315  Azimut akhir (AKHIR) = CD tgCD = (XD - XC)/(YD -YC) = (9256 – 88256)/(5784 – 4052) = +1000/1732 = +0,577367205 (kwadran I) CD = 30 2). Perhitungan jumlah sudut di sebelah kiri jalur ukuran:  Jumlah sudut hasil perhitungan: hP =  = B + 1 + 2 + C = 100 + 240 + 120 + 15502’ = 61502’ B =260 1 = 120 2 = 240 B Gambar 5.88. Sket posisi sudut di sebelah kanan arah jalur ukuran polygon terbuka terikat sempurna C A 1 2    D  C = 20458’
  • 178.
    178  Jumlahsudut hasil hitungan: h =  = AKHIR - AWAL + (n – 1) x 180 = (30 -315 + 360) + (4-1) x 180 = 615 6. Perhitungan koreksi sudut  Perhitungan koreksi sudut  Kesalahan sudut dihitung dengan persamaan: e = hP – h = 61502’ - 615 = 2’  Koreksi kesalahan: e = -2’  Koreksi kesalahan sudut tiap 1(k) dihitung dengan persamaan: k = -e/ = -120’/61502’ = -0,195111376”  Koreksi kesalahan sudut tiap titik ukur (k’) dengan persamaan: kB’ = kB x B = 100 x -0,195111376” = - 20” k2’ = k2 x 2 = 100 x -0,195111376” = - 47” k3’ = k3 x 3 = 100 x -0,195111376” = - 23” kC’ = kC x C = 100 x -0,195111376” = - 30”  Besar sudut tiap titik ukur setelah dikoreksi: B’ = B - kB’ = 100 - 20” = 9959’40” 2’ = 2 - k2’ = 240 - 47” = 23959’13” 3’ = 3 - k3’ = 120 - 23” = 11959’37” C’ = C - kC’ = 15502’ - 30” = 15501’30” B =9959’40” 1 = 23959’13” 2 = 11959’37” B Gambar 5.89. Sket posisi sudut di sebelah kiri arah jalur ukuran polygon terbuka terikat sempurna C A 1 2      D C=15501’30”
  • 179.
    179 7 Menghitungazimuth sisi – sisi poligon B1 = BA + B’ = 315 + 9959’40” = 40459’40” = 40459’40” - 360 = 5459’40” 12 = 1B + 1’ = (5459’40” + 180) + 23959’13” = 47458’53” = 47458’53” - 360 = 11458’53” 2C = 21 + 2’ = (11458’53” + 180) + 11959’37” = 41458’30” = 5458’30” CD = 2C + C’ = (5458’30” + 180) + 15501’30” = 390 = 390 - 360 = 30 8. Perhitungan absis dan ordinat a. Perhitungan absis Absis dapat dihitung dengan persamaan : dx = Jd x sin Diketahui koordinat titik: A  XA = 6000 m; YA = 6000 m B  XB = 8000 m; YB = 4000 m dx1 = Jd1 x sinB1 = 100,12 x sin5459’40” = 82,008 m dx2 = Jd2 x sin12 = 120,14 x sin11458’53” = 108,900 m dx3 = Jd3 x sin2C = 80,34 x sin5458’30” = 65,790 m b. Perhitungan ordinat Ordinat dapat dihitung dengan persamaan : 135 11458’53” B Gambar 5.90. Sket posisi azimuth pada pengukuran polygon terbuka sempurna terikat titik tetap D A 1 2    5459’40” 5458’30” U U U U  C U 30
  • 180.
    180 dy =Jd x cos dy1 = Jd1 x cosB1 = 100,12 x cos5459’40” = 57,434 m dy2 = Jd2 x cos12 = 120,14 x cos 11458’53” = -50,738 m dy3 = Jd3 x cos2C = 80,34 x cos 5458’30” = 46,110 m c. Hasil perhitungan absis dan ordinat dari hasil ukuran hXP = dx = dx1 + dx2 + dx3 = 82,008 + 108,900 + 65,790 = 256,698 m hYP = dy = dy1 + dy2 + dy3 = 57,434 - 50,738 + 46,110 = 52,806 m d. Hasil hitungan absis dan ordinat dari titik tetap hX = XAKHIR - XAWAL = XC - XB = 8256 – 8000 = 256 m hY = YAKHIR - YAWAL = YC - YB = 4052 – 4000 = 52 m e. Kesalahan pengukuran absis dan ordinat  eX = hXP - hX = 256,698 - 256 = 0,698 m  eY = hYP - hY = 52,806 – 52 = 0,806 m f. Koreksi kesalahan  Jd = Jd1 + Jd2 + Jd3 = 100,12 + 120,14 + 80,34 = 300,60 m  Koreksi kesalahan: absis (-eX)= -0,698 m  Koreksi kesalahan ordinat (-eY) = -0,698 m  Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk absis, persamaannya: kX = -eX/Jd = -0,698/300,60 = -0,002322 m  Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk absis, persamaannya k’X = kX x Jd k’1X = k1x x Jd1 = 100,12 x -0,002322 = -0,232 m k’2X = k2x x Jd2 = 120,14 x -0,002322 = -0,279 m k’3X = k3x x Jd3 = 80,34 x -0,002322 = -0,187 m  Koreksi kesalahan jarak sisi polygon tiap meter untuk ordinat, persamaannya: kY = -eY/Jd = -0,806/300,60 = -0,002681m  Koreksi kesalahan jarak tiap sisi polygon untuk ordinat, persamaannya k’Y = kY x Jd k’1Y = k1Y x Jd1 = 100,12 x -0,002681 = -0,269 m k’2X = k2x x Jd2 = 120,14 x -0,002681 = -0,322 m k’3X = k3x x Jd3 = 80,34 x -0,002681 = -0,215 m g. Absis dan ordinat hasil koreksi  d’x1 = dx1 - k’1X = 82,008 – 0,232 = 81,776 m  d’x2 = dx2 - k’2X = 108,900 – 0,279 = 108,621 m
  • 181.
    181  d’x3= dx3- k’3X = 65,790 – 0,187 = 65,603 m  d’y1 = dy1 - k’1Y = 57,434 – 0,269 = 57,165 m  d’y2 = dy2 - k’2Y = -50,738 – 0,322 = -51,060 m  d’y3 = dy3- k’3Y = 46,110 – 0,215 = 45,895 m 9. Perhitungan koordinat Diketahui koordinat titik : A XA = 6000 m; YA = 6000 m B XB = 8000 m; YB = 4000 m C XC = 8256 m; YC = 4052 m Dari gambar 5.70 akan dihitung koordinat titik: 1; 2; dan C 1 X1 = XB + d’x1 = 8000 + 81,776 = 8081,776m; Y1 = YB + d’y1 = 4000 +57,165 m = 4057,165 m 2 X2 = X1 + d’x2 = 8081,776 + 108,621 = 8190,397m; Y2 = Y1 + d’y2 = 4057,165 - 51,060 m = 4006,105 m C XC = X2 + d’x3 = 8190,397 + 65,603 = 8256 m; YC = Y2 + d’y3 = 4006,105 + 45,895 = 4052 m B Gambar 5.91. Sket posisi absis dan ordinat pada polygon terbuka terikat sempurna C A 1 2    U U U U Y X 81,776 108,621 U 65,603 57,165 -51,060 45,895  D
  • 182.
    182 Cara pengisiansudut, azimuth, jarak, absis, ordinat, pada blanko ukur lihat tabel 5.14. 10. Toleransi kesalahan koordinat Dari hasil pengukuran polygon terbuka terikat titik tetap di atas perlu diulang atau tidak dapat dikontrol dengan toleransi seperti di bawah ini: Toleransi kesalahan koordinat dapat dihitung dengan persamaan v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 Keterangan: L = jarak datar Δx = selisih hasil perhitungan absis akhir dan awal pengukuran Δy = selisih hasil perhitungan ordinat akhir dan awal pengukuran 0,0007; 0,02; dan 2 = konstanta Rumus tersebut diambil dari: Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Kesalahan pengukuran: eX = Δx = 0,698 m; eY = Δy = 0,806 m e = ((Δx)2 + (Δy)2 )1/2 = ((0,698 )2 + (0,806 )2 )1/2 = 1,066 m v = (0,0007L)2 + 0,02(L)1/22 + 21/2 v = (0,0007 x 300,6)2 + 0,02(300,6)1/22 + 21/2 = 1,471 m ev  maka pengukuran tak perlu diulang
  • 183.
    183 Tabel 5.14.Perhitungan koordinat polygon terbuka terikat sempurna T I t I k S u d u t Koreksi Azimut J a r a k dx Koreksi dy Koreksi Koordinat X Y A 6000 6000 135 B 100 -20” 8000 4000 5459’40” 100,12 82,008 -0,232 57,434 -0,269 1 240 -47” 8081,776 4057,165 11458’53” 120,14 108,900 -0,279 -50,738 -0,322 2 120 -23” 8190,397 4006,105 5458’30” 80,34 65,790 -0,187 46,110 -0,215 C 155 02 -30” 8256 4052 30 D 9256 5784
  • 184.
    184 PETA TOPOGRAFI Skala 1:2500
  • 185.
  • 186.
  • 187.
  • 188.
    188 VI. PENGUKURANSITUASI DAN DETIL 1. Pengukuran situasi dan detil untuk pembuatan topografi umum  Pengukuran situasi Pengukuran situasi biasanya dilakukan pada bentuk yang umum, seperti: punggungan gunung, bukit, lembah, sungai, pantai, kawah, danau dan sebagainya. Tujuan pengukuran situasi, untuk menentukan ketinggian dari permukaan air laut dari setiap titik ukur; sedang gunanya untuk membuat garis tinggi/kontur, dalam rangka menentukan bentuk topografi dari daerah yang diukur. Yang diukur pada pengukuran situasi adalah: 1). Jarak 2). Sudut miring 3). Azimut Keterangan: Po dan P10 = Titik ukur polygon S1 dan S2 = Titik ukur situasi = Garis ukur situasi melalui punggungan dan sadel = Sket garis kontur Dari data hasil pengukuran yang dihitung: 1). Jarak a. Jarak optis b. Jarak datar 2). Beda tinggi antar titik ukur 3). Tinggi titik ukur dari permukaan air laut 4). Koordinat dari setiap titik ukur (kalau diperlukan) Gambar 6.1. Sket pengukuran situasi P0 P10 S1 S2
  • 189.
    189 Dari hasilperhitungan yang digambar pada peta : 1). Plot titik-titik ukur berdasarkan harga koordinat atau dengan cara mengopdrah berdasarkan azimuth dan jarak 2). Tulis tinggi dari permukaan air laut dari setiap titik ukur pada peta 3). Tarik batas –batas fisik bumi pada peta, seperti: batas sawah, kebun, kampong, lading, kuburan, jalan dan sebagainya. 4). Gambar garis kontur sesuai dengan interval yang telah ditentukan. Garis kontur menurut kaedah peta: Skala peta 100.000  Harga garis kontur = 100.000/(2 x 1000) x 1 m = 50 m Skala peta 50.000  Harga garis kontur = 50.000/(2 x 1000) x 1 m = 25 m Skala peta 25.000  Harga garis kontur = 25.000/(2 x 1000) x 1 m = 12,5 m Untuk peta –peta teknis harga interval kontur disesuaikan dengan keperluan proyek. Contoh: Dari data hasil pengukuran situasi pada tabel 6.1, akan dihitung: 000000  Pengukuran detil Pengukuran detil biasanya dilakukan pada bentuk yang khusus, seperti: pojok batas sawah, kampung, ladang, kehutanan, kuburan, jalan, tebing, dan sebagainya. Tujuan pengukuran detil, untuk menentukan ketinggian dari permukaan air laut dari setiap titik ukur; sedang gunanya untuk membuat garis tinggi/kontur secara mendetil dari bentuk fisik bumi yang diukur, dalam rangka menentukan bentuk topografi dari daerah yang diukur. P0 Gambar 6.2. Sket pengukuran detil P10 S1 S2 a d e f  g      b  c Tarogong
  • 190.
    190 Keterangan: a,b, c, d = Titik pojok batas kampung dan sawah = Garis ukur detil = Kampung = Sawah = Jalan setapak Po dan P10 = Titik ukur polygon S1 dan S2 = Titik ukur situasi = Garis ukur situasi melalui punggungan dan sadel = Garis kontur e, f, g = Batas jalan setapak Pengukuran situasi dan detil untuk pembuatan peta topografi ini, biasanya alat ukur yang digunakan alat ukur Theodolit kompas (TO), yaitu arah jurusan pengukuran garis ukur menggunakan jarum magnit. Dengan menggunakan kompas, maka pengukuran pada jalur situasi tidak perlu alat ukur berdiri pada setiap titik ukur, tapi dapat dilakukan dengan loncat satu titik ukur. Po dan P10 = Titik ukur polygon S1, S2 dan S3 = Titik ukur situasi = Tempat alat ukur berdiri P0 S1 P10 S2 S3 Gambar 6.3. Pengukuran spring station
  • 191.
