FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERILAKU KEAGAMAAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Agama
Dengan Dosen Pengampu H.Joko Sarjono,MSI

Disusun oleh :
Amrina Rosyada
NIM : 02.8678

Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Mamba‟ul Ulum Surakarta
Jl. Sadewa No. 14 Serengan Telp. ( 0271 ) 633253 Surakarta 57155
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku keagamaan pada umumnya merupakan cerminan dari pemahaman
seseorang terhadap agamanya. Jika seseorang memahami agama secara formal atau
menekankan aspek lahiriahnya saja, seperti yang nampak dalam ritus-ritus keagamaan
yang ada, maka sudah barang tentu juga akan melahirkan perilaku keagamaan yang
lebih mengutamakan bentuk formalitas atau lahiriahnya juga. Padahal substansi
agama sesungguhnya justru melewati batas-batas formal dan lahiriahnya itu. Dalam
Islam, seperti yang ditegaskan kitab suci Alquran surat ke- 107 yaitu surat al-ma'un
tentang siapakah sesungguhnya pendusta agama? yaitu mereka yang menjalankan
salat tetapi mereka lalai dari makna hakiki salatnya, mereka melupakan makna sosial
salatnya, untuk memberikan keselamatan dan memperhatikan nasib pada mereka yang
ada di sekitarnya, yaitu mereka yang dalam salatnya melupakan nasib anak yatim dan
tidak mau memberikan makanan kepada orang-orang miskin, suka pamer dan tidak
mempunyai kepedulian sosial.
Problem kemiskinan dan konflik kekerasaan keagamaan yang akhir-akhir ini
merajalela dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara, antara lain disebabkan
oleh kuatnya pemahaman di kalangan umat beragama yang lebih menekankan
formalisme keagamaannya. Dalam pandangan keagamaan yang formal, maka antara
minna yaitu kita yang sekeyakinan agamanya, dengan minhum yaitu mereka yang
berbeda keyakinan agama, ada dinding pembatas yang amat tegas yang
memisahkannya, bahkan seringkali bermusuhan, sehingga adanya pandangan
kesatuan kemanusiaan yang universal dalam agama, hampir tidak dimungkinkannya,
karena satu kelompok agama dengan kelompok agama yang lainnya, bisa saling
berebut wilayah keagamaan dan umat binaan yang seringkali menimbulkan konflik
kekerasaan yang berdarah-darah.

B. Rumusan Makalah
Adapun permasalahan yang akan di bahas dalam proses penyusunan makalah ini
adalah “Faktor yang Mampengaruhi Perilaku Keagamaan”.
Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka
dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :
1. Bagaimana pemahaman seseorang terhadap suatu agama ?
2. Bagaimana faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan?

