SEMINAR HASILTESIS
STUDI FENOMENOLOGI: KECEMASAN DAN
PENGALAMAN MENGATASINYA PADA PENYANDANG
ULKUS DIABETIKUM
YANG MENJALANI PERAWATAN DI RUMAH SAKIT
Oleh :
ZAENAL ABIDIN
131714153001
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
2.
Prevalensi Diabetes Mellitus
MenurutWHOjumlah penderita
DM sebanyak 9% dari penduduk
dunia dan diperkiakan meningkat
pada tahun 2030
International Diabetes Federation (IDF)
memprediksi adanya kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta
pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada
tahun 2035.
RISKESDAS tahun 2018 ,
Penderita DM di Jawa Timur
sebesar 2,1% atau sebanyak
605.974 jiwa
Hampir 50% penderita diabetes
mengalami ulkus kaki diabetik dengan
15% diantaranya menjadi masalah
yang serius sampai dengan amputasi
3.
Fenomena DFU
KONDISI FISIK
KONDISIPSIKOLOGIS.
Adanya luka Adanya infeksi
Keterbatasan
fisik
Penurunan self care
Ansietas
Rasa tidak
berharga Depresi
Rasa Takut
4.
1. Penurunan kualitas
hidup
2.Penyembuhan luka
yang lama
3. Self care
management
menurun
Vileikyte, Crews, &
Reeves, 2017,
adanya depresi dan
kecemasan pada
klien dengan DFU
Pedras et al
(2016), kondisi
stress pada klien
DFU
meningkatkan
kecemasan
Monami, et al.
2018, menemukan
gejala depresi dan
kecemasan
Degazon & Parker,
2017 ; Searle, et al.
2015
1. Peningkatan biaya
perawatan
2. Peningkatan
beban keluarga
3. Peningkatan
morbiditas dan
mortalitas
Penanganan DFU
1. Health education
2. Management
stress
3. Terapi
farmakologis dan
nofarmakologis
Belum optimal
dalam menangani
adanya ansietas
pada klien dengan
DFU
5.
STUDI PENDAHULUAN
Studi pendahuluandilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya
P1
• Orang pertama mengatakan bahwa dirinya takut diamputasi dan tidak
bisa menghidupi keluarganya lagi karena ia beranggapan bahwa
dirinyalah tulang punggung keluarga, selain itu pekerjaannya sangat
membutuhkan peran penting kedua kakinya
P2
• Orang kedua mengatakan bahwa dirinya malu dengan kondisi saat ini
apabila datang tetangga yang menjenguk dan takut kalau bau kakinya
tercium orang lain, selain itu ia takut kalau sakit ini yang akan
menyebabkan kematian , kecacatan karena amputasi dan tidak mampu
melakukan pekerjaan seperti biasanya.
6.
Rumusan masalah
• Bagaimanakecemasan dan pengalaman mengatasinya pada penyandang ulkus diabetikum yang
menjalani perawatan di rumah sakit?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi kecemasan
dan pengalaman mengatasinya pada penyandang ulkus diabetikum yang menjalani
perawatan di rumah sakit.
• Mengeksplorasi penyebab kecemasan penyandang ulkus diabetikum yang menjalani perawatan di
rumah sakit.
• Mengeksplorasi bentuk kecemasan penyandang ulkus diabetikum yang menjalani perawatan di rumah
sakit.
• Mengkeksplorasi respon kecemasan penyandang ulkus diabetikum yang menjalani perawatan di
rumah sakit.
• Mengekplorasi pengalaman mengatasi kecemasan pada penyandang ulkus diabetikum yang menjalani
perawatan di rumah sakit.
• Mengeksplorasi harapan penyandang ulkus diabetikum yang menjalani perawatan di rumah sakit.
7.
Manfaat penelitian
Manfaat
teoritis
Penelitian inidiharapkan
memperkuat teori
adaptasi roy terkait
respon cemas terhadap
stimulus yang terjadi
pada klien dengan ulkus
diabetikum.
Manfaat praktis
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat
digunakan sebagai acuan
dalam penyusunan modul
manajemen kecemasan
yang tepat pada klien
dengan ulkus diabetikum
8.