    191 2. Pengukuransituasi dan detil untuk pembuatan topografi khusus  Pengukuran situasi Dalam teknik pertambangan dan geologi untuk merencanakan daerah yang akan ditambang, diperlukan pemetaan topografi dengan skala yang besar, misal skala 1: 500, 1 : 1000, 1 : 2500 dan seterusnya, tergantung kepada tingkat ketelitian yang diperlukan. Dan untuk selanjutnya rencana di atas peta itu dapat diletakkan kembali /stake out di lapangan sesuai dengan rencana kerja. Pengukuran situasi biasanya dilakukan dengan metoda pengukuran grid, dengan ukuran : 10 m x 10 m; 20 m x 20 m; 25 m x 25 m. Tujuan pengukuran situasi, untuk menentukan ketinggian dari permukaan air laut dari setiap titik ukur; sedang gunanya untuk membuat garis tinggi/kontur, dalam rangka menentukan bentuk topografi dari daerah yang diukur. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur theodolit. Metoda pengukuran grid dilakukan dengan cara pengukuran sudut, artinya pada setiap titik ukur alat ukur didirikan. Keterangan: 1 6 = Titik pengukuran grid = Petak grid  Pengukuran detil Pengukuran detil pada daerah ini dilakukan dalam keadaan darurat, yaitu apabila dalam pengukuran dengan jarak yang telah ditentukan mendapat rintangan alam, seperti sungai, pohon, bukit dan sebagainya.       2 5 4 3 6 1 Gambar 6.4. Pengukuran grid  a b        2 5 4 3 6 1 Gambar 6.5. Pengukuran detil
  • 192.
    192 Alat ukuryang digunakan adalah alat ukur theodolit. Metoda pengukuran grid dilakukan dengan cara pengukuran sudut, artinya pada setiap titik ukur alat ukur didirikan. Keterangan: 1 6 = Titik pengukuran grid = Petak grid = Sungai = Garis kontur a dan b = titik ukur bantu Catatan: Apabila di daerah pengukuran mengandung besi, maka poengukuran spring station tidak berlaku, dan pengukuran harus dilakukan dengan cara pengukuran sudut.
  • 193.
    193 Alat UkurTheodolit Kompas (TO)
  • 194.
    194 Contoh: Padatabel 6. 15. di bawah ini akan diproses data hasil pengukuran polygon dan situasi. Data hasil pengukuran polygon tertutup terikat titik tetap dan peyelesaian perhitungannya No.Patok Benang Sudut/ Azimuth Jarak Sudut niring Selisih Tinggi Tinggi atas laut Keterangan Berdiri Ditinjau Tengah belakang Tengah muka Atas Bawah  „ “ Optis Rantai Datar  „ “   m Keadaan lapangan 495,200 P1 P1 P0 1,750 2,028 1,472 20 00 00 55,60 55,416 86 42 01 - 2 1,750 P2 1,750 2,100 1,400 192 24 38 70,00 69,803 86 58 00 3,699 498,897 P2 P1 1,450 1,800 1,100 300 10 30 70,00 93 02 00 -2 1,450 P3 1,450 1,645 1,254 125 01 50 39,10 38,912 93 57 59 2,698 496,197 P3 P2 0,995 1,191 0,800 76 20 25 39,10 86 02 01 -2 0,995 P4 0,995 1,189 0,802 338 58 54 38,70 38,322 95 39 57 3,802 492,393 P4 P3 1,394 1,587 1,200 200 45 28 38,70 84 20 03 -1 1,394 P5 1,394 1,649 1,139 339 59 39 51,00 50,961 88 25 03 1,408 493,800 P5 P4 1,255 1,510 1,000 150 47 48 51,00 91 34 57 1,255 P6 1,255 1,488 1,022 1 45 38 46,60 46,592 90 43 58 0,596 493,204 P6 P5 1,633 1,866 1,400 78 28 24 46,60 89 16 02 -1 1,633 P7 1,633 1,865 1,402 260 1014 46,30 46,251 88 08 02 1,507 494,710 P7 P6 1,032 1,263 0,800 300 26 28 46,30 91 51 58 - 2 1,032 P8 1,032 1,420 0,644 183 42 41 77,60 77,426 86 58 08 4,100 498,808 P8 P7 1,588 1,976 1,200 56 29 35 77,60 93 01 52 - 1 1,588 P9 1,588 2,018 1,158 256 49 42 86,00 85,933 91 35 59 2,400 496,407 P9 P8 1,230 1,660 0,800 128 28 40 86,00 88 24 01 - 1 1,230 P10 1,230 1,562 0,899 35 17 46 66,30 66,285 89 08 02 1,002 497,408 P10 P9 1,632 1,963 1,300 47 29 26 66,30 90 51 58 1,632 P11 1,632 1,875 1,385 204 24 20 49,00 48,978 88 50 02 0,997 498,404 P11 P10 1,445 1,690 1,200 26 30 30 49,00 91 09 58
  • 195.
    195 No.Patok Benang Sudut/ Azimuth Jarak Sudut niring Selisih Tinggi Tinggi atas laut Keterangan Berdiri Ditinjau Tengah belakang Tengah muka Atas Bawah  „ “ Optis Rantai Datar  „ “   m Keadaan lapangan P11 P12 1,445 1,720 1,170 233 32 21 55,00 54,988 90 49 57 0,799 497,605 P12 P11 1,378 1,655 1,100 50 24 26 55,00 89 10 03 - 1 1,378 P13 1,378 1,652 1,105 229 28 19 54,70 54,626 92 06 00 2,003 495,601 P13 P12 1,573 1,847 1,300 78 20 40 54,70 87 54 00 - 2 1,573 P0 1,573 1,814 1,322 290 52 33 48,20 48,037 86 39 59 2,798 498,397 P0 P13 1,441 1,682 1,200 35 26 30 48,20 93 20 01 - 2 1,441 P1 1,441 1,719 1,163 297 40 15 55,60 55,416 93 17 59 3,195 495,200 P1 T 150 15 51 P2 254 15 51 XP1 4000.000 YP1 4000.000 XT 2777.908 YT 1819.062
  • 196.
    196 Tabel 6.16.Data pengukuran situasi dan penyelesaian perhitungannya No.Patok Benang Sudut/ Azimuth Jarak Sudut niring Selisih Tinggi Tinggi atas laut Keterangan Berdiri Ditinjau Tengah belakang Tengah muka Atas Bawah  „ “ Optis Rantai Datar  „ “   m Keadaan lapangan S1 P1 1,354 1,600 1,109 212 00 20 49,10 47,187 101 23 00 9,500 - 9 504,691 1,354 S2 1,354 1,587 1,121 32 39 39 46,60 46,365 94 04 00 - 3 3,296 501,392 S3 S2 1,054 1,300 0,809 180 00 00 49,10 49,000 87 26 00 - 2 2,196 499,194 1,054 S4 1,054 1,350 0,758 00 00 00 59,20 58,979 86 30 00 3,607 - 3 502,798 S4 P8 1,261 1,500 1,022 30 20 36 47,80 47,465 94 48 00 - 4 3,986 498,808 S5 S1 1,564 1,800 1,329 114 36 19 47,10 46,646 84 22 00 + 1 4,601 500,091 1,564 S6 1,564 1,802 1,327 00 00 00 47,50 47,071 95 27 00 + 1 4,491 495,601 S6 S4 1,071 1,400 0,742 53 07 48 65,80 65,000 83 41 00 7,195 + 2 502,798 P0 a 1,253 1,400 1,107 20 19 34 29,30 28,848 97 08 00 3,610 494,788 P2 a 1,315 1,500 1,130 110 22 35 37,60 37,326 94 54 00 3,199 495,698 P5 a 1,075 1,200 0,950 87 42 34 25,00 24,960 92 17 00 0,995 492,806 P7 a 0,899 1,000 0,799 178 24 05 20,10 20,050 92 51 00 0,998 493,714 P10 a 1,136 1,300 0,973 293 25 43 32,70 32,688 91 04 00 0,608 496,800 P12 a 1,585 1,700 1,470 304 22 49 23,00 22,996 89 15 00 0,301 497,907 P13 a 1,436 1,600 1,272 12 20 21 32,80 32,798 89 39 00 0,200 495,802 S4 a 1,221 1,500 0,942 341 53 46 55,80 54,660 98 13 00 7,892 494,906 S6 a 1,101 1,300 0,903 132 57 16 39,70 39,674 87 42 00 1,592 497,193 SAMPAI DISINI DULU
  • 197.
    197 Tabel 6.17.PERHITUNGAN KOORDINAT TITIK SUDUT AZIMUT JARAK X Y KOORDINAT    Kor    d.sin  Kor d.Cos  Kor X Y P1 4000,000 4000,000 313 15 51 69,823 -20,831 -0,024 + 47,840 + 0,036 P2 175 08 40 3949,145 4047,876 318 07 11 38,912 -25,976 -0,013 +28,971 + 0,020 P3 97 21 31 3923,156 4076,867 40 45 40 38,322 + 25,020 - 0,013 +29,026 +0,020 P4 220 45 49 3948,163 4105,913 359 59 51 50,961 - 0,002 - 0,018 +50,961 +0,026 P5 149 02 10 3948,143 4156,900 30 57 41 46,592 +23,970 -0,016 + 39,953 +0,024 P6 178 18 10 3972,097 4196,877 32 39 31 46,251 + 24,958 - 0,016 + 38,938 + 0,024 P7 116 43 47 3997,039 4235,839 95 55 44 77,426 77,012 - 0,027 - 7,998 +0,040 P8 159 39 53 4074,024 4227,839 116 15 51 85,933 +77,122 - 0,030 -38,056 +0,045 P9 93 10 54 4151,116 4189,870 203 04 57 66,285 -25,988 - 0,023 - 60,978 + 0,034 P10 203 05 06 4125,105 4128,926 179 59 51 48,978 +0,002 - 0,017 - 48,978 +0,025 P11 152 58 09 4125,090 4079,973 207 01 42 54,988 - 24,993 - 0,019 - 48,993 + 0,028 P12 180 56 07 4100,078 4031,008 206 05 35 54,626 - 24,026 -0,019 - 49,059 + 0,028 P13 147 28 07 4076,003 3981,977 238 37 38 48,037 - 41,013 -0,017 - 25,010 + 0,025 P0 97 46 15 4035,003 3956,992 320 51 13 55,416 - 34,984 - 0,019 + 42,977 + 0,031 P1 4000,000 4000,000
  • 198.
    198 Gambar 2.6.Contoh membuat garis kontur P1 .495,2 4000 Garis ukur situasi Nomor titik dan ketinggian dari muka air laut Harga koordinat grid Interval kontur a 1 meter Garis ukur poligon
  • 199.
    199 VII. TABELTOLERANSI KESALAHAN Rumus 1) Alat Ukur Theodolit 1. Toleransi Kesalahan Sudut v = 1½’ x (n)½ n = Jumlah sudut (titik ukur) Kesalahan sudut pengukuran  e = 10’ Contoh: n = 100 buah titik ukur  v = 1½’ x (n)½ = 1½’ x (100)½ = 15’ e  v  Pengukuran sudut baik 2. Toleransi Kesalahan Koordinat. v = [(0,0007L)2 + 0,02(L)½2 + 2]½ = (Δx2 + Δy2)½ L = Jarak Contoh: Diketahui kesalahan koordinat  eX = Δx = 2 m; eY = Δy = 1 m e = (Δx2 + Δy2)½ = (22 + 12)½ = 2,236 m L =3000 m v = [(0,0007L)2 + 0,02(L)½2 + 2]½ = 2,759 m e  v  Pengukuran jarak baik . 3. Toleransi Kesalahan Ketinggian v = [(0,3L)2 x (L : 100)½2 + 4,5]½ L = Jarak Contoh: L = 3000 m Kesalahan pengukuran  e = 2 m; v = [(0,3L)2 x (L : 100)½2 + 4,5]½ v = [(0,3 x 3000)2 x (3000 : 100)½2 + 4,5]½ = 2,682 m e  v  Pengukuran sudut miring baik Alat Ukur Waterpas 4. Toleransi Kesalahan 1. v = 4 x (L)½ + 0,2 x L 3. v = 12 x (L)½ 2. v = 8 x (L)½ + 0,3 x L 4. v = 18 x (L)½ L = Jarak datar dalam km dijadikan mm Kesalahan pengukuran: e = 12,8 mm L = 9 km
  • 200.