C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Agama.
Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui pemahaman seseorang terhadap suatu agama.
b. Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemahaman Agama.
Dalam realitas kehidupan sosial, pemahaman seseorang terhadap suatu agama
sesungguhnya berlangsung secara gradual. Dalam Islam dikenal ada tiga tahapan
pemahaman, yaitu
1) Tahapan iman, yaitu suatu tahapan pemahaman keagamaan yang berlandaskan pada logika
teologis yang menetapkan perlunya suatu pandangan ketuhanan yang menjadi sumber bagi
sikap dan pandangan hidupnya dalam menghadapi berbagai tantangan yang makin kompleks.
Pandangan ini diperlukan sebagai landasan kebenaran dan pembenaran bagi perilakunya.
Tanpa landasan kebenaran yang teologis, maka seseorang akan mengalami kebingungan dan
kegoncangan dalam kehidupannya sehingga jatuh pada keyakinan anti Tuhan, atheisme.
Hampir semua agama memulai pemahaman keagamaan yang dipeluknya dari logika teologis
ini.
2) Tahapan Islam, yaitu tahapan pemahaman keagamaan di mana seseorang telah
mengikatkan dirinya pada pandangan etika dalam syariat yang mengatur ketat terhadap
perilaku keagamaan yang dianutnya. Di sini aturan etika yang menjadi standar perilaku
keagamaan ditetapkan secara jelas dan detail, yang menyangkut apa yang boleh dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukannya. Konsep halal dan haram begitu jelasnya, sehingga
batas perilaku yang boleh dan tidak boleh, menjadi standar penilaian untuk menetapkan siapa
yang minna dan siapa pula yang minhum. Bahkan ini berlaku baik dalam kehidupan internal
dari aliran-aliran keagamaannya sendiri, maupun bagi kehidupan keagamaan yang eksternal
sifatnya. Dalam tahapan pemahaman terhadap etika keagamaan itu, maka perilaku
keagamaan menjadi kaku dan rigid dan akibatnya seseorang terjebak pada aturan-aturan yang
kaku, yang cenderung anti realitas, anti perubahan dan menolak pluralisme.
3) Tahapan Ihsan yaitu tahapan pemahaman keagamaan yang telah mampu melewati batasbatas logika teologis dan etis, sehingga seseorang menemukan hakikat keagamaannya itu
dalam kedalaman dirinya yang terbuka dengan realitas, dapat menerima dan memahami
terhadap pluralitas dengan pandangan yang lebih substansial yang membuat dirinya menjadi
lebih arif dan merasakan keindahan dari realitas yang beraneka-ragam, sehingga menjadi
proses pengkayaan spiritual yang tidak pernah berakhir. Pada tahapan ihsan ini, maka agama
telah membawa pemeluknya untuk menemukan dirinya kembali dalam kebebasan yang
substansial berhadapan dengan Tuhan yang memuliakan dirinya melalui perilakunya dalam
memuliakan makhluk Tuhan lainnya. Logika teologis dan etis itu bersemayam dalam
kedalaman dirinya sendiri yang eksistensial dan aktual, bukan sesuatu yang ada di luar
dirinya.
Logika teologis dan etika keagamaan yang formal telah menemukan puncaknya pada
pembebasan

dirinya

dalam

pengalaman

estetika

keagamaan

yang

substansial.

Keanekaragaman dan kemanusiaan universal telah mengantarkan seseorang menjadi lebih
arif dalam memandang kebenaran, kemanusiaan dan keanekaragaman, bukan sebagai sesuatu
yang terpisah-pisah dan terpecah-pecah, tetapi merupakan kesatuan yang estetik. Pendidikan
agama seharusnya tidak boleh berhenti pada suatu tahapan tertentu saja, tetapi dikembangkan
sehingga dapat mengantarkan seseorang untuk dapat menemukan dirinya dalam puncak
pengkayaan spiritualitas yang kreatif untuk berhadapan dengan Tuhan yang Maha Kreatif,
sehingga terjadi dialektika kreatif dalam menciptakan karya kemanusiaan dan penguasaan
sain dan teknologi yang tinggi untuk memajukan suatu peradaban suatu bangsa.