Penelitian Terdahulu
No JudulMetode Hasil
1 When a diabetic foot ulcer results in amputation:
A qualitative study of the lived experience of 15
patients (Foster & Lauver, 2014)
Qualitative Financial burden, powerlessness, social support,
placing blame, and uncertainty
2 Barriers to diabetic foot care in a
developing country with a high incidence of
diabetes related amputations: an exploratory
qualitative interview study (Guell & Unwin, 2015)
Qualitative : an exploratory
qualitative interview study
Priority of glycaemic control
Resistance to changing professional roles
Reliance on‘self-care’ ability
3 The experiences of people
with diabetes-related lower limb amputation at
the Komfo AnokyeTeaching Hospital (KATH) in
Ghana (Amoah et al., 2018)
Qualitative Physical experiences
Changes in lifestyle
Coping strategies
Psychological/emotional experiences
Economic experiences
4 Family support in caring for older people with
diabetes
mellitus: a phenomenology study (Badriah &
Sahar, 2018)
Qualitative Changes in older people with diabetes Mellitus
Optimum family support
Suboptimal family support
5 'Loss of self': a psychosocial study of the quality of
life of adults with diabetic ulceration
(Kinmound,2015)
Qualitative Dampak negatif terhadap Peran sosial dan aktivitas
6 The lived experience of having a chronic wound : a
phenomenologic study
(Beitz, 2015)
Qualitative Psychological
Physical
Social aspect
9.
ALUR PIKIR
PENELITIAN
INPUT PROSESKONTROL EFEKTOR OUTPUT
Stimulus
Fokal:
Penyakit Ulkus DM
Pengobatan
Konstektual:
Karakteristik klinis
Tipe ulkus
Lokasi Ulkus
Ukuran ulkus
Residual:
Kepribadian
Mekanisme
koping
Regulator
Kognator
Fungsi fisiologis:
Lemah
Gangguan tidur
Konsep diri:
Merasa sakit, lemah
Perawatan diri tidak adekuat
Penurunan mood
Fungsi peran:
Tidak dapat memenuhi
tanggungjawab dalam keluarga
Tidak dapat memenuhi
tanggungjawab di tempat kerja
Interdependensi:
Ketidakpuasan hubungan dengan
individu yang dianggap penting
dalam hidup.
Gangguan interaksi dengan
lingkungan sosial
Kecemasan
Respon adaktif dan
inefektif
10.
METODE PENELITIAN
• Wawancara
•Observasi
• Dokumentasi
• Peneliti
• Field note
• Alat perekam
• Maret 2019
• Kualitatif
• Studi Fenomenologi
Desain Waktu
Teknik
Intrumen
Penyandang ulkus diabetikum
Usia partisipan 40 -60 tahun
Partisipan yang mampu berkomunikasi
dengan bahasa yang sama dengan peneliti
Gula darah tidak terkontrol antara 200-400
mg/dl
KRITERIA INKLUSI
ANALISA DATA
Colaizzi (1978)
1.Mendiskripsikan fenomena yang diteliti
2. Mengumpulkan deskripsi fenomena melalui pendapat partisipan
3. Membaca seluruh deskripsi fenomena yang telah disampaikan oleh partispan
4. Membaca kembali transkrip hasil wawancara dan mengutip pernyataan-
pernyataan yang bermakna
5. Menguraikan arti yang ada dalam pernyataan-pernyataan signifikan
6. Mengorganisir kumpulan-kumpulan makna yang terumuskan ke dalam
kelompok tema
7. Menuliskan deskripsi yang lengkap
8. Menemui partisipan untuk melakukan validasi deskripsi hasil analisis
9. Menggabungkan data hasil validasi ke dalam deskripsi hasil analisis
SEMINAR HASILTESIS
STUDI FENOMENOLOGI: KECEMASAN DAN
PENGALAMAN MENGATASINYA PADA PENYANDANG
ULKUS DIABETIKUM
YANG MENJALANI PERAWATAN DI RUMAH SAKIT
Oleh :
ZAENAL ABIDIN
131714153001
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
Gambaran Umum LokasiPenelitian
Rumah Sakit Umum (RSU) Haji Surabaya adalah rumah
sakit milik Pemerintah propinsi Jawa Timur yang
didirikan berkenaan peristiwa yang menimpa para
Jamaah Haji Indonesia di terowongan Mina pada tahun
1990. Dengan adanya bantuan dana dari Pemerintah Arab
Saudi dan dilanjutkan dengan biaya dari Pemerintah
propinsi Jawa Timur, berhasil dibangun gedung beserta
fasilitasnya yang resmi dibuka pada tanggal 17 April 1993,
sebagai RSU tipe C. Pada tahun 1998 berkembang
menjadi RSU tipe B Non Pendidikan dan pada tanggal
30 Oktober 2008 sesuai SK, RSU Haji Surabaya berubah
status menjadi RSU tipe B Pendidikan
17.
Proses penelitian dilakukandi ruang rawat jalan poli diabetes.