    200 1. v= 4 x (L)½ + 0,2 x L v = 4 x (L)½ + 0,2 x L = 4 x (9)½ + 0,2 x 9 = 13,8 mm e  v  Pengukuran beda tinggi baik Penggambaran Peta 5. Toleransi Kesalahan Opdrach v = [(0,0011 x L)2 + (0,032 x L½)2 + 0,1 x (L : 100)½2 + (0,031xS½ x L½)2 +0,1 x S x (L : 100)½2 + 2 + (0,1 x S x 2½)2]½ L = Jarak ; S = Skala peta Contoh: Skala peta 1 : 2000 Kesalahan opdrach  e = 1,5 mm (di peta)  e = 2000 x 1,5 mm = 3 m (di lapangan) L = 2000 m v = [(0,0011 x L)2 + (0,032 x L½)2 + 0,1 x (L : 100)½2 + (0,031xS½ x L½)2 +0,1 x S x (L : 100)½2 + 2 + (0,1 x S x 2½)2]½ v = [(0,0011 x 2000)2 + (0,032 x 2000½)2 + 0,1 x (2000 : 100)½2 + 0,031x(1:2000)½ x 2000½2+0,1 x (1:2000) x (2000 : 100)½2 + 2 + 0,1 x (1:2000) x 2½2]½ = 3,014 m e  v  Pengopdrachan benar 1) Foutengrenzen, Topografische Diens Btavia Hendruk, 1949
  • 201.
    201 VII. PENGUKURANTITIK TETAP Titik tetap sangat penting bagi keperluan pengukuran-pengukuran tanah. Oleh karena itu apabila pada daerah yang akan diukur atau dipetakan belum ada titik tetapnya sebagai pengikat pengukuran, hal ini perlu dibuatkan. Cara pembuatannya dapat dilakukan sebagai berikut. 1. Cara mengikat pengukuran ke belakang 2. Cara mengikat pengukuran ke depan 1. Cara mengikat pengukuran ke belakang 1.1. Cara pengukuran Collins Titik P ialah titik yang akan dibuat di lapangan dan akan dicari koordinatnya dan ketinggiannya. Oleh karena itu pada titik P akan merupakan tempat alat berdiri, dengan demikian titik A, B dan C adalah titik-titik tetap yang telah diketahui koordinatnya dan ketinggiannya dari muka air laut. Supaya titik A, B dan C dapat dilihat dengan jelas dari titik P, maka perlu dipasang pilar-pilar dari bambu. Keterangan: A = Titik trianggulasi tb = Tinggi benang tengah tb A Gambar 7.1. Pilar bambu di titik A
  • 202.
    202 Keterangan :A, B dan C = Titik trianggulasi = Wilayah daerah pengukuran Diketahui koordinat titik-titik: A XA=2460,909355 m; YA=8228,6167794 m B XB=6366,662266 m; YB=9075,323607 m C XC=9078,742675 m; YC=7556,173905 m Pembacaan sudut horizontal dari : PA = 350; PB = 35; PC = 65; Ditanyakan koordinat titik P. Penyelesaian: =35+360-350=45; =65-35=30 tgAB = (XB-XA)/(YB-YA) = (6366,662266-2460,909355)/(9075,323607-8228,616794) = 3905,752911/846,706876=4,612874018 AB = 7746’6,33” tgBC = (XC-XB)/ (YC-YB) = (9078,742675-6366,662266) / (7556,173905-8228,616794) = 2712,080409 / -1519,1497= -1,78526211 BC = 11915’18” AB = (XB-XA) / sinAB = 3905,752911 / sin7746’6,33” = 3996,475759 m   P Gambar 7.2. Bagan pengukuran di lapangan B = 35 C = 65 A = 350
  • 203.
    203 ’ =180 -  -  = 180 - 45 - 30 = 105 sin / AB = sin / BH  BH = (AB x sin) / sin = (3996,475759 x sin30) / sin45 = 2825,935111 m BH = BA - ’ = 25746’6,33” - 105 = 15246’6,33” XH = XB + BH x sinBH = 6366,662266+2825,935111xsin15246’6,33” = 7659,776273 m YH = YB + BH x cosBH = 9075,323607 + 2825,935111 x sin15246’6,33” = 6562,602887 m tgHC = (XC - XH) / (YC-YH) = (9075,323607-7659,776273) / (7556,173905-6562,602887) =1418,966402 / 933,571018=1,428147939 HC = 55;  = HC - HB = 55 + 360 - 33246’6,33” = 8213’53,67”  = 180 -  -  = 180 - 45 - 8213’53,67” = 5246’6,33” AP = AB +  = 7746’6,33” + 8213’53,67” = 160 sin : AB = sin / AP AP = (AB x sin) / sin = (3996,475759 x sin5246’6,33”) / sin45 = 4500,000 m XP = XA + AP x sinAP = 4500 x sin160 = 4000 m YP = YA + AP x cosAP = 4500 x cos160 = 4000 m sin / BP = sin / AB  BP = (AB x sin) : sin) = (3996,475759 x sin8213’53,67”) : sin 45 = 5600 m BP = BA -  = 7746’6,33” + 180 - 5246’6,33” = 205   B  ’     P C H A Gambar metoda perhitungan Collins
  • 204.
    204 XP =XB + BP x sinBP = 6366,662266 + 5600 x sin205 = 4000 m YP = YB + BP x cosBP = 9075,323607 + 5600 x cos205 = 4000 m Hasil ukuran sudut miring dari P ke A (A) = 8615’ Tinggi alat ukur diatas pilar P(tP) = 0,70 m Tinggi benang tengah diatas pilar A(tA) = 5,80 m Kelengkunagan bumi (kB) = AP2 / 2 x R Kelengkungan sinar (kS) = 0,14 x kB Tinggi titik A diatas permukaan air laut (HA) = 1750,70 m HA = HP + PA x cotgA + tP - tA + kB - kS HP = HA – PA x cotA – tP + tA – kB + kS = 1750,70 m – 4500 x cotg8615’ – 0,70 + 5,80 – 45002 / (2 x 6377397,155) + 0,14 x (45002 / (2 x 6377397,155)) = 1459,489048 m HB = 2098,293776 m; B = 8327’; tB = 7 m; tP = 0,70 m HB = HP + PB x cotgB + tP – tB + kB - kS HP = HB – PB x cotgB – tP + tB – kB + kS = 2098,293776 – 5600 x cotg8327’ – 0,70 + 7 - 56002 / (2 x 6377397,155 + 0,14 x (56002 / (2 x 6377397,155)) = 1459,493032 m 1.2. Cara pengukuran Cassini Pada cara pengukuran Cassini pada prinsipnya sama dengan cara Collins, hanya yang berbeda pada metoda perhitungannya. Cara perhitungan Cassini dapat dilakukan sebagai berikut dibawah ini:  = 180 -  - 90 = 180 - 45 - 90 = 45 sin : AB = sin : AQ  AQ = (AB x sin) : sin = (3996,475759 x sin45) : sin45 = 3996,475759 m AQ = AB + 90 = 7746’6,33” = 16746’6,33” XQ = XA + AQ x sinAQ = 2460,909355 + 3996,475759 x sin16746’6,33” = 3307,616323 m YQ = YA + AQ x cosAQ = 8228,616794 + 3996,475759 x cos16746’6,33” = 4322,863883 m  = 180 -  - 90 = 180 - 30 - 90 = 60
  • 205.
    205 Catatan : BAQ dan  BCR sama dengan 90 ( dibuat ) sin : BC = sin : CR  CR = (BC x sin) : sin = (3108,567773 x sin60) : sin30 = 5384,197321 m CR = CB - 90 = 29915’18” - 90 = 20915’18” XR = XC + CR x sinCR = 9078,742675 + 5384,197321 x sin20915’18’ = 6447,499555 m YR = YC + CR x cosCR = 7556,173905 + 5384,197321 x cos20915’18” = 2858,712843 m tgQR = (XR – XQ ) : (YR – YQ) = (6447,499555 – 3307,616323) : (2858,712843 – 4322,863883) =3139,883232 : -1464,15104 = -2,14450773 QR = 115  = QR - QA = 115 + 360 - 34746’6,33” = 12713’53,6”  = 180 -  -  = 180 - 12713’53,6” - 45 = 746’6,33”  = 90 -  = 90 - 746’6,33” = 8213’53,67” AP = AB +  = 7746’6,33” + 8213’53,67” = 160  = 180 -  -  = 180 - 8213’53,67” - 45 = 5246’6,33” sin : AP = sin : AB  AP = (AB x sin) : sin = (3996,475759 x sin5246’6,33”) : sin45 = 4500 m XP = XA + AP x sinAP = 2460,909355 + 4500 x sin160 = 4000 m      B A C R Q P        Gambar metoda perhitungan Cassini
  • 206.
    206 YP =YA + AP x cosAP = 8228,616794 + 4500 x cos160 = 4000 m Cara pengukuran ke belakang dewasa ini dapat dilakukan dengan alat ukur tanah yang canggih, yaitu dengan alat ukur tanah Global Positioning System (GPS). Dengan menggunakan alat ukur ini ada beberapa hal yang menguntungkan, yaitu: 1. Pengukuran dengan GPS tidak tergantung kepada waktu dan keadaan cuaca. 2. Pengukuran dengan GPS akan meliputi wilayah yang cukup luas, mengingat GPS mempunyai ketinggian orbit yang cukup tinggi, yaitu sekitar 20000 km di atas permukaan bumi. Oleh karena itu pemakaiannya tidak terpengaruh pada batas politik dan batas alam. 2. 3. Pengukuran dengan GPS, titik lokasi yang diukur tidak perlu saling kelihatan satu 3. sama lainnya. Oleh karena itu alat GPS ini sangat baik digunakan pada negara yang 4. terdiri dari pulau pulau seperti Negara Indonesia. Posisi yang ditentukan akan mengacu kepada suatu datum global, yang dinamakan WGS 1984 4. Pengukuran dengan GPS mempunyai ketelitian yang sangat teliti. 5. 5. Hasil data pengukuran tidak dapat dimanipulasi Hal yang kurang menguntungkan: 1. GPS tidak dapat digunakan untuk pengukuran di bawah tanah, misal pada bukaan lubang tambang. 2. GPS untuk pengukuran secara detail biaya operasinya sangat tinggi. Oleh karena itu GPS pada pengukuran pemetaan sangat baik untuk penentuan pembuatan titik ikat/titik tetap atau sebagai penentuan titik batas wilayah. 3. Harga GPS masih terlalu mahal. 4. Penggunaan GPS masih menggunakan satelit negara lain (Amerika). Maka kalau terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan, akan terjadi kepakuman/tidak jalannya semua GPS. 6. 5. Posisi titik di permukaan bumi dapat ditentukan dengan cara Sistim Koordinat 7. Geosentrik dan Toposentrik.
  • 207.
  • 208.
    208 Sistim koordinatgeosentrik, titik pusatnya terletak pada pusat bumi, sedangkan untuk sistim koordinat toposentrik tergantung kepada bidang proyeksi yang dibutuhkan. Penentuan sistim koordinat-koodinat tersebut dapat dilihat pada di bawah.. 2 . Pengukuran kedepan Cara pengukuran kedepan ini diperlukan adanya dua tititk tetap (titik trianggulasi). Sedangkan titik yang akan ditentukan harus dapat dilihat dengan jelas dari kedua titik tetap itu. Biasanya pada titik-titik yang akan dibidik dipasang pilar-pilar dari bambu dan dipasang tanda yang jelas (bendera yang berwarna). Pada kedua titik tetap itu diukur sudut-sudut horisontanya dan juga sudut miringnya yang ditujukan kepada titik tetap yang dibuat. Z Zp    0  P N h X Y Kutub Greenwich y x Gambar posisi titik dalam sistim koordinat geosentrik geosentrik N X P Y Titik dipermukaan bumi Zenit E Gambar posisi titik dalam sistim koordinat toposentrik
  • 209.