B. Faktor - faktor yang mempengaruhi tingkah laku keagamaan
Sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama,
perasaan agama serta tindak keagamaan seseorang. Walaupun sikap terbentuk karena
pengaruh lingkungan, namun faktor individu itu sendiri ikut pula menentukan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan yaitu:
a. faktor intern
yaitu pengaruh emosi (perasaan) yang mana dari pengaruh emosi tersebut memunculkan
selektifitas. Selektifitas di sini merupakan daya pilih atau minat perhatian untuk menerima,
mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar diri manusia (Gerungan, 1991: 155).
Emosi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan perilaku keagamaan.
Hal ini didukung oleh Dr. Zakiah Daradjat yang menyatakan “Sesungguhnya emosi
memegang peranan penting dalam sikap dan tindak agama seseorang yang dapat dipahami,
tanpa menghindari emosinya (Daradjat, 1970: 77).
b. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan
adalah lingkungan dimana individu itu hidup, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu
peranan keluarga dalam menanamkan kesadaran beragama anak sangatlah dominan.
Pengaruh orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan islam
sudah lama disadari. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh
karena itu peranan keluarga (orang tua) dalam pengembangan kesadaran beragama anak
sangatlah dominan.
Salah seorang ahli psikologi, Hurlock berpendapat bahwa keluarga merupakan “Training
Center” bagi penanaman nilai (termasuk nilai-nilai agama). Pendapat ini menunjukkan bahwa
keluarga mempunyai peran sebagai pusat pendidikan bagi anak untuk memperoleh
pemahaman tentang nilai- nilai (tata karma, sopan santun, atau ajaran agama) dan
kemampuan untuk mengamalkan atau menerapkannya dalam kehidupan sehari - hari, baik
secara personal maupun social kemasyarakatan
2. Lingkungan Sekolah .
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang
sistemik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran, dan latihan kepada siswa agar mereka
berkembang sesuai dengan potensi secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, psikis
,(intelektual dan emosional), social, maupun moral-spiritual.
Imam Ghozali mengemukakan tentang peranan guru dalam pendidikan akhlak anak
bahwa penyembuhan badan memerlukan seorang dokter yang tahu tentang tabiat badan serta
macam-macam penyakitnya dan cara-cara penyembuhannya. Demikian pula halnya dengan
penyembuhan jiwa dan akhlak. Keduanya membutuhkan guru yang tahu tentang tabiat dan
kekurangan jiwa manusia serta tentang cara memperbaiki dan mendidiknya. (Yusuf, 2003:
34)
3. Lingkungan Masyarakat
Setelah menginjak usia sekolah, sebagian besar waktu siswa dihabiskan disekolah
dan masyarakat. Dalam masyarakat, anak melakukan interaksi sosial dengan teman
sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. Maka dari itu perkembangan jiwa keagamaan
anak sangat bergantung pada kualitas perilaku atau akhlak warga masyarakat itu
sendiri. Yang dimaksud lingkungan masyarakat adalah situasi atau kondisi interaksi sosial
dan sosio-kultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah
keagamaan anak.
Dalam masyarakat anak melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya (peer
group) atau anggota masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan itu menampilkan
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama atau berakhlak mulia, maka anak cenderung
berakhlak mulia. Namun apabila sebaliknya, yaitu teman sepergaulannya menunjukkan
kebobrokan moral maka anak akan cenderung terpengaruh untuk berperilaku seperti
temannya tersebut. Hal ini terjadi apabila anak kurang mendapat bimbingan agama dari orang
tuanya.
Mengenai dominannya pengaruh kelompok teman sebaya, Hurlock (1956: 436)
mengemukakan bahwa “Standar atau aturan-aturan „gang‟ (kelompok bermain) memberikan
pengaruh kepada pandangan moral dan tingkah laku para anggotanya:” Corak perilaku anak
merupakan cermin dari perilaku warga masyrakat (orang dewasa) pada umumnya. Oleh
karena itu kualitas perkembangan kesadaran beragama anak sangat tergantung kepada
kualitas perilaku atau akhlak warga masyarakat (orang dewasa)itu sendiri.
Dalam upaya menanamkan sikap keagamaan pada anak, maka ke tiga lingkungan
tersebut secara sinerji harus bekerja sama, dan bahu membahu untuk menciptakan iklim,
suasana lingkungan yang kondusif. Dengan demikian walaupun sikap keagamaan merupakan
bawaan tetapi dalam pembentukan dan perubahannya ditentukan oleh faktor eksternal.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemahaman seseorang terhadap suatu agama sesungguhnya berlangsung secara
gradual. Dalam Islam dikenal ada tiga tahapan pemahaman, yaitu Tahapan Iman, tahapan
Islam dan tahapan Ihsan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan yaitu:
a. faktor intern
yaitu pengaruh emosi (perasaan) yang mana dari pengaruh emosi tersebut memunculkan
selektifitas.
b. Faktor ekstern,yang berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan
adalah lingkungan dimana individu itu hidup, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.uin-suka.ac.id/kolom/dkolom/1
http://maniablogspot.blogspot.com/