Poli diabetes merupakan ruang rawat jalan khusus penyakit
dalam terkait kasus DM dan DFU yang berada dilantai 2 gedung
sebelah utara dan berdampingan dengan poli bedah. Fasilitas yang
terdapat pada poli diabetes adalah ruang perawatan luka khusus
DFU dan ruang pemeriksaan khusus DM. Setiap hari dokter jaga
yang bertugas di ruang tersebut berjumlah 2 orang dan 1 orang
perawat yang memiliki sertifikasi perawatan luka. Kunjungan
pasien pada poli DM antara bulan Januari 2019- Mei 2019
tercatat 209 kunjungan yang terbagi atas 2 jenis perawatan.
Khusus DM tercatat 147 kasus dan DFU 62 kasus. Pasien yang
menjalani perawatan berasal dari rujukan rumah sakit tipe C,
Puskesmas dan ruang rawat inap.
18.
Karakteristik Partisipan
No. Jenis
Kelamin
Usia
(Tahun)
Statuspernikahan Pekerjaan Pendidikan Suku
Bangsa
Kode Partisipan
1 L 52 Menikah Wraswasta SMA Padang P01
2 L 60 Menikah PNS S1 Madura P02
3 L 59 Menikah Nelayan SD Jawa P03
4 P 48 Menikah PNS S1 Madura P04
5 L 42 Menikah Wiraswasta SD Jawa P05
6 L 51 Menikah PNS S1 Jawa P06
7 P 57 Menikah Tidak bekerja SMA Jawa P07
8 L 60 menikah Wiraswasta SMA Bugis P08
9 P 52 Menikah IRT SMA Madura P09
10 L 51 Menikah PNS S1 Jawa P10
11 L 52 Menikah Wiraswasta SMA Madura P11
12 P 46 Cerai PNS S1 Madura P12
13 L 45 Menikah Swasta SMA Madura P13
14 P 52 Menikah IRT SD Jawa P14
15 L 51 Menikah PNS D3 Jawa P15
16 L 51 Menikah Wiraswasta D3 Madura P16
17 P 52 Cerai Tidak Bekerja SMP Jawa P17
18 L 51 Menikah Buruh SMP Jawa P18
19 P 55 Cerai Tidak bekerja D1 Jawa P19
20 P 49 Menikah IRT SMA Jawa P20
21 L 47 Menikah Wiraswasta SMA Madura P21
22 L 51 Menikah Wiraswasta S1 Jawa P22
19.
Temuan tema penelitian
NoTema SubTema
1 Penyebab Kecemasan 1. Citra tubuh
2. Lama perawatan
3. Beban finansial
4. Kurang dukungan keluarga
5. Pengalaman sebelumnya
2 Bentuk Kecemasan 1. Amputasi
2. Ketakutan kematian
3. Ketakutan komplikasi lainnya
4. Kehilangan pekerjaan
5. Perubahan gaya hidup
6. Ditinggal keluarga
7. Ketakutan membebani keluarga
8. Stigma buruk masyarakat
9. Mewariskan penyakit
3 Dampak Kecemasan 1. Dampak fisik
2. Dampak terhadap luka
3. Dampak sosial
4 Upaya Mengatasi Kecemasan 1. Pengobatan alternatif
2. Meminta maaf
3. Berdoa dan berdzikir
4. Pasrah
5 Harapan 1. Dukungan keluarga
2. Dukungan tenaga kesehatan
3. Kesembuhan
20.
Tema 1 PenyebabKecemasan
Penyebab Kecemasan
Citra tubuh
Lama perawatan
Beban finansial
Pengalaman
sebelumnya
Kurang dukungan keluarga
21.
Sub tema 1:Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan pandangan partisipan terhadap kondisi
tubuh partisipan. Sub tema ini berfokus pada citra tubuh oleh
partisipan. Sebanyak 8 partisipan menyatakan adanya luka sebagai
pencetus kecemasan, seperti yang disampaikan oleh partisipan
dalm penggalan transkip berikut :
“....sering ngerasa takut mas karena ada luka ini,khawatir nanti
malah jadi besar terus merembet (menjalar) kemana-mana. Apalagi
ini kan jelek bentuknya ” (P05).
“ khawatir aja mas kalo punya luka gini, kan susah sembuhnya,
belum lagi nanahnya keluar terus bau, kalo dibuka perbannya ini
lukanya sampe bisa atas sekitar 25cm lebih. Pokoknya gak enak
dilihat deh saya aja ngeri” (P09).
22.