    209 Penjelasan selanjutnyalihat metoda pengukuran dilapangan seperti dibawah ini. Keterangan: Titik A dan B = Titik trianggulasi Titik P = Titik yang akan dicari koordinat dan ketinggiannya dari permukaan air laut Pembacaan sudut horisontaladari: AB = 25825’; AP = 34038’53,67” - = 8213’53,67” BA = 1017’ ; BP = 31730’53,67” Diketahui: Koordinat titik: A X = 2460,909355 m; Y = 8228,616794 m B X = 6366,662266 m; Y = 9075,323607 m Ditanyakan koordinat titik P. Penyelesaian:  = 34038’53,67” - 25825’ = 8213’53,67”  = 1017’ + 360 - 31730’53,67” = 5246’6,33”  = 180 -  -  = 180 - 8213’53,67” - 5246’6,33” = 45 Koordinat A dan B telah diketahui. tgAB = (XB – XA) : (YB – YA) 25825’ 1017’ 34038’53,67” 31730’53,67” A  Bagan pengukuran di lapangan B P
  • 210.
    210 = (6366,662266- 2460,909355) : (9075,323607 – 8228,616794) = 3905,752911 : 846,706813 = 4,612875261 AB =7746’6,33” AB = (XB – XA) : sinAB = (6366,662266 – 2460,909355) : sin7746’6,33” = 3996,475759 m sin : BP = sin : AB  BP = (AB x sin) : sin = (3996,475759 x sin8213’53,67”) : sin45 = 5600 m BP = BA -  = 7746’6,33” + 180 - 5246’6,33” = 205 XP = XB + BP x sinBP = 6366,662266 + 5600 x sin205 = 4000 m YP = YB + BP x cosBP = 9075,323607 + 5600 x cos205 = 4000 m sin : AP = sin : AB  AP = (AB x sin) : sin = (3996,475759 x sin5246’6,33”) : sin45 = 4500 m   A   Bagan metoda perhitungan B P
  • 211.
    211 AP =AB +  = 7746’6,33” + 8213’53,67” = 160 XP = XA + AP x sinAP = 2460,909355 + 4500 x sin160 = 4000 m YP = YA + AP x cosAP = 8228,616794 + 4500 x cos160 = 4000 m
  • 212.
    212 VIII. PENGAMATANMATAHARI Cara pengamatan matahari ini dilakukan apabila di daerah pengukuran hanya ada satu titik trianggulasi, sedangkan untuk pengukuran polygon diperlukan azimuth dari salah satu garis polygon. Untuk mengatasi ini maka diperlukan pengamatan matahari dengan cara sebagai berikut: Alat ukur teodolit berdiri di titik P .Teropong dlam keadaan biasa diarahkan ke matahari (pengukuran I), dengan cara pinggir bayangan matahari ditadah pada kertas putih dan harus menyinggung benang tengah diapragma yang vertical dan horizontal. Pada saat bayangan matahari bagian bawah menyinggung benang tengah diapragma yang horizontal , segera catat pada jam waktu pengukuran, yatu: sekon, menit, dan jam. Selanjutnya baca sudt horizontaldan vertical. Sekarang teropong dibalik (pengukuran II). Setelah pinggir bayangan matahari menyinggung pada benang tengah diapragma, baca jam waktu penunjuk dimulai dari sekon, menit kemudian jam. Selanjutnya baca sudut horizontal dan vertical. Untuk pengukuran ke III, teropong masih dalam luar biasa, kemudian teropong diarahkan ke matahari, dan pembacaannya dilakukan seperti pada pengukuran ke II. Sekarang teropong dibuat seperti pada keadaan biasa, kemudian teropong diarahkan ke matahari (pengukuran IV). Pembacaan selanjutnya seperti di atas. Bagan pengukuran lighat gambar di bawah. Di bawah ini contoh pengukuran matahari untuk penentuan azimuth, yang dilakukan di komplek LIPI daerak Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, pada tanggal 15 Pebruari 1983 lihat tabel. I, II III, IV P Kertas Bagan pengukuran matahari Bagan bayangan matahari dan benang diapragma pada kertas
  • 213.
    213 KURSUS SURVEYORTOPOGRAFI PERTAMBANGAN KEDUDUKAN MATAHARI WAKTU VERIKAL HORISONTAL I. Biasa 07h 44m12s 6412’03” 23735’09” II. Balik 07h 50m15s 29710’27” 5731’57” III. Balik 07h 55m03s 29750’27” 5808’45” IV. Biasa 07h 58m57s 6123’54” 23805’12” Waktu rata-rata 07h 52m16,75s P  Q : Bi = 18939’18” Deklinasi matahari  = -1255’56,1” sin = -0,223798 P  Q : Ba = 939’12” Lintang  = -732’46,762” sin = -0,131329  diberi tanda : Tinggi tempat dpl H = 56,398 m Positif : Utara Negatif: Selatan I II III IV h 2547’57” 2710’27” 2750’27” 2836’06” r -0001’44,2” -0001’38,7” -0001’35,3” -0001’32,1”  1/2d -0016’13,0” -0016’13,0” +0016’13,0” +0016’13,0” h 2529’59,8” 2652’35,3” 2805’04,7” 2850’46,9” sinh 0,43051 0,452068 0,470775 0,482463 cosh 0,902586 0,891983 0,882253 0,875916 -sinh cos 0,056538 0,059369 0,061826 0,063361 sin -0,223798 -0,223798 -0,223798 -0,223798 I -0,167260 -0,164429 -0,161971 -0,160437 II = cosh cos 0,894768 0,884258 0,874612 0,868329 cos(-) = I : II -0,186931 -0,185951 -0,185192 -0,184765  10046’25,4” 10042’59,7” 10040’20,3” 10038’50,8”  1/2d’ -0017’58,2” -0018’11” +0018’23,1” +0018’31,1” Azimut matahari 10028’27,2” 10024’48,7” 10058’43,4” 10057’21,9” Sudut 4755’51” 4752’45” 4829’33” 4825’54” Azimut 5232’36,2” 5232’03,7” 5229’10,4” 5231’27,9” Azimut rata-rata 5231‟19,55” sin = sinh sin + cosh cos cos(-) Diperiksa :………………………….  = Deklinasi Matahari  = Lintang tempat Tanggal : ………………………….. h = Tinggi matahari 1/2d = Diameter bayangan matahari 1/2d’ = 1/2d : cosh Gambar posisi garis P ke Matahari dan ke titik Q Penjelasan perhitungan pada tabel dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Rata-rata waktu pengukuran (wr): P   = -732’47”  = -1255’56,1” Kwadran II Kwadran I Kwadran IV Kwadran III Q
  • 214.
    214 wr =(07h 44m12s + 07h 50m15s + 07h 55m03s + 07h 58m57s) : 4 = 07h 52m16,75s 2. Hitung deklinasi matahari () tanggal 15 Pebruari 1983 pada jam 07h 52m17s Pada tanggal 15-2-1983, jam 07h00m00s  15 = - 1256’40,9” Pada tanggal 16-2-1983, jam 07h00m00s  16 = - 1236’07,5” Selisih deklinasi matahari () dari tanggal 2526 adalah :  = 16 - 15 - 1236’07,5” – (- 1256’40,9”) = 020’33,4” ( perubahan dalam waktu 24 jam Perubahan dalam waktu 1 jam (’) = 020’33,4” :24 = 00’51,39” wr = 07h 52m16,75s Batas pengukuran minimum (wm) = 07h00m00s  15 = - 1256’40,9” Selisih waktu pengukuran (w) = wr – wm = 07h 52m16,75s-07h00m00s= 0h 52m16,75s Deklinasi pengukuran (p) = 15 + w . (’) = - 1256’40,9” + (0h 52m16,75s : 60) . 00’51,39” = - 1256’40,9” + 0000’44,8” = - 1255’56,1” 3. Hitung lintang tempat berdiri alat ukur theodolit pada peta topografi atau kalau sudah ada harga koordinatnya, hitung harga koordinat geografinya. Pada pengukuran ini, tempat berdiri alat telah diketahui harga koordinat dan ketinggiannya dari permukaan air laut, yaitu: X = 3338,569 m; Y = -5122,614 m; HP = 56,398 m Rumus untuk menghitung koordinat geografi sebagai berikut: Lintang utara: ” = (A‟) . X – (C‟) . X . Y; ” = (B‟) . Y + (d‟) . X2 Lintang selatan: ” = (A‟) . X – (C‟) . X . Y; ” = - (B‟) . Y + (D‟) . X2 Karena tempat pengukuran ada pada lembar peta 45/Xli-l, daerah Karangsambung – Kebumen-Jawa Tengah dan koordinat geografi titik pusatnya adalah: 0 = 250’; 0 = -730’; maka tempat pengukuran ada di sebelah selatan equator Pada tabel diketahui: (A’) = 0,0326203 (B’) = 0,0325549 (C’) = 0,0006734. 10-6; (D’) =0,0003360 . 10-6
  • 215.
    215 Lintang selatan:” = (A‟) . X – (C‟) . X . Y; ” = - (B‟) . Y + (D‟) . X2 ” = (A‟) . X – (C‟) . X . Y = 0,0326203 . 3338,569 - 0,0006734. 10-6 . 3338,569 . -5122,614 = 108,905 + 0,011 = 108,916” ’ = 0001’48,916”  = 0 +’ = 250’ + 0001’48,916” = 251’48,916” ” = - (B‟) . Y + (D‟) . X2 = -0,0325549 . -5122,614 - 0,0003360 . 10-6 . 3338,5692 = 166,766 – 0,004 = 166,762” ’ = 0002’46,762”  = 0 +’ =730’ + 0002’46,762” = 732’46,762” (lintang selatan) 4. Hitung hitung sudut vertical dari setiap pengukuran ke matahari (h): h1 = 90 - 6412’03” = 2547’57” hII = 29710’27” - 270 = 2710’27” hIII = 29750’27” - 270 = 2750’27” hIV = 90 - 6123’54” = 2836’06” 5. Hitung refraksi (r) dan diberi tanda negatif (-): Lihat tabel refraksi. a. Untuk sudut vertical (h25) = 25 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’49,2” Untuk sudut vertical (h) = 26 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’43,8” Untuk sudut miring naik (h) = 26 - 25 = 1 maka  (r) = 1’43,8” - 1’49,2” = -5,4” Untuk h1 = 2547’57” dengan H = 0 m Maka  r = 1’49,2” + (2547’57” - 25) x -5,4” = 1’49,2” – 4,3” = 1’44,9” Untuk sudut vertical (h) = 25 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’46,2” Untuk sudut vertical (h) = 26 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’40,8” Untuk sudut miring naik (h) = 26 - 25 = 1 maka  (r) = 1’40,8” - 1’46,2” = -5,4” Untuk hI = 2547’57” dengan H = 250 m
  • 216.
    216 Maka r = 1’46,2” + (2547’57” - 25) x -5,4” = 1’46,2” – 4,3” = 1’41,9” hI = 2547’57”; H = 0 m; r = 1’44,9” hI = 2547’57”; H = 250 m; r = 1’41,9” Untuk hI = 2547’57” dengan H = 56,398 m Maka  rI = 1‟44,9” + (56,398 :250) x (1‟41,9” -1‟44,9”) = 1‟44,9” - 0,7” = 1‟44,2” b. Untuk sudut vertical (h) = 27 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’40,2” Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’34,8” Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 27 = 1 maka  (r) = 1’34,8” - 1’40,2” = -5,4” Untuk h2 = 2710’27” dengan H = 0 m Maka  r = 1’40,2” + (2710’27” - 27) x -5,4” = 1’40,2” – 0,9” = 1’39,3” Untuk sudut vertical (h) = 27 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’37,2” Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’33,0” Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 27 = 1 maka  (r) = 1’33,0” - 1’37,2” = -4,2” Untuk h2 = 2710’27” dengan H = 250 m Maka  r = 1’37,2” + (2710’27” - 27) x -4,2” = 1’37,2” – 0,7” = 1’36,5” h2 = 2710’27” ; H = 0 m; r = 1’39,3” h2 = 2710’27” ; H = 250 m; r = 1’36,5” Untuk h2 = 2710’27” dengan H = 56,398 m Maka  r2 = 1‟39,3” + (56,398 :250) x (1‟36,5” -1‟39,3”) = 1‟39,3” - 0,6” = 1‟38,7” c. Untuk sudut vertical (h) = 27 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’40,2” Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’34,8”
  • 217.