Makalah psikologi

  • 1.
    FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKUKEAGAMAAN Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Agama Dengan Dosen Pengampu H.Joko Sarjono,MSI Disusun oleh : Amrina Rosyada NIM : 02.8678 Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Mamba‟ul Ulum Surakarta Jl. Sadewa No. 14 Serengan Telp. ( 0271 ) 633253 Surakarta 57155 2011/2012
  • 2.
    BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Perilaku keagamaan pada umumnya merupakan cerminan dari pemahaman seseorang terhadap agamanya. Jika seseorang memahami agama secara formal atau menekankan aspek lahiriahnya saja, seperti yang nampak dalam ritus-ritus keagamaan yang ada, maka sudah barang tentu juga akan melahirkan perilaku keagamaan yang lebih mengutamakan bentuk formalitas atau lahiriahnya juga. Padahal substansi agama sesungguhnya justru melewati batas-batas formal dan lahiriahnya itu. Dalam Islam, seperti yang ditegaskan kitab suci Alquran surat ke- 107 yaitu surat al-ma'un tentang siapakah sesungguhnya pendusta agama? yaitu mereka yang menjalankan salat tetapi mereka lalai dari makna hakiki salatnya, mereka melupakan makna sosial salatnya, untuk memberikan keselamatan dan memperhatikan nasib pada mereka yang ada di sekitarnya, yaitu mereka yang dalam salatnya melupakan nasib anak yatim dan tidak mau memberikan makanan kepada orang-orang miskin, suka pamer dan tidak mempunyai kepedulian sosial. Problem kemiskinan dan konflik kekerasaan keagamaan yang akhir-akhir ini merajalela dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara, antara lain disebabkan oleh kuatnya pemahaman di kalangan umat beragama yang lebih menekankan formalisme keagamaannya. Dalam pandangan keagamaan yang formal, maka antara minna yaitu kita yang sekeyakinan agamanya, dengan minhum yaitu mereka yang berbeda keyakinan agama, ada dinding pembatas yang amat tegas yang memisahkannya, bahkan seringkali bermusuhan, sehingga adanya pandangan kesatuan kemanusiaan yang universal dalam agama, hampir tidak dimungkinkannya, karena satu kelompok agama dengan kelompok agama yang lainnya, bisa saling berebut wilayah keagamaan dan umat binaan yang seringkali menimbulkan konflik kekerasaan yang berdarah-darah. B. Rumusan Makalah
  • 3.
    Adapun permasalahan yangakan di bahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Faktor yang Mampengaruhi Perilaku Keagamaan”. Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada : 1. Bagaimana pemahaman seseorang terhadap suatu agama ? 2. Bagaimana faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan? C. Tujuan Penulisan Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Agama. Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah : a. Untuk mengetahui pemahaman seseorang terhadap suatu agama. b. Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan. BAB II
  • 4.
    PEMBAHASAN A. Pemahaman Agama. Dalamrealitas kehidupan sosial, pemahaman seseorang terhadap suatu agama sesungguhnya berlangsung secara gradual. Dalam Islam dikenal ada tiga tahapan pemahaman, yaitu 1) Tahapan iman, yaitu suatu tahapan pemahaman keagamaan yang berlandaskan pada logika teologis yang menetapkan perlunya suatu pandangan ketuhanan yang menjadi sumber bagi sikap dan pandangan hidupnya dalam menghadapi berbagai tantangan yang makin kompleks. Pandangan ini diperlukan sebagai landasan kebenaran dan pembenaran bagi perilakunya. Tanpa landasan kebenaran yang teologis, maka seseorang akan mengalami kebingungan dan kegoncangan dalam kehidupannya sehingga jatuh pada keyakinan anti Tuhan, atheisme. Hampir semua agama memulai pemahaman keagamaan yang dipeluknya dari logika teologis ini. 2) Tahapan Islam, yaitu tahapan pemahaman keagamaan di mana seseorang telah mengikatkan dirinya pada pandangan etika dalam syariat yang mengatur ketat terhadap perilaku