Sub tema 2: Lama perawatan
Sub tema ini berfokus pada lama perawatan yang dijalani
oleh partisipan. Sebanyak 16 partisipan menyatakan lama
perawatan sebagai pencetus kecemasan, seperti yang
disampaikan oleh partisipan dalm penggalan transkip
berikut :
“... sudah hampir 3 bulan dirawat disini mas, kok gak sembuh-
sembuh padahal yang lain 1-2 bulan sudah boleh buka
perban dan latihan jalan” (P01)
“....begini terus mas selama 2 bulan, saya jadi ngerasa takut
gak sembuh...”(P05)
23.
Sub tema 3: beban finansial
Beban finansial merupakan keadaan terkait perekonomian
partisipan. Sub tema ini berfokus pada beban finansial
partisipan. Sebanyak 11 partisipan menyatakan beban finansial
sebagai pencetus kecemasan, seperti yang disampaikan oleh
partisipan dalm penggalan transkip berikut :
“....saya kesini pake umum mas jadi biaya sendiri sekali
perawatan habisnya segitu mas ini sudah hampir 7x perawatan,
kalo dikalikan kan banyak mas. Soalnya pake BPJS di takut
pelayanannya kurang enak.” (P04)
“....gak punya biaya mas kalo gak sembuh-sembuh gini habis
buat perawatan aja, belum obatnya dan lain-lain.” (P03)
24.
Sub tema 4: Kurang dukungan keluarga
Sub tema ini berfokus pada kurang dukungan keluarga
partisipan. Sebanyak 7 partisipan menyatakan kurang
dukungan keluarga sebagai pencetus kecemasan, seperti
yang disampaikan oleh partisipan dalm penggalan
transkip berikut:
“... anak-anak saya gak ada yang peduli mas, datang kesini
aja naik angkot kadang juga naik gojek. Suami soalnya jadi
buruh jadi jarang pulang.”(P19)
“suami gak pernah nanya kondisi saya mas, paling kalo
dirumah ya dilihat aja terus gak ngomong apa-apa.” (P17)
25.
Sub tema 5: pengalaman sebelumnya
Sub tema ini berfokus pada pengalaman sebelumnya dari
partisipan. Sebanyak 10 partisipan menyatakan pengalaman
sebelumnya sebagai pencetus kecemasan, seperti yang
disampaikan oleh partisipan dalm penggalan transkip berikut
:
“kata tetangga kayak gini itu gak bisa disembuhkan mas,
soalnya keluarganya pernah sakit gini makanya saya juga jadi
takut.” (P21)
“...dulu paman saya juga kena luka gini sampe akhirnya
dipotong karena makin luas lukanya, saya jadi ngeri rasanya
kalo inget karena waktu itu saya juga jenguk di RS.” (P13)
26.
Tema 2 :Bentuk Kecemasan
Bentuk
Kecemasan
Amputasi
Kematian
Komplikasi
Kehilangan pekerjaan
Perubahan gaya hidup
Membebani keluarga
Stigma buruk masyarakat
Ditinggal keluarga
Mewariskan penyakit
27.
Sub tema 1:amputasi
Sebanyak 19 partisipan menyatakan ketakutan amputasi
sebagai bentuk kecemasan, seperti yang disampaikan oleh
partisipan dalam penggalan transkip berikut :
“.....biasanya kan diamputasi mas kalo gak sembuh-
sembuh ,terus gak punya kaki jadi cacat dan gak bisa normal
lagi kayak dulu, soalnya paman saya dulu diamputasi kakinya
dan sekarang pake tongkat, nah itu yang saya takutkan mas.”
(P14)
“Kalo sudah busuk gak bisa diobati lagi biasanya di potong
biar gak menjalar mas.”(P17)
28.
Sub tema 2: komplikasi
Sub tema ini berfokus pada komplikasi dari partisipan.
Sebanyak 19 partisipan menyatakan komplikasi sebagai
bentuk kecemasan, seperti yang disampaikan oleh
partisipan dalam penggalan transkip berikut:
“...tetangga saya dulu juga matanya gak bisa lihat terus kena
ginjal juga maknya saya takut.” (P05)
“ takut kena ginjal mas, karena kata dokternya kemungkinan
kena bisa terus berusan tetangga meninggal juga karena sakit
begini”.(P11)
29.
Sub tema 3:kematian
Kematian merupakan bentuk kecemasan yang dialami oleh
sebagian partisipan. Sebanyak 17 partisipan menyatakan
kematian cenderung berhubungan dengan sakit yang dialami
saat ini. Seperti penggalan transkip berikut :
“takut mati dek, soalnya sakit gini ini kata orang-orang sudah
parah dan susah sembuh apalagi kalo sampe lukanya udah
membusuk, hitam dan bau. Kalo udah gitu siapa yang ngurus
keluarga, soalnya yang cari nafkah saya” (P12)
“sakit gini itu keinget almarhum nenek saya dulu sampe
meninggal ya karena sakit gini, borok (luka) gak waras (sembuh)
sampe ketemu patine (meninggal).” (P10)
30.