    217 Untuk sudutmiring naik (h) = 28 - 27 = 1 maka  (r) = 1’34,8” - 1’40,2” = -5,4” Untuk h3 = 2750’27” dengan H = 0 m Maka  r = 1’40,2” + (2750’27” - 27) x -5,4” = 1’40,2” – 4,5” = 1’35,7” Untuk sudut vertical (h) = 27 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’37,2” Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’33,0” Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 27 = 1 maka  (r) = 1’33,0” - 1’37,2” = -4,2” Untuk h3 = 2750’27” dengan H = 250 m Maka  r = 1’37,2” + (2710’27” - 27) x -4,2” = 1’37,2” – 3,5” = 1’33,7” h3 = 2750’27” ; H = 0 m; r = 1’35,7” h3 = 2750’27” ; H = 250 m; r = 1’33,7” Untuk h3 = 2750’27” dengan H = 56,398 m Maka  r3 = 1‟35,7” + (56,398 :250) x (1‟33,7” -1‟35,7”) = 1‟35,7” - 2” = 1‟35,3” d. Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’34,8” Untuk sudut vertical (h) = 29 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 0 m, diketahui r = 1’30,9” Untuk sudut miring naik (h) = 29 - 28 = 1 maka  (r) = 1’30,9” - 1’34,8” = -3,9” Untuk h4 = 2836’06” dengan H = 0 m Maka  r = 1’30,9” + (2836’06” - 28) x -3,9” = 1’34,8” – 2,3” = 1’32,5” Untuk sudut vertical (h) = 28 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’33” Untuk sudut vertical (h) = 29 dengan ketinggian tempat di atas permukaan laut (H) = 250 m, diketahui r = 1’29,1” Untuk sudut miring naik (h) = 28 - 29 = 1
  • 218.
    218 maka (r) = 1’29,1” - 1’33” = -3,9” Untuk h4 = 2836’06” dengan H = 250 m Maka  r = 1’33” + (2836’06” - 28) x -3,9” = 1’33” – 2,7” = 1’30,7” h4 = 2836’06” ; H = 0 m; r = 1’32,5” h4 = 2836’06” ; H = 250 m; r = 1’30,7” Untuk h4 = 2836’06” dengan H = 56,398 m Maka  r4 = 1‟32,5” + (56,398 :250) x (1‟30,7” -1‟32,5”) = 1‟32,5” – 0,4” = 1‟32,1” 6. Hitung setengah diameter matahari (1/2d) pada pengukuran I,II, III dan IV Perngukuran bayangan matahari I, II 1/2d III, IV 1/2d 1/2d’ III, IV I, II 1/2d’
  • 219.
    219 Lihat padatabel deklinasi, diketahui 1/2d dari tanggal 15-16 Pebruari: 1/2d = 016’13,0”. Untuk pengukuran I dan II, maka 1/2d = -016’13,0”. Untuk pengukuran III dan IV, maka 1/2d = +016’13,0” Tinggi matahari sebenarnya: a. hI = h1 - 1/2d – r1 = 2547’57”-016’13,0”- 01’44,2” = 2529’59,8”. b. hII = h2 - 1/2d – r2 = 2710’27”-016’13,0”- 01’38,7” = 2652’35,3”. c. hIII = h3 + 1/2d – r3 = 2750’27”+016’13,0”- 01’35,3” = 2805’04,7”. d. hIV = h4 + 1/2d – r4 = 2836’06”+016’13,0”+ 01’35,3” = 2850’46,9” sinhI = sin2529’59,8”. = 0,430510; coshI = cos2529’59,8”. = 0,902586 sinhII = sin2652’35,3”.= 0,452068; coshII = cos2652’35,3”. = 0,891983 sinhIII = sin2805’04,7”.. = 0,470776; coshIII = cos2805’04,7” = 0,902586 sinhIV = sin2850’46,9”.= 0,482463; coshIiV = cos2850’46,9” = 0,875916. -sinhI . sin = - 0,430509 . -0,131329 = 0,056538; sin = -0,223798 -sinhII . sin = - 0,452067 . -0,131329 = 0,059369; sin = -0,223798 -sinhIII . sin = - 0,470776 . -0,131329 = 0,061826; sin = -0,223798 -sinhIV . sin = - 0,482463 . -0,131329 = 0,063361; sin = -0,223798 (II) = -sinhIV . sin + sin = 0,056538 - 0,223798 = -0,167260 (III) =-sinhII . sin + sin = 0,059369 - 0,223798 = -0,164429 (IIII) = -sinhIII . sin + sin = 0,061826 - 0,223798 = -161971 (IIV) = -sinhIV . sin + sin = 0,063361. -0,223798 = -0,160437 (III) = coshI . cos = 0,902586 . 0,991339 = 0,894768 (IIII) = = coshII . cos = 0,891984 . 0,991339 = 0,884258 (IIIII) = coshIII . cos = 0,902586 . 0,991339 = 0,874612 (IIIV) = coshIV . cos = 0,875916 . 0,991339 = 0,868329 cos(-I) = II:/III = -0,167260/0,894768 = -0,186931 cos(-II) = III /IIII = -0,164429/0,884258 = -0,185951 cos(-III) = IIII /IIIII =-161971/ 0,874612 = -0,185192 cos(-IV) = IIV /IIIV = -0,160437/0,868329 = -0,184765 I = 10046’25,4” ;II = 10042’59,7” III = 10040’20,3; IV = 10038’50,8” 1/2d’I = 1/2dI/cosh1 = -017’58,2”; 1/2d’II = 1/2dII/coshII = -018’11”;
  • 220.
    220 1/2d’III =1/2dIII/coshIII = +018’23,1”; 1/2d’IV = 1/2dIV/coshIV =+018’31,1” PM I = I + 1/2d’I = 10046’25,4”-017’58,2” = 10028’27,2” PM II = II +1/2d’II = 10042’59,7”-018’11” = 10024’48,7” PM III = III +1/2d’III = 10040’20,3+018’23,1” = 10058’43,4” PM IV = IV+1/2d’IV = 10038’50,8”+ 018’31,1” = 10057’21,9” I = (PM) – (PQ) = 23735’09”- 18939’18 = 4755’51” 2= (PM) – (PQ) = 5731’57”- 939’12” = 4752’45” 3= (PM) – (PQ) = 5808’45” -939’12”= 4829’33” 4 (PM) – (PQ) = 23805’12”-18939’18” = 4825’54” Azimut dari titik P ke Q : 1. PQ = PMI - I = 10028’27,2” - 4755’51” = 5232’36,2” 3. PQ = PMII - 2 = 10024’48,7” - 4752’45” = 5232’03,7” 4. PQ = PMIII - 3 = 10058’43,4” - 4829’33” = 5229’10,4” 4. PQ = PMIV - 4 = 10057’21,9” - 4825’54” = 5231’27,9” Azimut rata-rata dari titik PQ (PQ) : PQ = (5232’36,2” +5232’03,7”+5229’10,4”+5231’27,9”)/4 = 5231’19,55” P  Kwadran II Kwadran I Kwadran IV Kwadran III Q U PQ Gambar bagan azimuth garis PQ (azimuth awal pengukuran)
  • 221.
    221 DEKLINASI MATAHARIPEBRUARI 1983 Tanggal Waktu jam Ind. Bar 7.00 Ind. Tng 8.00 Ind. Tim. 9.00 Perubahan tiap jam Waktu jam Ind. Bar 15.00 Ind. Tng 16.00 Ind. Tim. 17.00 Perubahan tiap jam Setengah dimeter matahari (1/2d) Paralak mendatar 1. -1719’14,3” + 42,4” -1713’36,7” +42,7” 16’15,5” 8,9” 2. -1702’15,5” +43,2” -1656’31,8” +43,5” 16’15,4” 8,9” 3 -1644’58,6” +43,9” -1639’09,1” +44,2” 16’15,2” 8,9” 4 -1627’24,2” +44,7” -1621’28,9” +44,9” 16’15,1” 8,9” 5. -1609’32,5” +45,4” -1603’31,6” +45,7” 16’14,9” 8,9” 6. -1551’24,1” +46,0” -1545’17,6” +46,1” 16’14,8” 8,9” 7. -1532’59,2” +46,7” -1526’47,3” +46,9” 16’14,6” 8,9” 8. .1514’18,4” +47,3” -1508’01,3” +47,6” 16’14,2” 8,9” 9. .1455’22,1” +48,0” -1448’59,9” +48,2” 16’14,1” 8,9” 10. .1436’10,6” +48,6” -1429’43,4” +48,8” 16’13,9” 8,9” 11. .1416’44,4” +49,2” -1410’12,4” +49,4” 16’13,7” 8,9” 12. .1357’05,9” +49,8” -1350’27,2” +50,0” 16’13,5” 8,9” 13. .1337’09,5” +50,3” -1330’28,3” +50,9” 16’13,3” 8,9” 14. -1317’01,6” +50,9” -1310’16,2” +51,0” 16’13,2” 8,9” 15. -1256’40,9” +51,4” -1249’51,2” +51,6” 16’13,0” 8,9” 16. -1236’07,5” +51,9” -1229’13,7” +52,1” 16’12,8” 8,9” 17. -1215’22,0” +52,4” -120824,2” +52,5” 16’12,8” 8,9” 18. -1154’24,8” +52,9” -1147’23,2” +53,0” 16’12,6” 8,9” 19. -1133’16,3” +53,3” -1126’11,0” +53,5” 16’12,4” 8,9” 20. -1111’56,9” +53,7” -1104’48,1” +53,9” 16’12,2” 8,9” 21. -1050’27,1” +54,2” -1043’14,9” +54,3” 16’12,0” 8,9” 22. -1028’47,2” +54,6” -1021’31,7” +54,7” 16’11,8” 8,9” 23. -1006’57,8” +54,9” -0959’39,3” +55,1” 16’11,5” 8,9” 24. -0944’59,3” +55,3” -0937’37,8” +55,4” 16’11,3” 8,9” 25. -0922’52,0” +55,7” -0915’27,6” +55,8” 16’11,1” 8,9” 26. -0900’36,3” +56,0” -0853’09,2” +56,1” 16’10,9” 8,9” 27. -0838’12,6” +56,3” -0830’43,0” +56,4” 16’10,6” 8,9” 28. -0815’41,4” +56,6” -0808’09,3” +56,7” 16’110,4” 8,9” 29.
  • 222.
    222 Koreksi refraksidan parallaks mendatar seksama untuk tinggi matahari menurut L.P.I van der Tas Tinggi matahari yang diukur Harga-harga yang harus dikurangkan untuk tempat-tempat yang tingginya: 0 m 250 m 500 m 750 m 1000 m 1000’ 4‟52,8” 4‟46,2” 4’40,2” 4’33,0” 4’27,0” 20’ 4‟43,8” 4‟37,2” 4‟31,2” 4‟24,0” 4‟18,0” 40’ 4‟34,8” 4‟28,8” 4‟22,2” 4‟16,2” 4‟10,2” 1100’ 4‟27,0” 4‟19,8” 4‟13,8” 4‟07,8” 4‟01,8” 20’ 4‟19,2” 4‟13,2” 4‟07,2” 4‟01,2” 3‟55,2” 40’ 4‟12,0” 4‟04,8” 4‟00,0” 3‟54,0” 3‟48,0” 1200’ 4‟04,8” 3‟58,8” 3‟52,8” 3‟46,8” 3‟42,0” 30’ 3‟55,2” 3‟49,2” 3‟43,8” 3‟37,8” 3‟33,0” 1300’ 3‟45,0” 3‟40,2” 3‟34,2” 3‟28,8” 3‟24,0” 30’ 3‟37,2” 3‟31,2” 3‟25,8” 3‟21,0” 3‟16,2” 1400’ 3‟28,8” 3‟22,8” 3‟18,0” 3‟13,8” 3‟09,0” 30’ 3‟21,0” 3‟16,2” 3‟10,8” 3‟07,2” 3‟01,8” 1500’ 3‟13,8” 3‟09,0” 3‟04,2” 3‟00,0” 2‟55,9” 30’ 3‟07,2” 3‟03,0” 2‟58,2” 2‟54,0” 2‟49,8” 1600’ 3‟01,2” 2‟55,8” 2‟52,2” 2‟48,0” 2‟43,8” 30’ 2‟55,2” 2‟51,0” 2‟46,8” 2‟43,2” 2‟39,0” 1700’ 2‟49,8” 2‟45,0” 2‟40,8” 2‟37,8” 2‟34,2” 1800’ 2‟39,0” 2‟34,8” 2‟31,2” 2‟28,2” 2‟24,0” 1900’ 2‟30,0” 2‟25,8” 2‟22,8” 2‟19,2” 2‟16,2” 2000’ 2‟21,0” 2‟18,0” 2‟15,0” 2‟10,8” 2‟07,8” 2100’ 2‟13,8” 2‟10,8” 2‟07,2” 2‟04,2” 2‟01,2” 2200’ 2‟07,2” 2‟03,2” 2‟01,2” 1‟58,2” 1‟55,2” 2300’ 2‟01,2” 1‟58,2” 1‟55,2” 1‟52,2” 1‟49,8” 2400’ 1‟55,2” 1‟52,2” 1‟49,2” 1‟46,2” 1‟43,8” 2500’ 1‟49,2” 1‟46,2” 1‟43,8” 1‟40,8” 1‟39,0” 2600’ 1‟43,8” 1‟40,8” 1‟39,0” 1‟36,0” 1‟34,2” 2700’ 1‟40,2” 1‟37,2” 1‟34,8” 1‟31,8” 1‟30,0” 2800’ 1‟34,8” 1‟33,0” 1‟30,0” 1‟28,2” 1‟25,8” 3000’ 1‟27,0” 1‟25,2” 1‟22,8” 1‟21,0” 1‟19,2” 3200’ 1‟19,8” 1‟18,0 1‟16,0” 1‟13,8” 1‟12,0” 3400’ 1‟13,8” 1‟12,0” 1‟10,2” 1‟07,8” 1‟07,2” 3600’ 1‟07,8” 1‟07,2” 1‟04,8 1‟03,0” 1‟01,2” 3800’ 1‟03,0” 1‟01,8” 1‟00,0” 1‟00,0” 0‟57,0” 4000’ 1‟13,8” 0‟57,0” 0‟55,2” 0‟58,2” 0‟52,0”
  • 223.