keagamaan yang dianutnya. Di sini aturan etika yang menjadi standar perilaku keagamaan ditetapkan secara jelas dan detail, yang menyangkut apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukannya. Konsep halal dan haram begitu jelasnya, sehingga batas perilaku yang boleh dan tidak boleh, menjadi standar penilaian untuk menetapkan siapa yang minna dan siapa pula yang minhum. Bahkan ini berlaku baik dalam kehidupan internal dari aliran-aliran keagamaannya sendiri, maupun bagi kehidupan keagamaan yang eksternal sifatnya. Dalam tahapan pemahaman terhadap etika keagamaan itu, maka perilaku keagamaan menjadi kaku dan rigid dan akibatnya seseorang terjebak pada aturan-aturan yang kaku, yang cenderung anti realitas, anti perubahan dan menolak pluralisme. 3) Tahapan Ihsan yaitu tahapan pemahaman keagamaan yang telah mampu melewati batasbatas logika teologis dan etis, sehingga seseorang menemukan hakikat keagamaannya itu dalam kedalaman dirinya yang terbuka dengan realitas, dapat menerima dan memahami terhadap pluralitas dengan pandangan yang lebih substansial yang membuat dirinya menjadi lebih arif dan merasakan keindahan dari realitas yang beraneka-ragam, sehingga menjadi proses pengkayaan spiritual yang tidak pernah berakhir. Pada tahapan ihsan ini, maka agama telah membawa pemeluknya untuk menemukan dirinya kembali dalam kebebasan yang substansial berhadapan dengan Tuhan yang memuliakan dirinya melalui perilakunya dalam
  • 5.
    memuliakan makhluk Tuhanlainnya. Logika teologis dan etis itu bersemayam dalam kedalaman dirinya sendiri yang eksistensial dan aktual, bukan sesuatu yang ada di luar dirinya. Logika teologis dan etika keagamaan yang formal telah menemukan puncaknya pada pembebasan dirinya dalam pengalaman estetika keagamaan yang substansial. Keanekaragaman dan kemanusiaan universal telah mengantarkan seseorang menjadi lebih arif dalam memandang kebenaran, kemanusiaan dan keanekaragaman, bukan sebagai sesuatu yang terpisah-pisah dan terpecah-pecah, tetapi merupakan kesatuan yang estetik. Pendidikan agama seharusnya tidak boleh berhenti pada suatu tahapan tertentu saja, tetapi dikembangkan sehingga dapat mengantarkan seseorang untuk dapat menemukan dirinya dalam puncak pengkayaan spiritualitas yang kreatif untuk berhadapan dengan Tuhan yang Maha Kreatif, sehingga terjadi dialektika kreatif dalam menciptakan karya kemanusiaan dan penguasaan sain dan teknologi yang tinggi untuk memajukan suatu peradaban suatu bangsa. B. Faktor - faktor yang mempengaruhi tingkah laku keagamaan Sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan seseorang. Walaupun sikap terbentuk karena pengaruh lingkungan, namun faktor individu itu sendiri ikut pula menentukan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan yaitu: a. faktor intern yaitu pengaruh emosi (perasaan) yang mana dari pengaruh emosi tersebut memunculkan selektifitas. Selektifitas di sini merupakan daya pilih atau minat perhatian untuk menerima, mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar diri manusia (Gerungan, 1991: 155). Emosi mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan perilaku keagamaan. Hal ini didukung oleh Dr. Zakiah Daradjat yang menyatakan “Sesungguhnya emosi memegang peranan penting dalam sikap dan tindak agama seseorang yang dapat dipahami, tanpa menghindari emosinya (Daradjat, 1970: 77). b. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan adalah lingkungan dimana individu itu hidup, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat 1. Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu peranan keluarga dalam menanamkan kesadaran beragama anak sangatlah dominan.
  • 6.