Sub tema 4: kehilangan pekerjaan
Kehilangan pekerjaan menjadi bentuk kecemasan yang dialami
oleh 12 partisipan. Sebagian partisipan mengungkapkan bahwa
pekerjaannnya sangat terganggu dengan adanya penyakit yang
diderita, seperti diungkapkan dalam penggalan transkip berikut :
“....penyakit ini membatasi saya untuk bekerja mas, nanti kalo sudah
gak bisa kerja gimana? Siapa yang menghidupi keluarga? Anak saya
masih kuliah juga, nanti biaya berobat saya juga darimana.” (P13)
“....saya kerja sebagai nelayan mas, setiap hari melaut naik kapal,
sejak sakit ini ya saya gak kerja mas. takutnya gak bisa kerja lagi...”
(P18)
31.
Sub tema 5: membebani keluarga
Mengalami ulkus kaki diabetes juga menggakibatkan
partisipan merasa merepotkan orang lain, seperti yang
diungkapkan dalam penggalan transkip berikut :
“....kasian keluarga mas, semua gaji suami saya pakai berobat
ini. Saya takut nanti gak punya biaya untuk yang lain karena
saya sakit. Selain itu saya gak bisa lagi mengurus rumah dan
anak-anak” (P20)
“....takut jadi beban keluarga, nanti mau mandi, mau bab, mau
apapun malah merepotkan keluarga, tergantung sama keluarga
kan gak enak, iya kalo keluarga oke oke aja, kalo gak ya gimana
lagi.”(P16)
32.
Sub tema 6:ditinggal keluarga
Kecemasan bahwa partisipan akan diabaikan oleh keluarga
dirasakan oleh sebagian besar partisipan. Hal ini disampaikan
oleh 14 partisipan seperti dalam kutipan berikut :
“Semenjak sakit sudah gak bisa melayani suami sebagaimana
mestinya, takutnya suami kecewa terus ninggalin saya sendirian.
Apalagi anak-anak juga belum lulus.” (P04)
“....sekarang ini aja istri dan anak-anak saya sudah gak mau
tau, lah kalo dibiarkan terus gak diurusin itu yang saya takut
karena banyak juga tetangga yang gak diurusi keluarga kalo
sakit parah.” (P22)
33.
Sub tema 7:stigma masyarakat
Pandangan tentang penyakit ulkus diabetikum yang berkembang
dimasyarakat menjadi salah satu bentuk kecemasan yang dialami
oleh partisipan. Sebanyak 10 partisipan merasa takut dengan
pandangan masyarakat yang timbul dilingkungan tempat
tinggalnya. Seperti dalam penggalan transkip berikut:
“....kalo kata orang-orang penyakit ini itu gak bisa sembuh mas dan
biasanya harus diamputasi. Lagipun kan takut kalo saya dianggap
punya penyakit parah, terus dijauhin tetangga.” (P07)
“.....takut tetangga gak ada yang mau temenan lagi sama saya mas
karena dikampung saya kalo sakit begini biasanya di kasih tempat
sendiri, gak ada yang jenguk palingan keluarga itupun kalo ingat.”
(P02)
34.
Sub tema 8:mewariskan penyakit
Penyakit ulkus diabetikum dianggap sebagai penyakit
keturunan yang terus berlanjut dan sulit disembuhkan.
Sebanyak 18 partisipan menyatakan bahwa penyakit yang
diderita saat ini akan menurun pada anak-anaknya kelak
seperti yang diungkapkan dalam penggalan transkip berikut :
“...dulu ibu saya yang kena DM terus jadi luka kayak gini, nah
saya takutnya nanti nurun ke anak cucu juga.”(P06)
“...sakit begini kalo bisa berhenti di saya aja mas, saya khawatir
anak saya juga nanti mewarisi penyakit dari saya padahal kan
mereka tidak salah tapi berisiko kena juga.”(P08)
35.
Sub tema 9: perubahan gaya hidup
Bentuk kecemasan yang dirasakan partisipan adalah adanya
perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup yang diungkapkan
adalah adanya perubahan pola makan dan aktivitas seperti yang
diungkapkan dalam penggalan transkip berikut:
“....takutnya kan kayak gini apa-apa dibatasi, makan dibatasi, minum
dibatasi, pokoknya serba diatur dan harus teratur padahal biasanya
makan sembarang yang penting kenyang sekarang gak bisa.” (P09)
“....sekarang aja kalo mau ngapa-ngapain harus hati-hati banget mas,
harus pake sandal, gak boleh kena air kakinya yang luka, harus tetap
kering, olahraga juga gak bisa lari kayak dulu mas. Akhirnya mau jalan
keluar rumah aja takut mas karena takut kena apa-apa kakinya”
(P11)
36.