    223 IX. PERHITUNGANLUAS DAN VOLUME 1. Perhitungan Luas Cara Simpson 1. 1. Cara 1/3 Simpson (2 bagian dianggap satu set). Apabila batasnya merupakan lengkung yang merata perhitungannya dianggap sebagai parabola. Luas A1 = (Trapesium abcd + Parabola ced) = 2l x (y0 + y2)/2 + 2/3 (y1 – (y0 + y2)/2) x 2l = l x (y0 + y2) +2/3 x (2y1 – y0 - y2) x l = (3l x (y0 + y2) +2l x (2y1 – y0 - y2))/3 = (l x (3y0 + 3y2) + l x (4y1 – 2y0 - 2y2))/3 = l/3 (3y0 + 3y2 + 4y1 – 2y0 – 2y2) = l/3 (y0 + 4y1 + y2 ) Contoh. Diketahui : y0 = 4 m; y2 = 6 m; l = 5 m Ditanyakan : Luas A1 Penyelesaian: Y1 = 1/2x (y0 + y2) = ½ x ( 4 + 6) = 5 m Luas A1 = (Trapesium abcd + Parabola ced) = 2l x (y0 + y2)/2 + 2/3 x y1 – (y0 + y2)/2x 2l = l x (y0 + y2) +2/3 x (2y1 – y0 - y2) x l = 3 x l x (y0 + y2)/3 +2/3l x (2y1 – y0 - y2) = 1/3 x l x ((3y0 + 3y2) + l x (4y1 – 2y0 - 2y2))/3 = l/3 x l x (3y0 + 3y2 + 4y1 – 2y0 – 2y2) a b c l d l A1 e Y0 Y1 Y2 Gambar cara 1/3 Simpson
  • 224.
    224 = l/3x l x (y0 + 4y1 + y2 ) = 1/3 x 5 x (4 + 4 x 5 + 6) = 50 m2 1. 2. Cara 3/8 simpson (3 bagian dianggap satu set) A = (Trapesium abcd) + (Parabola dfc) = 3 x l x (y0 + y3)/2 + 3/4 x (y1 + y2)/2 – (y0 + y3)/2x 3l = 3/2 x l x (y0 + y3) + 3/8 x l x (3y1 + 3y2 – 3y0 – 3y3) = 3/8 x l x 4(y0 + y3) + 3/8 x l x (3y1 + 3y2) – 3y0 - 3y3) = 3/8 x l x (4y0 + 4y3) + 3/8 l x (3y1 + 3y2 – 3y0 - 3y3) = 3/8 x l x (4y0 + 4y3 + 3y1 + 3y2 – 3y0 - 3y3) = 3/8 x l x (y0 + y3 + 3y1 + 3y2 ) a b c l d l A1 e Y0 Y1 Y2 Gambar cara 1/3 Simpson l a b e l l A d f c Y0 Y1 Y2 Y3 Gambar cara 3/8 Simson
  • 225.
    225 Contoh. Diketahui:l =3 m; y0 = 4 m; y1 = 5 m; y2 =6 m; y3 = 4,5 m Ditanyakan luas A Penyelesaian: A = 3/8 x l x (y0 + y3 + 3y1 + 3y2 ) = 3/8 x 3 x (4 + 4,5 + 3 x 5 + 3 x 6 ) = 9/8 x (8,5 + 15 + 18 ) = 9/8 x 41,5 = 46,6875 m2 2. Perhitungan luas dengan koordinat Diketahui harga koordinat titik: XA = 3000,000 m; YA = 3000,000 m XB = 3051,070 m; YB = 3029,489 m XC = 3147,385 m; YC = 3003,662 m XD = 3126,661 m; YD = 2886,384 m XE = 3058,116 m; YE = 2846,850 m Dari data tersebut di atas hitung luasnya: Penyelesaian: Penyelesaian dan perhitungannya lihat tabel di bawah. Tabel perhitungan luas Titik X Y X Yn+1 Yn+1 X A B C D E A 3000,000 3051,070 3147,385 3126,661 3058,116 3000,000 3000,000 3029,489 3003,662 2886,384 2846,850 3000,000 9088467,000 9164383,018 9084561,706 8901134,868 9174348,000 9153210,000 9534968,236 9391432,833 8826897,093 8540550,000 45412894,590 2L= L= 45447058,160 45412894,590 34163,572 17081,786 Luas ABCDE = 17081,786 m2
  • 226.
    226 PETA SITUASITANAH 3. PERHITUNGAN LUAS DENGAN PLANIMETER Perhitungan luas dengan planimeter ini, dilakukan pada peta yang sudah ada dengan bentuk batas wilayah yang tidak teratur, seperti pada gambar di bawah. Gambar batas tanah tidak teratur
  • 227.
    227 Alat PlanimeterKonvensional Gambar Alat Planimeter Konvensional
  • 228.
    228 Pada bukupetunjuk planimeter, tercantum daftar skala, harga satu satuan nonius, panjang penyetelan stang kutub penggerak, dan harga satuan nonius di lapangan. Lihat tabel berikut : Skala Stang (mm) Satuan nonius Lapangan ( m2) Peta (mm2) 1:1000 1:200 1:1500 1:500 1:250 1:400 1:000 1 : 500 149,2 149,2 130,6 116 116 86,8 65,8 48,6 10 0,4 20 2 0,5 1 5 1 10 10 8,8 8 8 6,25 5 1 Tabel . Planimeter konvensional Cara menggunakan alat planimeter sebagai berikut : 1. Tentukan dahulu skala peta yang akan dihitung 2. Tentukan panjang stang planimeter 3. Tentukan harga satu satuan nonius 4. Siapkan peta yang akan dihitung luasnya, serta pasang pada meja yang rata 5. Pasang alat planimeter di atas peta yang akan dihitung luasnya, dengan kedudukan jarum ada di tengah-tengah peta serta stang kutub dan stang penggerak kedudukannya kurang lebih 90º (llihat gambar bagan) 6. Setelah itu jarum lyang ada pada roda dipasang pada batas areal dan catat harga satu satuan nonius yang ada pada tromol roda angka satuan nonius 7. Kemudian jarum diputar mengelilingi batas areal ke kanan atau ke kiri sampai kembali ke titik asal, titik awal menjadi titik akhir. 8. Selisih pembacaan akhir dikurangi pembacaan awal dikalikan harga satu satuan nonius adalah luas peta.
  • 229.
    229 Gambar baganplanimeter Contoh perhitungan : Diketahui : Skala peta 1 : 1000 Harga satu satuan nonius 10 mm2 di peta = 10 m2 di lapangan Pada permulaan pengukuran angka pada tromol tercatat 0 satu satuan nonius,dan titik pengukur tepat pada titik A , lihat gambar di bawah. Setelah diputar dan kembali ke titik awal tercatat 1156 satu satuan nonius. Selisih pembacaan akhir – pembacaan awal = 1156 – 0 = 1156 satu satuan nonius, maka luas peta adalah : L = 1156 x 10mm2 = 11560 mm2 di peta L = 11560 x 10m2 = 11560 m 2 di lapangan º Batang penggerak Stang kutub Titik pengukur Kotak pencatat
  • 230.
    230 Gambar petasituasi tanah dengan batas tidak teratur A  Skala 1:1000
  • 231.
    231 Dalam pelaksanaanpekerjaan ini tentunya ada kesalahan-kesalahan. Toleransi kesalahan maksimum yang diperbolehkan pada pengukuran luas dengan menggunakan angka-angka yang diukur pada lapangan adalah : Untuk lapangan yang mudah : f1 = 0,2 L + 0,0003 L Untuk lapangan yang sedang : f2 = 0,25 L + 0,00045 L Untuk lapangan yang sukar : f3 = 0,3 L + 0,0006 L Kesalahan maksimum dengan cara grafis berlaku rumus : F4 = 0,0004 S L + 0,0003 L S = Skala Peta Tabel toleransi kesalahan L dalam ha f1m f 2 m f 3 m F4 1:500 f 4 1:1000 F4 1 :2500 0,01 0,05 0,20 1,00 10,00 2 4 10 23 93 2 6 12 30 124 3 7 14 36 155 2 4 10 23 93 4 9 18 43 156 10 22 45 103 346 Sumber : Soetomo Wongsotjiro, Ilmu Ukur Tanah, Jakarta : Swadaya, thn 1974. Contoh : f1 = 0,2 (L)1/2 + (0,0003 L) dalam hektar  0,01 hektar = 100m2 Kesalahan yang diperbolehkan (f1 = 0,2 (L)1/2 + (0,0003 L) = 0,2 (100)1/2 + (0,0003 . 100) = 2m Ternyata pada tabel untuk menghitung luas peta, skala yang tercantum hanya dari 1: 200  1 : 1500. Kalau sekiranya peta yang akan dihitung luasnya lebih kecil dari skala 1 : 1500, maka perlu dicari harga satuan noniusnya untuk peta yang akan dihitung luasnya Contoh : Umpama skala peta 1:10.000 akan dihitung luasnya dengan mempergunakan skala 1 : 1000. Penyelesaian perhitungan :
  • 232.
    232 V =(s2 / S2) x 10m2 = (100002 / 10002) x 10 m2 =1000 m2 Keterangan: V = Harga satu satuan nonius skala peta 1:10000 s = Skala peta 1:10000 S = Skala peta 1:1000 Untuk peta yang tercantum di bawah ini ukurannya di atas peta 5 cmx 5 cm = 25 cm2 = luas di peta. Gambar batas situasi suatu daerah dalam peta 1 cm2 di peta untuk skala 1:1000 = 100 m2 di lapangan 25 cm2 di peta untuk skala 1:1000 = 25 x 100 m2 = 2500 m2 lapangan 1 cm2 di peta untuk skala 1:10000 = 10000 m2 di lapangan 25 cm2 di peta untuk skala 1:10000 = 25 x 10000 m2 = 250000 m2 lapangan Kalau dihitung dengan satu satuan nonius = 250000/1000 x satu satuan nonius = 250 satu satuan nonius. Peta 1 : 10000 5 cm 5 cm 5 cm 5 cm
  • 233.
    233 4. PERHITUNGANVOLUME 4. 1. Perhitungan volume berdasarkan kotak-kotak empat persegi panjang 1 Luas kotak = 10 m2 Angka 1,35; 1,20; 1,40 m………adalah beda tinggi terhadap titik tertentu. Ta= (1,35+1,20+1,25+1,30):4 =1,275 m Tb = (1,20+1,40+1,50+1,30):4 =1,350 m Tc = (1,40+1,50+1,40+1,50):4 =1,450 m Td = (1,25+1,30+1,50+1,40):4 =1,3625 m Te = (1,30+1,50+1,60+1,50):4 =1,475 m T =6,9125 m V = 10 x 6,9125 = 69,125 m3 h1 = 1,35+1,1,50+1,40+1,60+1,40 = 7,25 h2 = 1,2+1,40+1,50+1,25 = 5,35 h3 = 1,50 = 1,50 h4 = 1,30 = 1,30 V = 10/4(7,25 +2.5,35+3.1,50+4,1,30) = 69,125 m3 Rumus umum: V = 10/4(j1h1+2k1h2+3l1h3+4m1h4) 1,25 1,40 1,20 1,35 1,50 1,40 1,60 1,50 1,40 1,30 1,50 2 2 1 b 1 1 1 4 2 3 a 2 d e c
  • 234.