    Pengaruh orang tuaterhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan islam sudah lama disadari. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu peranan keluarga (orang tua) dalam pengembangan kesadaran beragama anak sangatlah dominan. Salah seorang ahli psikologi, Hurlock berpendapat bahwa keluarga merupakan “Training Center” bagi penanaman nilai (termasuk nilai-nilai agama). Pendapat ini menunjukkan bahwa keluarga mempunyai peran sebagai pusat pendidikan bagi anak untuk memperoleh pemahaman tentang nilai- nilai (tata karma, sopan santun, atau ajaran agama) dan kemampuan untuk mengamalkan atau menerapkannya dalam kehidupan sehari - hari, baik secara personal maupun social kemasyarakatan 2. Lingkungan Sekolah . Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistemik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran, dan latihan kepada siswa agar mereka berkembang sesuai dengan potensi secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, psikis ,(intelektual dan emosional), social, maupun moral-spiritual. Imam Ghozali mengemukakan tentang peranan guru dalam pendidikan akhlak anak bahwa penyembuhan badan memerlukan seorang dokter yang tahu tentang tabiat badan serta macam-macam penyakitnya dan cara-cara penyembuhannya. Demikian pula halnya dengan penyembuhan jiwa dan akhlak. Keduanya membutuhkan guru yang tahu tentang tabiat dan kekurangan jiwa manusia serta tentang cara memperbaiki dan mendidiknya. (Yusuf, 2003: 34) 3. Lingkungan Masyarakat Setelah menginjak usia sekolah, sebagian besar waktu siswa dihabiskan disekolah dan masyarakat. Dalam masyarakat, anak melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. Maka dari itu perkembangan jiwa keagamaan anak sangat bergantung pada kualitas perilaku atau akhlak warga masyarakat itu sendiri. Yang dimaksud lingkungan masyarakat adalah situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosio-kultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah keagamaan anak. Dalam masyarakat anak melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya (peer group) atau anggota masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan itu menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama atau berakhlak mulia, maka anak cenderung berakhlak mulia. Namun apabila sebaliknya, yaitu teman sepergaulannya menunjukkan
  • 7.
    kebobrokan moral makaanak akan cenderung terpengaruh untuk berperilaku seperti temannya tersebut. Hal ini terjadi apabila anak kurang mendapat bimbingan agama dari orang tuanya. Mengenai dominannya pengaruh kelompok teman sebaya, Hurlock (1956: 436) mengemukakan bahwa “Standar atau aturan-aturan „gang‟ (kelompok bermain) memberikan pengaruh kepada pandangan moral dan tingkah laku para anggotanya:” Corak perilaku anak merupakan cermin dari perilaku warga masyrakat (orang dewasa) pada umumnya. Oleh karena itu kualitas perkembangan kesadaran beragama anak sangat tergantung kepada kualitas perilaku atau akhlak warga masyarakat (orang dewasa)itu sendiri. Dalam upaya menanamkan sikap keagamaan pada anak, maka ke tiga lingkungan tersebut secara sinerji harus bekerja sama, dan bahu membahu untuk menciptakan iklim, suasana lingkungan yang kondusif. Dengan demikian walaupun sikap keagamaan merupakan bawaan tetapi dalam pembentukan dan perubahannya ditentukan oleh faktor eksternal. BAB III PENUTUP Kesimpulan Pemahaman seseorang terhadap suatu agama sesungguhnya berlangsung secara gradual. Dalam Islam dikenal ada tiga tahapan pemahaman, yaitu Tahapan Iman, tahapan Islam dan tahapan Ihsan.
  • 8.
    Adapun faktor-faktor yangmempengaruhi sikap keagamaan yaitu: a. faktor intern yaitu pengaruh emosi (perasaan) yang mana dari pengaruh emosi tersebut memunculkan selektifitas. b. Faktor ekstern,yang berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan adalah lingkungan dimana individu itu hidup, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. DAFTAR PUSTAKA http://www.uin-suka.ac.id/kolom/dkolom/1 http://maniablogspot.blogspot.com/