Tema 3: Dampakkecemasan
Dampak
kecemasan
Dampak terhadap
luka
Dampak fisik Dampak sosial
37.
Sub tema 1: dampak terhadap luka
Sub tema dampak terhadap luka dirasakan oleh 7 partisipan
dengan mengungkapkan kondisi luka saat stress timbul atau
khawatir seperti penggalan transkip berikut :
“....saya itu kalo sudah stress mikirin sakit ini rasanya lukanya
makin berair dan bau mas. Memang kelihatan kok bedanya.
Kalo sudah bau gitu jadi malu mau ngumpul sama tetangga
bahkan keluar rumah aja males.”(P21)
“mungkin karena kepikiran terus, stress jadinya terus lukanya
gak sembuh-sembuh. Soalnya kata dokternya kalo stress malah
susah sembuhnya tapi ternyata itu saya rasakan benar mas. ”
(P14)
38.
Sub tema 2:dampak fisik
Dampak terhadap fisik adalah salah satu kondisi dimana
keadaan kecemasan mengakibatkan adalahnya gangguan pada
kondisi fisik. Sub tema dampak terhadap fisik ditunjukkan
oleh 9 partisipan seperti pada penggalan transkip berikut:
“... saya kalo udah stress kebanyakan mikir jadinya lemes mas,
sakit kepala, bawaannya pengen tidur , kalo gak tidur malah
pengen marah, kalo gak gitu ya nyesek di dada mas.“ (P11)
“sering pusing kepala kalo terlalu mikirin sakit mas, susah tidur
juga kadang malah gak tidur semaleman karena kepikiran masa
depan anak-anak nanti kalo suatu saat saya gak ada karena
sakit ini.”(P16)
39.
Sub tema 3: dampak sosial
Dampak terhadap sosial adalah akibat yang ditimbulkan
oleh adanya rasa cemas terhadap interaksi sosial
partisipan. Dampak terhadap sosial di ungkapkan oleh 8
partisipan seperti dalam penggalan transkip berikut:
“....pas kepikiran gitu ya jadi males ngomong sama orang lain
mas, lebih suka sendiri jadinya, pokoknya gak mau diganggu.
kadang anak saya nanya aja saya marahin” (P13)
“....kalo budrek (stress) ya biasanya saya masuk kamar terus
tiduran. Bisa seharian dikamar gak keluar rumah.” (P10)
40.
Tema 4 :upaya mengatasi kecemasan
Upaya mengatasi
kecemasan
Berdoa dan
berdzikir
Pasrah
Meminta maaf
Pengobatan
alternatif
41.
Sub tema 1:Pasrah
Pasrah adalah keadaan dimana seseorang menerima apapun yang
terjadi padanya dengan lapang dada dan tanpa menyalahkan
siapapun. Sebanyak 17 partisipan mengungkapkan kepasrahan
seperti pada penggalan transkip berikut :
“ Cuma bisa pasrah mas, anggap aja semuanya itu ujian dariTuhan,
kita jalani dan berusaha saja semampunya, kalo sudah gitu pikiran
jadi tenang mas. “(P13)
“...kalo dipikir ya kita tidak bisa apa-apa selain pasrah mas, saya ikut
pengajian itu disebutkan kalo pasrah pada kondisi apapun hati kita
bakalan tentram dan saya merasakan itu. Kalo stress mikir sakit ya
kita harus ingat kalo kita punyaTuhan, jadi pasrahkan saja hidup kita
dan serahkan semuanya pada Sang Pencipta.” (P02)
42.
Sub tema 2: berdzikir dan berdoa
Aktivitas berdoa dan berdzikir merupakan salah satu pendekatan
spiritual yang dilakukan oleh beberapa partisipan. Sebanyak 19 partisipan
mengungkapkan menggunakan pendekatan berdoa dan berdzikir utntuk
mengatasi kecemasan seperti penggalan transkip berikut :
“....kalo saya lebih sering berdoa, dzikir dan minta sama Allah agar diberi
ketenangan dan ketentraman jiwa raga, diberi kekuatan untuk menghadapi
ujian karena kita adalah mahluk Allah dan Alhamdulillah dengan begitu
rasanya hati saya lebih tentram dan stress berkurang” (P14)
“....setiap merasa takut saya berdoa dan bertasbih minta ketentraman jiwa
dan penguatan. Kadang sampe nangis-nangis saya berdoa. Bener–bener saya
sujud dan menyesalkan semua yang sudah saya lakukan karena sakit itu
pasti ada sebabnya. Mungkin saya lalai dalam beribadah. Saya merasa lebih
tenang kalo udah doa gitu” (P20)
43.