    234 4.2. PERHITUNGANVOLUME BERDASARKAN GARIS TINGGI MORFOLOGI SITUASI TANAH 6 5 4 3 2 1 Gambar kontur berbentuk lingkaran Keterangan: Diameter 1 = 21 m Diameter 2 = 35 m Diameter 3 = 42 m Diameter 4 = 56 m Diameter 5 = 63 m Diameter 6 = 70 m Interval kontur a 10 m Perhitungan volumenya dapat dilakukan dengan metoda: a. Volume rata-rata luas antara dua kontur V1 = ½(L1+L2)xh = ½ (346,5+962,5) x 10 m = 6545,0 m3 V2 = ½(L2+L3)xh = ½ (962,5+1386) x 10 m = 11742,5 m3 V3 = ½(L3+L4)xh = ½ (1386+2464) x 10 m = 19250,0 m3 V4 = ½(L4+L5)xh = ½ (2464+3118,5) x 10 m = 27912,5 m3 V5 = ½(L5+L6)xh = ½ (3118,5+3850) x 10 m = 34842,5 m3 V = 100292,5 m3
  • 235.
    235 b. Volumeperbedaan antara luas dua kontur terhadap ketinggian dasar V1 = L1x 5h = 17325,0 m3 V2 = (L2-L1) x (4h + 1/2h) = 27720,0 m3 V3 = (L3-L2) x (3h + 1/2h) = 14822,5 m3 V4 = (L4-L3) x (2h + 1/2h) = 26950,0 m3 V5 = (L5-L4) x (1h + 1/2h) = 9817,5 m3 V6 = (L6-L5) x 1/2h = 3657,5 m3 V =100292,5 m3 L1 = ¼ D12 = ¼ x  x 212 = 346,5 m2 L2 = ¼ D22 = ¼ x  x 352 = 962,5 m2 150 140 120 100 110 130 B A PENAMPANG A - B 2 3 1 4 6 5 Gambar kontur berbentuk lingkaran
  • 236.
    236 L3 =¼ D32 = ¼ x  x 422 = 1386,0 m2 L4 = ¼ D42 = ¼ x  x 562 = 2464,0 m2 L5 = ¼ D52 = ¼ x  x 632 = 3118,5 m2 L6 = ¼ D62 = ¼ x  x 702 = 3850,0 m2 Untuk menghitung volume jangan sekali-kali luas paling atas ditambah luas paling bawah dibagi dua dikalikan tingginya; karena bisa salah kalau sekiranya lereng tanah tidak kontinyu. Contoh: ½ (L1+L6) x 5h = ½ x (346,5+3850) x 50 = 104912,5 m3 150 140 120 100 110 130 B A PENAMPANG A - B 5 4 6 3 2 1 Gambar kontur berbentuk lingkaran
  • 237.
    237 X. TRANSFORMASIKOORDINAT 1. Transformasi Toposentrik Proyeksi Polyeder Transformasi dari koordinat kartesian ke koordinat geografi Lintang Utara ” = (A’) X + (C’) XY ” = (B’) Y - (D’) X2 Lintang Selatan ” = (A’) X - (C’) XY ” = - (B’) Y - (D’) X2 Diketahui : XP = -2316,7954 m XP = -3755,2012 m Lembar Peta 39/XXXIX Lintang Selatan ” = (A’) X - (C’) XY ” = - (B’) Y - (D’) X2 lo = 0o50’ ; qo = 6o50’ LS Untuk qo = 6o50’ LS, pada tabel harga : (A’) = 0,0325730 (B’) = 0,0325558 (C’) = 0,0006120 . 10-6 (D’) = 0,0003059 . 10-6 ” = (A’) X - (C’) XY = 0,0325730 . –2316,7954 = -75,4649 -0,0006120 . 10-6 . –2316,7954 . –3755,2012 = -0,0053 ” = -75,4702”  = -1’15,4” l = lo +  = 0o50’ – 1’15,4702” = 0o48’44,53” ” = -(B’) Y – (D’) X2 = -0,0325558 . –3755,2012 = 122,2536 = -0,0003059 . 10-6 . (-2316,7954)2 = - 0,0016 ” = 122,252”  = 2’2,252”
  • 238.
    238 q =qo +  = 6o50’ + 2’2,252” = 6o52’2,252” LS 2. Transformsi dari Koordinat Geografi ke Koordinat Kartesian Lintang utara: X = (A) - (C)  Y = (B) + (D)2 + (1) (D)2 + (2)3 Lintang selatan: X = (A) - (C) Y = - (B) - (D)2 – (1) (D)2 – (2)3 Lembar peta 39/XXXIX lo = 0o50’ ; qo = 6o50’ l = 0o48’44,53” ; q = 6o52’2,252” (A) = 30,700314 ; (B) = 30,716486 (C) = 0,17719 . 10-4 ; (D) = 0,08855 . 10-4 (1) = 0,019907 ; (2) = 0,000122 . 10-6 X = (A)  - (C) . Y = -(B)  - (D) 2 – (1) (D) 2 – (2) 3 ” = l – lo = 0o48’44,53” – 0o50’ = -0o1’15,47” = -75,47” ” = q – qo = 6o52’2,252” – 6o50’ = 2’2,252” = 122,252” X = 30,7003`4 . (-75,47) -0,17719 . 10-4 . (-75,47) . 122,252 = -2316,789 m Y = -30,716486 . 122,252 – 0,08855 . 10-4 . (75,47)2 -0,019907 . 0,08855 . 10-4 . 122,2522 -0,000122 . 10-6 . 122,2523 = -3755,2051 m
  • 239.
    239 Tabel perhitungankoordinat polyeder dari koordinat geografi Qo (A) (B) (C) x 10 4 (D) x 10 4 0o 10’ 30’ 50’ 30,918364 30,917324 30,915246 30,712135 30,712156 30,712197 0,00433 0,01299 0,02166 0,00218 0,00654 0,01090 1o 10’ 30’ 50’ 30,912127 30,907969 30,902773 30,712260 30,712343 30,712447 0,03032 0,03898 0,04764 0,01526 0,01961 0,02397 2o 10’ 30’ 50’ 30,896537 30,889262 30,880949 30,712572 30,712717 30,712883 0,05269 0,06495 0,07360 0,02832 0,03266 0,03700 3o 10’ 30’ 50’ 30,871593 30,861209 30,849781 30,713071 30,713279 30,713506 0,08225 0,09090 0,09955 0,04134 0,04567 0,05000 4o 10’ 30’ 50’ 30,837318 30,823816 30,809278 30,713756 30,714026 30,714315 0,10819 0,11683 0,12546 0,05431 0,05862 0,06293 5o 10’ 30’ 50’ 30,793704 30,777095 30,759450 30,714626 30,714957 30,715309 0,13410 0,14272 0,15135 0,06722 0,07151 0,07578 6o 10’ 30’ 50’ 30,740772 30,721059 30,700314 30,715681 30,716073 30,716486 0,15996 0,16587 0,17719 0,08005 0,08430 0,08855 7o 10’ 30’ 50’ 30,678535 30,655725 30,631885 30,716919 30,717372 30,717845 0,18578 0,19438 0,20297 0,09278 0,09700 0,10120 8o 10’ 30’ 50’ 30,607012 30,581111 30,554181 30,718338 30,718851 30,719384 0,21155 0,22013 0,22870 0,10540 0,10957 0,11374 9o 10’ 30’ 50’ 30,526223 30,497238 30,467227 30,719937 30,721103 30,721103 0,23726 0,24582 0,25437 0,11788 0,12201 0,12713 (1) = 0,019907 (2) x 106 = 0,000122
  • 240.
    240 Tabel perhitungankoordinat geografi dari koordinat polyeder Qo (A) (B) (C) x 10 6 (D) x 10 6 0o 10’ 30’ 50’ 0,0323432 0,0323443 0,0323465 0,0325604 0,0325604 0,0325603 0,0000148 0,0000443 0,0000738 0,0000074 0,0000223 0,0000371 1o 10’ 30’ 50’ 0,0323498 0,0323541 0,0323596 0,0325603 0,0325602 0,0325601 0,0001033 0,0001328 0,0001624 0,0000520 0,0000668 0,0000817 2o 10’ 30’ 50’ 0,0323661 0,0323737 0,0323824 0,0325600 0,0325598 0,0325596 0,0001920 0,0002216 0,0002513 0,0000966 0,0001115 0,0001263 3o 10’ 30’ 50’ 0,0323922 0,0324031 0,0324151 0,0325594 0,0325592 0,0325590 0,0002810 0,0003106 0,0003406 0,0001412 0,0001561 0,0001710 4o 10’ 30’ 50’ 0,0324282 0,0324424 0,0324578 0,0325587 0,0325584 0,0325581 0,0003704 0,0004004 0,0004303 0,0001860 0,0002009 0,0002153 5o 10’ 30’ 50’ 0,0324748 0,0324917 0,0325103 0,0325578 0,0325574 0,0325571 0,0004604 0,0004906 0,0005208 0,0002308 0,0002458 0,0002608 6o 10’ 30’ 50’ 0,0325201 0,0325510 0,0325730 0,0325567 0,0325562 0,0325558 0,0005511 0,0005815 0,0006120 0,0002758 0,0002908 0,0003059 7o 10’ 30’ 50’ 0,0325961 0,0326203 0,0326457 0,0325553 0,0325549 0,0325544 0,0006426 0,0006734 0,0007042 0,0003209 0,0003360 0,0003511 8o 10’ 30’ 50’ 0,0326723 0,0326999 0,0327287 0,0325538 0,0325533 0,0325527 0,0007352 0,0007662 0,0007975 0,0003662 0,0003814 0,0003966 9 10’ 30’ 50’ 0,0327587 0,0327899 0,0328222 0,0325522 0,0325515 0,0325509 0,0008288 0,0008603 0,0008920 0,0004118 0,0003270 0,0004423
  • 241.
    241 Proyeksi UniverseTransverseMercator 1. Transformasi Dari Koordinat Geografi Ke Koordinat Kartesian A. BESSEL : a = 6377397 ; b= 6356079 ; ko = 0,9996 = 107 37’ 12,32” = 6’52’ 02,252” h= 702,7603 0= 105; cm=500000 m =  - 0 = 10737’12,32” - 105 = 237’12,32” e2= (a2 - b2):a2= 6,674312317-03 e12=(a2 - b2):b2= 6,719158076-03 n = (a - b):(a + b) = 1,674169724-03 v = a: (1- e2 sin2 ) 1/2 = 6377701,296 = 652’02,252” = 412,0375333’ 0 = 412,0375333. 0,000290888208666 = 0,119856774 A’= a1-n+(5/4)(n2 - n3) + (81/64) (n4 - n5) + ...  = 6366742,461 B’= (3/2) a n - n2 + (7/8) ( n3-n4) + (55/64) n5  = 15988,4944 C’= (15/16) a n2 - n3+(3/4) (n4- n5 ) = 16,72965248 D’= (35/48) a n3 - n4 + (11/16) n5  = 0,021784212 E’= (315/512 ) a n4 - n5  = 3,077189835-05 “ = 2 37’ 12, 32” = 9432,32” p = 0,0001. “= 0,0001 . 9432,32” = 0,943232 P2 = 0,889686605; P3 = 0,839180876 P4 = 0,791542256 S = A’0 - B’Sin 2 + C’ Sin 4 - D’ Sin 6 + E’ Sin 8 = 759308,8536 (I) = S ko = 759005,13 (II) = v Sin  Cos  Sin2 1” . ko . 108 : 2 = 889,4177114 (III) = Sin4 1”v Sin  Cos3 (5-tg2 +9e’2 Cos2 + 4e’4 Cos4) ko.1016 : 24 = 0,866374213
  • 242.