Sub tema 3: meminta maaf
Meminta maaf merupakan alternatif pilihan mengatasi kecemasan yang
dilakukan oleh beberapa partisipan karena perasaan bersalah yang dialami.
Sebanyak 12 partisipan mengungkapkan meminta maaf seperti dalam
penggalan transkip berikut:
“.....seringkali gelisah dan khawatir tentang masa depan karena sakit begini ya
saya jadi keinget kesalahan-kesalahan yang lalu dengan kerabat dan orang tua.
Saya merasa ini semua karena semacam karma dan peringatan. Jadi saya
datang kerumah kerabat dan meminta maaf atas segala yang pernah saya
perbuat dan syukurnya saya merasa lebih tenang.” (P18)
“....sejak sakit ini saya selalu kepikiran yang aneh-aneh, mulai dari kematian,
komplikasi dan khawatir dengan keadaan keluarga karena sakit saya. Saat
merasa seperti itu saya selalu mengajak anak dan istri berkumpul dan saya
memohon maaf sama mereka kalau ada salah. Ketika mereka bilang
memaafkan baru lega rasanya.”(P22)
44.
Sub tema 4: pengobatan alternatif
Pengobatan alternatif adalah metode pengobatan nonmedis yang
dapat dilakukan dalam mengatasi masalah yang dialami oleh
partisipan. Pengobatan alternatif dikategorikan pada datang ke orang
pintar atau dukun dan ke ustad seperti penggalan transkip berikut:
“.....kalo pikiran kacau saya biasanya ke ustad yang ada di deket rumah,
minta dibacain doa kebetulan beliau itu buka praktek pengobatan ala
islam. Jadi pengobatannya biasanya didoakan dan diberi air minum yang
sudah dibacakan doa supaya pikiran gak kacau dan cepat sembuh.” (P16)
“....saya pernah ke orang pinter bahasa kasarnya ya dukun mas, disana
saya diolesi air atau minyak saya kurang jelas terus dahi saya diusap-usap
pake remahan daun. Katanya sawan (takut yang berlebihan) karena sakit
ini. Ini saran dari orang tua-tua disuruh ke dukun.”(P19)
45.
Tema 5 :Harapan
Harapan
Dukungan
keluarga
Dukungan tenaga
kesehatan
Kesembuhan
46.
Sub tema 1: dukungan keluarga
Sebanyak 12 partisipan mengungkapkan harapan terkait
dukungan keluarga seperti penggalan transkip berikut:
“...semoga saja keluarga masih bisa membiayai pengobatan,
ngasih support dan semangat, ndak merasa terbebani, dan
selalu ada untuk saya” (P01)
“....saya gak minta muluk-muluk (macem-macem) mas, cukup
didampingi terus sama keluarga sampe sembuh dah senang
banget, saya merasa kuat kalo ada keluarga disamping saya.”
(P19)
47.
Sub tema 2: Dukungan tenaga kesehatan
Dukungan tenaga kesehatan merupakan dukungan yang diberikan oleh
semua tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan terhadap
partisipan. Dukungan berasal dari dukungan perawat, dokter dan tenaga
farmasi seperti dalam penggalan transkip berikut:
“....harapan saya semoga dokter dan perawatnya nya tetap sabar
menghadapi kami yang jadi pasien, tetap murah senyum karena senyum
mereka saja kami sudah merasa mendapat obat batin, yang penting jangan
bosan dengan kedatangan kami yang hampir setiap hari.” (P11)
“yang jelas bagi saya pelayanan dari perawat dan dokter paling utama.Tetap
ramah dan tentunya kalo bisa dokter sama perawatnya mengadakan
kosultasi di luar pelayanan misal dirumah dengan telpon atau chat wa. Selain
itu mungkin pelayanan dibagian ambil obat dipercepat dan dipermudah
karena sering antri panjang jadi lelah di ruang tunggu. Karena ketepatan
pelayanan itu kepuasan pasien dan sembuhnya bisa lebih cepat.” (P03)
48.
Sub tema 3:kesembuhan
Persepsi partisipan tentang kesembuhan adalah luka yang
mengering kemudian tidak ada komplikasi lagi seperti yang
diungkapkan oleh 14 partisipan dalam penggalan transkip
berikut:
“ semoga segera sembuh, bisa jalan lagi, bisa kerja lagi dan
gak kumat-kumat lagi.” (P17)
“pengen sembuh mas biar gak, cukup 1 kali ini aja sakitnya.
Gak mau sakit kayak gini lagi. Sudah cukup.”(P10)
Tema 1 :Penyebab Kecemasan
Stuart, G dan Sundeen (2016), yaitu :
Faktor Eksternal
Ancaman integritas fisik,
Ancaman sistem diri
Taylor (2016) menyatakan dukungan keluarga sangat
berperan dalam meningkatkan kesehatan tubuh dan
menciptakan efek positif. Dukungan keluarga diartikan
sebagai bantuan yang diberikan oleh anggota keluarga yang
lain sehingga akan memberikan kenyamanan fisik dan
psikologis pada orang yang dihadapkan pada situasi stress.
51.
Tema 2 :bentuk kecemasan
Ancaman amputasi adalah bentuk kecemasan yang paling
sering, yang berhubungan dengan satu ketakutan dari
hilangnya kontrol akibat luka. Ketakutan ini muncul setelah
konsultasi dengan para profesional kesehatan, percakapan
dengan orang lain yang menderita kaki diabetes dan melihat
orang. diamputasi.
Banyak pasien khawatir terhadap masa depan kesehatan
mereka setelah diamputasi (Searle,et al. 2005). Pasien
dengan kondisi kronis seperti halnya menderita ulkus kaki
diabetes dapat menimbulkan munculnya perasaan tidak
berdaya akibat gangguan fungsi peran dan keterbatasan
mobilitas serta perasaan diri sebagai beban bagi keluarganya.
52.
Tema 3 :Dampak kecemasan
Elisabeth, Clench, & Kjærsti, (2016) menjelaskan bahwa kondisi
ansietas dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kortisol.
Kortisol pada pasien DM dapat berakibat pada terganggunya
kontrol glikemik sehingga memperburuk perfusi jaringan utamanya
pada pasien dengan adanya luka pada kaki atau ulkus kaki.
Keikutsertaan sosial mengacu pada kemampuan untuk membantu
anggota keluarga, teman atau tetangga ketika diperlukan. (Fearns
et al., 2017).
Pengurangan aktivitas sosial mereka juga disebabkan oleh adanya
perasaan minder dan tidak percaya diri dalam bergaul akibat
perubahan kakinya, bahkan terdapat seorang partisipan wanita
yang mengungkapkan dirinya menarik diri dari masyarakat sekitar
karena stress akibat ulkus kaki yang dideritanya.
53.
Tema 4 :upaya mengatasi kecemasan
Jones (2003) menetapkan bahwa reaksi individu terhadap
stressor emosional yang dialaminya dapat menentukan
koping strategi yang digunakannya. Berbagai sumber daya
seperti keyakinan, religius, social network, uang, energi
personal dan rasa aman emosional mungkin dapat digunakan
untuk mengatasi stress yang dialami oleh penderita diabetes
(Sridhar & Madhu, 2012).Terdapat beberapa prilaku koping
yang digunakan dalam beradaptasi terhadap penyakit kronis
seperti DM yaitu pengingkaran (denial), penerimaan
(acceptance), dan pemecahan masalah (White , Richter & Fry
C, 2012)
54.
Tema 5 :harapan
Interaksi sosial dan support diantara pasien, keluarga,
teman, perawat, profesi pelayanan kesehatan yang lain
akan membantu membangun kesejahteraan yang positif
(positif sense of well being). Support sosial dapat diberikan
dalam beberapa bentuk seperti dukungan emosional,
bantuan praktis dalam memenuhi tugas ADL dan berbagi
pengalaman untuk mengembangkan pengetahuan yang
lebih baik terhadap situasi (Joensen et al., 2017). Pasien-
pasien ulkus khususnya lansia yang memandang dirinya
kehilangan harapan dan kehilangan arti hidup, perlu untuk
dicintai oleh orang lain (Stuckey et al., 2016).
55.
Keterbatasan penelitian
Pada penelitianini terdapat beberapa kendala yang menjadi
keterbatasan yang dialami oleh peneliti yaitu:
Partisipan menggunakan bahasa daerah yang berbeda
dengan bahasa peneliti
Waktu wawancara relatif singkat sehingga diperlukan 3-4
kali pertemuan agar data yang dibutuhkan terkumpul
secara lengkap.
56.
Kesimpulan
Mekanisme koping yangdigunakan pasien ulkus kaki
diabetes dalam menghadapi respon psikologis dan sosial
yang dialaminya yaitu menjalani kehidupan dengan pasrah
pada keadaan, banyak mendekatkan diri pada Tuhan serta
tetap memiliki pandangan positif terhadap diri meskipun
mempunyai ulkus kaki diabetes.