    242 A6 =p6. Sin6 1” v Sin  Cos  (61-58tg2  + tg4  + 270e’2 Cos2  - 330 e’2 Sin2  ko.1024 :720 = 5,7823632-04 B5 = p5 Sin 51 “ v Cos5  (5-18tg2 +tg4 14e’2 Cos2 - 58 e’2 Sin2  ) ko.1020 : 120 = 0,049460002 (IV) = v Cos  Sin1” ko.104 = 306858,6193 (V) = Sin3 1”v Cos3  (1-tg2  +e’2 Cos2  ) ko.1012 : 6 = 117,5564676 N = (I) + (II) p2 + (III) p4 + A6 = 759797,643 m  Selatan N = 9240202,357 m E = 500000 + (IV) p + (V) p3 + B5 = 789537, 577 m B. WGS‟84 : a = 6378137 ; b = 635752,314 ; ko = 0,9996 = 107 37’ 12,32” = 6’52’ 02,252” h= 702,7603 0= 105; cm=500000 m =  - 0 = 10737’12,32” - 105 = 237’12,32” e2= (a2 - b2):a2 = 6,694380061-03 e12=(a2 - b2):b2= 6,739496814-03 n = (a - b):(a + b) = 1,679220406-03 v = a: (1- e2 sin2 ) 1/2 = 6378442,246 = 652’02,252” = 412,0375333’ 0 = 412,0375333. 0,000290888208666 = 0,119856774 A’= a1-n+(5/4) (n2 - n3) + (81/64) (n4 - n5) + ...  = 6367449,146 B’= (3/2) a n - n2 + (7/8) ( n3-n4) + (55/64) n5  = 16038,50891 C’= (15/16) a n2 - n3+(3/4) (n4- n5 ) = 16,83261371 D’= (35/48) a n3 - n4 + (11/16) n5  = 0,022020393 E’= (315/512) a n4 - n5  = 3,12001982-05 “ = 2 37’ 12, 32” = 9432,32”= 9432,32” p = 0,0001. “= 0,0001 . 9432,32” = 0,943232
  • 243.
    243 p2 =0,889686605; P3 = 0,839180876 p4 = 0,791542256 S = A’0 - B’Sin 2 + C’ Sin 4 - D’ Sin 6 + E’ Sin 8 = 759381,7275 (I) = S ko = 759077,9748 (II) = v Sin  Cos  Sin2 1” . ko . 108 : 2 = 889,5210424 (III) = Sin4 1”v Sin  Cos3 (5-tg2 +9e’2 Cos2 + 4e’4 Cos4) ko.1016 : 24 = 0,8665606037 A6 = p6. Sin61 ” v Sin  Cos5  (61-58tg2  + tg4  + 270e’2 Cos2  e’2 Sin2 ) ko.1024 :720 = 5,783254826-04 B5 = p5 Sin 51 “v Cos5  (5-18tg2 +tg4 14e’2 Cos2 - 58 e’2 Sin2  ) ko.1020 : 120 = 0,049468452 (IV) = v Cos  Sin1” ko.104 = 306894,2696 (V) = Sin3 1” v Cos3  (1-tg2  +e’2 Cos2  ) ko.1012 :6 = 117,5725009 N = (I) + (II) p2 + (III) p4 + A6 = 759870,599 Selatan N = 9240129,401 m E = 500000 + (IV) p + (V) p3 + B5 =789571,210 m
  • 244.
    244 2. Transformasidari Koordinat Kartesian ke Koordinat Geografi Diketahui : X = 789537,577 m; Y = 759797,643 m Zone 48 M BESSEL 1841: a = 6377397,155 m; b = 6356079 m Ditanyakan : ,  Tentukan : e2 = (a2 – b2) : a2 = (6377397,1552 – 63560792) : 6377397,1552 = 6,674360602-03 e1 = (a2 – b2) : b2 = (6377397,1552 – 63560792) : 63560792 = 6,719207012-03 ko = 0,9996; q = 10-6 . (789537,577 – 500000) = 0,289537577 500000 = ( harga sentral meredian) Rumus untuk mencari  dan  : (VII) = tg’. (1+e1.cos2’).1012 : (2.v2.sin1”.ko2) (VIII) = tg’.1024.(5+3.tg2+6.e12.cos2’-6.e1.sin2’-3.e14.cos4-9.e14.cos2’.sin2 24.v4.sin1”ko4 (IX) = sec’.106 : (v.sin1”.ko (X) = sec’.1018. (1+2.tg2’+e12.cos2’) : (6.v3.sin1”.ko3) D6 = q6.tg’.1036.(61+90.tg2’+45tg4’+107.e12.cos2’-162.e12.sin2’ -45.e12 .tg2’sin2’) : (720.v6.sin1”.ko6) E5 = q5.sec’.1030.(5+28.tg2’+24.tg4’+6.e12cos2’+8.e12.sin2’) : (120.v5.sin1”.ko5)  = ’ – (VII)q2 + (VIII)q4 – D6 ;  = q(IX) – (X)q2 + E5 Untuk mencari ’ perlu diketahui harga (I) seperti yang telah diterangkan untuk mencar harga koordinat. Sebagai perkiraan dapat dilakukan sebagai berikut: Cari jari-jari kelengkungan meredian (M), dengan  = 0 M = a2b2 : (a2cos2 + b2sin2)3/2 = 6377397,1552.63560792 : (6377397,1552.cos2 + 63560792sin2)3/2 = 6377397,1552.63560792 : (6377397,1552.cos0 + 63560792sin20)3/2 = 6334832,108 m Keliling lingkaran = 2M = 39802924,02 m = 360 1 = 110563,6778 m
  • 245.
    245 Telah diketahuiY = 759797,643 m ’ perkiraan = (759797,643 : 110563,6778).1 = 652’19,33” ’ perkiraan ini terletak antara 652’ dan 653’ Untuk 652’  (I) = 758936,504 m Untuk 653’  (I) = 760778,759 m 1’ (I) =1842,255 m Untuk Y = 759797,643 m  ’ = 652’ + (759797,643-758936,504):1842,255.1’ = 652’28,05” ( ’ ini akan menjadi acuan hitungan). v = a : (1-e2sin2’)1/2 = 6377397,155 : (1-6,674360602-03sin2652’28,05”)1/2 = 6377702,085 m Sekarang ’ telah diktahui yaitu : ’ = 652’28,05” (VII) = tg’. (1+e1.cos2’).1012 : (2.v2.sin1”.ko2) = 307,9553851 (VII)q2 =25,81654218” (VIII) = tg’.1024.(5+3.tg2+6.e12.cos2’-6.e1.sin2’-3.e14.cos4-9.e14.cos2’.sin2 24.v4.sin1”.ko4 = 3,18820892 (VIII)q4 = 0,022406153” (IX) = sec’.106 : (v.sin1”.ko) = 32588,7846 (X) = sec’.1018. (1+2.tg2’+e12.cos2’) : (6.v3.sin1”.ko3) = 138,4098323 D6 = q6.tg’.1036.(61+90.tg2’+45tg4’+107.e12.cos2’-162.e12.sin2’ -45.e12 .tg2’sin2’) : (720.v6.sin1”.ko6) = 2,419548925-06” E5 = q5.sec’.1030.(5+28.tg2’+24.tg4’+6.e12cos2’+8.e12.sin2’) : (120.v5.sin1”.ko5) = 0,0018”  = ’ – (VII)q2 + (VIII)q4 – D6 = 652’02’2,252”  = q(IX) – (X)q2 + E5 = 237’12,32” Titik P(X = 789537,577; Y = 759797,6430) terletak di zone 48M; maka sentral merediannya adalah 105 = o  = o +  = 105 + 237’12,32” = 10737’12,32” Titik P mempunyai koordinat geografi:  =10737’12,32”;  = 652’02,252”
  • 246.
    246 XI. TRANSFORMASIKOORDINAT GLOBAL POSITIONING SYSTEM Tranformasi Geosentrik Transformasi dari Koordinat Geografi ke Koordinat Kartesian BESSEL: Diketahui: a = 6377397,155 m; b = 6356079 m; e2 = 6,674360602-03  = 652’2,252”;  = 10737’12,32”; h =1459,489 m N = a2 : (a2 cos2 + b2sin2)1/2 = 6377397,1552 : (6377397,1552.cos2652’2,252” + 63560792.sin2652’2,252”)1/2 = 6377701,446 m X = (N+h).cos.cos = (6377701,446+1459,489).cos652’2,252”.cos10737’12,32” = -1917144,58 m Y = (N+h).cos.sin = (6377701,446+1459,489).cos652’2,252”.sin10737’12,32” = 6036261,494 m Z = ((b2:a2).N+h).sin = ((63560792:6377397,1552).6377701,446+1459,489).sin652’2,252” = 757667,1318 m
  • 247.
    247 Diketahui: = 652’2,252”;  = 10737’12,32”; h= 1459,489 m a = 6377397,155 m; b = 6356079 m; e2 =6,674360602-03 e12 = 6,719207012-03 Transformasi dari Koordinat Kartesian ke Koordinat Geografi Diketahui: a = 6377397,155 m; b = 6356079 m; X = -1917144,58 m; Y = 6036261,494 m; Z = 757667,1318 m; h = 1459,489 m Ditanyakan:  dan . N = a2 : (a2cos2 + b2sin2)1/2 ; p = (X2 + Y2)1/2 = (N + h)cos; h = (p : cos) - N p = (X2 + Y2)1/2 = (N+h).cos = (-1917144,582 + 6036261,4942)1/2 = 6333395,311 m h = (p : cos) – N = 1459,489 m (telah dihitung) tg = (Z : p) : (1 – e2. N/(N + h) = (757667,1318 : 6333395,311) : 1-6,674360602-03. 677701,446/(6377701,446 + 1459,480) = 0,120434119   = 652’2,252” x a   X y N h z P  Z Gambar : Koordinat kartesian (X, Y, Z) dan koordinat ellissoid Y b
  • 248.
    248 tg =Y : X = 6036261,494 : -1917144,58 = - 3,14856874  = 10737’12,32” e2 = (a2 – b2) : a2 = 6,674360602-03; e12 = 6,719207012-03 Z = (N + h – e2N) sin; Z = (N + h)1 – e2N : (N +h) sin (Z : p) = 1 – e2N : (N + h) tg tg = (Z : p) 1 – e2N : (N + H)-1; tg = Y : X;  = arctg = Y : X  = arctg = (Z + e12 b sin3) : (p – e2 a cos3) ;  = arctg Za : pb
  • 249.
    249 XII. PERHITUNGANJARAK GEODESI Jarak geodesi adalah jarak yang menghubungkan dua titik pada permukaan ellipsoid. Diketahui koordinat geografi dari titik: P1 1 = 2; 1 = 106 P2  2 = 4; 2 = 107 Ditanya jarak P1P2 Penyelesaian 1: P1P2 = R x / Keterangan: R = Jari-jari bumi p = 180/ R = 6377397,155 m;  = 57,29577951 cos = sin1 x sin2 + cos1 x cosn2 x cosn(2 - 1) = sin2 x sin4 + cos2 x cos4 + cos(107 - 106) = 0,034899496 x 0,069756473 + 0,999390827 x 0,99756405 x 0,999847695 = 0,999238985  = 2,235432568 P1P2 = R x / = (6377397,155 x 2,235432568)/ 57,29577951= 248818,3496 m Penyelesaian 2 tg = (2 - 1)//ln tg(45 +1/22) – ln tg(45 +1/21) = (107 - 106)/ 57,29577951/(ln tg47 – ln tg46) = 0,017453292/(0,069869949 – 0,034913675) = 0,017453292/0,034956273 = 0,499289267  = 26,53246431 (2 – 1)/ = 0,034906585 P1P2 = (R/cos) x ((2 – 1)/) = (6377397,155/cos26,53246431) x ((4-2)/57,29577951)) = 248818,3574 m  P1 P2    1 2 1 2
  • 250.
    250 DAFTAR PUSTAKAIr. Aryono Prihandito M.Sc., Proyeksi Peta, IKAPI, Yogyakarta, 1988 Bessel Spheroid (meters), Volume I, Transformation of Coordinates from Grid to Geographic,Headquartes, Department of the Army, July, 1958 D. Hidayat, Muchidin Noor, Teori dan Praktek Ukur Tanah 2, Direktorat Pendidikan Menegah Kejuruan Foutengrenzen, Topografische Diens Batavia Hendruk, 1949 Idi Sutardi, Ilmu Ukur Tanah, Kursus Surveyor Topografi Pertambanagan, Pusat Pengembangan Tenaga Pertambangan, Bandung, 1997 Ir. Heinzfrick, Ilmu dan Alat Ukur Tanah, Kanisius, Yogyakarta, 1993 Madhardjo Marsudiman, Praktis Kartografi, Bandung Soeyono Sostrodarsono, Masayoshi Takasaki, Pengukuran Topografi Dan Teknik Pemetaan,PT.Pradnya Paramita Yogyakarta, 1992 Soetomo Wongsotjitro, Ilmu Ukur Tanah, Swada, Jakarta, 1974
  • 251.
  • 252.
  • 253.
  • 254.